NovelToon NovelToon

Jembatan Dosa

Manusia Berhati Batu

...Anda bebas memilih...

...Tetapi Anda tidak bebas...

...Dari konsekuensi pilihan Anda...

____________

Seorang lelaki tua sedang menghisap seputung rokok, ia duduk pada sebuah kursi mewah berlapiskan berlian.

Beberapa langkah didepannya kini terlihat seorang pemuda bersurai coklat, pemilik sepasang bola mata hitam yang menawan, rambutnya panjang lurus namun begitu rapi, ia memberi hormat pada lelaki tua yang berada tak jauh darinya.

"Bangunlah, ada masalah apa?" Tanya lelaki tua yang sedang duduk nyaman diatas kursi berlapis berlian nya, ia adalah tuan Shawn.

"Ada beberapa berkas yang hilang dan banyak sekali uang di Brankas yang hilang, tetua."

Jawaban kecil yang terlontar dari seorang pemuda bersurai coklat, lebih tepatnya "Eddie", membuat Shawn Tertawa meremehkan.

"Hanya orang bodoh yang akan melakukan itu didalam markas kita, Ed!"

"Jadi tetua, apa yang harus kita lakukan?"

"Ini saatnya, bukan kita yang akan membereskan ini! Tetapi, pemuda itu. Brian!"

"Baiklah saya mengerti."

Eddie membungkuk kecil, memberi penghormatan sebelum ia meninggalkan ruangan Shawn.

Langkahnya membawanya berjalan ke suatu tempat, hatinya sedikit ragu untuk melangkah pergi menghampiri ruangan.

Dimana Disana adalah tempat pemuda bernama Brian itu bersemayam. Tepat ketika ia sampai dihadapan pintu besi yang berdiri kokoh, ia mulai mengucap sebuah harapan kecil.

"Tuhan, semoga semua akan baik-baik saja."

Harapan kecil itu memantapkan tangannya terangkat membuka pintu besi itu, dalam keremangan ruangan yang bahkan secercah cahaya pun tak begitu ada, suara pukulan mulai terdengar. Samar-samar terlihat seorang pemuda yang sedang berlatih tinju, dengan penuh tenaga tangannya menghantam beberapa boneka kayu dihadapannya.

Perlahan Eddie mulai mendekati pemuda yang sedang fokus menghantam boneka kayu.

"Brian." Sapa Eddie, namun tak ada sekalipun respon untuk sapaan itu, pemuda bernama Brian itu masih saja memukul boneka kayu itu. Eddie mencoba tenang, ia tidak ingin terbawa emosi.

"Kenapa kau kemari?" Brian, tangannya masih tetap memukul boneka kayu itu sembari berbicara pada Eddie.

"Ada tugas untukmu dari tetua!"

Mendengar hal itu, Brian menghentikan pukulannya pada boneka kayu itu. Ia membuang nafasnya kasar dan berbalik menghadap Eddie.

"Ada penyusup, kau harus membereskannya." Ujar Eddie, senyuman kecil atau lebih mirip dengan seringai mulai terlukis pada wajah Brian.

"Berapa kali kita harus menuruti kemauan tua bangka iitu, hah? Tidakkah dia berkuasa, lalu kenapa dia tidak membereskannya sendiri?"

Tanpa sepatah katapun Eddie mulai melangkah keluar, begitupun dengan Brian. Beberapa orang bersenjata yang mereka lewati memberi hormat pada mereka Brian juga Eddie.

"Tutup semua pintu masuk! Mari kita berburu penyusup!" Tangan Brian terangkat menunjuk semua tombol yang ada didalam markasnya, tanpa ada sekalipun penentangan semua orang Disana pun menuruti apa yang Brian perintahkan.

Mulai dari pintu masuk, hingga pintu rahasia semuanya terkunci dan dijaga ketat. Sembari semua orang sedang sibuk, tatapan mata penuh introgasi milik Brian, dengan jeli memperhatikan setiap orang yang ada didalam markas. Tak butuh waktu lama, pandangannya kini tertuju pada satu orang, Brian merogoh kecil sakunya tak lama sebuah pistol mulai ia todongkan pada orang itu.

"Kenapa kau lakukan itu?" Tanya Brian, pada seorang pria paruh baya yang ditodong pistol, senyuman terkesan licik terukir kecil pada mimik wajah pria itu.

"Apa kau tidak sadar bahwa organisasi ini sudah terlalu banyak melakukan dosa? Dan apakah kau akan menambah dosamu dengan membunuhku disini? Atau membiarkanku hidup dan menjadi ancaman bagi kalian?"

"Aku bukan Tuhan, yang bisa menentukan kau hidup atau mati! Tapi aku seorang manusia yang akan memberimu pilihan! Katakan padaku siapa yang mengirimmu kemari, atau orang lain akan memaksamu menemui Tuhan lebih awal!"

"Pengkhianatan adalah hal yang paling memalukan bagi seorang prajurit, mati disini dan melindungi segalanya adalah sebuah kebanggaan!"

Sebuah prinsip dari pria itu, membuat Brian begitu marah. Ia benar-benar gelap mata ketika mendengar prinsip yang dikatakan pria itu, baginya itu sangat menjijikkan, mengabdi atas dasar kesetiaan adalah hal memalukan bagi Brian.

"Bereskan dia!!!" Tegas Brian. Salah seorang pemuda mengarahkan pistol ke arah pria itu, tanpa ragu pelatuk pistol itu ditarik.

Dorrr

Satu kali tembakan mengakhiri nyawa pria itu. Yakin, jika pria dihadapannya itu sudah tewas, Brian dengan langkah tergesa-gesa menuju sebuah ruangan.

Dengan pintu kokoh yang berlapiskan emas dan berlian. Tangannya mulai membuka pintu itu, ia pun masuk kedalamnya, tempat itu adalah tempat Tetua Shawn.

"Bagus sekali Brian! Satu tugas lagi untukmu, ini tidak berat kita hanya perlu menghirup udara segar diluar sekarang, lalu habisi dua orang detektif Amerika bunuh juga dua orang agen FBI Amerika, itu adalah peringatan bagi mereka, karena sudah berani bermain-main denganku."

"Baiklah." Jawab Brian tegas.

"Kuberikan kau tim alpha, untuk menyelesaikan misi ini."

"Aku tidak membutuhkan banyak tim untuk misi semudah itu, aku bukan orang bodoh!"

"Baiklah, ingat ketika kau meninggalkan organisasi ini untuk menjalankan misi, identitasmu adalah Nicolas bukan Brian."

"Aku mengerti."

"Pergilah!"

Tugas sudah diterima, Brian pun pergi dari hadapan Shawn. Ia menuju ruang persenjataan mengambil beberapa senjata yang ia perlukan, setelah itu ia mulai mengganti pakaiannya dan memulai penyamaran.

Diambilnya mobil Ferrari mewah miliknya, ia pun mulai menjalankan mobilnya menuju kantor polisi, tepat ketika ia sampai Disana ia pun mulai menelfon seseorang.

"Kita butuh helicopter, berjagalah targetnya adalah kantor polisi Tokyo."

"Baiklah tuan muda." Ujar orang diseberang sana.

Brian menutup telfonnya ia pun turun dari mobilnya, dan mulai memasuki kantor polisi, namun dua orang polisi yang sedang berjaga didepan pintu masuk menahannya.

"Siapa kau? Ada kepentingan apa?" Brian tersenyum licik mendengar pertanyaan itu.

"Aku akan mengatakan kepentingan, hanya pada mereka yang ada hubungannya denganku!"

"Oh begitu, baiklah tetaplah disini jangan berani kau mendekati pintu!"

"Wah sepertinya aku harus mengajari kalian sopan santun tuan, ingat satu hal mengabaikan seorang tamu ketika berkunjung itu tidak baik."

Dua orang polisi itu tertawa mendengar tanggapan Brian, mereka seperti meremehkan sosok Brian.

"Rakyat biasa sepertimu akan mengajari kami?"

"Jangan memandang seseorang dari segi fisik, karena itu tidak berguna! Lihat dan perhatikan dia dari kemampuannya pasti kau akan membisu ketika melihatnya. Setiap orang memiliki keunggulan, dan ya.... jangan lengah, situasi disini sangat sepi hanya ada kalian dak aku! Aku akan bermain-main dengan kalian."

Dua orang polisi itu masih saja meremehkan Brian, sedang yang diremehkan hanya diam tak bergeming.

"Bingo!" Ucap Brian seraya tersenyum penuh kemenangan.

Dua orang polisi yang tadi meremehkan Brian kini diam membisu, Bagaimana tidak? Dua orang pemuda tiba-tiba sudah ada dibelakang mereka sambil menodongkan pistol tepat dibelakang kepala mereka. Ketika dua orang polisi itu ingin mencari senjata yang terletak disamping pakaian mereka betapa terkejutnya mereka ketika senjata itu tak ada. Brian tersenyum kecil memperhatikan dua orang polisi didepannya yang kebingungan mencari senjata yang tadinya ada.

"Senjata yang kalian cari adalah senjata yang akan membunuhmu jika kalian berdua berteriak! Jaga mereka dan bereskan!" Ujar Brian.

"Siapa kau ini?" Brian tersenyum kecil mendengar pertanyaan kecil yang terlontar dari salah satu polisi yang ditahannya.

"Ada apa tuan? Kau tertarik?"

"Siapa kau?" Tanya polisi itu lagi.

"Aku Nicolas, Oke aku tidak memiliki banyak waktu sekarang ini. Aku harus pergi!"

Brian masuk ke-dalam kantor polisi itu, hanya ada beberapa polisi didalam sana. Ya, memang karena ini sudah sangat larut. Brian masuk kedalam ruangan pengawas CCTV, disana masih ada orang namun tak menyadari keberadaan Brian.

Didekatinya sang pengawas CCTV itu, dan ia lumpuhkan setelah itu ia merusak seluruh sistem CCTV. Target kedua, Brian mulai menuju sebuah ruangan rapat yang ada didalam kantor polisi Tokyo melewati beberapa polisi tak ada rasa takut pun didalam hati Brian, beruntungnya ia sempat merubah penampilannya dan mengambil seragam sang pengawas hingga tak ada pasang mata pun yang curiga. Sesampainya didalam ruang rapat, Brian mulai menaruh sesuatu disana.

Setelah cukup yakin semua tugas terselesaikan, Brian menuju ke-atas gedung kantor polisi. Sebuah Helikopter pun datang menjemputnya, dua orang polisi yang ia tahan tadi pun sudah dilumpuhkan, anak buah Brian menyuntikan sesuatu​ pada dua orang polisi itu. Seluruh anak buah Brian pun pergi meninggalkan kantor polisi itu.

"Perayaan kita akan dimulai!" Brian memperhatikan kantor polisi Tokyo dari dalam helikopter. Tangannya mulai menekan sebuah tombol berwarna merah, detik kemudian salah satu bagian dari kantor polisi itu meledak. Brian tersenyum licik setelah itu.

Dilain tempat, ledakan itu membuat seorang gadis yang berada tak jauh dari kantor polisi itu terpaku melihatnya. Setetes air mata jatuh dari kelopak matanya, ia pun terisak.

"Apa-apaan ini! Aku baru saja ingin menemuimu!" Ujarnya yang masih terisak, tangannya mulai mencari ponsel yang ada didalam saku jaketnya, ia menekan tombol ponselnya menelfon seseorang.

Helikopter milik Brian berhenti tepat diatas sebuah rumah tua pinggir pantai, tali dari dalam helikopter mulai diturunkan hingga menyentuh tanah.

"Kalian laporkan ini pada tetua Shawn, biarkan aku beristirahat! Aku akan segera kembali ke markas setelah tenagaku pulih."

Brian turun setelah mengatakan hal itu pada beberapa anak buahnya. Setelah yakin Brian sudah turun dibawah sana, tali itu mulai ditarik kembali, Helikopter itupun pergi. Brian berjalan ke-arah rumah tua pinggir pantai itu, ada tangga kayu disana untuk membantunya naik ke-atas menuju rumah tua itu, tepat didepan pintu rumah itu ada sebuah jembatan kayu panjang menuju ke-arah pantai.

Angin malam berhembus sangat dingin malam ini, membuat Brian mempercepat langkahnya masuk ke dalam rumah tua itu, ia membaringkan tubuhnya di atas ranjang detik kemudian ia mulai terlelap.

..."Tak ada satupun kekuatan yang mampu mengalahkan kehendaknya, dia yang berkuasa atas rencana takdir bukanlah sesuatu yang tepat untuk menantangnya. Karena skenario kehidupanmu berada dibawah kendalinya, menikmati skenario yang direncanakannya adalah kewajiban seorang manusia."...

Neraka dan Kebebasan

...Mereka yang menolak kebebasan kepada orang lain...

...maka kebebasan itu tak layak pula untuk dirinya...

Beberapa ambulance dan pemadam kebakaran sudah ada didepan kantor polisi, gadis bernama Bella ini yang menelfon mereka.

Ia duduk di bangku panjang masih tetap terpaku dengan pandangan kosong, telapak tangan seseorang mulai menepuk bahunya membuat lamunannya terhenti, pandangannya kini teralih pada sosok pemuda didepannya dengan pakaian polisi yang begitu rapi, dia adalah Han seorang inspektur muda di Tokyo.

"Bella, maaf tapi aku harus menyampaikan ini. Stevan Drew tewas dalam tragedi ini." Han menunduk tak berani menyaksikan apa yang akan terjadi pada Bella setelah mengetahui Stevan tewas dalam tragedi ini.

"Bagaiman dengan tuan Brad?"

"Dia juga tewas." Han tak sampai hati mengatakan hal itu, tetapi bagaimanapun​ Bella harus tau hal itu.

"Siapa yang melakukan hal ini Han?"

"Kau tau organisasi yang sedang diburu oleh tentara Amerika? Organisasi itu melarikan diri kemari, ada seorang detektif jenius menyusup ke markas mereka! Tapi, belum lama ini kabar tentangnya sudah tidak ada. Tapi, dia mengirim sebuah berkas dan beberapa uang yang dicuri oleh organisasi itu, beberapa hari yang lalu."

"Itu artinya ini adalah peringatan bagi kita?"

"Mungkin, dan detektif itu mungkin sudah tewas saat ini."

"Sertakan aku dalam misimu Han, aku tidak bisa tinggal diam kali ini!"

"Itu tidak mungkin! Serahkan saja pada kami!"

"Apakah aku akan diam saja? Ketika melihat anggota keluarga dihukum atas kesalahan yang sama sekali tidak mereka lakukan? Aku tidak akan diam!" Bella murka kali ini, ia pun beranjak dari tempat itu entah akan kemana ia sekarang, hatinya yang begitu kacau dan hancur yang menuntunnya untuk terus berjalan.

Langkahnya menapak diatas pasir putih, entah ada apa dengan hatinya hingga menuntunnya menuju pantai.

Sepoi angin berhembus begitu kencang malam ini, dingin, hal itu adalah sesuatu yang dirasakan Bella saat ini. Tetapi kakinya tetap berjalan, tak beberapa lama kesadarannya pun hilang ia pun jatuh pingsan.

Mentari pagi kini mulai bersinar terang, seorang pemuda kini mulai membuka matanya dia adalah Brian. Safir biru itu, kini mulai terlihat ketika ia mulai membuka kelopak matanya.

Ia bangun dan merentangkan kedua tangannya, dan beranjak dari ranjangnya. Ia membuka tirai yang menutupi jendela, membiarkan cahaya mentari masuk menyinari isi rumahnya. Matanya yang terkesan tajam mulai menikmati indahnya pantai pagi ini, ia melihat ombak pantai yang begitu tenang dan beraturan, hingga matanya tak sengaja melihat seorang gadis tergeletak tak sadarkan diri dipinggir pantai, dengan segera ia pun mulai membuka pintu dan keluar menghampiri gadis itu dibopongnya gadis itu dan dibawanya masuk kedalam rumahnya.

Gadis yang tak lain adalah Bella ini ia baringkan diatas ranjang tangannya mulai menarik selimut untuk menutupi tubuh Bella. Brian berdiri melangkahkan kakinya memasuki kamar mandi dan mulai membersihkan dirinya.

Beberapa menit kemudian Brian terlihat begitu rapi dan segar, rambut pirangnya terlihat sedikit basah itu membuat dirinya terlihat tampan, ia menhampiri Bella yang terlelap diatas ranjangnya matanya mulai memperhatikan Bella. Helaian rambut sedikit menutupi wajahnya, tangannya menyingkirkan helaian rambut yang menyembunyikan wajah cantiknya. Brian terlarut dalam keindahan wajah ciptaan sang pencipta yang begitu cantik, tak lama Brian menggelengkan kepalanya.

'Kau ini kenapa?' Fikir Brian, ia pun berdiri keluar dari kamarnya menuju dapur, tangannya mulai aktif membuat racikan minuman. Sementara Brian yang sedang sibuk membuat minuman, Bella yang sedang terlelap ini mulai membuka matanya, pandangannya beredar ke segala arah tangannya mulai menyentuh kepalanya yang sedikit sakit, tak lama suara langkah kaki membuat pandangannya teralih. Brian datang masuk kedalam kamar menghampiri Bella dengan membawa dua cangkir minuman.

"Kau sudah bangun?" Brian menatap Bella yang sedang duduk bersandar di ranjangnya, tatapan bingung Bella berikan pada Brian.

"Siapa kau?" Brian tidak menjawab pertanyaan kecil itu, tangannya menyodorkan segelas minuman hangat pada Bella, gadis yang sama sekali tak ia kenal.

Bella mengambil minuman yang diberikan Brian, sementara Brian ia duduk di kursi yang letaknya tak cukup jauh dari ranjangnya, kursi itu menghadap tepat ke arah jendela.

"Terima Kasih." Ucapan kecil dari Bella membuat Brian sedikit terkejut, namun dirinya hanya merespon ucapan itu dengan deheman kecil, Bella mulai menyeruput coklat hangatnya.

"Apa kau tinggal sendiri disini?"

"Ya" Jawaban singkat dari Brian tanpa menatap Bella.

"Dimana keluargamu?"

"Keluarga? Apa itu keluarga?" Kali ini Brian mengalihkan pandangannya ke-arah Bella.

"Orang yang ada bersamamu dan mereka menyayangimu."

"Aku tidak memiliki itu dan tidak ingin memilikinya! Tidak ada kasih sayang sejati didunia ini! Semua yang ada didunia ini adalah ilusi bagiku."

Tatapan heran Bella berikan pada Brian, banyak pertanyaan dihatinya tentang pemuda yang ada didepannya ini. Bella mulai meletakkan cangkir yang berisikan coklat hangat itu diatas meja disampingnya.

"Kasih sayang sejati itu ada didunia ini, tetapi hanya sedikit diantara banyak orang didunia ini yang mendapatkannya! Karena tidak semua orang didunia ini hatinya bersih! Semua yang kau dapatkan itu tergantung pada perbuatanmu dimasa lalu. orang yang mendapatkan kasih sayang sejati adalah mereka yang beruntung, jangan sia-siakan itu!" Brian terdiam sejenak mencoba mencerna kata-kata Bella.

"Apa kau termasuk orang yang beruntung itu?"

"Iya, tapi itu sudah tidak lagi. mereka yang menyayangiku sudah berada bersama Tuhan." Brian tersenyum kecil mendengar jawaban Bella.

"Dunia itu ilusi!"

"Semua orang memiliki waktu yang berbeda untuk tetap berada didunia, dunia ini adalah fasilitas Tuhan yang diciptakan untuk kita... Tuhan, memberi mereka waktu dan memperhatikan mereka, tergantung bagaimana cara mereka hidup, tapi tetap saja saat waktu yang telah diberikan habis, maka mau tidak mau kita harus pergi."

"Nona, bagaiman jika kau bersihkan dirimu."

"Baiklah." Bella pun beranjak masuk kedalam kamar mandi.

"Aku sudah lama menutup mataku untuk melihat dunia, yang kulihat hanyalah tujuanku! Satu tujuan, yang begitu ingin ku wujudkan! Aku bergerak atas dasar ambisi dan prinsip ku! Sebanyak apapun tangan ini bergerak untuk membunuh tetap saja tidak terasa, karena aku hidup dalam ilusi yang ku buat dan yang ku inginkan. Dan aku berjalan diantara kegelapan! Berusaha untuk mencari Cahaya, tapi aku sadar tidak akan ada secercah cahaya yang berani masuk kedalam Badai! Karenanya aku membuat cahaya ilusi yang hanya dapat ku lihat didalam badai, cahaya itu adalah tujuanku!" Ujar Brian, ia mulai menyeruput coklat hangatnya menikmatinya hingga tegukan terakhir.

Suara kecipak-cipak air tak lagi terdengar dari dalam kamar mandi, pintu kamar mandi perlahan mulai terbuka terlihat Bella kini sudah bersih dan segar. Wajahnya yang putih itu terlihat sangat cantik, Brian matanya terfokus tetap pada jendela didepannya, pandanganya tak sekalipun teralih pada Bella yang masih ada diambang pintu.

"Kau akan pergi setelah ini?" Brian mencoba bertanya pada Bella dengan pandangan​yang masih terfokus pada jendela.

"Boleh ku katakan sesuatu padamu?" Deheman kecil kembali Bella dapatkan dari Brian.

"Cobalah tatap lawan bicaramu ketika kau mengajaknya bicara."

Cukup! Bagi Brian, sepertinya Bella sudah membuatnya kesal sekarang, pandangannya beralih tepat pada Bella, tangannya mengepal keras. Diletakkannya cangkir yang sudah kosong itu dilantai, ia berdiri menghampiri Bella dan menatapnya dingin.

"Ingatlah, aku tidak butuh saran apapun darimu! Dan kau harus tau aku bukanlah orang baik! Pergilah sebelum sesuatu yang buruk terjadi padamu."

"Kau butuh saran untuk memperbaiki hidupmu, kau orang yang baik! Jika kau orang yang kejam, kau tidak akan membawaku kemari ketika aku pingsan!"

"Kenapa penilaianmu sempit sekali?!" Brian mulai menjauh dari Bella.

"Terima Kasih karena sudah menolongku. terima kasih atas sajian yang kau berikan."

Perlahan Bella mulai melangkah keluar dari rumah Brian. Ia menutup pelan pintu rumah itu ketika ia sudah berada diluar, ia mulai menuruni anak tangga dan pergi. Kakinya kini benar-benar menjauhi rumah tua itu. Suara deru ombak mengiringi langkahnya pergi, Brian sedang termenung didalam rumahnya tak lama ia mendapat sebuah panggilan dari ponselnya, ia pun menjawab panggilan itu.

"Hallo."

"Brian, semua yang dikatakan anak buahmu sungguh membuatku sangat bahagia, kami akan merayakannya apa kau ingin bergabung?"

"Tidak, biarkan aku lepas tugas selama beberapa waktu."

"Oh tunggu dulu, lepas tugas? Itu tidak mungkin, masih ada tugas lagi untukmu."

"Apa itu?"

"Kau sudah meledakkan kantor polisi Tokyo, dan membunuh dua orang detektif juga dua orang anggota Tentara... mereka ternyata orang penting yang di utus kemari untuk mencari kita... kau tau kita kan? Kita bukan hanya memotong bagian kepala, tapi juga bagian ekor dan yang lainnya."

"Jadi kau ingin membunuh semua keturunannya?"

"Iya benar sekali."

"Kau keji sekali pak tua!"

"Apa kau menyerah?"

"Tidak aku tidak pernah menyerah."

"Ya benar, kau hidup dalam ilusi yang kau tentukan sendiri, pastinya untuk melakukan itu tidak akan sulit."

Brian menutup telfonnya, kali ini ia bertekad akan menyelesaikan misinya dengan baik meskipun hatinya begitu berat, untuk menjalankan misi yang diberikan, sejenak ia menarik nafas dan membuangnya kasar.

"Shawn, sudah kehilangan akal! Membunuh semua keturunannya, itu berarti aku harus pergi ke Amerika? Tidak, aku harus mengirim orang untuk menyelesaikan misi keji ini!" Fikir Brian.

Brian mulai menghubungi beberapa orang yang ia percaya, untuk mengemban tugas yang diberikan Shawn untuknya.

Dilain tempat Bella berada didalam taxi ia baru saja diberi kabar oleh inspektur Han, tentang acara pemakaman Daddy dan Adiknya.

Sebelum meninggal Daddy nya pernah berpesan, jika dirinya tewas saat ditugaskan di Negara orang, maka dia ingin dimakamkan di Negara itu, begitupun juga adiknya. Taxi yang ia tumpangi kini telah sampai di sebuah pemakaman, terlihat banyak orang disana, Bella pun keluar dari mobil.

Meskipun langkah kakinya sangat berat melangkah ke arah dua peti berisikan mayat itu, namun Bella tetap memantapkan hatinya dan berjalan mendekati kerumunan orang itu.

"Kami menunggumu, sekarang kita harus memulai upacara ini.. Mr. Brad dan Tuan Stevan adalah prajurit yang baik, mereka berdua bukan hanya tentara yang kuat dan gagah tetapi juga detektif yang sangat cerdas. Sulit menemukan orang seperti mereka." Ujar inspektur Han ketika Bella berada disampingnya.

"Silahkan dimulai!" Ucap Bella.

Han memberi aba-aba pada prajuritnya untuk memberi penghormatan terakhir, pada dua peti yang berisikan manusia yang sudah tak bernyawa. Upacara pemakaman itu berjalan lancar tanpa ada kendala hingga akhir. Ketika semua orang sudah meninggalkan pemakaman, hanya ada Han dan Bella yang masih setia disana.

"Apa kau masih bertekad untuk mencari buronan itu, dan membereskannya sendiri?" Tanya Han.

"Aku hanya membantumu mencari tau tentang buronan itu, dan aku hanya akan menghukum dia yang paling berdosa dalam tragedi ini!"

"Jadi targetmu hanya pada bosnya?"

"Tidak, semuanya pasti akan ditangkap! Tapi bosnya yang akan mendapat hukuman paling berat."

"Kau anak seorang Tentara juga detektif paling besar dari Amerika, analisismu pasti sangat tajam, seperti ayahmu dan adikmu." Bella tersenyum kecil mendengar ucapan Han.

"Letak ketajaman analis, bukan pada dari keturunan siapa dia dan apa latar belakang keluarganya. Namun terletak pada bagaimana cara ia berfikir dan menyimpulkan sebuah permasalahan dengan tenang."

"Wah bahkan sekarang caramu berbicara sudah seperti Mr. Brad.. apa dia yang mengajarimu?"

"Ya, semua yang diajarkan Daddy adalah pelajaran yang baik dan berguna."

"Apa kau akan kembali setelah ini?"

"Kembali, kemana?" Tanya Bella heran pada Han.

"San Fransisco, Amerika Serikat."

"Tidak, aku akan kembali hanya jika buronan internasional itu sudah dibereskan!" Mendengar hal itu, Han mencoba pasrah kali ini, memberikan Bella kesempatan.

"Baiklah, aku mengijinkanmu ikut serta dalam misi ini."

"Terima kasih, aku pergi dulu Han." Bella mulai berlalu dari hadapan Han.

..."Cahaya selalu datang ketika Badai pergi, mereka tak bisa dipersatukan... Sudah takdir mereka hidup saling menyimpang. Ketika dua insan dengan pribadi yang menyimpang memang dipersatukan, cinta keduanya menjadi hal yang menarik untuk di simak."...

Iblis Baik Hati

Seringkali pertemuan singkat antara dua orang berbeda, membawa kesan tersendiri bagi setiap orang. Sudah ada satu bulan sejak kejadian yang menimpa kantor polisi Tokyo, membuat Bella sangat sibuk membantu FBI Jepang, untuk mencari tau dalang dari peristiwa satu bulan lalu.

Meskipun fikirannya terfokus pada beberapa dokumen yang ada diatas mejanya, entah kenapa bayangan pemuda yang ia temui di rumah tua pinggir pantai selalu muncul.

"Ya Tuhan, Bella! Ada apa denganmu? Fokuslah pada berkas yang ada didepan matamu, lagi pula dia hanya orang asing." Bella mengacak-acak rambutnya frustasi, meja belajar miliknya dipenuhi banyak dokumen.

"Apa aku harus mengunjunginya? Tapi untuk apa, dia sudah mengusirku! Lebih baik hari ini aku ke supermarket saja, sambil berjalan kecil menjernihkan fikiranku yang mulai lelah." Ujar Bella, ia mengambil jaketnya didalam lemari lalu pergi.

Pemuda dengan topi bandana berjaket abu-abu sedang jogging pagi ini, banyak pasang mata memperhatikannya, bagaimana tidak? Pemuda Amerika yang tak lain adalah Brian ini sangatlah tampan.

Brian memang sangat menyukai olahraga, dia terus berlari tanpa mempedulikan pasang mata yang memperhatikannya, sejenak Brian berhenti didepan supermarket, bersamaan dengan itu Bella juga berhenti didepan supermarket posisi mereka saling berhadapan. Keduanya membuang nafas kasar, keduanya baru saja sama-sama berlari ditempat yang berbeda, dengan tujuan yang sama.

Mata mereka terkunci, pandangan mereka bertemu, tatapan tajam milik Brian dan tatapan teduh milik Bella beradu.

Dua kepribadian berbeda bagaikan Badai dan Cahaya yang selalu menyimpang. Brian mengalihkan pandangannya ke arah lain, Ia berjalan masuk ke dalam supermarket begitupun dengan Bella.

Mereka mulai mencari apa yang mereka butuhkan, netra mereka tertuju pada objek yang sama, sebuah minuman isotonik. Mereka pun berjalan ke arah minuman isotonik, yang terpampang di atas meja itu dan mengambilnya. Tangan mereka saling bersentuhan saat ini.

"Berhenti mengikutiku dan jangan cari masalah!" Kesal Bella, tangannya memang lebih dulu memegang botol itu. Tetapi ia sedikit risih dengan tangan Brian yang ikut menggenggam botol itu seolah tangan Bella yang ia genggam.

"Kau tidak terlalu menarik untuk diikuti!" Ujar Brian

"Lepaskan minumanku Tuan!" Bella menatap Brian yang ada disampingnya.

"Tidakkah kau melihat, tangan siapa yang memegang botol ini pertama?" Brian mengalihkan pandangannya ke arah Bella, mata mereka saling bertemu.

"Apa kau tidak melihatnya? Itu tanganku! Aku tidak tau darimana asalmu. Yang jelas, kau adalah pemuda menyebalkan! Berhenti berdebat dan jadilah lelaki, serahkan botol ini!"

Bella mencoba bersifat tegas pada Brian saat ini. Cukup bagi Brian, dia benar-benar muak saat ini, didekatinya Bella ditatapnya dengan pandangan tajam. Bella Sedikit takut dengan tatapan Brian, Bella perlahan mulai mundur ketika Brian mendekatinya.

Hingga tubuhnya terpojok di dinding. Minuman isotonik itu masih dalam genggaman Bella, Brian mulai mendekat ke arah Bella mempersempit pandangan mereka, Brian masih menatapnya tajam.

Brian menarik dagu tirus Bella, di arahkannya Bella padanya didekatkannya wajah tampannya ke arah Bella, satu ciuman lembut​ tercipta. Bella menutup matanya, sentuhan hangat di keningnya membuat matanya tak kuasa menyaksikannya.

Tangannya yang tadi menggenggam sebotol minuman mulai meregang, dari situlah Brian mulai mengambil kesempatan, tangannya mulai mengambil botol itu. Lepasnya botol minuman itu dari genggaman Bella mengakhiri ciuman yang Brian berikan padanya. Tatapan yang tadi menatap serius Bella, kini berubah menjadi hangat di iringi dengan seringai kecil.

"Gadis baik!" Brian segera berlalu dari hadapan Bella yang masih syok dengan kejadian beberapa detik lalu, Ia benar-benar tidak menyangka Brian akan melakukan hal itu padanya. Perlahan Bella meraba mulai keningnya, sambil mengingat kejadian beberapa detik lalu, entah kenapa Bella sama sekali tak menunjukkan perlawanan sedikitpun pada Brian.

"Ya Tuhan, pemuda itu sudah gila!" Jerit Bella dalam hati, ia pun segera beranjak dari posisinya mencari bahan-bahan yang ia butuhkan. Selang beberapa menit mencari akhirnya semua bahan yang ia perlukan pun telah diterkumpul. Bella berjalan keluar dari supermarket itu, terlihat Brian yang masih ada disamping supermarket duduk dibangku panjang. Tanpa mempedulikan Brian yang duduk, dengan acuh Bella pun melewatinya.

"Begitukah caramu memperlakukan orang yang sudah menolongmu?" Brian mulai membuka pembicaraannya, Bella yang berada tak jauh darinya mulai menghentikan langkahnya netranya berakih pada Pemuda itu sekarang.

"Begitukah, apa kau mengharapkan pamrih?"

"Tidak!"

"Kau membuang waktuku!" Ujar Bella dingin.

Dengan cepat tanpa​ mempedulikan Brian, Bella mempercepat langkahnya setengah berlari. Ia memilih masuk kedalam gang kecil yang dihimpit dua gedung, karena dirinya tau gang kecil yang ia lewati akan mempersingkat waktu untuk sampai di apartment-nya. Tak sengaja, Bella menabrak beberapa pemuda yang berpenampilan seperti brandal.

"Maafkan aku!" Lirih Bella menyesal.

"Hey gadis cantik, apa kau sengaja menabrakku agar aku berpaling menatapmu?" Para berandal itu mulai menggoda Bella, tangan nakal mereka mulai mencoba menyentuh Bella yang terus saja memberontak.

"Hentikan! Aku bukan gadis murahan!!"

"Hey ayolah tidak perlu marah, kita akan bersenang-senang."

Para berandal itu masih saja menggoda Bella hingga Bella terpojok, sebuah seruan menghentikan para berandal itu. Mereka mengalihkan pandangan mereka pada sumber suara.

"Sekali lagi kalian menyentuhnya, akan ku beri kalian pelajaran!" Brian datang menghampiri kerumunan berandal itu, Bella terkejut melihat kehadirannya, Brian memang sedaritadi mengikuti Bella tanpa sepengetahuan Bella.

"Wah ada pahlawan ternyata disini, kau akan melawan kami? Kau sendiri, kami berempat!" Para berandal itu mencoba meremehkan Brian, namun Brian tetap tenang.

Pandangannya sama sekali tak teralih pada Bella yang sedang berada dalam kukungan para berandal, Brian menarik kecil pergelangan tangan Bella ke arahnya Brian mencoba melindunginya.

"Tidakkah kau berfikir bahwa dia adalah seorang wanita? Lalu kenapa kalian berani menggodanya?"

"Justru karena dia wanita kami menggodanya, sudahlah lebih baik kau bergabung bersama kami dan kita nikmati bersama!"

"Buruk sekali saranmu! Diamlah sebentar disini, akan kuberi pelajaran mereka!" Brian mengatakan hal kecil itu dengan santai pada Bella yang ada dibelakangnya sedangkan para berandal tersenyum sinis ke arah Brian. Aksi saling pukul antara kedua belah pihak mulai terjadi, Bella berdoa dalam hatinya berharap bahwa Brian akan baik-baik saja setelah ini.

Diantara gang yang cukup sempit yang dihimpit dua gedung mereka berkelahi dengan sangat brutal, Brian terlihat begitu unggul kali ini padahal lawannya lebih banyak sedangkan Brian hanya seorang diri, Brian menghajar mereka tanpa ampun hingga babak belur. Bella memperhatikan cara Brian bertarung, dari situ Bella mendapatkan sebuah kesimpulan bahwa Brian bukanlah seorang pemuda biasa.

"Maafkan kami, kami menyerah!" Para berandal itu tersungkur dan memohon pada Brian.

"Maafmu tidak berlaku untukku, tunjukkan dan berikan permintaan maaf hanya pada dia yang sudah kau sakiti! Pemuda yang sering menyakiti wanita, adalah dia yang tidak memiliki harga diri!" Tegas Brian, Bella terkesiap mendengar penuturan itu hal itu membuatnya​mengukir sebuah senyuman. Bella sama sekali tak menyangka penuturan yang begitu bijak itu mampu keluar dari lisan seorang Brian.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!