“Katerinnaaa!”
Suara pekikan pilu dari seorang wanita paruh baya menggema di sebuah ruang unit gawat darurat salah satu rumah sakit. “Kenapa jadi begini, Sayaaang!” Wanita itu merupakan ibu dari seorang gadis muda yang terbaring kaku di ranjang pemeriksaan. “Bangun Sayaaang! Bangun, Naaak. Huhu…”
Tangisnya kian pecah dengan memeluk erat tubuh kaku putrinya. Gadis yang terbujur kaku itu adalah seorang pelajar di salah satu sekolah menengah atas di kota. Dia dinyatakan meninggal di sekolahnya hanya dikarenakan tersedak satu biji salak.
Meanwhile di dimensi lain—
“Wait a minute!”
Tidak ubahnya wanita paruh baya yang menjerit keras di dalam layar hologram, gadis remaja yang merupakan gadis yang baru saja dinyatakan meninggal itu, dia sendiri memekik kesal dan seperti tengah berbincang dengan seseorang.
“Bagaimana aku bisa melihat diriku sendiri mati tragis seperti itu, hah?!”
Saya hanya menjalankan tugas saya sebagaimana prosedur yang sudah diprogram.
Gadis itu menganga lebar saat suara berat terdengar. “Dengar, aku tidak peduli! Hal yang aku inginkan adalah— cepat kembalikan jiwaku sebelum mereka mengubur ragaku, bgsd!”
Gadis itu mengumpat sarkas pada sistem yang menarik jiwanya ke sebuah dimensi antah berantah yang tidak bisa dipercaya nalar.
Maaf, Tuan… Saat ini sistem sedang mengalami kerusakan. Saya sudah katakan sebelumnya, anda adalah korban sistem kehidupan, oleh karenanya—
“Ba-kaaa!” Gadis itu kembali memekik nyaring tidak terima.
[ Baka adalah bo-doh dalam bahasa jepang. ]
Tapi— anda tenang saja, kami bertanggung jawab untuk mengembalikan anda.
Gadis itu berbinar luar biasa dengan ucapan tambahan sistem. “Benarkah? Cepatlah jika begitu!!”
Gadis pelajar itu bernama lengkap Katerinna Aliester, dia berasal dari keluarga biasa saja. Hal yang membuatnya luar biasa adalah karena dia memiliki kepintaran diatas rata-rata. Hal itu lah yang membuat dia bisa bersekolah di salah satu sekolah favorit di kotanya. Naas memang tidak terlihat di kalender, hari ini saat jam istirahat, Kate sapaan akrab gadis manis itu tidak sengaja tersedak biji salak, tenggorokannya tertutup rapat membuat dia tidak menerima pasokan oksigennya. Pada akhirnya, dia mati mendadak di tempat membuat geger satu sekolah.
***
“So, gimana Kate?”
Kate mengerjapkan matanya berulang kali, dia tersadar dan segera mengedarkan pandangan.
“Katerinna?!”
“Hah?”
Kate terlonjak saat teriakan seorang wanita paruh baya membuyarkan lamunannya. Gadis itu kembali dihadapkan dengan keadaan yang semakin kesini semakin kesana. Kate tidak menjawab seruan wanita paruh baya di depannya. Dia justru kembali mengedarkan pandangan. Dia berada di sebuah ruang kerja dengan gaya klasik dan banyaknya rak buku serta isinya. Tidak hanya itu, ruangan yang terasa seperti perpustakaan itu diisi oleh barang-barang autentik yang diperkirakan memiliki nilai jual yang bukan main harganya.
“Kamu sakit, Sayang?” tanya si wanita kembali dibuat kebingungan dengan tingkah gadis dihadapannya.
“Eh?” Kate kembali menoleh dengan wajah yang tak kalah berkerut menunjukkan keduanya sama-sama kebingungan sekarang.
Kate menelan ludahnya sendiri, dia yang pintar tentu harus bisa keluar dari situasi sulit ini. ‘Sistem sialan! Dia bilang akan mengantarkanku kembali ke dunia ku! Ini apa, Miskah!!’
Kate merutuki sistem dalam benaknya, dia sungguh teramat sial kali ini. Sudah dinyatakan mati mendadak, sekarang dia berada di tempat orang yang tidak dikenalinya.
“Ehm– anu— begini, Tante… Aku— aku—” gagap Kate mengatupkan bibir dengan pikiran yang sudah menunjukan diri mencari alibi agar dia bisa melarikan diri. “Aku kebelet!” Dengan menunjukan jari telunjuk dan wajah berbinarnya Kate kembali menyempurnakan kalimat. Tak lama, dia bangkit menyingkir dari tempat itu segera.
Wanita paruh baya barusan tercengang, wajahnya sampai terlihat tengah melakukan freeze sesaat.
“Eh, maaf tan-te… Toiletnya, dimana ya? Hehe…” Kate kembali berbalik badan dengan wajah cengengesan bertanya pada wanita yang masih menatapnya takjub.
“Tan-te?” keluh wanita itu mengernyit menunjukkan kekesalan. “Kamu kan harusnya tahu, toilet ada di kiri ruangan lurus mentok di ujung bangunan?”
“Ah, iya!” Dengan cepat Kate kembali menunjukan antusiasnya kemudian kabur dalam sekejap mata.
Otak encer Kate tidak tercipta begitu saja, dia memang gemar membaca apapun yang ditemuinya. Dari mulai buku ensiklopedia, novel, jurnal, bahkan bungkus koran yang digunakan penjual nasi uduk semua dia baca. Banyak informasi yang sudah hafal diluar kepala. Saat ini, dia pasti seperti kebanyakan tokoh yang diciptakan di sebuah novel fiktif, dia tidak bodoh, dia mengasumsikan dia sedang melakukan perjalanan waktu. Namun, dia tidak tahu dia jatuh di dimensi mana lagi selain sebelumnya jatuh di dimensi dimana sistem mengatakan permintaan maaf karena sudah membuatnya mati mendadak karena biji salak.
Di dalam ruang kerja kasti, wanita paruh baya itu lantas memijat keningnya. Rasanya semakin hari kehidupannya kian berwarna dengan tingkah putranya dan juga gadis barusan. Gadis itu adalah calon istri putranya lewat sebuah perjodohan.
“Ada apa sebenarnya? Dia pasti bertengkar lagi dengan Richard!”
“Haiiish, dua-duanya benar-benar tidak bisa dibiarkan begitu saja!”
Wanita itu lantas meraih ponsel dan menghubungi seseorang. “Halooo, kamu kesini sekarang juga!”
Di luar, Kate terus berlari sekencangnya. Dia sendiri sebenarnya tidak tahu harus kemana, namun, dia putuskan mengambil arah ke toilet seperti yang jadi alasannya pada wanita dalam ruangan. “Sial!”
Kate terus berlari dengan dada kembang kempis dan mulutnya terengah sekarang. Dia sudah berada di dalam kamar mandi kastel yang ukurannya jauh lebih besar dari kamarnya, bahkan hampir tiga kalinya. “Wuaah, sugoooi!”
Kate memekik takjub dengan wajah berbinarnya, wajar saja, toh dia memang remaja tujuh belas tahun yang sedang ekspresif sekali. Kate masuk semakin dalam, dia menatap cermin besar di hadapannya. Cermin itu memantulkan dirinya. Kate terdiam tanpa suara, dia bahkan sudah siap jika harus kembali merasakan mati untuk kesekian kalinya.
“Huh!” Kate menghela nafas dalam. “Sungguh malang nasibmu, Katerinna…”
Hening sesaat, kemudian dia memekik tertahan menguarkan rasa frustasinya. “Aaarrkkk!”
Plak!
Kate dengan sadar menampar dirinya sendiri, “Aark, sakit!”
Kate menatap kedua tangan besarnya dengan tatapan nanar dan bahkan tengah bersiap mengalirkan air mata yang sudah menumpuk di pelupuk matanya. “Huaaa…”
Dia akhirnya menangis dalam duka mendalam, dia bukan dirinya lagi. Entah dia masuk ke dalam raga siapa. Hal yang pasti, dia bukan gadis remaja lagi. Sekarang ini, Kate tengah dalam raga seorang wanita dewasa yang cukup manis di pandangannya.
“Sistem aho ba-kaa-yaro!”
[ aho bakayaro dalam bahasa jepang bisa diartikan seperti menunjukan umpatan bodoh pada seseorang atau diri sendiri. ]
Kate menyeka kasar air mata yang sebelumnya keluar, sungguh rugi dia menangis untuk hal yang tidak pasti seperti sekarang. Hal yang utama, bagaimana dia bisa keluar dari situasi sekarang dan bertemu kembali dengan sistem kehidupan sialan itu.
Kate menatap kembali pantulan dirinya di cermin besar. “Tapi— kenapa aku merasa tidak asing dengan wajah ini?”
Kate semakin mendekatkan dirinya dengan cermin, dia seolah tengah meraih wajahnya di cermin. “Kamu— kamu seperti diriku!”
Kate menelan ludah, dia memiliki hal yang tidak diketahui orang lain. Kate memiliki tanda lahir dibagian tubuhnya. Dengan cepat Kate memeriksanya, betapa terkejutnya dia saat tanda itu benar-benar disana. “Imposible,” lirihnya tidak percaya.
Kate mengucek kedua matanya, auranya kembali menguarkan kekesalan mendalam. “Sistem aho! Gue bilang hidupkan di kehidupanku yang sebenarnya!”
“Dia malah hidupin gue pas udah gede… Baka-yaro!”
Tak hentinya Kate terus merutuk tidak jelas, namun, yang pasti dia tengah kesal tentu saja. Dia berkacak pinggang menatap tajam pantulan dirinya di cermin. “Seenggaknya, gue hidup sih!”
Kate menghela nafas sejenak kemudian memantapkan diri keluar dari sana. Dia menatap kiri kanan dengan debar jantung yang semakin tidak beraturan. Dia seperti pencuri rasanya, apa mau dikata. Dia harus kabur dari sana dan mencari tahu sendiri setelah keluar dari sana.
“Apa yang sedang kamu lakukan, Kate?”
“Aaarkk!!” Kate memekik keras terkejut dengan pertanyaan seorang pria yang memiliki suara serak berat yang membuatnya merinding seketika.
Si pria menunjukan raut wajah mengejek saat melihat respon memalukan Kate saat ini. “Cih, kamu selalu membuat ulah, Katerinna!”
Kate terpaku sejenak, pria dihadapannya sungguh pria kualitas premium teratas. Tampan, wangi, tegap, dingin dan kejam. Sungguh bak tokoh pria manga yang keluar dari buku dan ada di hadapan Kate saat ini juga. ‘Hajiguuur…’
“Katerinna? Apa kamu menjadi bodoh sekarang?” tanya si pria kembali membuat hati Kate bergetar liar. “Cih, kamu tuh selain bisanya ngadu, kamu juga aneh!”
“Eh, nani?” Kate mengernyitkan keningnya, sepertinya percikan kebencian baru saja diucapkan pria tampan di depannya.
“Cukup, Kate! Aku sungguh lelah dengan wajah pura-pura polosmu itu!” Si pria terlihat geram dan berkacak pinggang penuh emosi. Dia mengusap wajahnya kasar, jelas saja Kate dibuat bingung oleh tingkah pria dewasa itu.
“M-maaf, Om… Aku tidak mengerti…” Kate menjawab cepat dengan gaya cengengesannya. “Ehm, aku permisi dulu, Om… Mariii!”
Dengan perlahan dan senyuman terpaksanya, Kate menunduk menyingkir dari sana. Sontak saja si pria terperanjat dengan tingkah Kate yang berubah. Sejauh ini, Richard selalu risih dengan tingkah Kate yang selalu berusaha menempel padanya.
“Hey!” Pria itu tersadar dan berbalik mencoba menghentikan langkah kaki Kate. “Kamu mau kemana, hah?!”
“See you, when I won't see you anymore!”
Kate mengambil langkah seribunya, dia kembali berlari dan tidak ingin menoleh baik ke belakang maupun sisi lainnya. Hal yang dia inginkan hanya kabur dan lari sejauh mungkin.
“Tunggu!” Kate menghentikan langkah kakinya dan berhenti tepat di ruang baca sebelumnya. “Gue ingat gue bawa tas!” Kate menghirup nafas dalam dan mengeluarkannya perlahan kemudian membuka kembali pintu ruangan. “Permisi…”
Kate kembali masuk, dia terperanjat, ternyata wanita paruh baya itu masih berada disana tengah menyesap minumannya dengan anggunly.
Kate menelan ludahnya sendiri, dia kembali melangkahkan kaki dengan berani. “Tante, maaf tadi saya mules… Hehe,” ucap Kate basa-basi terus melangkah menuju kursinya.
“Kate?” Si wanita paruh baya itu menoleh sumringah. “Kamu ini bikin khawatir aja, kenapa—”
“Maaf Tante, mungkin lain kali saja kita berbincang lagi… Permisi!” Setelah mendapatkan tas miliknya, Kate dengan cepat beringsut mundur dan kembali mengambil ancang-ancang dengan langkah kaki seribunya.
Bruk!
“Aaargh!!”
Suara pekikan keras di balik pintu yang dibuka kasar oleh Kate membuat gadis itu semakin terasa ingin mati saja saat ini. Kate tak sengaja mendorong pintu dan mengenai pria yang ditemuinya di toilet kastel. Pria itu mengaduh kesakitan, sedangkan Kate menunduk meminta maaf cepat.
“M-maafkan saya, Om… Sumpah Demi Tuhan, saya tidak sengaja!” Kate terus mengulang permintaan maafnya dengan menunduk berkali-kali dalam tempo yang cepat, setelahnya gadis itu kembali melarikan diri.
“Katerinnaaa!” pekik keras si pria merasa ingin mencekik Kate saat ini juga.
“Aaarh!” Kate semakin meningkatkan kecepatan berlarinya. Untungnya dia peraih piala perunggu cabang olahraga lari jarak jauh.
Bersambung…
Halooo, ohayou...
Ini keputusan paling random tapi memang harus othor lakukan.
Mohon maaf, bagi yang baru datang membaca. Karya ini sedang dalam perbaikan, baik dari segi penulisan bahkan dari segi alur yang mungkin sedikit berantakan. Tapi, tenang... Semua masih tetap pada jalurnya. Hanya perbaikan untuk semakin enak di baca, terutapa banyaknya typo dan salah pengambilan kosakata.
Terima kasih sudah berkunjung, jangan lupa untuk tinggalkan apresiasi dengan jejak like, comment, gift dan vote.
Pastinya sudah di SUBSCRIBE ya, mungkin saja Othor mau menggarap kelanjutan ceritanya...
Saranghaeyooo :)
“Richard!”
Sang pria menghentikan niatnya untuk mengejar si gadis biang kerok barusan. “Mom!”
“Are you okay?” tanya si wanita yang ternyata adalah ibu si pria barusan.
“Lihat kelakuan calon menantu kebanggaan Mami!” rutuk pria itu sarkas mengusap kasar wajahnya yang masih terasa perih.
“Hm…” Wanita itu mendekat dan seperti tengah berpikir keras. “Sepertinya ada yang salah dengan dia. Kamu cepat kejar dia!”
“Mamiii!!”
Pria itu kembali memekik tidak suka, keberpihakan ibunya sungguh tidak berlandaskan. Pada kenyataannya, dia adalah putra kandungnya. Namun, wanita paruh baya itu justru condong selalu membela Katerinna yang hanya calon menantu.
“Jangan pulang sebelum kalian berdua berbaikan!”
“Aaah, shi-baaal!” Pria itu mengumpat kasar, tetap saja, ibunya tidak peduli dan kembali menekan titahnya. Setelahnya, dia meninggalkan putranya kembali ke kamarnya.
“Katerinna, awas kamu ya!”
Walaupun dia teramat kesal, namun, dia tidak bisa mengabaikan titah ibunya. Jika tidak, seluruh kekuasaan Karl.corp akan dijatuhkan pada orang lain.
Kate sendiri masih terus berlari, dia tidak tahu lorong mana yang akan membawanya keluar dari kastil luas ini. “Ahh, shiiibal! Orang kaya mana yang mau berurusan dengan gue!”
Hal yang membuat Kate takjub adalah sikap para pelayan juga penjaga di rumah besar itu. Mereka justru menundukkan diri saat dirinya melewati mereka. ‘Kayaknya, Ibu aku bukan berasal dari keturunan Bangsawan. Mana mungkin—’
Kate terus berlari dengan membawa banyak pertanyaan atas misteri kehidupannya saat ini.
‘Sistem ahooo!’ Kate kembali merutuki sistemnya, dia berharap tiba-tiba kembali tersedot dalam sebuah dimensi.
Mata Kate berbinar saat dia bisa melihat gerbang besar yang diperkirakan adalah pintu keluar. “Disana!”
Secepatnya Kate berlari, para penjaga otomatis membukakan pintu gerbang semakin membuat Kate senang bukan kepalang.
“Katerinaaa, jangan lari kamu!!”
Teriakan keras dari seorang pria yang tak sengaja dilukai Kate sebelumnya membuat gadis itu terbelalak ketakutan. Dia harus berlari cepat agar bisa keluar sepenuhnya dari kawasan kastil.
“Penjaga! Tutup pintunya, jangan biarkan Kate lari!!”
Kate semakin dilanda ketakutan besar, dengan sisa tenaga yang ia punya, dia mengambil ancang-ancang dan nafas panjang untuk berlari keluar dari kawasan. Pria itu menganga lebar atas kekuatan kaki Kate yang kini sudah lari terbirit keluar kawasan. “Aku tidak pernah tahu, dia bisa lari sekencang itu…”
Kate hanya tahu berlari dan terus berlari, sampai dia merasa nafasnya tersenggal dan tubuhnya terjatuh begitu saja. “Haaah… Haaah…”
Kate beruntung, saat batas tenaganya berhenti tepat di bangku taman yang dia sendiri tidak pernah membayangkannya. “Dimana ini?”
Kate duduk mengistirahatkan tubuhnya, nafasnya masih tersengal, tenggorokannya terasa kering butuh air untuk menyejukkannya. “Hauuus…”
Kate segera merogoh sling bag miliknya. Dia tersenyum senang, dia bisa melihat id card miliknya. Dia bahkan menemukan ponsel canggih keluaran terbaru. “Boljug juga nih gue… Pasti karena gue pintar jadi gue bisa dapet kerjaan bergengsi dan gaji yang tinggi!”
Kate menyanjung dirinya sendiri, dia senyum-senyum sendiri. Untung saja untuk membuka ponselnya dia menggunakan sidik jari. Tak terbayangkan jika harus menggunakan kode unik, bisa gila dia tidak bisa ingat nomornya.
Deg!
Matanya kembali terbelalak dengan tubuh yang kini kaku tidak bisa digerakkan. “No way!”
Kate bisa dengan jelas melihat wallpaper ponselnya, dimana gambar yang digunakan dirinya di masa ini adalah potret dia dan pria besar yang dipanggilnya om.
Kate terlihat sendu, dia tidak tahu apapun. Dia tidak ingin mengira, dia memilih untuk mencari tahu tempat tinggalnya.
Sungguh mustahil rasanya, selama Kate hidup tujuh belas tahun di kehidupan aslinya, gadis itu tidak pernah berpacaran sama sekali. Jika dia bisa mendapatkan pria sesempurna pria yang ditemuinya sebelumnya, sungguh tidak bisa dipercaya nalar rasanya. “Pantas saja, mereka tidak asing denganku… Ternyata…”
Kruuuuk!
Kate sudah bisa mendengar bunyi perutnya yang tengah mengajukan protes. Dia sangat lapar, Kate mengedarkan pandangan dan mencari penjual makanan. Dia barusan memeriksa dompetnya. Dia sudah mengantongi sejumlah informasi mengenai tempat tinggalnya. Dia juga beruntung ada sejumlah uang tunai disana.
Kate sudah berada di kedai penjual makanan cepat saji. Pandangannya terus mengedarkan pada sekitar, dia merasa takjub. Dihidupkan di masa depan mungkin tak seburuk pikirannya. Semua lamunan itu memudar di kala ponselnya berbunyi. “S-sayang-ku?”
Kate mengucapkan nama si penelpon dengan bergetar tidak percaya. Tubuhnya bergidik ngeri, dia tidak ingin berfantasi liar atas kemungkinan hubungannya. Kate mematikan sambungan bahkan berpikir untuk mematikan ponselnya. Dia tidak ingin diganggu siapapun saat ini. Hanya saja, dia kemudian urung. Sebuah pesan masuk ke dalam aplikasi chat miliknya. “Debora?”
Gadis itu kembali menarik sudut bibirnya lebar.
Debora Anastasya adalah orang yang Kate anggap sebagai sahabat terbaiknya. Dimana ada dia di situ pasti ada Debora. Debora menerimanya apa adanya, ya— walau sejujurnya Debora akan selalu meminta bantuan atas semua tek tek bengek urusan akademis padanya. Seperti mencontek jawaban pekerjaan rumah, atau menyalin jawaban soal ujian. Semua orang mengatakan bahwa Debora mau berteman dengannya hanya untuk memanfaatkan kepintaran Kate semata.
Bagi Kate semua itu tidak masalah, semua ada timbal baliknya. Jika kamu ingin menerima lebih maka kamu harus memberi lebih. Seperti Debora mau menerimanya menjadi teman, maka Kate akan memberi tahu semua jawaban soal mata pelajaran. Filosofi yang sederhana yang selalu dijunjung tinggi oleh Kate. Entah menguntungkan baginya atau sejujurnya menjebaknya dia tidak ingin berpikir lebih.
Kate melengkungkan senyumnya, sejujurnya dia ingin segera menghubungi sahabatnya itu namun dia urungkan. Saat ini Kate butuh mengistirahatkan tubuhnya. Kate bergegas menuju dimana alamat itu tercantum di kontak miliknya.
***
Kate membuka mulutnya lebar menatap bangunan tinggi yang merupakan apartemen miliknya. “Puja kerang ajaib!”
Saat tengah mengagumi betapa beruntungnya dia di waktu sekarang, sebuah mobil mewah berjenis Koenigsegg Agera meluncur dengan sangat cepat dan menghentikannya sembarangan tepat di depan jarak pandang Kate.
Kate terdiam sejenak, dia menatap tajam berusaha memperhatikan siapa di balik orang yang urakan dalam berkendaraan itu. Wajah Kate pucat saat dia melihat pria yang dipukul dengan pintu olehnya dan yang ada di wallpaper ponselnya telah berada di halaman apartemen miliknya saat ini. Kate mundur teratur, dia bahkan dengan spontan melompat ke dalam semak saat pria itu menoleh ke arah tempatnya berdiri saat ini.
“Ya Tuhaaan, cobaan apa lagi yang harus aku cobain sekarang…” gumam Kate lirih, dia menggigit kukunya cemas.
Pria yang ingin dihindari Kate justru mendekat bukannya menjauh. Dia sepertinya melihat seseorang dan ingin memastikan. Kate semakin berkeringat hebat, tubuhnya bahkan bergetar ketakutan. Dia berharap tidak mengompol sekarang, dia jadi ingat masa lalunya. Pernah satu ketika dia di bully temannya dengan penampakan hantu jadi-jadian. Gadis itu berteriak kencang dan mengompol di tempat disusul pingsan setelahnya.
Hanya saja, Kate bukan sedang berhadapan dengan hantu jadi-jadian. Dia justru sedang beruntung dihadapkan dengan pria yang kemungkinan kemunculannya hanya sekali dalam satu tahun kabisat!
Bunyi sepatu kulit bermerek yang mengkilat yang diperkirakan Kate berukuran empat puluh lima itu semakin terdengar mendekat ke arahnya. Kate menelan ludah, harum semerbak parfume pria yang baru ditemuinya bahkan masih bisa menusuk indera penciumannya sampai sejauh ini.
Bunyi langkah kaki itu berhenti tepat di depan tempat persembunyian Kate. Keringat dingin Kate semakin bercucuran bak air hujan. Kakinya sungguh lemas, walau dia tengah berjongkok saat ini, namun, tenaganya sungguh merosot tajam. Terlihat si pria tengah mengangkat ujung bibirnya, pria itu tengah menyeringai atas apa yang dia temukan.
"Berani juga kamu bermain petak umpet dengan ku, Kate!" gumam si pria bisa menyadari keberadaan Kate. Dia terus memikirkan alasan yang masuk akal atas perubahan sikap Kate sekarang. ‘Kamu pikir, berubah seperti ini bisa buat aku jatuh cinta padamu, Kate? Mimpi!!’
“Keluar sekarang atau aku seret secara paksa!”
Suara berat dan menekan kuat itu semakin membuat Kate ketakutan. Katerinna sebenarnya tidak konsen dengan apa yang diucapkan pria di depannya. Dia justru tengah harap-harap cemas sepertinya dia kedatangan tamu tidak di undang di bawah kakinya.
Binatang melata yang berbunyi “Sssstt” lirih terdengar dari bawah kaki Kate. Kate benar-benar merasa sangat sial hidupnya saat ini. Perlahan Kate membuka mata dan menatap ke bawah kemudian—
“Aaargh, ulaaaar!”
Secepatnya Kate melompat dari semak meluncur memeluk si pria yang tengah berkacak pinggang kesal karena diacuhkan olehnya. Kate memeluk si pria dengan eratnya. “Lontooong, seseorang tolooong, aku sangat takut ulaaar!”
Si pria yang tengah di peluk atau tepatnya tercekik oleh tubuh Kate berusaha mendorong tubuh Kate. “Kamu sudah bosan hidup, Kate?!!”
Saat itu lah, tiba-tiba tubuh Kate tersedot kembali menuju dimensi yang kosong seperti saat dia mati.
Selamat Tuan… Anda telah menyetujui misi sistem kehidupan!
“Mucul juga kau, bedebah!” Dengan cepat Kate memekik sarkas pada sistemnya. “Sini, kau!”
Sebaiknya anda tenang, karena— anda masih terus hidup saat ini.
“Pala bapakmu yang terus hidup!” Kate mencerca tanpa ampu. “Semenjak kesalahan sistemmu, hidupku sungguh sesial ini!”
“Kamu bisa lihat? Ini bukan tubuh gue!” Kate merentangkan kedua tangannya ingin menunjukan fisiknya saat ini. “Aku berusia tujuh belas tahun! Sedangkan wanita ini— dia berusia dua puluh lima tahun, yahoo baka-yarooo!”
Kate terus meluapkan emosinya di dalam ruang dimensi, dia sungguh lelah rasanya. Tak terasa air mata jatuh begitu saja.
Bukankah ini menguntungkan anda? Anda tidak perlu ikut ujian nasional untuk kelulusan.
Kate membuka mulutnya sangat lebar akan alibi sistemnya yang tidak masuk akal. “Ba-kaaa!”
Bersambung…
Kate sungguh teramat kesal dengan ucapan sistem konyolnya. Dia berkacak pinggang dengan terus menggerakkan salah satu kakinya. “Baiklah, alasan konyolmu itu aku maafkan. Tapi— apa kamu tidak mau memberiku penjelasan sedikit tentang kehidupanku yang sekarang?”
“Aku hampir mati dipatuk ular gara-gara kamu tidak beri aku informasi yang berguna… Aho-bakayaro!”
Anda sungguh bermulut manis Tuanku, baiklah… Aku akan menceritakan sedikit tentang—
Sistem menjawab keluhan Kate dengan santai, sistem juga menceritakan sedikit tentang apa yang terjadi dikehidupan saat ini. Tak lama, sebuah bola jade bulat sebesar kelereng berwarna hijau melayang dihadapan Kate. Bola itu berputar beberapa saat dengan teratur dan perlahan berubah bentuk menjadi sebuah gantungan kunci yang indah.
“Benda apa ini?” Kate meraih benda yang menghampirinya, sejenak dia terpesona dengan kecantikan bola ajaib itu.
Ini adalah ruang dimensi sistem, jangan pernah teledor dengan menghilangkannya dengan alasan apapun.
Sistem mulai memberikan penjelasan membuat Kate merespon dengan anggukan berkali-kali seolah mengerti.
Tidak hanya itu, Tuan juga tidak diperkenankan memberitahukan siapapun, kepada siapapun, sekalipun orang yang anda percaya. Karena, dengan bola ini Tuan bisa masuk dan keluar dimensi dan bertemu dengan sistem.
Dengan bantuan bola ini juga, sistem menyediakan berbagai macam sumber daya yang dibutuhkan dan diinginkan dengan syarat menyelesaikan setiap misi yang memiliki hadiah poin untuk menebus sumber daya yang dibutuhkan tersebut.
“Owh… Sugoooi!” Kate memekik heboh dan membuat kedua matanya berbinar.
Sebagai informasi tambahan, sistem masih mengalami kerusakan, itu artinya anda masih tetap terjebak di waktu yang sudah dipilihkan sistem. Untuk memperbaharuinya, anda harus menyelesaikan misi tersembunyi.
Kate yang tengah girang seketika mengerutkan keningnya, dia harus berhati-hati pada sistem bodohnya itu. Beberapa panel canggih berbentuk hologram mulai berterbangan memunculkan dirinya di hadapan Kate.
“Aku pikir semua yang aku baca di komik itu hanya khayalan belaka… Ternyata—” Kate menyeringai senang, dia tengah memilih sumber daya apa saja yang memungkinkan untuk digunakannya kelak. Hanya saja, tanpa di duga, Kate kembali keluar dari sistem dimensi dan berada di dunia nyata.
“Kate!” pekik Richard membuat tatapan kosong Kate kini mengarah menatapnya. “Apa kamu baik-baik saja? Kamu takut?”
‘Sistem bakayaroooo!’ maki Kate dalam benaknya.
“Kate?” Richard mendadak gelisah, ini tidak pernah terjadi sebelumnya.
“Oh, ya— aku baik-baik saja!” Kate mendorong tubuh Richard yang menopang tubuhnya saat terkejut sebelumnya. “Barusan ada ular dibawah sana, aku sungguh sial!” umpat Kate lirih. Dia mundur beberapa langkah dihadapan Richard dan menghormat sebagai tanda permintaan maaf.
“Maafkan saya, Tuan… Barusan saya tidak sopan!”
Richard semakin terhenyak tidak percaya dengan perubahan sikap Kate yang makin kesini makin sulit ditebak.
Kate terdiam sejenak, sebelumnya sistem memberitahukan sedikit informasi terakhir mengenai kehidupannya saat ini. “Aku— aku setuju dengan pembatalan pernikahan kita. Jadi, semua hal yang terjadi di rumah, semua tentu agar Tante menilaiku buruk seperti yang kita rencanakan.”
Richard semakin kagum, dia bahkan tidak bisa merangkai kata dan mengeluarkan suara. Tatapan Kate seolah bukan Kate yang dikenalnya. ‘Dia— aku tidak pernah melihat tatapan ini, seperti bukan dirinya!’
“Selanjutnya— kita tidak akan pernah lagi saling bertemu, masalah Mami, serahkan saja padaku…” Kate menunjukan senyum lembut dan tulusnya. Dia kembali membungkuk dan berbalik badan meninggalkan Richard yang termangu disana.
Richard menatap lekat punggung wanita yang beberapa bulan terakhir sangat mengganggunya. “Apa ini trik kotormu lagi, Kate?” gumam Richard lirih, atensinya berubah saat ponselnya berdering. “Ck…”
***
Kate menatap langit-langit kamar, dia memperhatikan bola jade miliknya. Pikirannya sungguh kacau sekarang, selain itu— tubuhnya sangat lelah. Tiba-tiba bunyi bel pintu rumah membuyarkan lamunan Kate. Perlahan Kate bangkit dan menyimpan kembali barang berharganya. Dia berjalan dengan perlahan sambil menerka, siapa yang mendatanginya selarut ini.
Kate membuka pintu unit apartemennya, dia terpaku di tempat, sedangkan pria itu tengah mengeraskan rahang seolah terlihat kesal.
“Apa ada yang bisa saya banting?” seloroh Kate membuat Richard terpana. “Maaf Tuan, apa anda tidak punya jam? Ini sudah larut… Mohon tinggalkan pesan dan silahkan pergi dari sini!”
Braaak!
Richard membuka mulutnya lebar, Kate sungguh menjejal batas kesabarannya. Pria itu mengetuk pintu dengan arogan membuat Kate ikut sama kesalnya.
“Kamu sungguh tidak sopan!” maki Richard arogan dan mendorong tubuh Kate.
Pria itu memasuki rumah tanpa persetujuan si pemilik rumah. “Hei!”
“Aku tidak mengizinkanmu masuk ke rumah, kamu yang lancang!” pekik Kate kesal.
Richard menaikan sudut bibirnya, ada rasa menyenangkan saat mendengar ocehan Kate yang baru kali ini berani membuat onar yang berbeda di depannya. “Kamu jangan pura-pura lupa Kate!”
Kate mengernyit, dia bersiap merutuki sistem bakayaro-nya. “Lupa apa?”
“Kamu yang selalu memohon untuk kita bisa berduaan saja. Aku semakin penasaran, siapa dirimu sebenarnya, Katerinna?”
Deg!
Seperti tengah ketahuan saat ini juga, Kate menelan saliva dengan tubuh yang kaku di tempat. ‘Sistem sialan itu mengatakan dia tidak menyukaiku? Kenapa sekarang terkesan dia paling tahu kelakuanku? Aihh— shibaaal!’
“Cie— cieee… Sok perhatian nich yeee—” Kate memutar otak agar bisa mengelabui pria di hadapan saat ini. “Bukankah kamu bilang gak ingin aku ganggu? Giliran aku mundur malah sok peduli…”
“Heh—” Richard terkekeh seolah mengerti sesuatu. “Jadi— aku benar? Semua ini hanya siasatmu saja!” Richard mendekat dengan wajah mengintimidasinya.
Kate menganga takjub, lantas demi efisiensi waktu Kate mengiyakan saja. “So— anda kesini mau apa?”
Kate bersedekap tangan menatap kesal pria yang sudah menganggap rumahnya seperti rumah sendiri.
Richard duduk di sofa, dia mengedarkan pandangan. Sejujurnya ini kali pertama dia masuk ke apartemen Kate. Biasanya dia tidak ingin menginjakan kaki di sana takut terjadi kesalahpahaman yang jauh lebih besar. Hanya saja, kali ini ada rasa yang menggebu yang membuat dia ingin mengenal jauh Katerinna yang kini terlihat berubah.
“Apa anda mau main gaple disini?” tanya Kate mengada-ngada.
“Boleh,” jawab Richard datar membuat Kate terbelalak.
“Hiiishh! Anda mau minum apa, Om?” tanya Kate lagi membuat Richard kesal.
“Om?”
“Kan anda terlihat seperti om-om…” seloroh Kate menyeringai berhasil membuat pria di depannya kesal.
“Sembarangan kalau ngomong!”
“Hihi!”
Kate berbalik badan menuju mini barnya, dia mencari sesuatu yang bisa di hidang untuk tamu tak diundangnya. Inginnya dia menyiapkan bensin atau racun sianida, sayangnya, disana tidak tersedia. Bahkan, jika pun ada, Kate jelas tidak akan kembali pulang ke dunianya karena misinya failed.
Richard merasa benar-benar tidak melihat Kate yang dulu yang selalu membuatnya sebal. Kate yang ada di depannya saat ini terasa seperti wanita normal pada umumnya. ‘Dia bahkan terlihat begitu manis tanpa make up tebalnya. Tapi—’
Selalu ada keraguan di diri Richard, dia merasa Kate sedang memanfaatkan kebaikan ibunya hanya karena mereka dari salah satu keluarga terpandang disana.
“Aku belum belanja, jadi terima saja apa yang aku sediakan…” Kate sudah membawa satu nampan berisi satu cangkir teh hangat di depan Richard yang terus menatapnya.
“Ck, aku kesini cuma mau ingetin… Mami terus meminta kamu telepon dia sekarang!”
“Oh—”
Kate mengangguk mengerti, namun, Kate menatap jam di dinding ruangan. “Tapi— ini sudah malam, dan aku sungguh lelah hari ini. Besok aku janji akan menemuinya…”
Richard menatapnya sangsi, Kate mengerucutkan bibirnya, dia menangkup kedua tangan di hadapan pria berumur itu. “Pleaseee!”
Deg!
Richard membulatkan matanya. ‘Apa-apaan ini! Mengapa dia terlihat kawaii sekali!!’
Pria berumur itu menelan ludah, rasanya selalu ada yang salah. Dia jadi ingat dengan perkataan sekretarisnya yang mengatakan bahwa Kate penuh siasat untuk menggodanya. ‘Apa mungkin hal seperti ini juga siasatnya?’
“B-baiklah…” sahut Richard ingin mengetahui respon Kate selanjutnya.
“Benarkah? Horeee!” Kate bangkit dan berjingkrak senang.
Tak lama perasaan Kate menjadi lega dan segera menarik tangan Richard, tanpa upaya keras Richard seolah tersihir dengan mengikuti setiap instruksi yang diminta Kate, pria itu tidak menyangka bahwa gadis di hadapannya justru tengah mengusirnya dari rumahnya.
“Kalau begitu, selamat malam, Om!”
Braak!
Richard kembali terbelalak, dia membuka mulutnya lebar, tidak ada orang yang berani menghina dirinya seperti Kate barusan. “Ahh, shiiibaaal!”
“Kamu sungguh lancang, aku tidak ingin lagi peduli!” Dengan menahan rasa kesal yang mendalam, Richard memilih keluar dari mansion milik Kate. Pria itu tidak ingin berurusan lagi dengan calon istri pilihan ibunya itu.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!