NovelToon NovelToon

Mencintai Suami Sahabat Sendiri

Bab 1. Aluna Diusir

"Maaf, Buk, saya tidak bisa membayar kontrakan," ucap Aluna sambil menatap wanita paruh baya di depannya yang sedang menatap Aluna dengan tatapan nanar.

Wanita itu tentu saja kesal kepada Aluna karena sudah tiga bulan Aluna nunggak tidak membayar kontrakan yang ia tempati. Aluna hanya terus berjanji kepada ibu kontrakan itu tanpa memberikan sebuah bukti. Kali ini ibu itu tidak kehabisan kesabarannya karena ketika ia menagih lagi ternyata Aluna masih belum bisa membayarnya.

"Maaf, Aluna, kalau kamu kayak gini terus. Silahkan angkat kaki dari rumah ini. Masih banyak orang yang mau ngontrak daripada kamu yang susah banget disuruh pergi!" ucap wanita paruh baya itu yang akhirnya mengusir Aluna dari kontrakannya.

Aluna menggelengkan kepalanya lemah. "Jangan, Buk! Jangan usir saya. Kalau saya diusir nanti tinggal dimana? Saya nggak punya tempat buat tinggal lagi. Saya nggak punya siapa-siapa disini," ucap Aluna dengan suara yang gemetar menahan tangis.

Aluna memang hidup sendiri di tengah-tengah kota itu. Ia merasakan bagaimana kerasnya hidup di tengah kota seperti itu. Wanita yang masih berusia 22 tahun itu sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi. Sejak dulu Aluna memang sudah menjadi yatim-piatu setelah kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan. Aluna tinggal bersama neneknya, tetapi sang nenek sudah meninggal dunia beberapa bulan yang lalu, membuat Aluna hidup sendiri. Nahasnya Aluna juga dipecat dari pekerjaannya karena melakukan sebuah kesalahan yang tidak ia lakukan.

Saat itu, Aluna membantu temannya yang melakukan kesalahan, tapi siapa sangka jika temannya yang Aluna bantu itu malah memfitnah Aluna membuat Aluna dipecat. Padahal Aluna tidak membuat kesalahan. Disaat itulah, Aluna tidak mampu membayar kontrakan karena ia tidak memiliki uang. Uang tabungannya pun semakin menipis untuk biaya hidup sehari-harinya. Sekarang, siapa sangka jika Aluna diusir oleh ibu pemilik kontrakan. Padahal Aluna dan neneknya sudah mengontrak disana selama bertahun-tahun.

"Ya, itu bukan urusan saya! Pokoknya kamu harus pergi dari sini kalau kamu nggak mampu bayar! Besok akan ada orang yang mau ngontrak disini. Jadi, nanti sore pastikan kalau rumah ini sudah kosong dan kamu pergi dari sini," ucap wanita paruh baya itu dengan suara yang cukup meninggi.

"Tapi, Buk—"

"Nggak ada tapi-tapian lagi! Saya sudah memberimu waktu tiga bulan untuk membayar kontrakan, tapi kamu nggak bisa melakukannya," ucap wanita itu yang kemudian pergi begitu saja meninggalkan Aluna.

Aluna hanya bisa menyeka air matanya yang tiba-tiba saja terjatuh setelah ia berusaha menahannya. Kini Aluna tidak tahu harus tinggal dimana. Dengan sangat terpaksa Aluna akhirnya pergi dari rumah itu. Setelah bertahun-tahun tinggal di sana. Akhirnya, Aluna akan pergi meninggalkan rumah itu. Banyak kenangan yang terjadi bersama dengan neneknya di sana, tapi Aluna terpaksa harus meninggalkan rumah bersama dengan kenangan indah itu.

Aluna menyimpan semua pakaian dan beberapa barang yang menurutnya penting ke dalam koper. Aluna tidak mengambil semua barang karena ia tidak tahu harus membawanya menggunakan apa. Jadi, Aluna hanya membawa barang-barang yang penting saja. Setelah selesai, Aluna berjalan pergi meninggalkan rumah itu. Ia melihat ke arah belakang ketika ia hampir menjauh dari halaman rumahnya. Ada rasa tidak rela ketika Aluna harus pergi dari sana. Bayangan neneknya tiba-tiba saja terlibat di mana Aluna di depan pintu rumah. Terlihat begitu jelas sambil menatap Aluna dengan tatapan sedih. Aluna ikut tersenyum dengan air mata yang tiba-tiba saja kembali turun karena mengingat neneknya itu. Detik berikutnya, bayangan neneknya itu menghilang begitu saja.

Aluna kembali melangkahkan kakinya sambil menyeka air mata yang turun membasahi wajah cantiknya. Aluna harus bisa tegar menghadapi semua ini. Meskipun kini Aluna tidak tahu harus pergi kemana. Uangnya pun sudah mulai habis dan tidak mungkin untuk mencari rumah.

Aluna berjalan sudah cukup jauh. Hari pun sudah berubah menjadi gelap karena langit sudah mulai malam. Angin malam mulai dirasakan oleh Aluna, membuat Aluna bisa merasakan dinginnya malam itu. Namun, Aluna hanya bisa menahan rasa dingin itu karena ia tidak punya tempat untuk menghangatkan tubuhnya. Aluna terus berjalan dipinggir jalan. Meski rasa lelah mulai Aluna rasakan, tapi ia dengan tegar terus berjalan karena ia tidak mau berhenti di tempat yang sepi.

Jalanan benar-benar sepi. Kiri dan kanan hanya pohon-pohon yang besar. Aluna sudah tidak kuat lagi berjalan. Namun, ia memaksakan kakinya untuk terus melangkah. Perutnya pun sudah bersuara sejak tadi karena Aluna belum memakan apa pun. Hingga tiba-tiba sebuah mobil dengan kecepatan tinggi melaju dari arah belakang Aluna. Aluna yang sedang berjalan pun langsung berhenti. Ia menoleh ke arah belakang dan langsung membulatkan matanya ketika melihat mobil itu yang melaju dengan kencang ke arahnya. Aluna hanya bisa berteriak dan tidak sempat untuk melarikan diri.

BRAK!

Tubuh Aluna tertabrak oleh mobil itu. Tubuhnya terpental cukup jauh dari mobil yang menabraknya. Darah segar mulai turun membasahi dahinya. Aluna masih tersadar meski pandangannya memburam.

"Apakah ini akhir dari perjalananku di dunia?" tanya Aluna di dalam hatinya. Detik berikutnya, hanya kegelapan yang dilihat oleh Aluna. Ia tidak sadarkan diri.

Bab 2. Suami Raya

Aluna membuka kedua bola matanya secara perlahan. Hal pertama yang ia lihat adalah cahaya lampu di atas sana. Semerbak bau obat-obatan bisa Aluna rasakan. Kemudian, ia mengedarkan pandangannya. Rupanya Aluna sedang berada di sebuah rumah sakit. Terlihat dari alat-alat sekeliling dimana Aluna tahu bahwa ia berada di rumah sakit.

"Rupanya aku masih hidup," ucap Aluna di dalam hatinya.

Rasa sakit di kepalanya tiba-tiba Aluna rasakan. Ia memegang kepalanya yang terasa nyeri. Kemudian, Aluna mencoba terbangun hingga seseorang masuk ke dalam ruangan itu. Aluna langsung menoleh ke sumber suara. Ia terkejut ketika melihat pria itu. Selama beberapa saat, Aluna terdiam dan menatapnya dengan kedua mata membulat.

"Kau …." Aluna tidak bisa mengatakan kelanjutannya. Rasanya begitu berat.

Bagaimana bisa Aluna melihat kembali seorang pria yang selama ini tidak bisa Aluna lupakan selama hidupnya?

Pria yang semakin tampan itu kini berdiri di dekatnya sambil menatap Aluna dengan tatapan sendu.

"Ryan …." Suara Aluna terdengar lirih.

Ryan adalah mantan kekasih Aluna. Mereka pacaran saat Aluna dan juga Ryan masih berada di bangku SMP. Bayangan demi bayangan ketika Ryan meninggalkan Aluna begitu membekas di hatinya, tetapi rasa cinta Aluna kepada Ryan tidak pernah pudar meski sudah bertahun-tahun lamanya. Itulah salah satu alasan, kenapa Aluna belum juga memiliki seorang kekasih, itu karena di hati Aluna masih ada Ryan. Ia ingin melupakan Ryan dari dulu, tapi selalu tidak bisa. Sekarang, Aluna tidak pernah menyangka jika ia akan bertemu dengan Ryan setelah bertahun-tahun mereka tidak bertemu. Aluna pikir, ia tidak akan pernah bertemu lagi, tapi ternyata dugaan Aluna salah. Buktinya, takdir kembali mempertemukan mereka.

"Aluna," panggil seorang wanita yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan itu membuat Aluna dan juga Ryan menoleh.

Terlihat Raya masuk dan langsung menghampiri Aluna. Ia menatap Aluna dengan tatapan yang begitu khawatir.

"Raya?" pekik Aluna.

Aluna juga tidak menyangka jika ia akan bertemu dengan sahabatnya waktu SMA.

"Aluna," ucap Raya sambil melihat Aluna dari tatapan yang khawatir. "Aluna, apa kamu baik-baik saja? Aku khawatir banget. Akhirnya, kamu sadar juga."

"Memangnya … aku kenapa?" tanya Aluna sambil memegang kepalanya yang kembali terasa sakit. Ternyata Aluna tidak ingat apa yang terjadi. Terakhir kali yang ia ingat adalah ketika Aluna pergi dari rumah karena diusir oleh pemilik kontrakan.

"Kamu nggak ingat?" tanya Raya yang dijawab gelengan kepala yang begitu lemah oleh Aluna.

"Aku nggak ingat apa pun, yang aku ingat ketika aku pergi dari rumah. Sudah gitu aja, terus tiba-tiba aku kebangun disini," jawab Aluna dengan jujur. Ia menatap Raya dan juga Ryan dengan tatapan bingung.

"Aluna, kamu tertabrak mobil Ryan. Terus kamu nggak sadarkan diri selama tiga hari," jelas Raya membuat Aluna membulatkan kedua bola matanya tampak tidak percaya dengan apa yang baru saja Raya jelaskan.

"Aku … nggak sadarkan diri selama tiga hari?" tanya Aluna membeo.

"Aku akan memanggil dokter dulu. Aluna harus diperiksa dulu oleh dokter," ucap Ryan kemudian yang berjalan meninggalkan Raya dan Aluna.

Tak berselang lama, Ryan datang bersama seorang dokter. Dokter itu langsung memeriksa Aluna.

"Keadaan Aluna sudah mulai membaik, tapi ia harus tetap dirawat di sini agar kami bisa melihat perkembangan selanjutnya," jelas dokter itu yang membuat mereka bertiga bernapas lega mendengarnya.

"Ah, syukurlah, terima kasih, dok," balas Raya.

"Kalau begitu, saya pamit pergi." Lantas dokter itu melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan itu.

"Aku lega mendengarnya," ucap Raya sambil melihat ke arah Aluna. Ia tersenyum karena ia senang bisa bertemu dengan Aluna lagi, tapi ia merasa bersalah karena Raya bertemu dengan Aluna karena Aluna tidak sengaja tertabrak mobil. "Maafkan suamiku, ya, Aluna. Gara-gara suamiku kamu jadi masuk rumah sakit begini."

"Suami?" tanya Aluna sambil mengerutkan keningnya ketika mendengar kata suami. "Kamu sudah menikah?"

Aluna tidak pernah tahu kalau Raya sudah menikah. Terakhir kali Aluna bertemu dengan Raya ketika perpisahan SMA dimana Raya harus pergi ke luar negeri untuk melanjutkan sekolahnya. Ternyata setelah bertemu kembali, Raya sudah menikah. Aluna merasa senang mendengar kabar baik dari sahabatnya itu.

Raya menganggukkan kepalanya. "Iya, aku sudah menikah. Aku itu mau ngundang kamu, tapi aku nggak tahu kamu tinggal dimana. Soalnya pas aku datang ke rumah kamu ternyata rumahnya sudah diisi oleh orang lain. Katanya kamu pindah dan nggak tahu kemana."

"Kamu datang ke rumahku yang dulu?"

Memang, Aluna pindah rumah setelah ia lulus SMA, karena suatu alasan. Aluna dan mendiang neneknya itu terpaksa menjual rumah karena harus membayar sebuah barang yang tidak sengaja nenek Aluna pecahkan di sebuah rumah mewah dimana neneknya Aluna bekerja. Siapa sangka jika ternyata harga guci yang dipecahkan oleh neneknya Aluna senilai dengan harga rumah mereka. Karena sang pemilik menuntut dan meminta ganti rugi. Mereka juga mengancam akan melaporkan nenek Aluna ke polisi, membuat mereka akhirnya terpaksa menjual rumah untuk membayar guci itu. Sisa uangnya mereka pakai untuk pindahan ke sebuah kontrakan dimana sekarang pun Aluna diusir oleh sang pemilik kontrakan karena Aluna sudah menunggak pembayaran.

Raya menganggukkan kepalanya. "Iya, aku datang ke rumah kamu, tapi kamu nggak ada."

"Iya, aku pindah rumah soalnya," balas Aluna sambil tersenyum kecut ketika ia mengingat saat Aluna terpaksa menjual rumah harta terakhir kedua orang tuanya itu. "Oh, iya, kamu menikah dengan siapa? Mana suami kamu?"

"Ya, ampun, Aluna. Ini suamiku," jawab Raya seraya menggandeng Ryan yang sejak tadi berdiri di sampingnya. "Perkenalkan, ini Ryan, dia suamiku."

"A-pa?" pekik Aluna dengan suara yang tertahan seraya menatap Ryan dengan tatapan tidak percaya.

Bab 3. Ajakan Dari Raya

"Ryan suami Raya?" tanya Aluna di dalam batinnya.

Ia tidak pernah menyangka jika ternyata Ryan adalah suami dari Raya. Ada rasa sesak di dalam dada Aluna ketika mendengar hal itu, tetapi ia berusaha untuk bersikap biasa saja ketika mendengarnya, meski tidak bisa dipungkiri jika Aluna terlihat begitu shock.

"Ryan, ini Aluna, di sahabatku," ucap Raya memperkenalkan Aluna kepada Ryan.

Ryan menganggukkan kepalanya mengerti. Kemudian, ia mengulurkan tangannya kepada Aluna. Seolah jika ia memang tidak mengenali wanita yang pernah ada di dalam hatinya itu.

"Ryan," ucapnya membuat Aluna semakin terkejut dengan tingkah Ryan.

Selama beberapa saat, Aluna hanya terdiam seraya memandangi tangan Ryan yang terulur untuknya itu. Ia tidak menyangka jika Ryan tidak mengenalinya. Tidak mengenali atau pura-pura tidak kenal, Aluna tidak tahu. Hanya saja kenapa Ryan bersikap seperti ini kepadanya. Aluna menarik napasnya dalam-dalam, lalu menghembuskan dengan kasar. Ia pun menjabat tangan Ryan dan mulai mengikuti permainan Ryan, karena pria itu berpura-pura tidak mengenalinya.

"Aluna," ucap Aluna dengan nada suara yang terdengar lirih.

Mereka berdua berjabat cukup lama. Aluna maupun Ryan saling memandang satu sama lain. Hingga pada akhirnya, Raya berdehem membuat mereka berdua langsung melepaskan jabatan tangan mereka.

"Selamat, ya, Raya. Kamu sudah menikah," ucap Aluna yang dijawab senyuman oleh Raya.

"Makasih, ya. Oh iya, Nenek Winda gimana keadaannya sehat?" tanya Raya kemudian yang penasaran dengan neneknya Aluna.

Memang, Raya cukup dekat dengan neneknya Aluna, Winda. Saat SMA dulu Raya sering main ke rumah Raya. Bahkan, Raya cukup dekat dengan Winda.

Raut wajah Aluna langsung berubah sedih mendengar Raya bertanya soal neneknya itu. "Nenek sudah meninggal dunia sekitar beberapa bulan yang lalu."

"Apa?" pekik Raya yang cukup terkejut dengan perkataan Aluna barusan. "Ya, ampun, Aluna. Maaf, aku nggak tahu kalau nenek udah nggak ada."

"Iya, nggak apa-apa, Raya."

"Terus sekarang kamu tinggal dimana?" tanya Raya lagi yang juga penasaran dimana sahabatnya itu tinggal sekarang.

Aluna menggelengkan kepalanya pelan. "Aku nggak tahu, Raya. Aku … nggak tahu harus tinggal dimana. Aku diusir dari kontrakan karena aku nggak bisa bayar. Aku dipecat dari kerjaanku. Sekarang, hidupku hancur Raya. Aku mungkin akan tinggal di jalanan."

Aluna tidak kuasa menahan air matanya. Aluna benar-benar tidak sanggup dengan beban yang harus ia jalani kedepannya. Aluna tentu saja tidak mau hidup di jalanan. Ia tidak mengerti kenapa takdir terus memberinya cobaan secara bertubi-tubi. Aluna tidak sanggup menghadapi semuanya. Ia hanya bisa menangis meratapi kesedihannya. Aluna benar-benar tidak sanggup jika harus hidup seperti ini. Ia tidak memiliki tujuan dan juga uang yang cukup. Aluna tidak tahu harus bagaimana lagi sekarang.

Melihat Aluna yang bersedih seperti itu, membuat Raya merasa sedih. Ia tidak mau melihat sahabatnya kesulitan seperti itu. Raya tentu saja ingin membantu Aluna sebagai seorang sahabat yang baik. Selama ini Aluna dan mendiang neneknya selalu memperlakukan Raya dengan baik. Kini saatnya bagi Raya memperlakukan Aluna dengan baik juga. Bagaimanapun Raya tidak bisa membiarkan Aluna hidup di jalanan. Beruntung Raya bertemu dengan Aluna dan bisa membantunya. Jika tidak, ia tidak tahu apa yang akan terjadi kepada sahabatnya itu.

"Aluna, sebentar, ya," ucap Raya sambil menarik Ryan keluar dari ruangan itu membiarkan Aluna menangis sendirian.

"Ada apa, Raya?" tanya Ryan setelah mereka berada di luar ruangan.

"Mas, aku kasihan sama Aluna. Aku ngga mau dia kesulitan. Kamu tahu sendiri kan kalau Aluna itu sahabat aku," ucap Raya mencoba menjelaskan apa yang ia inginkan kepada Ryan. Tentu saja ia butuh izin dari suaminya jika ia akan membantu seseorang.

"Iya, aku tahu itu. Terus kamu mau bantu Aluna dengan cara apa?" tanya Ryan yang ternyata peka terhadap perkataan dari Raya barusan.

"Mas, boleh nggak kalau Aluna tinggal di rumah kita untuk sementara? Sampai Aluna punya kerjaan tetap dan tempat tinggal. Rumah kita kan besar, Mas, nggak apa-apa lah sekali-kali beramal dan membantu orang yang lagi kesulitan," pinta Raya kepada Ryan.

Ryan terdiam selama beberapa saat. Ia mencoba berpikir antara menyetujui permintaan dari Raya atau tidak. Tentu saja Ryan pun tidak mau melihat Aluna tinggal di jalanan dan tanpa tujuan yang jelas, tapi kalau Aluna tinggal di rumahnya, Ryan hanya takut ia tidak bisa mengendalikan perasaannya karena pastinya Ryan akan bertemu dengan Aluna setiap hari. Tidak bisa dipungkiri jika Ryan masih mencintai Aluna. Meskipun kini ia memiliki Raya dan juga mencintainya, tapi rasa cintanya untuk Aluna lebih besar dari apa Raya. Ia merasa bersalah kepada Raya karena masih mencintai wanita lain. Ryan sudah berjanji kepada dirinya sendiri jika setelah menikah ia akan melupakan Aluna, tapi ternyata takdir malah mempertemukan kembali Ryan dan Aluna begitu saja, membuat Ryan yang sedang berusaha mengubur perasaannya dalam-dalam langsung gagal dalam sekejap saja. Ryan memang sengaja berpura-pura tidak mengenali Aluna. Ia sengaja karena Ryan tidak mau Raya berpikir aneh-aneh terhadap Ryan dan Aluna. Ryan tidak mau Raya tahu bahwa dulu Ryan dan Aluna pernah memiliki sebuah hubungan yang sangat spesial. Itulah kenapa Ryan dengan sengaja berpura-pura tidak mengenali Aluna. Padahal ia sangat senang bisa bertemu lagi dengannya setelah bertahun-tahun tidak bertemu.

"Mas," ucap Raya karena Ryan hanya diam saja. "Gimana?"

Ryan menarik napasnya dalam-dalam, lalu menghembuskan dengan kasar. Kemudian, ia menganggukkan kepalanya. "Iya, terserah kamu saja. Selama itu baik menurut kamu, aku setuju-setuju saja."

Saat itu juga Raya langsung tersenyum setelah mendengar jawaban dari Ryan. "Makasih, ya, Mas. Sudah mau mengerti."

Raya memeluk Ryan sebentar. Setelah itu, ia masuk ke dalam ruangan Aluna lagi. Kini Aluna sudah berhenti menangis. Raya tersenyum kepada sahabatnya itu.

"Aluna, bagaimana kalau kamu tinggal di rumahku saja untuk sementara sampai kamu punya kerjaan dan juga tempat tinggal," ucap Raya dengan baik hati mengajak Aluna untuk tinggal bersamanya.

"Apa?" Aluna kembali terpekik mendengar ajakan dari Raya. Ia ternyata memiliki sahabat yang sebaik Raya. Pandangannya beralih kepada Ryan yang kini sedang berdiri di ambang pintu menatapnya. "Tapi—"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!