NovelToon NovelToon

Menaklukkan Bos Killer

Menjadi Duda

"Bee, aku ingin pulang saja. Rasanya aku sudah tidak sanggup berada di sini,” ucap seorang wanita bernama Anastasya.

Wanita yang biasa dipanggil Tasya adalah istri dari seorang pengusaha muda bernama Alexander Kenneth. Alex begitu sayang dan mencintai istri tercinta yang saat ini sedang menderita kanker otak stadium tiga akhir.

Segala macam cara Alex lakukan untuk kesembuhan sang istri. Tasya mengidap penyakit ini sekitar tiga tahun lalu. Ketika Tasya divonis penyakit mengerikan dan mematikan ini, Alex tetap dengan keinginannya untuk menikah, padahal saat itu Tasya sudah menolak. Wanita itu khawatir tidak akan menjadi istri yang baik karena tidak bisa melayani suaminya dengan utuh. Namun, cinta Alex tidak menyurutkan langkahnya untuk tetap menikahi Tasya.

Hingga saat Tasya mengandung, Alex menjadi orang yang paling khawatir dengan keadaan itu. Tasya memaksa akan tetap melahirkan demi memberi keturunan untuk sang suami, meski nyawa taruhannya. Putri itu pun lahir dengan nama Aurel. Kini, malaikat kecil itu sudah berusia dua tahun. Benar saja, Alex begitu bahagia saat Aurel lahir dan hal itu membuat Tasya senang karena telah memberikan sesuatu yang berharga untuk pria berharganya itu.

“Setelah ini kita akan pulang, Sayang. Tapi selesaikan terapimu satu kali lagi. Oke!”

Tasya mengangguk.

Kini mereka tinggal di sebuah apartemen yang berada di belahan Kota Amerika. Alex membawa sang istri ke rumah sakit khusus neurologi untuk menstimulus kembali syaraf-syarafnya paska operasi untuk kedua kali.

Alex dengan setia mendampingi sang istri. Kondisi Tasya saat ini jauh lebih memprihatinkan dari sebelumnya. Jika ada operasi pertama dinyatakan berhasil dan ia dapat pulih serta bertahan, lalu melahirkan putri pertamanya, tapi kini operasi kedua membuatnya semakin drop. Alex meninggalkan usaha yang sedang merintis itu demi mendampingi sang istri.

“Bee, sepertinya aku menyerah,” ucap Tasya.

“No, jangan katakan itu! Please, kamu kuat. Kamu pasti akan kembali sehat seperti sebelumnya. Percayalah!”

Tasya menggeleng. “Tidak. ini tidak seperti sebelumnya. Ini lebih berat, Bee.”

“Sayang.” Alex menghentikan kursi roda yang sedari tadi ia dorong. Lalu, Alex berjongkok dihadapan Tasya dan mengambil kedua tangan itu. “Ingat Aurel menunggu kita di rumah. Dia masih membutuhkanmu. Aku pun membutuhkanmu. Jadi jangan pernah menyerah!”

Alex memeluk tubuh ringkih sang istri. Tasya pun menitikan air matanya dibahu kokoh itu. Sungguh ia merasa tidak pantas menjadi pendamping Alex karena postur tubuh mereka sangat jauh berbeda. Alex yang berdada bidang dan tegap, sementara Tasya kurus dengan kedua kantung mata yang hitam.

Satu bulan lebih mereka berada di Pittsburg, Amerika Serikat. Tasya sedikit banyak mengalami kemajuan selama menjalani pengobatan di negeri paman syam itu. Ia sudah bisa menggenggam tangan dan mengambil benda, padahal sebelumnya ia sulit melakukan itu.

Dua hari kemudian, Alex tiba di Singapura. Kebetulan mereka memang menetap di negara itu. setelah tiba di rumah, Tasya tertidur. Wanita itu merasa lelah. Namun, sebelum itu ia memaksa ingin bertemu dengan putri yang sudah ia tinggalkan selama satu bulan untuk mengikuti terapi syaraf di rumah sakit Pittsburg, Amerika.

“Sayang, bangun. Ini sudah sore,” kata Alex dengan mendekatkan wajahnya pada wajah sang istri yang terlihat tenang.

Tasya tampak tertidur pulas hingga menampilkan wajah seperti anak kecil yang sedang tidur. Alex tersenyum dan mengecup kening sang istri untuk membangunkan. Namun, tubuh Tasya tak juga bergerak.

“Sayang, ayo bangun! Sudah waktunya makan dan meminum obat,” kata Alex lagi.

Alex adalah pria paling hebat. Walau ia memiliki istri dengan kondisi fisik yang tidak seperti wanita sehat lainnya, tapi ia tidak pernah sekalipun melirik wanita lain. Ia begitu setia berada di samping Tasya.

Alex mengambil tangan Tasya untuk dikecup, tapi tangan itu tiba-tiba merosot dengan sendirinya seperti tidak ada nyawa di sana.

“Tasya, bangun!” Alex mulai panik.

Benar saja, tubuh itu tetap tak bergerak dan mata itu tetap tertutup.

“Tasya, tolong jangan tinggalkan aku dan putri kita! Kami membutuhkanmu.” Sontak Alex memeluk tubuh yang terdiam itu.

“Arrggg …” Alex berteriak kencang, hingga ayah dan ibu Tasya yang berada di ruang keluarga bersama cucu mereka pun berlari ke arah suara itu.

“Ada apa, Lex?” tanya Papa Tasya panik diikuti oleh istrinya di belakang.

Alex memang sudah tidak memiliki orang tua, oleh karena itu ia sudah menganggap orang tua Tasya sebagai orang tuanya.

Ibu Tasya menutup mulutnya. Wajah wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu pun mulai memerah. Begitu pun dengan Ayah Tasya yang perlahan mendekat. Mereka tahu apa yang terjadi dengan putrinya.

“Tasya …” teriak ayah Tasya yang juga menangis di sampingnya.

Ibu Tasya pun ikut menangis di bahu sang suami.

“Innalillahi Wa Inna Ilaihi rojiun,” ujar ayah Tasya sambil mengelus lembut wajah putrinya.

Tasya adalah wanita cantik yang lembut dan baik. Tidak penah terlontar kata kasar atau pun keras dari mulutnya. Tasya juga yang selalu meredam emosi Alex, karena pria itu memang dikenal tempramental.

Alex mengibaratkan dirinya dan Tasya bagai api dan air, Tasya adalah menyejuk dari sikapnya yang berapi-api.

“Akhirnya aku kehilanganmu. Tapi tidak, karena ada Aurel yang mirip denganmu. I love you, Sayang!” kata Alex lirih setelah prsoesi pemakaman itu selesai.

Kini, Alex resmi menjadi seorang duda beranak satu. Dan, setelah kejadian itu Alex menjadi pria yang gila kerja. Sikap tempramennya pun semakin parah karena sudah tidak ada lagi orang yang meredamnya. Namun, bisnis Alex semakin berkembang. Ia pun berencana untuk membuka cabang di Indonesia dan menjadi investor di sana.

****

Tiga tahun kemudian, Alex sudah menetap di Jakarta. Ia menjadi pemimpin dari perusahaan yang baru di mulai setahun lalu. Alex tidak mempercayai orang lain untuk mengembangkan bisnis yang baru saja menetas ini, sehingga ia sendiri yang harus turun tangan. Namun satu kendala, Alex tidak pernah bisa menemukan sekretaris yang pas. Setiap kali ada pelamar yang melamar posisi itu, mereka hanya bertahan satu atau dua bulan saja. Paling lama bertahan tiga bulan. itu karena mereka tidak kuat memiliki bos seperti Alex. Bos Killer. Para karyawan di gedung itu menjuluki Alex dengan julukan itu dan Alex tidak mengetahui sama sekali.

Tapi satu yang bertahan cukup lama sebagai sekretaris Alex, dia Alana. Namun sayang, Alana harus resign karena ia harus mengurus dan membantu pengobatan suaminya yang mengalami kecelakaan tunggal hingga mengakibatkan kelumpuhan pada kedua kakinya.

“Ya … Ya … saya akan tiba di sana pukul satu. Tunggu saya sebentar!” ucap Alex ditelepon sembari berjalan cepat.

Bugh

Tanpa Alex sadari, tubunya terdorong oleh lengan seorang wanita yang membawa banyak tumpukan berkas di dadanya hingga wajah wanita itu pun tak terlihat.

Alex kuwalahan menahan ponsel yang hampir saja terjatuh dari tangannya akibat benturan siku dari wanita itu dengan sikunya yang sedang menempelkan benda pintar itu ke telinga.

“Ups sorry, Sir,” kata wanita itu ketakutan, mengingat yang ia tabrak adalah seorang CEO yang terkenal Killer.

“Ck. Bodoh!” umpat Alex tanpa melihat wanita itu hingga akhirnya ia mendongak.

Deg

Jantungnya terasa berdetak hebat saat bertatapan dengan wanita itu. ia seperti melihat Anastasya yang hidup kembali.

“Maaf, Sir. saya minta maaf.” Berulang kali wanita itu membungkukkan sedikit tubuhnya.

Namun, Alex hanya berdiri menatap wanita itu tanpa kata dan pria di belakang Alex yang merupakan asisten pribadinya itu mengibaskan tangan, meminta wanita itu segera pergi.

“Permisi, Sir. sekali lagi saya minta maaf,” kata wanita itu yang kembali membungkuk tapi tidak dijawab oleh Alex.

“Siapa dia?” tanya Alex sembari menatap sekilas punggung wanita itu yang sudah jauh.

“Bilqis, Sir. Sekretaris Pak Dion bagian operasional, sekaligus orang yang merekomendasikan Alana, sekretaris Sir kemarin.”

Alex mengangguk. “Jadikan dia sekretarisku.”

Mirip mendiang istri

“Minggri-minggir, air panas,” teriak Bilqis dengan membawa setumpuk berkas di dadanya.

Semua orang yang Bilqis lewati pun langsung memberi jalan padanya. Sikap Bilqis memang sedikit bar-bar dan heboh, tapi justru dengan sikapnya yang seperti ini membuat ia banyak teman.

Bilqis langsung meletakkan berkas banyak itu di atas meja kerjanya. “Huft. Berat juga.” Ia menghapus peluh yang sedikit membasahi keningnya.

Ceklek

Pak Dion membuka pintu ruang kerjanya. “Gimana, Qis? Datanya ketemu?”

Bilqis yang mejanya berada [ersis di samping pintu ruangan itu pun menoleh. “Ini baru saya bawa berkasnya dari gudang. Saya pilih dulu ya, Pak.”

“Oke.” Dion mengangguk. “Kau memang sekretaris andalan.”

Pekerjaan Dion sangat terbantu oleh kehadiran sekretarisnya. Bilqis termasuk sekretaris senior di sana. kebetulan ia memang lulus dari akademik sekretaris. Pembukuannya pun rapi dan Bilqis juga termasuk wanita yang cekatan juga pintar.

Tiga tahun, ia menjadi sekretaris Dion. Untung saja Dion bukanlah atasan yang macam-macam. Walau di kantor ini ada juga yang menjadi sekretaris plus-plus, tapi tidak untuk Bilqis. Ia hanya niat bekerja dan mencari uang untuk Ibu dan adiknya yang masih kuliah. Sejak kecil, ia ditinggal oleh sang ayah yang memilih perempuan lain. Pada saat itu sang adik genap berusia dua tahun, sedangkan dirinya enam tahun. Alhasil sang ibu pun harus bekerja keras untuk menafkahi kedua anak yang masih ke kecil. Hal itu membuat Bilqis menjadi anak pertama yang prihatin serta memilki beban di pundaknya. Ia juga menjadi wanita mandiri hingga harus bekerja sambil kuliah demi masa depan seperti saat ini. Ia menerima nasib. Tapi satu yang menimbulkan masalah, kini Bilqis menjadi wanita yang anti pria dan phobia pada pernikahan. Ia tak ingin mengalami hal yang sama seperti ibunya.

****

Sepanjang malam, Alex kembali mengingat seorang wanita yang menabraknya di kantor. Sejauh ini, Alex baru melihat wanita itu. tapi menurut data yang ia minta dari HRD, wanita itu sudah bekerja lama di kantornya. Bahkan wanita itu juga sudah menjadi sekretaris senior di sana.

“Kenapa aku baru melihat dia?” tanya Alex pada dirinya sendiri sembari memegang dagunya di ruang kerja.

“Daddy …” teriak Aurel setelah membuka pintu ruang kerja sang ayah.

“Hai …” Alex langsung tersenyum saat melihat putri yang kini sudah genap lima tahun.

Aurel berlari ke arah sang ayah yang sedang duduk di kursi kerjanya. Alex pun memutar kursi itu ke arah sang putri yag sedang berlari dan membentangkan kedua tangannya.

“Ups.” Alex menangkap tubuh sang putri.

“Aku merindukanmu, Dad.”

“Sama, Daddy juga merindukanmu.”

Aurel duduk di pangkuan sang ayah. Sudah seharian Aurel tidak melihat ayahnya. Sang ayah berangkat lebih pagi dari dirinya, sehingga setelah sang ayah tiba di rumah, ia pun langsung mencari keberadaan itu.

“Bagaimana sekolahmu?” tanya Alex.

“Baik.”

“Apa ada orang yang menindasmu di sana?” tanya Alex lagi.

“Tidak.” Aurel menggeleng. “Justru mereka berebut ingin menjadi temanku.”

“Oh ya?”

Aurel mengangguk. “Itu karena aku baik.”

Aurel tertawa dengan memperlihatkan jejeran gigi susunya yang rapi.

Alex ikut tertawa lebar dan memeluk tubuh mungil itu. “Ya, kamu memang anak baik, karena kamu lahir dari ibu yang baik.”

Sekilas mata Alex memerah mengingat mendiang sang istri. Sungguh, ia merindukan sosok itu. Sosok yang mampu menenangkannya jika ia kesal dan marah-marah karena pekerjaan. Sosok yang membuatnya hilang lelah karena kepenatan dari rutinitasnya sehari-hari.

“Daddy …” panggil Aurel dengan melonggarkan pelukannya pada sang ayah.

Anak kecil itu mengusap pipi sang ayah. “Jangan sedih! Ada aku di sini, Dad," ucapnya lucu.

Aurel memasang wajah menggemaskan membuat Alex tersenyum.

Alex terharu dan memeluk tubuh mungil itu lagi. Ya, untung saja ia memiliki Aurel, reinkarnasi dari Anastasya. Mata Alex terpejam dan kembali mengingat kejadian di kantor siang tadi, karena selain Aurel ternyata ada satu orang yang mirip dengan mendiang sang istri. Bilqis Talitha. Nama itu yang ia temukan dari catatan curiculum vitae yang diberikan bagian HRD.

****

“Qis, ke ruangan saya sekarang!” pinta Dion pada sekeretarisnya.

“Iya, Pak.” Bilqis langsung berdiri dan melangkahkan kaki menuju ruangan yang tidak jauh itu.

Ceklek

Bilqis membuka perlahan pintu ruangan itu dan masuk.

“Duduk, Qis!” Dion mempersilahkan Bilqis untuk duduk di kursi yang ada di depannya.

Bilqis menurut dan mengikuti perintah itu. “Ada apa ya, Pak? Kok sepertinya serius banget.”

“Ya, ini memang serius,” jawab Dion sembari menatap Bilqis. “Kamu jadi sekretaris saya dah berapa tahun ya, Qis?”

“Tiga tahun, Pak.”

“Udah lama juga ya. Ah, sayang banget kita tidak lagi bisa kerja sama. Padahal saya udah cocok banget kerja bareng kamu. Kamu bisa diandalkan, pintar, dan cekatan.”

Bilqis langsung duduk tegang. “Saya tidak diberhentikan kan, Pak?” tanyanya polos membuat Dion tertawa.

“Hahahaha … kamu ada-ada aja. Siapa yang berhentiin karyawan bagus seperti kamu. Yang ada kamu tuh bakal naik jabatan.”

“Naik jabatan?” tanya Bilqis bingung.

“Ya, kamu diminta CEO buat jadi sekretarisnya,” jawab Dion.

“What?” Bilqis terkejut. “Jangan becanda ya, Pak! Ga lucu banget deh.”

Dion pun tertawa. “Loh, saya ga becanda. Kemarin HRD minta seperti itu. Sir Alex tidak ingin orang baru untuk sekretaris yang menggantikan Alana. Dia ingin sekretaris senior yang ada saja dan dia menunjuk kamu.”

“Ngga … Ngga …” Bilqis langsung menggoyangkan kesepuluh jarinya di depan Dion. “Saya belum se kompeten itu untuk mendampingi CEO, Pak.”

Dion menatap Bilqis. “Tapi menurut saya, kamu kompeten kok.”

Bilqis merasa minder di depan Alex, bukan karena dirinya yang merasa tidak mampu bekerja serta menjadi sekretaris yang baik untuk pria itu, hanya saja ia khawatir tidak mampu berhadapan dengan pria tampan seperti Alex, ditambah status dudanya yang menggoda serta tubuhnya yang atletis. Bisa-bisa Bilqis tidak pernah bisa fokus bekerja.

Bilqis membayangkan wajah Alex dan gayanya saat berjalan. Walau ia dan Alex tidak pernah bertatapan langsung, tapi Bilqis sering melihat pria itu dari balik dinding. Diam-diam Bilqis selalu mencuri pandang pada CEO tampan yang berstatus duda beranak satu itu. Entah mengapa jantung Bilqis berdetak kencang saat melihat wajah tampan itu. Bilqis teringat dengan aktor drama china yang ia sukai dan itu mirip dengan Alex.

“Hei, kenapa bengong?” tanya Dion pada Bilqis yang senyum sendiri. “Qis, Bilqis!” Dion melambaikan tangannya di depan wanita itu.

“Ah, iya pak.” Bilqis tersentak dan sadar.

“Yah, kamu di ajak ngobrol malah bengong. Senyum-senyum sendiri lagi.”

Bilqis pun nyengir. “Hehehe … maaf, Pak.”

Dion menggelengkan kepalanya. “Dasar kamu, Qis.”

Wajah sama tapi gaya berbeda

Bilqis mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja sembari satu tangannya lagi menyangga dagunya. Ia memikirkan perkataan Dion tentang dirinya yang akan dipindahkan. Bukan dipindahkan ke posisi rendah tapi justru ia dipindakan ke posisi atas atau naik jabatan menjadi sekretaris CEO.

“Qis,” panggil Tina, rekan sejawat yang menjadi sekretaris Jhon, manajer marketing sekaligus teman baik Alex.

Tapi Tina bukan hanya sekedar sekretaris biasa, melainkan teman ranjang si bos yang memang memiliki hasrat seksual tinggi, mengingat Jhon adalah warga negara asing yang kebetulan teman kuliah Alex.

Alex mempercayakan design marketing pada Jhon karena pria itu memiliki imajinasi yang tinggi. Setiap karya yang dihasilkan mampu menarik minat klien sehingga banyak tender besar mereka dapatkan.

“Qis, katanya kamu naik jabatan ya?” tanya Tina yang sudah berdiri di samping kursi kerja Bilqis.

Bilqis mengangguk.

“Jadi sekretarisnya CEO?” tanya Tina lagi.

Bilqis kembali hanya menganggukkan kepala tanpa ekspresi bahagia.

Pada dasarnya Tina adalah gadis yang baik. hanya saja ia mudah luluh oleh godaan Jhon. Ia terlalu bodoh hingga mau menyerahkan kehormatannya pada pria bule itu. Pria bule yang mungkin hanya suka mempermainkan tubuh itu saja.

“Kok kamu keliatan ga seneng sih?” Tina kembali bertanya.

“Gimana mau seneng? Kamu tahu kan CEO kita kaya apa? Dia terkenal killer,” jawab Bilqis horor.

Tina langsung tertawa. “Tenang, dulu juga Jhon seperti itu. mereka sebelas dua belas. Kamu pasti bisa menaklukkan dia.”

Tina sudah terbiasa memanggil bosnya dengan hanya nama tanpa embel-embel pak di depannya.

Bilqis melirik Tina dan memutar bola matanya mala. “Tapi aku ga seperti kamu ya.”

Tina tertawa. “Habis enak sih.”

Wanita itu pun meluyur pergi.

“Dasar gila! Stres lu, Tin.” Bilqis mengumpat yang hanya dijawab dengan tawa dari Tina.

“Huft … temen gue yang bener emang cuma Alana doang. Tapi sayang dia udah resign,” gumam Bilqis.

“Qis,” panggil Dion dari balik pintu ruangannya.

“Ya, Pak.” Bilqis langsung menoleh ke sumber suara itu.

“Sir Alex memanggilmu. Dia memintamu untuk ke ruangannya.”

Bilqis langsug mengernyitkan dahi. “Sekarang, Pak?”

“Ngga, tahun depan,” jawab Dion.

“Ih, bapak. Saya serius,” sahut Bilqis cemberut.

“Saya juga serius. Pake tanya lagi, ya sekarang lah.”

“Iya, Pak.” Bilqis langsung berdiri dan segera melangkahkan kaki menuju lift.

Jantungnya dag dig dug karena ini adalah kali pertama ia bertatap muka langsung dengan duda tampan itu.

“Relaks, Qis. Tenang!” Sepanjang jalan menuju ruangan Alex, Bilqis terus mengurut dadanya dan berusaha menetralkan jantungnya yang terpacu cepat, hingga ia tiba di depan pintu ruangan CEO.

Bilqis menarik nafasnya. Ia kembali menetralkan jantungnya. Cukup lama Bilqis berdiri di depan pintu itu hingga saat ia memegang handle pintu, pintu itu pun terbuka.

Dug

Kepala Bilqis menyundul dada bidang pemilik ruangan itu.

“Ups, maaf Sir.” Bilqis tersenyum getir sembari mendongakkan kepalanya.

Alex pun hanya berdiri tegap dan tak menjawab. Lalu, pria itu kembali masuk dan berjalan menuju kursi kebesarannya itu. Bilqis pun mengikuti langkah itu dan ikut masuk ke dalam ruangan, tapi saat menuju kursi yang ada di depan meja si Bos, Bilqis malah tersandung.

“Aww …” pekiknya yang hampir saja tersungkur ke lantai.

Alex yang hendak duduk di kursinya pun, hendak menghampiri Bilqis untuk menahan tubuh Bilqis agar tidak tersungkur ke lantai, tapi akhirnya Bilqis dapat menyeimbangkan tubuhnya sehingga Alex pun tidak menghampiri wanita itu.

“Ah, kau ceroboh sekali,” ujar Alex menggelengkan kepala dengan wajah datarnya.

“Maaf, Sir.” Bilqis tersenyum malu. Sungguh kesan pertama yang buruk. Bilqis pun merutuki itu.

Alex duduk di kursinya. “Ada apa ke ruanganku?”

“Hah! Ada apa?”

“Hei, aku bertanya padamu kenapa kamu bertanya lagi?” tanya Alex kesal.

“Hmm … tadi Pak Dion nyuruh saya ke ruangan Bapak. Memang ada apa?”

“Ah, ya. Saya lupa. Saya mau bilang kalau kamu yang akan menggantikan posisi sahabatmu. Bukankah dia rekomendasimu?”

Bilqis mengangguk. “Kalau begitu kamu harus bertanggung jawab menggantikan posisinya.”

“Tapi bukankah masih banyak sekretaris senior yang lebih kompeten dibanding saya, Sir?” tanya Bilqis polos.

“Jadi kau tidak mau?” Alex balik bertanya dengan tatapan mengintimidasi.

Bilqis langsung menggeleng, membuat Alex membulatkan matanya. Tapi seketika kepala Bilqis berubah menjadi mengangguk. “Mau, Sir. Mau.”

“Tenang saja gajimu akan dinaikkan seiring posisimu yang naik,” kata Alex lagi dengan melipat kakinya.

Bilqis mengangguk patuh dan menatap si Bos yang sedang menatapnya. “Oke dua hari lagi kamu pindah ke lantai ini.”

“Apa dua hari lagi?” tanya Bilqis.

Alex mengangguk. “Ya, rapihkan pekerjaanmu dengan Dion dan langsung berbenah ke sini.”

“Satu minggu, Sir. kasih saya waktu satu minggu untuk berbenah,” kata Bilqis nego.

Alex diam.

“Kalau begitu tiga hari,” kata Bilqis lagi dengan menaikkan tiga jarinya ke atas, tapi Alex tetap diam dan hanya menatapnya.

“Baiklah, dua hari,” kata Bilqis lemas dan sedikit menunduk.

Selain kakinya dilipat, keduatangan Alex pun dilipat di dada. “Ada lagi?” tanyanya.

Bilqis menggeleng. “kalau begitu keluar dari ruanganku dan kembali bekerja.”

“Ish dasar bos killer,” umpat Bilqis dalam hati sembari berdiri. “Baik Sir, saya permisi.”

Alex hanya menganggukkan kepala tanpa melihat ke arah Bilqis. Namun, setelah membalikkan tubuh untuk mendekati pintu dan meninggalkan ruangan ini justru Alex melihat ke arah punggung itu. tapi ia kembali meluruskan pandangannya saat Bilqis membalikan tubuh untuk menutup pintu. Bilqis melihat wajah arogan itu sedang tidak melihatnya padahal ia hendak berpamitan sekali lagi.

Sepanjang jalan, Bilqis mengumpat. Ia tidak bisa membayangkan memiliki bos seperti Alex. Ia memang senang gajinya akan naik, tapi sepertinya adrenalinnya pun harus naik. Ia harus mempersiapkan mental untuk melalui hari-harinya sebagai sekretaris dari bos killer itu.

Di ruangan, Alex tersenyum mengingat tingkah polah Bilqis tadi. Walau wajahnya mirip dengan mendiang sang istri tapi kepribadiannya sangat berbeda. Anastasya elegan, lembut, dan tidak ceroboh. Tapi Bilqis sepertinya berbanding terbalik. Setiap kali bertemu dengan wanita yang mirip mendiang sang istri, ada saja kelakuan minus yang terjadi pada wanita itu. namun, hal itu membuatnya tersenyum.

“Bilqis Talitha,” gumam Alex menyebut nama wanita yang baru saja keluar dari ruangannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!