NovelToon NovelToon

Aku Bukan Seorang Pelakor Hai Netizen...

Bab 1

Pagi kota Jakarta sangat padat. Berbagai kemacetan setiap sudutnya tak terelakkan lagi. Wanita cantik dengan rambut tergerai rapi dengan polesan cat rambut warna kecoklatan memang menambah kecantikan Mayangsari. Wanita cantik berusia 35 tahun itu duduk di seat belakang mobil dengan supir pribadinya. " Pak, Min, sebaiknya kita lewat jalan tikus saja deh pak, haduh macetnya bikin pusing kepala eike." Dengan gaya centil kesal Mayangsari yang menyibak rambutnya karena kesal mobil yang ditumpangi sedikitpun tidak bergerak maju melenggang meninggalkan kemacetan.

" Baik, Nya." Pak Diman yang langsung mengambil arah kiri menuju jalan tikus meskipun lebih jauh sedikit ketimbang jalan utama.

Mobil berjalan menembus jalan tikus. Selang beberapa waktu, mobil yang ditumpangi Mayangsari berhenti di sebuah Hotel. Mayangsari adalah seorang penyanyi yang memilik nama di kota Jakarta. Meskipun banyak penyanyi pendatang baru yang lebih fresh, namun nama dan suara Mayangsari masih menghiasi Hotel-Hotel atau tempat wedding dimana dia diundang oleh siapapun yang menginginkan jasanya untuk bernyanyi dan menghibur tamu undangan. Dengan lagu khasnya Tiada Lagi Yang Ku harapkan, Tiada Lagi Yang Ku Impikan. Membuat nama Mayangsari masih eksis dijagat hiburan tanah air.

" Alhamdulillah, pak Min, akhirnya sampai juga kita." Mayangsari langsung bergegas masuk menuju ke ruang hias untuk memperbaiki Make up nya dan berganti pakaiannya untuk segera naik panggung menghibur para tamu undangan. Acara pernikahan milik klien memang belum mencapai puncaknya. Namun sudah tentu semua harus dipersiapkan terlebih dahulu biar tidak ada kesalahan saat bernyanyi di atas panggung untuk menghibur para tamu undangan yang sudah hadir di acara pernikahan kliennya. " Terimakasih, Bapak, Ibu." Mayangsari yang bersalaman santun kepada klien yang sudah menunggunya dan menyambut kedatangannya. Tak ubahnya penyanyi kelas atas, Mayangsari masih disambut dengan menggunakan pengawalan dari pihak klien untuk memberikan fasilitas yang terbaik untuk Mayangsari. Mayangsari melangkahkan kakinya mengikuti pengawal menuju sebuah ruangan make-up untuk membuat penampilannya terlihat paripurna.

" Iya, terimakasih bapak pengawal." Mayangsari kemudian menutup pintu dan duduk di depan cermin. Didalam ruangan juga disediakan make-up artis yang sudah tentu ahli dalam bidangnya.

" Mbak, tolong untuk foundation nya pakai ini saja ya."

" Iya baik." Mbak make-up artist mengambil foundation yang diberikan Mayangsari kepadanya.

Setelah make-up sudah dilakukannya berjam-jam, Mayangsari kemudian memakai balutan gaun putih anggun menjuntai dengan sentuhan belahan gaun sampai di atas lutut di sisi kanannya. Penampilan seksi sekaligus anggun dan menawan membuat siapa yang melihatnya pasti akan sangat terpesona. Ditambah dengan suara merdunya yang khas, membuat siapa yang mendengarnya akan semakin tergila-gila tak terkecuali tamu undangan.

Acara puncak telah di mulai. Alunan alat musik yang mengiringi suara merdunya membuat para tamu undangan bahkan menyawernya secara pribadi. Ada yang maju ke depan dan bergoyang maupun bernyanyi bersamanya. Hingga lagu-lagu yang dibawakan oleh Mayangsari menghipnotis semua tamu undangan. Mereka semua ikut bernyanyi menikmati suasana bahagia yang tercipta oleh pasangan pengantin. Mayangsari yang berjalan sambil bernyanyi menuju ke arah pasangan pengantin dan memberikan mikrofonnya kepada mereka untuk bernyanyi bersama Mayangsari. Semua tamu undangan tersenyum dan tertawa bahagia melihat semua proses berjalan dengan lancar dan semua terhibur. Setelah tugas Mayangsari bernyanyi menghibur tamu undangan selesai. Dia pergi ke ruang make-up kembali dan duduk di depan cermin. " Alhamdulillah, akhirnya semua selesai dengan lancar dan semua terhibur." Ujarnya dengan seorang make-up artis yang berada dalam ruangan tersebut.

Make-up artist kemudian membersihkan riasan yang masih menempel di wajah Mayangsari. Semua hal atribut bernyanyinya, dia lepaskan. Sudah ada pengawal yang sudah di persiapkan menjemputnya untuk masuk ke dalam mobilnya. Semua urusan yang berkaitan dengan keuangan dan kliennya adalah urusan managernya. Mayangsari melangkahkan kaki dan berpamitan kepada klien yang mengundangnya dan masuk ke dalam mobil dengan di bantu oleh pengawal yang sudah di sediakan. " Terimakasih bapak pengawal."

Mayangsari tersenyum lebar dan menutup pintu mobilnya.

" Sama-sama mbak Mayangsari."

" Pak Min, kita jalan." Ujar Mayangsari

" Baik Nya." Pak Min menganggukkan kepalanya seraya menyetir mobil melaju menuju jalanan padat membelah kemacetan yang mengular.

" Sepertinya memang kita harus bersabar dengan yang namanya macet...macet...macet ciiin..." Dengan gaya nada bicara kesal centilnya.

" Iya Nya."

" Aku tidur sajalah Pak Min."

" Silahkan Nya."

Mayangsari mulai menempelkan kepalanya ke atas bantal yang sudah di persiapkan nya. Baginya mobil adalah rumah kedua untuk perjalanannya menjemput rejeki. Di dalam mobilnya lengkap dengan peralatan bernyanyinya. Dari mulai kotak yang berisi peralatan make-up yang jumlahnya tidak sedikit karena saking lengkapnya. Belum baju-baju atasan lengkap dengan bawahan dan juga sandal berhak 3 cm sampai dengan 12 cm ada dalam kotak yang sudah di tata rapi di belakang mobilnya.

Satu jam kemudian, kemacetan yang sudah menjadi makanan sehari-hari di Ibu Kota Jakarta ini, membuat resah pengguna jalanan. Di jam-jam tertentu seperti jam berangkat kerja dan jam pulang kerja, jangan harap bisa menembus jalanan Jakarta dengan lengang.

" Alhamdulillah akhirnya sampai rumah juga ya Pak Min." Mayangsari yang membuka pintu mobilnya dan melangkahkan kakinya menuju ke dalam rumah. Di dalam rumah, sudah ada Mbok Tri sebagai tukang bersih-bersih dan beres-beres rumah.

" Sudah pulang Nya." Mbok Tri yang keluar dari pintu utama.

" Iya mbok. Tolong buatkan saya jahe hangat ya mbok!" Mayangsari yang meninggalkan mbok Tri dari hadapannya dan berlalu masuk ke dalam rumah menuju kamarnya.

" Njenengan di buatkan Jahe hangat juga atau kopi kental pahit Pak Min?" Tanya mbok Tri dengan membawa barang-barang Nyonya yang hari itu di bawa.

" Yah, kayak baru kerja sehari dua hari aja lu Tri." Ledek Pak Min.

" Hihi." Mbok Tri cengingisan dengan menutup area giginya dengan telapak tangannya. Ya siapa tahu berubah Haluan to Pak Min."

" Kalau Nyonya jahe hangat, biar kualitas suaranya tetap bagus. Nah aye, buat ape Tri?"

" Baik, baik, tunggu sebentar ya, nanti kopi pahit kentalnya saya bawakan kesini. Tak tambahi sama gorengan pak Min."

" Nah, cocok itu Tri. Pinter kamu." Canda keduanya berakhir. Mbok Tri masuk ke dalam rumah dan membuatkan pesanan Nyonya besar Mayangsari dan pesanan Pak Min supir pribadi Nyonya besar.

Mayangsari yang sudah selesai mandi kemudian keluar dari kamarnya. " Sudah mbok jahe hangatnya?"

" Sudah Nya, ini." Mbok Tri yang menunjukkan satu cangkir jahe hangat ke hadapan Nyonya besar.

" Terimakasih ya mbok. Itu apa?" Mayangsari menoleh ke arah nampan yang berisi satu cangkir kopi hitam dan juga gorengan."

" O, ini kopi hitam pahit kental pesanan Pak Min Nya."

" Sampingnya?"

" Gorengan Nya, tadi saya menggoreng pisang sama ada tape goreng, biasanya kan Nyonya tidak mau."

" Yasudah sana, antar ke Pak Min!"

" Baik Nya."

Bersambung

Bab 2

" Pak Min, Pak Min, ini kopi hitam pahit kentalnya."

" Enak ini Tri, maknyus." Pak Min yang memberikan jempolnya melihat pasangan kopi hitam dan gorengan.

" Ya enaklah, siapa dulu yang nggoreng, Mbok Tri." Keduanya terkekeh.

" Tri, Tri, memang tangan kamu itu jago buat apa saja. Yang mbok suguhkan selalu enak-enak. Pantes Nyonya suka sama kamu." Pak Min yang memakan lahap pisang goreng yang berada di tangan kanannya.

Tet...Tet... suara bel pagar berbunyi. Tampak laki-laki berdiri di depan pagar yang keluar dari mobilnya.

" O, silahkan masuk pak." Mbok Tri membuka pagar dengan tergesa.

Sang lelaki yang diketahui seorang Manager dari majikannya memang sudah biasa berkunjung ke rumah.

" Silahkan masuk Pak Teguh, saya panggilkan Nyonya." Mbok Tri yang bergegas masuk memanggil Majikannya yang sedang berada dalam kamar tidurnya.

Tok...Tok...Suara ketukan mbok Tri dari balik pintu kamar.

" Iya mbok, masuk aja."

Ceklek. Mbok Tri membuka gagang pintu kamar majikannya. " Nya, ada pak Teguh datang."

" Ngapain Teguh malam-malam begini datang ke rumah." Suara lirih Mayangsari berdiri dari meja riasnya dan berjalan keluar dari kamarnya menuju ke tempat Teguh duduk di ruang tamu.

" Iya Guh, ada apa malam-malam begini?Biasanya juga telpon."

" Enggak, ini ada jadwal sibuk buat nyanyi mengisi acara pemenangan partai. Bisa nggak?"

" Bisa ajalah demi cuan."

" Ini ya, scedulenya."

" Hah, yang bener Guh, ini kan partai besar Guh."

" Trus ada masalah. Bagus dong."

" Ya nggak ada sih, ya heran saja, kenapa tidak pakai jasa penyanyi yang lebih fresh. Alhamdulilah kalau ada yang masih mau mengundang saya untuk menghibur bernyanyi di tengah banyak sekali penyanyi yang berdatangan yang lebih mumpuni."

" Iya, makanya itu."

"Ini minumnya pak Teguh." Mbok Tri yang memberikan secangkir teh manis di atas meja di hadapan pak Teguh.

" Makasih, mbok."

" Iya sama-sama." Mbok Tri berdiri dari jongkoknya dan berjalan menuju ke dapur.

" Yasudah kalau begitu, besok kita ketemu di tempat acara ya."

" Udah, gitu doang Guh." Canda Mayangsari kepada sang manager yang mengatur jadwalnya besok dan untuk beberapa bulan ke depan.

" Apalagi." Teguh yang berdiri dan ingin berjalan menuju ke pintu utama untuk keluar.

" Haha.." Mayangsari terkekeh dan ikut berdiri dan berjalan mengiringi Teguh sang managernya.

" Sampai ketemu besok ya." Teguh yang masuk ke dalam mobil dengan mengangkat telapak tangannya dan menyalakan korek api di ujung rokoknya. Menyalakan mobilnya untuk keluar dari halaman rumah Mayangsari.

" Yok." Mayangsari juga mengangkat telapak tangan kanannya sebagai tanda perpisahan.

" Mbok Tri, tolong aku pijitin aku ya!" Mayangsari yang berlalu dari hadapan mbok Tri dan masuk ke dalam kamarnya.

" Iya, Nya." Mbok Tri yang berjalan mengikuti majikannya dari belakang.

Mayangsari kemudian merebahkan tubuhnya di atas ranjang dengan posisi tengkurap dengan memeluk bantal. Mbok Tri yang duduk di samping majikannya mulai mempersiapkan staminanya. " Sudah siap Nya."

" Iya mbok."

Mbok Tri kemudian mulai memijat dari ujung pundak majikannya. Perlahan namun terasa kuat cengkraman jari jemari mbok Tri biarpun usianya sudah tidak lagi muda. Jari Jemarinya perlahan memijat turun di area punggung dan mulai berbincang. " Nya, maaf lho bertanya lancang."

" Ada apa mbok? Gak apa-apa biasa saja."

" Lha ya, Nyonya itu apa tidak bosan hidup sendiri. Apa tidak memikirkan ingin menikah trus punya suami."

" Haha." Mayangsari terkekeh. " Mbok, Mbok, ya semua wanita pasti ingin menikah dong. Ya tapi siapa ini calonnya juga belum ada mbok. Cari suami bukan kayak cari binatang peliharaan Mbok."

" Iya juga sih Nya, ya si mbok hanya kasihan saja sama Nyonya, masak harus banting tulang terus. Hidup sendiri pula di Jakarta. Kasihan kalau lihat Nyonya pulang larut malam terus kecapean. Hehe." Mbok Tri terkekeh.

" Cariin dong Mbok, Haha..." Ujar Mayangsari sambil mengeluarkan gelak tawa kecil. " Ya, doain saja Mbok semoga segera bertemu jodoh. Amin."

" Amin Nya." Mbok Tri yang memijat area telapak kaki Mayangsari.

" Makasih ya mbok, pegal-pegal di badan udah agak mendingan. Sekarang mbok Tri tidur saja."

" Baik Nya."

" O ya mbok, besok masak apa?"

" Besok masak sayur asam, goreng tempe tahu ayam sama sambal. Apa Nyonya mau dimasakin yang lain."

" Enggak, besok di taruh di kotak makan saja, paginya saya makan di mobil. Karena besok aku harus berangkat agak pagi, supaya tidak macet di jalan. kalau lebih pagi, biar aku tidur di mobi. Ketimbang pusing lihat mobil tidak gerak sama sekali karena macet." Mayangsari yang memegang kepalanya karena kesal dengan kemacetan Ibu kota Jakarta. " Sama tolong bilang ke pak Min, besok habis shubuh kita berangkat. Supaya dia siap-siap."

" Baik Nya."

" Makasih ya Mbok Tri, selamat tidur."

" Iya Nya." Mbok Tri yang membuka dan menutup pintu kamar majikannya. Mbok Tri kemudian berjalan menuju keluar dan melihat Pak Min, sedang merokok di teras rumah dengan bernyanyi lagu jadul khas Betawi sambil melihat ke arah langit gelap dengan melihat bentuk bulan tidak utuh namun sinarnya menguning keemasan bagaikan sedang terlihat ada sesosok perempuan cantik dengan rambut panjang yang tergerai.

" Heh, Pak Min." Sentak Mbok Tri yang mengagetkan Pak Min.

" Ayam...Ayam...Ayam..." Pak Min yang jenggirat langsung berdiri dari tempat duduknya dan berdiri naik di kursi, tempat dia duduk. " Kamu itu lho Tri, apa tidak bisa, tidak mengagetkan orang." Pak Min mengelus dadanya karena saking kagetnya.

" Ngelamun kan...kan..." Mbok Tri yang memberikan telunjuknya menghadap ke arah Pak Min.

" Siapa yang melamun Tri." Pak Min yang turun dari kursi. " Ono Opo Tri?" (Ada apa Tri?)

" Besok shubuh Pak Min sudah harus siap. Nyonya ada jadwal manggung."

" Shubuh? Tidak biasanya Nyonya berangkat pagi."

" Lha embuh, ora eruh." ( Ya tidak tahu)

" Yoweslah, aku tak turu." (Yasudah, aku mau tidur."

" E..e..di cek i dulu semuanya. Pagar sudah di kunci apa belum."

" Iya, iya. Ngalah-ngalahne Nyonya ae kamu iku Tri..Tri.." ( Iya, iya. Seperti melebihi Nyonya saja kamu Tri..Tri..)

Pak Min yang berjalan ke depan untuk mengecek pagar apakah sudah di kunci apa belum. Sesuai perintah Mbok Tri. Sudah biasa keduanya saling melempar canda dan ledek. Mereka sama-sama duda dan janda yang sudah berusia tua, yang masing-masing sudah di tinggal suami dan istrinya meninggal dunia. Namun mereka bagaikan kawan di dalam rumah majikan mereka. Bagaikan Tom & Jerry yang suka bertengkar kecil masalah pembagian tugas rumah dan lain sebagainya. Belum lagi jika Mbok Tri yang selalu meminta Pak Min untuk mengantar ke pasar untuk belanja sayur, mereka akan heboh saling bertengkar kecil satu sama lain dari rumah sampai pasar dan pulang ke rumah kembali. Keduanya tahu bahwa apa yang diucapkan Mbok Tri kepada Pak Min hanyalah candaan semata, begitu juga sebaliknya.

Bab 3

Keesokan harinya. Mayangsari dengan menggunakan setelan atasan dan bawahan yang santai dengan rambut yang masih diikat dengan tali dan juga wajah yang sama sekali belum dipoles riasan, keluar dari kamarnya.

" Mbok, Pak Min sudah di kasih tahu kan semalam."

" Sudah Nya, itu Pak Min sedang mengelap mobil di depan."

" Mana, ini, kotak makan yang buat saya makan di mobil." Mayangsari yang sedang berdiri di depan meja makan dan menunjuk satu set kotak makan yang sudah disiapkan Mbok Tri.

" Iya, ini Nya. Mungkin ada tambahan lagi."

" Tidak usah Mbok, ini saja. Tolong bawakan ke mobil ya Mbok." Mayangsari yang berjalan menuju pintu utama dengan mengambil ponsel dari tasnya dan menghubungi Teguh sang manager. " Halo Guh, ini aku mau berangkat lho."

" O, iya...iya, kita ketemu di sana saja."

" Okay, bye." Mayangsari mematikan ponsel dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam tasnya. Mayangsari yang berdiri di depan pintu. " Gimana Pak Min, sudah siap?"

" Sudah Nya."

" Iya sudah berangkat sekarang ya. Pak Min sudah sarapan kan?"

" Sudah Nya. Silahkan." Pak Min yang membuka pintu mobil untuk majikannya.

" Iya sudah, saya berangkat dulu ya Mbok. Jaga rumah baik-baik."

" Iya Nya, hati-hati semoga diberikan kelancaran hari ini."

" Amin." Mayangsari yang berjalan masuk ke dalam mobil.

" Pak Min kemudian menutup pintu mobil dan masuk di dalam mobil. Mobil dinyalakan dan mulai berjalan perlahan meninggalkan rumah. Suasana lengang dengan langit yang masih hitam dan hari masih gelap membuat jalan terasa sepi. Tidak terdengar bising oleh keramaian apalagi kendaraan yang padat ditambah dengan suasana macet. Pak Min melaju menuju arah tujuan yang membutuhkan waktu sekitar dua sampai tiga jam untuk sampai ke daerah yang akan dituju oleh majikannya.

Mayangsari yang tahu, kalau perjalanannya akan terasa panjang, dia memilih menyenderkan kepala dan memejamkan mata. Sampai pada akhirnya langit tampak cerah dengan silau matahari yang menyengat wajah Mayangsari hingga dia memicingkan mata. " Alhamdulillah sudah pagi." Mayangsari yang masih menahan kantuknya dengan menguap beberapa kali di ikuti dengan mengangkat kedua lengan dan tangannya. " Saya sarapan dulu ya Pak Min." Mayangsari yang mulai membuka tempat minum dan juga kotak makan yang sudah di siapkan oleh Mbok Tri.

" Iya Nya, silahkan."

Mayangsari mulai menikmati makanan yang dibawakan oleh Mbok Tri. Satu persatu suapan nasi dan juga sayur begitu juga lauknya, dia masukkan ke dalam mulutnya dan turun ke perutnya sampai perutnya sudah terasa kenyang. Mayangsari juga masih mengunyah buah yang sudah dipotong-potong oleh Mbok Tri sebagai pencuci mulut. " Alhamdulillah Pak Min, kenyang Pak Min."

" Alhamdulillah Nya."

" Kalau Pak Min capek, kita bisa berhenti dulu."

" Tidak usah Nya. Mumpung jalanan belum macet. Nanti di Bundaran HI nya sepertinya akan macet."

" Iya makanya. Kita berangkat agak pagi, biar minimal, macetnya kita di sana saja. Syukur kalau padat aja tanpa macet."

" Iya Nya."

Mayangsari mulai mendengarkan musik dan menyenderkan kembali kepalanya di dalam mobil. Sesekali mencari cermin yang ada di kotak riasnya dan membenahi penampilannya yang masih natural tanpa polesan make-up apapun.

Mobil melaju dengan kecepatan signifikan, hingga sampai di Bundaran HI yang perkiraan mereka berdua macet ternyata, Bundaran HI cukup padat dan ramai kendaraan namun tidak seperti apa yang mereka bayangkan. Mobil melaju dengan tanpa beban dan menuju arah tujuan dimana Teguh sang manager menghubungi Mayangsari via sambungan telepon. " Halo Guh." Sahut Mayangsari.

" Sampai dimana?"

" Ini sampai di sekitaran Bundaran HI."

" Yasudah aku tunggu ya."

" Sudah sampai kamu."

" Iya aku semalam menginap di daerah sini. Habis nongkrong sama anak-anak."

" O, pantesan cepet banget sampainya."

" Yasudah, hati-hati ya, aku tunggu disini."

" Iya Bos siap." Mayangsari yang mematikan sambungan teleponnya dari Teguh sang manager dengan melempar canda.

Mobil masuk ke sebuah Hotel terkenal di kawasan Menteng. Acara kali ini di gelar di sebuah ballroom yang didalamnya sedang menggelar rapat tahunan sebuah partai besar milik Bambang T.H. Dengan di datangkannya Mayangsari untuk bernyanyi dan menghibur semua orang yang sedang berada dalam ballroom dirasa akan menambah semangat dan gairah partai dalam berkolaborasi dengan seorang penyanyi yang cukup memiliki nama panggung.

Mayangsari yang turun dari mobilnya. Disambut dengan sang manager yang membawanya ke ruang ganti dan make-up. Menaiki tangga loby sebuah hotel yang terdengar riuh dan banyak orang-orang baik laki-laki maupun perempuan dengan memakai jas kebesaran sebuah partai.

" Pelan-pelan dong Guh, narik tangannya." Mayangsari yang berjalan cepat gara-gara tangannya di tarik berjalan dengan sang manager.

Sang Manager kemudian melepaskan tangan Mayangsari dengan senyum tersungging.

" Untung lho aku masih pakai sandal jepit." Mayangsari yang menunduk dan melihat sandal jepitnya. Keduanya berdiri di depan lift, menunggu lift terbuka dan menuju ke lantai 2.

Beberapa detik kemudian lift terbuka dan keduanya masuk ke dalam lift. Lagi-lagi lift tidak serta merta tidak ada orang, melainkan full dengan orang-orang yang memakai setelan jas kebesaran lambang partai.

" Mbak Mayangsari?"

Mayangsari hanya mengangguk malu dan memberikan senyum merekah dengan salah seorang yang menyapa dalam lift. Dia malu karena penampilannya yang tanpa riasan make-up apapun yang menghiasi area wajahnya.

" Mbak boleh minta foto."

" Punten ibu. (Maaf ibu) Bagaimana kalau nanti saja ibu, kan saya mengisi acara di rapat ibu. Biar saya dandan paripurna dulu ya ibu."

" O, begitu baik kalau begitu mbak Mayang."

Pintu Lift terbuka. Semua yang berada dalam lift satu persatu berjalan keluar. Sang manager menarik tangan Mayangsari menuju sebuah kamar yang sudah di siapkan untuk ruang ganti dan make-up.

" Kita nyanyi kan Guh?" Canda Mayangsari.

" Enggak, gua jual lu." Wajah serius sang manager menimpali pertanyaan Mayangsari.

" Haha." Mayangsari tertawa terbahak. Jual berapa Guh? Ogah kalau tidak mahal uangnya tidak bisa sampai tujuh turunan." Mayangsari tidak berhenti melempar canda ke sang manager.

" Sana jadi istri keduanya pak Bambang T.H. baru bisa."

" Haha." Mayangsari tertawa lepas. " Emang mau Guh orangnya ke Eike. Secara konglomerat kelas kakap gitu loh. eh, btw kok gak sampai-sampai."

" Noh, kamarnya yang paling ujung." Sang manager yang menunjuk dengan telunjuknya menunjuk ke arah kamar yang paling ujung.

" Ampyuuun Guh, pusing. Kalau tidak gara-gara sesuap nasi udah ongkang-ongkang eike di rumah, bobok manja."

" Sudah jangan bawel. Honornya Gede bisa vakum nyanyi sampai lima tahun."

" Haha, dasar lu ya."

Keduanya berdiri di depan pintu kamar Hotel. Teguh sang manager mengetuk pintu terdahulu karena di dalamnya ada dua orang make-up artis yang membantu Mayangsari menyiapkan baju ganti dan riasan make-up untuk tampil menghibur para dewan partai yang sedang rapat.

Tok...tok... ketukan pintu dari kepalan genggaman batas jari.

" Iya, sebentar, suara dari dalam kamar."

" Silahkan masuk pak, Mbak Mayang."

" Iya, terimakasih." Sahut Mayangsari.

" Acaranya nyanyi gue jam berapa Guh?"

" Iya aku, ke ballroom dulu memastikan tidak molor waktu rapatnya. Jadi sesuai jadwal yang aku berikan kemarin. Nanti aku calling dari ballroom. Acaranya di lantai 5 ya, jangan lupa!" Teguh yang meninggalkan Mayangsari yang sedang merias diri di depan cermin di bantu oleh dua make-up artis sekaligus.

" Okay." Tampak Mayangsari yang rambutnya sedang di pegang oleh salah satu make-up artis. Sementara yang satunya memberi riasan di wajahnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!