"Pagi ma," sapa Alea pada mamanya yang tengah menyiapkan sarapan untuknya.
"Pagi sayang, sarapan dulu ya? kamu tuh susah banget kalo disuruh sarapan." bujuk Denada.
"Kalo mama yang nyiapin, Alea mau." Ujar Alea lalu meneguk susu coklatnya.
Saat sedang sarapan, terdengar dari luar seseorang memencet bel, Bi Ida membukakan pintu dan seseorangpun dipersilahkan masuk ke ruang makan.
"Hei, baru dateng? kebetulan Alea belum berangkat, sini duduk." titah Denada.
Sambil menyantap nasi gorengnya, Alea menatap dua insan didepannya bergantian.
"Siapa ma?" tanya Alea tanpa basa basi.
"Kenalin, dia Om Rio, teman mama." ujar Denada, menatapnya tersenyum, begitu juga Rio.
"Rio," Rio mengulurkan tangannya dan disambut oleh Alea.
"Alea om." ucapnya datar.
"Ma, Alea berangkat ya, Kiara udah jemput. Bye ma, Om" pamit Alea ke mamanya, dan tersenyum kaku pada Om Rio.
Alea meninggalkan mama dan om Rio, karena temannya sudah menjemputnya.
Kiara Ayuningtyas, yang akrab disapa Kiara, dia teman, sekaligus sahabatnya yang paling dekat. Kiara adalah cewek cantik, manis, imut, tapi dia lugu, dimata Alea. Sama seperti Alea, Kiara menyukai K-Drama dan K-Pop. Kiara selalu ada saat Alea membutuhkannya. Sampai-sampai setiap berangkat sekolah, Kiara meminta supirnya menjemput Alea.
"Tepat waktu lo Ki." Ujar Alea saat Alea duduk disamping Kiara.
"Kenapa? Ada masalah?"
"Mama ngenalin temennya ke gue." ujar Alea lesu.
"Lah terus kenapa? Masalahnya dimana?" Kiara masih bingung.
"Masalahnya adalah, sorotan mata mereka, kek aneh gitu, kek gimana ya? kek ABG gitu, lo pasti tau lah." Ujar Alea frustasi.
"Jatuh cinta maksud lo?" tebak Kiara.
"Seratus buat lo." Alea bersedekap.
"Ya terus gimana? Dia baik? Tajir? Ganteng? atau?"
"Bukan itu masalahnya Ki, gue belom siap aja punya papa baru." ujar Alea.
"Aduh Al, biarin aja kenapa sih? Lo mau? Nyokap lo jadi janda terus gara-gara lo belum siap punya bokap lagi? Nyokap lo butuh pendamping Al." bujuk Kiara.
"Tapi,-" ucapan Alea terpotong.
"Semua akan baik-baik aja Al. Percaya sama gue."
Papa Alea meninggal akibat kecelakaan lima tahun yang lalu, yang membuat Denada kerja banting tulang untuk Alea, hingga Alea bisa sekolah dimanapun dia mau.
Alea terdiam entah merenungi atau apa. Hingga mobil yang mereka tumpangi sampai di sekolah. Merekapun turun.
"Kiara, lo baru sampe? Bobby nyariin tuh." tegur Risma, teman sekelas mereka.
"Aduh masih pagi Ki, ya udah sono temuin bebeb, gue ke kelas duluan ya." Alea melambaikan tangannya dan masuk ke kelas.
Beberapa menit kemudian bel pun berbunyi.
"Hayoh loh, ngapain aja pagi-pagi ketemu bebeb?" sergah Alea saat Kiara duduk di bangkunya.
"Cuma dikasih ini koq." Kiara menunjukkan coklat pada Alea.
Alea hanya berooh dan membuka bukunya, mereka memulai pelajaran pertamanya. Beberapa jam berlalu begitu lambat bagi Alea, mungkin karena hari ini dia ngga mood sekolah.
"Kak Naya." tegur Alea saat melihat Naya.
Kanaya Dinda Pangesti, dia anak kelas XII, kakak kelas Alea. Alea sangat dekat dengan kakak kelasnya yang satu ini. Mereka dekat karena dulu saat MOS Alea sering meminta bantuan pada Naya, dan ada satu hal lagi yang membuat mereka dekat.
"Dek? Kenapa? Kamu sakit?" Tanya Naya saat melihat Alea yang lesu.
"Pengen curhat." adu Alea.
"Ya udah, gimana kalo kita mampir ke cafe favorit kita." Ajak Naya.
Dengan semangat Aleapun mengangguk. Mereka menuju sebuah cafe sederhana yang tak jauh dari sekolahnya.
"Mbak, aku mau pesen vanilla late, kamu apa dek?" tanya Naya.
"Samain aja deh kak." ujar Alea.
"Ada lagi mbak?" tanya waiters.
"Udah itu aja mbak." ujar Naya tersenyum.
"Oke ditunggu ya mbak." waiters itupun berlalu dari mereka. Setelah waiters itu pergi, Alea menceritakan semuanya pada Naya.
"Kalo menurut aku si, mending kamu biarin mama kamu nentuin pasangannya, ya aku tau kamu pasti takut kan kalo mama kamu ngga sayang lagi sama kamu dan papa tiri kamu bakalan pilih kasih. Tapi kan ngga semua orang tua tiri itu jahat dek."Bujuk Naya.
"Aku juga kalo papa mau nikah lagi nggapapa koq, aku kasian liat papa kesepian." Lanjutnya.
"Kak Naya cuma sama papa?" Alea penasaran.
"Yah, papa single parent, cuma bedanya papa sama mama cerai gara-gara papa bangkrut. Mama nikah lagi dan sekarang tinggal di luar negeri sama suaminya, entah masih inget aku apa engga." Naya larut dalam masa itu lagi, matanya berkaca-kaca membuat Alea merasa bersalah.
"Kak, maafin aku ya, gara-gara aku,-" ucapan Alea terpotong.
"Ssssttt, bukan salah kamu koq dek, justru aku lega udah ceritain ini sama kamu. Lagian sepuluh tahun bukan waktu yang singkat untuk aku move on dari semuanya, dan memulai lembaran baru sama papa." ia tersenyum.
"Setahun setelah mama ninggalin aku, aku denger papa bicara lewat telefon kalo mama nikah lagi. Padahal perusahaan papa telah bangkit lagi. Dan berjanji akan bawa mama pulang. Tapi semuanya terlambat." Lanjutnya, Naya tersenyum getir merutuki nasibnya.
Hari semakin sore mereka memutuskan untuk pulang.
"Ngomong-ngomong kak, kakak udah kontrol?" Tanya Alea.
Naya divonis kanker otak S.4 dan harus kontrol selama dua minggu sekali. Pernah beberapa kali Naya pingsan saat jalan sama Alea, itu yang membuat Alea dekat dengan Naya, Alea takut terjadi sesuatu pada Naya. Makanya Alea selalu menemani Naya.
"Ini mau kesana, kamu pulang duluan aja." Ujar Naya.
"Aku anterin ya?" tawar Alea, namun Naya menggeleng.
"Ngga usah, aku bisa sendiri koq, lagian kan ada Dr.Arvan." Ujar Naya tersenyum.
"Cie yang kesengsem sama Dr.Arvan." ledek Alea.
Arvian Vidiano seorang dokter muda, tampan,yang mampu memikat perhatian para pasiennya termasuk Naya, dia adalah dokternya Naya. Alea pernah beberapa kali melihatnya saat mengantar Naya waktu Naya pingsan dulu.
Akhirnya Alea mengiyakan Naya pergi sendiri. Naya menuju rumah sakit dan menemui dokternya.
"Cukup baik Naya, vitaminnya jangan lupa diminum, banyak istirahat dan banyak minum air putih." ujar Dr.Arvan.
Kata-kata yang Dr.Arvan katakan sudah seperti obat baginya yang selalu dia dengar setelah melakukan kontrol.
"Siap pak dokter." ujar Naya mengangkat kedua jempolnya. Dr.Arvianpun tersenyum menanggapi Naya.
"Yuk pulang, aku anter." Ajak Dr.Arvian.
"Loh, kamu kan lagi kerja Van, aku bisa pulang sendiri koq." tolak Naya.
Kedekatan dokter dan pasien ini membuat keduanya terasa seperti teman.
"Udah selesai koq, ini aku mau pulang."
Setelah membereskan barang-barangnya mereka menuju parkiran. Dr.Arvian mengantar Naya ke rumahnya.
"Makasih ya Van, jadi ngerepotin." ujar Naya.
"Sama-sama, engga koq Nay, aku pulang dulu ya." mereka saling melambai.
***
Apa karena kisah silam itu, Kak Naya terkena Kanker? pikir Alea, saat memasuki kamarnya.
Alea merebahkan tubuhnya, lalu memejamkan matanya, hari ini sangat lelah. Hanya butuh beberapa menit Alea telah pulas tertidur masih dengan seragamnya.
"Alea bangun sayang." ujar mamanya menepuk pipi Alea. Sekarang sudah menunjukkan pukul 20.00.
"Eungh apa sih ma?" lenguh Alea masih memejamkan matanya.
"Udah jam berapa ini kan kamu udah janji mau nemenin mama ketemu klien." Ujar Denada.
"Aaah, tapi Alea masih ngantuk ma," Alea menarik selimutnya namun dicegah oleh Denada.
"Bangun sekarang atau mama bawain air buat nyiram kamu." ancam mamanya. Akhirnya Aleapun bangun.
"Iiissshh iya iya iya !" dengan langkah gontai Aleapun masuk kamar mandi. Selang tigapuluh menit mereka sampai di restauran.
"Bentar ma" cegah Alea.
"Kenapa sayang?" tanya Denada bingung.
"Mama duluan aja, ntar Alea nyusul." ucap Alea lalu pergi dari hadapan mamanya. Dan menghampiri seseorang yang ia kenal.
"Hai." Tegur Alea.
"A,- Alea." ucap Bobby terkejut.
Itu Bobby, pacarnya Kiara. Bobby terkenal sebagai cowok playboy di kelasnya. Entah karena apa, Kiara mau pacaran sama si cowok playboy satu ini.
Alea mengangkat sebelah alisnya dan menyunggingkan sebelah senyumnya.
"Lo,- lo ngapain disini?" tanya Bobby salah tingkah.
"Gue? Ngapain disini? Justru gue yang harusnya tanya sama lo, ngapain lo berduaan sama nih cewek? pake pegangan tangan segala." desak Alea.
"Eum, dia,- kenalin dia Della, sepupu gue." ujar Bobby.
Cewek yang disebelah Bobby tampak mengangkat alisnya tak suka. Lalu Bobby mengedipkan matanya sehingga Della mengulurkan tangannya.
"Della." ujarnya. Memaksakan senyum
"Alea." Alea menjabat tangan Della, raut wajahnya datar. Cuma lima detik mereka berjabat tangan.
"Saudara? Koq mesra banget sih?" Cibir Alea.
"Cuma perasaan lo aja kali Al, gue,- gue anter Della pulang dulu ya. Bye Al." Bobby dan Della meninggalkan Alea disana sendirian.
aneh .. hanya kata itu yang ada dipikiran Alea sekarang.
"Alea?" Alea menoleh saat seseorang menegurnya. Kedua sudut bibirnya terangkat.
"Kak Naya." Alea memeluk Naya sejenak.
"Kamu ngapain disitu?" Tanya Naya.
"Ah ngga, itu tadi abis negur temen, Kak Naya sendiri ngapain?" tanya Alea balik, ia terkejut melihat seseorang dibelakang Naya.
"Om Rio?"
"Loh kamu kenal sama papa aku?" tanya Naya yang membuat Alea terkejut.
"Papa?" ulang Alea.
"iya, om ini papanya Naya. Kalian saling kenal?" ujar Om Rio.
"Ini loh pa, Alea yang suka Naya ceritain." ujar Naya lalu tersenyum.
"Oo, jadi Alea yang selalu main sama Naya?"
"Iya om," Aleapun mencoba tersenyum.
Mereka menghampiri Denada yang sedang duduk. "Aduh maaf ya lama, tadi macet dijalan." ujar Rio saat menemui Denada.
"Iya nggapapa, aku juga belum lama koq, loh, Al, koq bisa bareng sama Om Rio." tanya Denada pada Alea, lalu Alea duduk disamping Denada.
"Itu tadi ngga sengaja ketemu Alea di depan tan." ujar Naya pada Denada.
"Kalian saling kenal?" tanya Denada menoleh pada Alea dan Naya bergantian.
"Alea ini adik kelas aku tante." jawab Naya, saat Alea diam saja.
"Syukurlah kalo kalian saling kenal. Akrab lagi." Denada tersenyum lalu memandang Rio, Alea dan Naya bergantian.
Setelah berbincang-bincang, merekapun makan malam bersama. Alea tak berniat memakan makanan yang ada didepannya, ia cuma mengaduk-aduk makanannya.
Naya menatap Alea merasa bersalah, Rio mengatakan bahwa Rio akan memperkenalkannya dengan calon mama barunya, Naya tak masalah dengan itu, yang jadi masalahnya sekarang, wanita itu adalah mamanya Alea, sedangkan Alea sendiri ngga mau, kalo mamanya menikah lagi.
"Al, koq ngga dimakan makanannya? Kamu sakit?" tanya Denada khawatir. Hendak memegang kening Alea namun Alea berdiri.
"Ma, aku mau ke toilet." Tanpa menunggu persetujuan mamanya, Alea meninggalkan mereka dan membawa tasnya. Naya yakin, Alea ngga bakal balik lagi.
"Pa, Naya juga mau ke toilet ya? Tan? permisi" Pamit Naya pada Rio dan Denada.
Benar saja, Naya melihat Alea berjalan melewati toilet, lalu menuju ke arah pintu keluar. Naya mengikuti Alea hingga Alea masuk ke dalam taxi.
Naya berpamitan pada papanya lewat telefon. Bahwa ia tak enak badan dan akan langsung pulang. Dan memberitahu bahwa Alea juga sudah pulang. Rio mengerti dengan keadaan ini.
Sampai dirumahnya, Alea menjatuhkan tubuhnya dikasur. Nangis bukan jalan terbaiknya, dia tak se melo itu. Alea memejamkan matanya. Menghilangkan rasa kesalnya.
"Al, kamu pulang koq ngga ngomong sama mama." ujar Denada lirih, saat ia menemukan putrinya telah sampai di rumah.
Alea menoleh ke sumber suara. Lalu berdiri.
"Jadi, yang mama maksud ketemu klien itu Om Rio?" Alea tak menghiraukan pertanyaan mamanya tadi.
"Iya sayang." Denada tersenyum meski orang yang ia ajak bicara tak tersenyum sama sekali.
"Maksud mama apa tadi, bilang syukur kalo Alea sama Kak Naya udah saling kenal?"
"Mama sama Om Rio bermaksud menikah dalam waktu dekat sayang." Ujar mamanya lirih menyentuh kedua pundak Alea, namun Alea menepisnya dan mundur satu langkah.
"Apa? Dalam waktu dekat? Mama udah ngerencanain ini semua dan baru ngasih tau Alea?" Alea menahan emosinya. Menatap mamanya datar.
"Mama cuma takut kalo kamu ngga bakal setuju makanya,-" Ucapan Denada terpotong.
"Apa dengan mama ngasih tau Alea mendadak, Alea bakal setuju? Engga ma, Alea ngga setuju. Alea menuju kamar mandinya mencoba menghindar dari mamanya.
Denada mengetuk kamar mandi Alea, namun Alea tak bergeming. Akhirnya Denadapun keluar dari kamar Alea. Saat dirasa tak ada suara mamanya, Alea keluar dari kamar mandi.
Denada kembali lagi ke kamar Alea, untuk memastikan bahwa Alea telah keluar dari kamar mandi. Namun kamarnya kosong, kamar mandipun telah terbuka. Denada turun dan di cegat oleh pembantunya.
"Maaf bu, " ujar Bi Ida menunduk.
"Kenapa bi?" Denadapun menoleh ke arah Bi Ida.
"Non Alea tadi pergi naik ojek online dan,-" ucapannya menggantung.
"Dan kenapa bi?" Denada tampak khawatir.
"Non Alea bawa tas, mungkin berisi baju karena bibi liat tasnya mengembung."
"Ya ampun Alea. Apa dia bilang sesuatu bi?" Tanya Denada.
"Non Alea cuma bilang, kalo ibu ngga usah nyariin Alea. gitu bu."
Denada semakin frustasi, dia mencoba menelfon Alea namun tak diangkat satupun.
Sementara itu Alea sedang berada di taman dekat sekolahnya. "Gue kenapa si? Kenapa coba gue kabur dari rumah. Kenapa juga gue kesini? Aarrrggghh..." Alea frustasi, tinggal sepuluh persen lagi ponselnya akan mati.
"Lo kabur dari rumah?" Suara itu mengagetkannya, Alea tersentak, setau dia, hanya ada Alea disini. Aleapun menoleh, menyipitkan matanya dan mendapati seseorang berdiri disebelahnya.
"Lo siapa?" Tanya Alea lalu mendekap tasnya. Orang itu hanya terkekeh, bukan menjawab cowok itu malah duduk disebelah Alea. Alea menggeser tubuhnya.
"Ck, gue bukan setan, ngga usah takut kali." decak cowok itu, lalu terkekeh geli.
"Abisnya lo tiba-tiba muncul." Alea masih dengan pendiriannya.
"Gue Revan." cowok itu mengulurkan tangannya. Dengan ragu, Alea menyambut tangan cowok itu yang ternyata bernama Revan.
"Alea." sambutnya singkat.
"Jadi, bener lo kabur dari rumah?" Tanya Revan sekali lagi.
"Sok tau lo! Si,- siapa yang kabur." Alea memalingkan mukanya.
"Terus? Diusir? Koq bawa tas penuh gitu." desak Revan
"Bukan urusan lo." Alea berdiri.
"Kalo mau curhat, curhat aja sama gue, siapa tau gue bisa bantu." Tawar Revan, Alea menoleh.
"Ngga perlu. Makasih!" Alea berjalan menjauh. Revan hanya menggeleng.
"Ck, Dasar sombong."
Alea terus berjalan menuju halte, ia merasa ada seseorang membuntutinya. Beruntung sebuah taxi lewat. Bodoamat dia mau kemana yang penting sekarang dia ngga dibuntutin lagi.
Taxi itu berhenti disebuah rumah. Tetapi bukan rumahnya, ia menelfon seseorang.
"Gue udah di depan." ujarnya, telfon itupun mati.
Tak sengaja ekor matanya menangkap seseorang yang duduk diatas motornya, lumayan jauh dari tempat Alea berdiri.
dia ngikutin gue sampe sini? batin Alea.
"Woy!" tegur Kiara.
"Eh Ki, ngagetin gue aja deh." ujar Alea tersentak.
Satu-satunya yang ada dipikirannya adalah Kiara, jadi Alea memutuskan untuk ke rumah Kiara.
"Ngapain ngelamun? bukannya masuk juga, yuk." ajak Kiara.
Mereka sampai dikamar Kiara. Alea duduk di depan TV yang menyala. Ada beberapa camilan disana.
"Rumah lo sepi Ki? nyokap sama bokap lo belum pulang?" Tanya Alea sambil memakan camilan ditangannya.
"Mungkin dua tiga hari lagi mereka pulang." ujar Kiara enteng. Kiara terbiasa dirumah sendirian bersama pembantunya. Sama seperti Alea.
"Lo kenapa?" Tanya Kiara.
Aleapun menceritakan kejadian direstauran hingga ia terdampar di rumah Kiara sekarang.
"Kak Naya yang cantik itu? Yang deket sama lo kan?" Alea mengangguk.
"Terus kenapa? Bagus donk, jadi lo tau anaknya Om Rio itu baik, Ngga perlu ada yang lo takutin." Kiara mencoba menenangkan Alea.
"Gue cuma kecewa sama mama, kenapa ngasih tau gue mendadak." ujar Alea frustasi.
"Yaudah lo nenangin diri lo aja dulu, kalo emang lo udah baikan, lo pulang." ujar Kiara tersenyum. Alea menatapnya datar.
"Lo ngusir gue." ujar Alea menyipitkan matanya pada Kiara.
"Engga engga bukan gitu, aduh gimana si jelasinnya ke lo?" Kiara gelagapan sendiri.
"Iya iya gue ngerti koq, makasih udah ngijinin gue nginep disini." Alea terkekeh.
"Iya sama-sama, lo kan sahabat gue, jadi kapanpun lo butuh gue, gue akan selalu ada buat lo." ujar Kiara tulus.
"Aaa, love you so much." ujar Alea lalu memeluk Kiara.
Mereka tertawa bersama, memang ngga salah Alea pergi kesini, kesedihannya langsung hilang. Aleapun berpamit ke kamar mandi.
Dering ponsel Kiara membuat Kiara terlonjak kaget sendiri. Tak mau lama-lama mendengar dering itu, Kiarapun mengangkatnya.
"Hallo? Iya tan? Iya, Alea disini, tenang aman koq sama Kiara, hehe.. iya tante ngga usah khawatir, Alea bakal baik-baik disini, iya bye tante." Kiara menutup telefonnya.
Malam semakin larut, Kiara dan Aleapun tertidur, takut akan telat bangun besok pagi.
"Al, lo masih betah bolos sekolah? Dua hari loh lo bolos sekolah." ujar Kiara saat sedang bercermin memandang Alea yang masih berbaring diranjangnya.
"Gue belum siap ketemu Kak Naya." ucap Alea masih menatap layar ponselnya.
"Ohya ngomong-ngomong soal Kak Naya, kemaren dia nyamperin gue, nanyain lo." ujar Kiara lalu menghentikan kegiatan dandannya.
"Ohya?" tanya Alea lalu meletakkan ponselnya dan berjalan ke arah Kiara.
"Dia nanyain apa?" belum sempat Kiara menjawab, ponsel Kiara berbunyi nyaring. Alea berdecak.
"Noh pangerannya udah nelfon, paling udah dibawah tuh." cibir Alea lalu bersedekap.
Semenjak Alea tidak masuk sekolah, Bobby dengan setia menjemput Kiara. Yang membuat Alea dongkol. Bukan karena ia cemburu namun Alea tak mau jika sahabatnya jatuh sama orang yang salah.
Kiara mengangkat telfonnya dan beberapa menit kemudian dia mengambil tasnya disebelah Alea. Alea mencegah Kiara.
"Lo seneng banget sih dijemput sama si Bobby." ujar Alea kemudian.
"Ya gimana ngga seneng coba Al, kan dijemput pacar." ujar Kiara dengan polosnya.
Alea menepuk jidatnya sendiri. Pertanyaan macam apa barusan? Aleapun menghela nafas.
"Kenapa sih Al?" tanya Kiara bingung. Alea melepaskan genggamannya dari lengan Kiara.
"Nggapapa, udah sana berangkat, ntar lo telat." usir Alea.
"Aneh" ujar Kiara sebelum pergi. Alea mendengarnya namun ia terkekeh sendiri. Bukan gue yang aneh tapi lo Ki. batin Alea. Alea menggeleng.
Menghela nafas berat Alea menuju kamar mandi. Hati dan pikirannya sedang tidak bersahabat sekarang. Hanya membutuhkan waktu limabelas menit Alea telah siap untuk ke sekolah.
"Loh Non Alea mau kemana?" tegur pembantu dirumah Kiara. Aleapun tersenyum.
"Bibi, kan aku pake seragam, ya mau sekolah donk. Udah ya bi, aku berangkat dulu bye bi." pamit Alea pada Bi Leha tersenyum manis .
Alea melenggang keluar dan mendapati supir Kiara standby didepan.
"Mari saya antar non." pinta Pak Budi, supir Kiara.
Alea mengerutkan keningnya. Mengerti jika Alea bingung Pak Budi melanjutkan.
"Non Kiara pesan sama saya, kalo Non Alea mau pergi saya harus mengantar Non Alea." ujar Pak Budi.
Alea memutar bola matanya. Alea tersenyum pada Pak Budi.
"Udah ngga usah Pak,biar aku berangkat sendiri ojeknya udah didepan koq." tolak Alea.
"Tapi,-" belum sempat Pak Budi protes, Alea mengangkat tangannya, sehingga beliau terdiam.
"Gini, kan ini udah siang juga Pak, kalo kita naik mobil terus macet gimana? Lagian aku itu bukan majikan Pak Budi. Mending Pak Budi istirahat aja, mumpung Kiaranya belum pulang, ntar kalo Kiara udah pulang baru deh Pak Budi kerja lagi. Bye Pak Budi." Alea menepuk pundak Pak Budi dan melambaikan tangannya sebelum ia hilang dibalik gerbang rumah Kiara.
***
"Loh Al, lo berangkat?" Tanya Kiara saat Alea duduk disebelahnya.
"Lah kan tadi lo yang bilang sama gue ngga bosen apa bolos terus, gitu kan. Dan gue bosen dirumah lo yang segede itu sendirian." ujar Alea jengah. Kiara memanyunkan bibirnya.
Bohong, sebenarnya ia ingin bertemu dengan Naya, sudah cukup dua hari Alea menghindar dari Naya. Ia tak tega menjauhi Naya yang telah ia anggap sebagai kakaknya sendiri, dan bahkan sebentar lagi memang Naya akan menjadi kakaknya.
"Engga deng becanda Ki, ohya nanti gue mau balik ke rumah. Gue ngerasa bersalah udah kabur gini." sesal Alea.
"Soal Om Rio, gue keknya bakal nyetujuin mereka." lanjut Alea.
"Serius?" tanya Kiara senang mendengar keputusan Alea, Aleapun mengangguk. Namun memaksakan senyumnya ke Kiara.
"Gue yakin akan baik baik aja Al. Lo ngga perlu khawatirin ini semua. Nyokap lo sayang banget sama lo. Good luck Alea." seru Kiara mengangkat tangannya memberi Alea semangat.
"Tapi maaf gue ngga bisa bantu apa apa buat lo." Kiara menggembungkan kedua pipinya. Alea dengan gemas mencubit pipi Kiara. Kiarapun mengelus kedua pipinya.
"Ya ampun Ki, lo ijinin gue nginep dirumah lo aja gue udah makasih banget." ucap Alea tulus, Alea menggenggam tangan Kiara.
"Iya sama-sama lo kan sahabat gue."
***
Hari ini kantin cukup ramai, untung masih ada meja yang kosong. Alea dan Kiara hendak menuju ke meja itu, namun Kiara ingin buang air kecil. Aleapun berjalan sendiri.
"Dek." Alea menoleh mendapati Naya dibelakangnya.
"Kak Naya?" tegur Alea.
"Kamu marah ya sama aku?" tanya Naya dengan nada lirih.
"Apaan sih Kak? Yuk duduk dulu, itu ada meja kosong." Alea mengajak Naya menuju meja di pojok kantin.
"Kak Naya mau pesen apa? Biar aku pesenin." Alea hendak meninggalkan Naya, namun naya mencekal tangannya.
"Ngga usah dek, aku ngga laper." Merekapun duduk dan terdiam cukup lama. Alea benci suasana canggung. Dan sepertinya Naya juga seperti itu.
"Dek, kalo kamu ngga setuju mama kamu sama papaku nikah lagi, nggapapa koq, biar aku yang bujuk papa." Naya menunduk.
Alea tersenyum memegang tangan Naya. Nayapun menoleh pada tangannya lalu menatap Alea yang tersenyum padanya.
"Engga kak, mereka berhak bahagia. Aku yang egois, maaf untuk pertemuan kita yang kacau gara-gara aku." Ujar Alea merasa bersalah.
"Engga koq dek, kalo aku di posisi kamu, aku juga bakal ngelakuin hal yang sama kalo emang aku belum siap punya papa baru." Mereka tersenyum.
"Jadi kamu setuju kan dek?" tanya Naya, kemudian Alea mengangguk.
"Ngga mungkin aku nolak punya kakak yang baik kek Kak Naya."ujar Alea yang membuat Naya terkekeh, lalu memeluk Alea, Aleapun membalas pelukan itu.
"Aku juga ngga bakal nolak punya adik yang baik, cantik, dan pengertian kek kamu. Makasih ya." Alea mengangguk dalam pelukan Naya. Naya melepas pelukannya.
"Yaudah, aku balik ke kelas dulu ya." pamit Naya.
"Loh, ngga mau makan dulu Kak? Aku ngga mau sakit kakak tambah,-" ucapan Alea terhenti saat Naya menempelkan jarinya dibibirnya.
"Ssstt, aku nggapapa, oya soal ini, akan tetap jadi rahasia kita." pinta Naya.
"Tapi kak,-"
"Bye dek." belum sempat Alea protes Naya telah berjalan menjauhinya.
Dari jauh, Kiara menatap dua insan dengan tatapan haru.
***
"Al lo yakin mau balik sendiri?" tanya Kiara untuk kesekian kali.
"Iyaa Kiara cantik, lagian gue mau ditaruh dimana? Bobby kan bawa motor bukan mobil." ujar Alea jengah. Kiara terkekeh.
"Ya juga sih, yaudah gue telfonin Pak Budi buat jemput lo aja kalo gitu." Kiara mengambil ponsel disakunya.
"Eh, ngga usah." cegah Alea. Kiarapun mengurungkan niatnya dan menatap Alea.
"Gue mau mampir dulu bentar, lagian gue bisa pulang sendiri koq, lo ngga usah khawatirin gue." Alea tersenyum.
"Yaudah, tapi jangan lupa kabarin gue kalo lo udah sampe rumah." ujar Kiara.
"Iya bawel." Alea terkekeh, Kiara sangat menghawatirkan Alea.
Suara klakson dari belakang membuat Alea mendengus, dengan malas Alea menoleh.
"Yuk pulang." ajak Bobby.
"Bentar deh," ucap Kiara pada Bobby lalu menatap Alea, dan sekali lagi membuat Alea jengah.
"Lo beneran pulang sendiri?" tanya Kiara dan mendapat pelototan dari Alea. Akhirnya Kiarapun terkekeh dan menaiki motor Bobby.
"Lo ati-ati ya Al." ujar Kiara pada Alea.
"Lo kali yang ati-ati." ujar Alea datar lagi-lagi membuat Kiara terkekeh.
"Duluan Al." ujar Bobby.
"Hmm.." gumam Alea datar tanpa menatap Bobby, Kiara melambaikan tangannya begitu juga Alea. Motor Bobbypun melaju meninggalkan Alea disana sendiri.
Alea sendiri sekarang. Dia enggan pulang ke rumah Kiara, namun dia juga enggan pulang cepat, Alea menuju minimarket yang tak jauh dari tempatnya berdiri.
Hari ini weekand, Alea akan menghabiskan malam minggunya di kamar, nonton drakor kesayangannya sambil nyemil. Alea berjalan menuju ke tempat snack, tak lupa ke tempat ice cream.
Satu kebiasaan yang paling melekat dalam dirinya adalah Alea selalu membeli dua ice cream untuk satu kali makan. Setelah membayar belanjaannya, Alea tak berniat langsung pulang, Alea berniat memakan ice creamnya di depan minimarket sambil menunggu ojol.
Tak sengaja Alea menabrak seseorang di depan minimarket saat membuka bungkus ice cream itu. Naas ice cream kesayangannya terjatuh.
"Ice cream gue,-" teriaknya memandang sedu ke arah ice creamnya yang malang.
"Oh ya ampun." ucap seseorang yang Alea tabrak saat mengetahui kemejanya berlumur ice cream.
"Mas bisa liat-liat nggak sih!" tuding Alea lalu merasa bersalah saat melihat noda ice cream di kemeja pria itu.
"Aduh mas, maaf, saya ngga sengaja. Sebentar." Alea meminta pria itu duduk dan meletakkan belanjaannya disamping pria itu, Alea berlari kecil ke dalam minimarket untuk membeli tissu.
"Maaf mas lama, biar saya bantu bersihin ya." pinta Alea, namun pria itu menolak.
"Ngga usah, saya bisa sendiri." ujar pria itu datar.
Ice cream malangku. Batin Alea memandang sedu ke tempat sampah dimana ia membuang ice creamnya.
Alea memandang sosok di depannya seperti tak asing dimatanya.
"Makasih tissunya, lain kali hati-hati." ujar pria itu, tak ada jawaban dari Alea. Pria itu heran melihat Alea yang menatapnya, dia melirik kemejanya kembali, tak seburuk tadi. Lalu apa yang gadis ini lihat? Apa ada yang aneh? pikirnya. Pria itu melambaikan tangannya didepan wajah Alea.
"Mbak? koq bengong?" tegur pria itu. Alea tersadar dari lamunannya.
"Eh, maaf pak, eh mas, iya sama-sama lain kali saya akan hati-hati." Sekali lagi Alea menatap pria itu.
"Dokter Arvian?" tanya Alea memastikan. Pria itupun mengangguk dan tersenyum.
"Iya, kamu bukannya?" Arvian tampak berfikir.
"Alea." lanjutnya kemudian, Aleapun tersenyum. Arvian pun tersenyum. Alea tampak gugup sekarang.
Ya ampun senyumannya. batin Alea.
"ohya dok, saya pamit udah sore." pamit Alea tersenyum lalu berdiri.
"Ice creamnya?"
"Ah ngga usah dok, ini masih ada koq." tolak Alea, Aleapun berjalan meninggalkan Arvian, tanpa sadar Arvian tersenyum.
***
Alea menghela nafas berat saat memasuki rumahnya, Denada sedang menatap laptop di ruang keluarga. Tanpa menolehpun sebenarnya Denada tau, putri kesayangannya pulang, karena Kiara telah memberitahu padanya sebelumnya.
"Assalamu'alaikum mama." ujar Alea memeluk mamanya dari belakang.
"Wa'alaikumsalam. Koq pulang? udah puas kaburnya?" ujar Denada datar tanpa memandang putri kesayangannya itu.
Alea mendengus lalu duduk disebelah mamanya, menatap mamannya cemberut.
"Iiissh, mama mau Alea kabur lagi?" Alea memelas disamping mamanya.
"Tergantung, kalo kamu tega sama mama ya sana pergi lagi."ujar Denada yang masih setia menatap laptopnya.
"Iya iya iya, ngga kabur lagi, tapi udahan donk ngadep laptopnya." pinta Alea.
Denadapun menutup laptopnya, meletakkannya ke meja. Denada menatap Alea lalu tersenyum hangat. Alea menghambur ke pelukan mamanya.
"Maafin Alea ma, Alea,- " Alea menghentikan ucapannya, lalu menghembuskan nafasnya seakan akan memberi keputusan yang sangat berat.
"Alea setuju mama nikah sama Om Rio." lanjut Alea. Denada melepaskan pelukannya. Menatap putrinya dengan senyum merekah dibibirnya.
"Beneran nih Al? Kamu setuju mama nikah sama Om Rio?" tanya Denada memastikan pendengarannya. Namun Alea hanya mengangguk.
"Makasih sayang." Denada sekali lagi memeluk Alea, namun dalam beberapa detik Alea melepasnya.
"Tapi ada syaratnya." ujar Alea, membuat Denada menaikkan alisnya.
"Yang pertama, mama ngga boleh pilih kasih. Dan yang kedua,- " ucapannya menggantung.
"Mama ngga boleh hamil lagi." lanjutnya. mengundang gelak tawa Denada.
"Oke mama janji, untuk syarat pertama, tapi ngga janji untuk syarat kedua." Ujar Denada masih dengan tawanya. Membuat Alea mendengus dan menghambur ke pelukan Denada lagi.
"Apapun akan mama lakuin demi kamu, Mama sayang sama kamu Al, jangan kabur lagi." Ujar Denada mencium kening Alea.
"Alea juga sayang sama mama, Alea ngga akan kabur lagi." ulang Alea lalu tersenyum.
***
Seperti rencana yang telah ia buat, Alea duduk di balkon menatap fokus ke arah Laptop kesayangannya. Dan jangan lupakan camilan yang menemaninya nonton drakor malam ini.
Tak sengaja ia menghadap ke bawah dan mendapati seseorang yang ia kenal di depan satpam.
Revan? pikirnya.
Drakor tak lagi ia pedulikan. Ia justru berdiri memandang kebawah masih ada Revan disana.Alea bergegas ke bawah.
"Mau kemana Al?" Tanya Denada yang kebetulan lewat dari dapur.
"Mau ke depan bentar ma, boleh ya?" pinta Alea. Denadapun mengangguk lalu menuju kamarnya.
Alea berlari kecil menuju gerbang, Pak Kus yang melihat Alea lalu menegurnya.
"Eh kebetulan ada Non Alea." ujar Pak Kus.
"Kenapa Pak?" tanya Alea bingung.
"Itu tadi ada temen Non Alea kesini, tapi disuruh masuk ngga mau." ujar Pak Kus. Alea memandang ke arah luar dan tak ada siapapun.
*B*enarkah tadi Revan?pikirnya.
"Ini Non." ujar Pak Kus mengagetkan Alea dari lamunannya, Alea menoleh dan terkejut melihat Pak Kus menenteng kandang kucing. Alea tersenyum dan mengambil kandang itu dari tangan Pak Kus.
"Waahh lucu bangeett," puji Alea pada kucing itu,
Alea sangat menyukai kucing, apalagi kucing dengan bulu yang berwarna putih seperti ini.
"Sama ini non." ujar Pak Kus sekali lagi, memberikan sebuah amplop berwarna pink untuknya.
"Makasih Pak," ujar Alea lalu pergi dari hadapan Pak Kus.
"Sama-sama, hmm ada-ada aja ABG jaman sekarang nunjukin rasa sukanya." Pak Kus geleng-geleng dan tersenyum sendiri di pos satpam.
Alea berjalan mindik-mindik seperti maling, ia takut akan ditegur mamanya, untung saja mamanya udah ke kamar.
Denada tak menyukai kucing, itu sebabnya, Denada melarang Alea mengadopsi kucing.
Untuk Alea
Sorry lancang ngasih kucing ke rumah lo, gue sih ngga tau lo suka kucing apa engga. Jagain kucing ini ya? Gue ngga bisa jagain kucing itu lagi, karena gue ada urusan diluar kota, itu kucing kesayangan gue makanya jaga baik-baik kucing itu.Namanya AR.
Satu pesen gue buat lo. Jika ada masalah apapun jangan langsung menghindar, hadapin semampu lo, karena walaupun lo lari ke ujung dunia sekalipun, lo tetep bakal ketemu sama masalah lo jika lo ngga nyelesaiin masalah lo sampai tuntas.
So, ngga usah kabur-kabur lagi.
*T*td
R
Revan? pikir Alea, Alea tersenyum membaca surat itu, lalu berdecak.
"Ck, Siapa lo ngatur-ngatur gue buat ngga kabur lagi." maki Alea pada kertas yang ia genggam, lalu terkekeh sendiri.
Alea menatap kucing itu lalu membopongnya dalam pangkuan Alea.
"Siapapun itu, yang udah nitipin kamu ke aku, Ngga akan pernah aku lupain. Unch, gemesin banget sih kamu tuh Ar."
Alea bermain dengan Ar, Ia menghabiskan malam minggunya dengan Ar, dan melupakan acara nonton drakornya.
Alea mengambil ponselnya.
"Hallo Ki, besok lo ke rumah gue ya. Ada yang mau gue kasih tau sama lo. Oke see you." Alea meletakkan ponselnya lalu bermain bersama Ar lagi melupakan drakornya.
"Pagi tante." Sapa Kiara saat melihat Denada di depan rumah.
"Eh Kiara, pagi, mau ketemu Alea ya? Masuk aja Alea di kamar tuh." Ujar Denada lalu melanjutkan aktifitasnya yaitu berselancar dalam laptopnya.
Kiarapun masuk ke dalam rumah, Kiara terbiasa dirumah Alea, seperti dirumahnya sendiri.
"Eh bi, mau ke kamar Alea ya? Biar aku aja yang bawain" tegur Kiara saat melihat Bi Ida, pembantu dirumah Alea. Bi Ida menoleh.
"Eh Non Kiara, yaudah, Non Kiara mau dibuatin susu sama sandwich juga?" tawar Bi Ida setelah memberikan nampannya pada Kiara.
"Oh ngga usah bi, Kiara udah sarapan di rumah. duluan ya bi."Kiara melangkah menaiki anak tangga, menuju kamar Alea.
Tok..tok..tok..
"Al, ini gue Kiara" Suara Kiara dari balik pintu.
"Masuk aja Ki, ngga dikunci koq." ucap Alea. Kiarapun masuk celingukan mencari sosok Alea, dan ternyata
dia lagi dibalkon. Kiarapun menghampiri Alea.
"Ya ampun Al lucu bangeettt" puji Kiara saat melihat kucing yang ada di pelukan Alea. Aleapun menoleh.
"Ouchhh maaciiih Ki.." ujar Alea dengan nada dibuat buat. Kiara memutar bola matanya jengah.
"Bukan lo, tapi kucing ini. Ngomong ngomong lo ngadopsi kucing dimana? Kapan? Koq gue baru liat." Kiarapun mengambil Ar dari pangkuan Alea.
"Kucing manis, gemesin banget sih kamu tuh." puji Kiara sekali lagi. Alea menatap dan mengelus Ar, lalu beralih menatap Kiara.
"Namanya Ar, gue ngga ngadopsi, kucing ini dateng sendiri semalem." ujar Alea.
"Masa sih? Jadi ini kucing jalanan donk? terus mampir kesini?"Tebak Kiara lalu menatap Alea.
Alea berdiri dan mengambil surat yang semalam ia baca lalu memberikannya pada Kiara. Kiara membaca surat itu, beberapa saat kemudian Kiara senyum senyum sendiri.
"So sweet, R? Siapa sih R? Care banget sama lo. Pacar lo Al? Koq lo ngga pernah bilang sih kalo lo punya pacar, jahat ih." tanya Kiara membuat Alea jengah.
"Gue jawab yang dari mana dulu nih?" ujar Alea menatap datar sahabatnya itu. Kiara terkekeh karena telah bertanya tanpa henti.
"R itu siapa?"ulang Kiara.
"Oke, R itu Revan. Menurut gue sih, soalnya gue liat Revan semalem kesini, pas gue samperin udah ngga ada, terus Revan bukan pacar gue, gue aja baru kenal." jawab Alea namun Kiara masih bingung dengan jawaban Alea ini.
"Kalo lo baru kenal, koq dia bisa tau lo kabur dari rumah?" tanya Kiara dengan ekspresi bingungnya.
Oh iya Alea lupa belum menjelaskan siapa itu Revan dan gimana mereka bertemu, Alea menghela nafas lalu mulai menceritakan perkenalan Alea sama Revan malam itu.
"Koq dia care banget sama lo Al? Padahal dia kan baru kenal sama lo." ujar Kiara menimbang-nimbang.
"Gue juga ngga tau Ki, heran aja gue." Alea memandang kosong ke arah Ar.
"AR, Alea Revan? Cie.." ledek Kiara lalu menimpuk Kiara dengan bantal disampingnya. Alea dan Kiara kini berada di dalam kamar, sudah tidak di balkon lagi.
"Apaan sih Ki. Ngaco deh." Alea memalingkan wajahnya.
"Revan ya? Kek ngga asing deh di telinga gue, lo pernah ngga denger nama itu?" tanya Kiara masih memikirkan hal itu.
"Udah ah ngga usah bahas dia." Alea menggelengkan, dia seperti mengingat nama itu. Tapi dimana?
"Aiisshh iya iya, tapi Al, gue berfikir kalo dia itu lagi deketin lo, terus lo kan jutek tuh sama cowok,-"
"Hmmm iya terus? Lo mau nyeritain kehidupan gue kek di novel novel gitu? Udah deh ngayal lo terlalu tinggi Ki." potong Alea sebelum Kiara menghayal terlalu tinggi.
"Ya kali Al, gue kan pengen liat lo punya cowok." celetuk Kiara.
Alea melotot ke arah Kiara, sungguh itu sebuah ejekan, pasalnya ia tidak pernah mau pacaran, entah ia yang tak mau atau memang ngga ada yang mau karena ia terlalu cuek. Alea mendengus.
"Ngapain punya cowok kalo ujungnya gue diduain." Celetuk Alea.
"Yaudah putusin aja kalo gitu nyari yang lain, cowok kan banyak Al. Kalo ngga, balas aja selingkuhin dia emang dia aja yang bisa duain kita?" ujar Kiara, Alea melotot tak percaya mendengar ucapan Kiara.
"Kenapa lo ngga mutusin Bobby kalo gitu? Dia kan playboy, koq lo betah sama dia?" cibir Alea, sebenarnya Alea ingin memberitahu semuanya, namun ia bingung harus memulai dari mana.
"Kenapa gue harus mutusin Bobby? Dia tuh udah janji sama gue kalo dia ngga bakal jadi playboy lagi." ujar Kiara meyakinkan Alea.
"Lo yakin?" ujar Alea, Alea tak tahan sebenarnya. Apa Kiara harus melihatnya sendiri?
"Yakin donk, emang kenapa sih? Lo ngga suka gue pacaran sama Bobby?"
"Engga, Bobby udah selingkuhin lo, mana bisa gue rela kalo lo disakitin sama Bobby" Alea berteriak dalam hatinya. Alea tak berani mengungkapkannya, hati Kiara sangat rentan untuk sakit. Alea takut akan melukai hati sahabatnya.
"Al, koq diem." tegur Kiara.
"Eh ke mall yuk," ajak Alea mengalihkan pembicaraan. Alea memasukkan Ar ke kandangnya. Alea berharap Kiara tak menanyakan hal itu lagi.
"Yuk." Kiara mengangguk antusias.
Alea menghela nafas lega. Setelah bersiap Alea dan Kiara berpamitan pada mama Alea, merekapun berangkat diantar oleh Pak Kus, supir Alea. Karena Pak Budi telah pulang.
***
"Gimana kalo kita main di timezone aja Al? Seru tuh keknya." Ajak Kiara.
Setelah mengiyakan permintaan Kiara, merekapun berjalan ke arah timezone, tinggal beberapa langkah lagi, Alea menghentikan langkahnya. Saat ia melihat dua insan yang ia tegur beberapa hari lalu. Bobby dan Della.
"Kenapa Al? koq berhenti?" tanya Kiara bingung. Alea tak tau harus kasih alasan apa sekarang.
"Eum, itu rame banget Ki, ke tempat lain aja yuk." pinta Alea. Lalu menarik tangan Kiara meninggalkan tempat itu.
"Nggapapa Al, kan bisa ngantri." Ujar Kiara yang mengikuti langkah Alea.
"Iya , gue pengen ke,- toilet, yah toilet, udah ngga tahan nih, yuk buruan." Alea tampak gugup.
Kiara memandang sahabatnya, kenapa aneh banget sih? pikir Kiara. Namun Kiara tetap mengikuti Alea ke toilet. Sampai di toilet Alea meninggalkan Kiara di depan. Kini ia bingung harus apa, pasalnya Alea cuma beralasan ingin ke toilet agar Kiara tidak melihat pacarnya yang sedang asik bermain dengan cewek lain.
"******! Kalo Kiara liat mereka lewat gimana?" gumam Alea menepuk jidatnya sendiri.
Akhirnya Aleapun bergegas keluar untuk mengajak Kiara cepat-cepat pergi dari sini. Belum sempat ia melangkah ia melihat Della yang melewatinya akan masuk ke salah satu bilik toilet.
"Tunggu!" tegur Alea, Della menoleh.
"Sorry, negur gue?" Della terkejut melihat Alea, namun ia menutupi keterkejutannya.
"Iya lo, siapa lagi? cuma ada kita disini." ujar Alea datar.
"Lo bukannya temen Bobby?" tanya Della.
"Ya, ingatan lo tajam juga." Alea menatap Della dengan pandangan tak suka, sedangkan Della memasang senyumnya yang sedikit terpaksa.
"Gue ngga yakin lo sama Bobby saudara. Lo ada hubungan apa sama Bobby?" tanya Alea tanpa basa basi.
Tak diduga Della terkekeh, membuat Alea menatapnya bingung.
"Kenapa lo ketawa? Ada yang salah dengan pertanyaan gue?" tanya Alea datar.
"Ternyata lo itu pinter juga ya, gue emang ada hubungan sama Bobby, dia cowok gue." ujar Della menyandarkan punggungnya di dinding toilet.
"Apa lo ngga tau kalo Bobby itu udah punya pacar?" tanya Alea masih datar.
"Kiara? Gue tau." Della memainkan kuku jarinya.
"Kalo tau kenapa lo mau jadi ceweknya Bobby, lo mau jadi pengrusak,-" ucapan Alea terpotong.
"Pengrusak? Kiara yang ngerusak hubungan gue sama Bobby. Dan asal lo tau, gue pacaran sama Bobby jauh sebelum Bobby pacaran sama Kiara. Oke gue emang udah putus sama Bobby, tapi tiba-tiba Bobby dateng lagi minta gue balikan saat Bobby udah pacaran sama Kiara."jelas Della panjang lebar.
"Kiaranya aja yang cupu ngga mau cari tau latar belakang Bobby." cibir Della.
"Berapa lama lo kenal Kiara? sampe lo berani bilang Kiara itu cupu?" tanya Alea tak terima. Della tampak terkekeh.
"Perlu lo tau satu hal. Gue kenal Kiara tuh udah lama, dia sahabat gue dari kecil." ujar
"Bahkan lo sahabatan sama Kiara? Dan lo berani ngerusak kebahagiaan dia? Gue ngga bisa ngebiarin lo nyakitin sahabat gue!" ujar Alea tak habis pikir.
"Apa yang mau lo lakuin? Lo mau bilang kalo Bobby itu pacaran sama gue? Percuma, dia ngga akan percaya sama lo."ujar Della enteng.
Dengan dongkol Alea meninggalkan Della di sana.
"Liat aja, gue bakal kasih perhitungan sama lo karena udah mau ngerusak rencana gue." gumam Della tersenyum saat Alea sudah pergi.
"Lama banget sih Al, abis boker lo yaa?" selidik Kiara membuat Alea kesal.
"Enak aja, ngantri tadi di dalem." ujar Alea sekenanya.
"Jadi ke timezone ngga?" Tanya Alea pada Kiara, mengusir rasa canggungnya.
Kiarapun mengangguk.
gimana caranya gue ngasih tau lo Ki, batin Alea.
Setelah berpuas main di timezone, Alea dan Kiara makan siang, berhubung perut mereka yang sudah keroncongan minta diisi.
"Kiara? Hai!" tegur seseorang dari samping Alea. Aleapun menoleh, menatap jengah ke arah cewek itu.
"Della." Kiara berdiri menyambut Della, lalu memeluknya.
"Apa kabar? Lama ya kita ngga ketemu?" ujar Della, ia menoleh ke arah Alea.
"Dia siapa Ki? koq ngga dikenalin sama gue?" tanya Della, namun menatap Alea dengan senyum yang membuat Alea jengah.
"Eh iya kenalin dia Alea, Al ini Della temen kecil gue." Kiara tersenyum melihat keduanya, Della mengulurkan tangannya. Dengan enggan Aleapun menyambutnya.
"Della" ujar Della memperkenalkan diri.
"Alea"sambut Alea.
Della berbisik pada Kiara, bukan berbisik si soalnya suaranya bisa Alea dengar.
"Temen lo emang gitu ya? Jutek?" tanya Della pada Kiara, Kiara tersenyum menanggapinya.
"Dia emang gitu Del kalo baru kenal sama seseorang, aslinya baik koq. Eh lo mau makan siang bareng ngga?" tawar Kiara, Alea terkejut, memandang Della tak suka. Della yang melihat itu justru tersenyum mengejek. Lalu menatap Kiara lagi.
"Ngga deh Ki, lain kali aja kita kumpul, bareng bareng lagi sama Bobby kek dulu." ujar Della lalu berpamitan pada mereka. Kiarapun mengangguk mengiyakan dengan tersenyum.
Ck, dasar serigala berbulu domba. batin Alea
"Pulang yuk Ki." pinta Alea.
"Yah koq pulang?" Kiara tampak belum puas jalan-jalannya.
"Kasian Ar sendirian." Ujar Alea datar, mau tidak mau Kiara menurutinya dan pulang.
"Eh bentar deh Al." ujar Kiara menghentikan langkahnya. Aleapun ikut berhenti.
"Kenapa? ada yang ketinggalan?" Tanya Alea.
"Itu kek Bobby deh, tapi bareng sama cewek." Kiara menunjuk ke arah lain, pandangan Alea mengikuti arahan telunjuk Kiara. Benar saja itu Bobby sama Della.
"Mana sih? Salah liat kali, udah yuk pulang." Alea bergegas masuk ke dalam taxi, berhubung tadi mereka menyuruh Pak Kus untuk pulang duluan.
"Apa iya ya? Mungkin mirip doang" ujar Kiara lalu ikut masuk kedalam taxi.
Dalam perjalanan pulang Alea melamun, entah apa yang ada dipikirannya sekarang.
"Al lo ngga papa?" tanya Kiara khawatir.
"Gue cuma kangen sama bokap gue. Boleh kan kita ke makam bokap gue?" Alea memandang sedu ke arah Kiara. Kiarapun mengangguk lalu menyuruh supir untuk ke makam Papanya Alea.
Sampai di makam Papanya Alea meminta Kiara untuk pulang duluan.
"Lo yakin ngga mau gue temenin?" Tanya Kiara, Aleapun mengangguk pasrah. Lalu tersenyum
"Yaudah lo ati-ati pulangnya ya, gue pulang duluan.Bye Al." Mereka saling melambai hingga taxi itu menjauh dari pandangan Alea.
Alea mendekati makan Papanya.
"Pa, Alea kangen sama papa. Mama mau nikah lagi,meskipun Om Rio itu baik, tapi tetep aja dia bukan papa kandung Alea. Alea maunya papa yang disamping mama, bukan orang lain. Kenapa sih? Papa harus ninggalin kita. Alea ingin kita kumpul kek dulu, tanpa ada orang lain." Alea menatap sedu ke arah nisan di hadapannya."
Tanpa Alea sadari, seseorang mengawasinya dari jauh.
"Maafin gue Al." ujar orang itu lalu pergi.
Alea beranjak dari makam ayahnya dan berniat pulang. Hari masih sore namun meski begitu, taxi jarang ada yang lewat. Alea memutuskan untuk mencari tempat untuk berteduh, ia melihat halte yang tak jauh dari tempatnya berdiri.
***
"Bi," panggil Denada saat ia sedang berada dikamar Alea. Bi Idapun bergegas menemui Denada.
"Iya bu?" Ujar Bi Ida.
"Ini kucing siapa? Alea?" tanya Denada.
"Iya Bu, itu kucingnya Non Alea." ujar Bi Ida membenarkan.
"Ya sudah bi," ujar Denada singkat.
"Permisi bu." pamit Bi Ida dari hadapan Denada, Denada menghela nafasnya. Sejak kapan Alea punya kucing? pikirnya.
"Loh bibi ngapain dari kamar aku?" Tanya Alea saat berpapasan dengan Bi Ida di depan pintu kamar Alea.
"Itu non, ibu,-" belum sempat Bi Ida menyelesaikan ucapannya, Alea meninggalkan Bi Ida. ****** gue!! batin Alea.
"Mama?" Tegur Alea sedikit takut.
"Al? Sejak kapan kamu punya kucing?" Tanya Denada datar menatap putrinya.
"Sejak,- emm, ma, boleh yaa Alea jaga kucing ini, pliss, Alea janji bakal jaga baik-baik, ngga akan biarin kucing ini bikin ulah dirumah ini, pliss ma." pinta Alea, Alea sangat takut karena mamanya tidak menyukai kucing, bukan tidak suka tapi geli melihatnya.
Denada tersenyum mengangguk, "Boleh koq, asal kamu bisa pegang janji kamu."
"Yang bener ma?" tanya Alea bersemangat lalu memeluk mamanya.
"Iya kan mama udah janji bakal ngelakuin apapun supaya kamu ngga ninggalin mama lagi." Alea tersenyum senang mendengarnya.
"Kamu belum jawab pertanyaan mama loh." Ujar mamanya menuntut jawabannya.
"Eum, itu waktu Alea pamit keluar malam-malam ma." Ujar Alea sedikit malu.
"Emang kamu kemana? Masa cuma beberapa menit bisa nemuin kucing ini." Tanya Denada
"Ini dikasih sama temen ma." Alea mencoba menutupi kegugupannya. Namun gagal. Denada menatapnya seperti akan mengintrogasi.
"Temen apa temen?" selidik Denada.
"Temen koq ma, tanya aja sama Pak Kus. Udah ah ma, Alea mau mandi." Alea melenggang ke kamar mandi, menghindari pertanyaan lain yang mungkin akan mamanya tanyakan lagi.
Denada menggeleng dan tersenyum. Tak sengaja menemukan amplop berwarna pink di meja belajar Alea, Denada mengambilnya lalu membacanya.
Denada tersenyum membaca surat itu, benarkah cuma teman? koq cuma pake inisial? batin Denada. Denada meletakkan amplop itu ke tempat semula lalu meninggalkan kamar Alea.
***
Naya duduk di kursi tunggu menunggu seseorang, siapa lagi kalo bukan dokternya
"Udah Van?" Tanya Naya pada dokter Arvian. Ya, orang yang Naya tunggu itu Arvian.
"Udah yuk." Ajak Arvian, merekapun bergegas menuju mobil Arvian.
Setelah melewati perjalanan yang lumayan panjang. Arvian menghentikan mobilnya. Naya menoleh Arvian sudah tidak ada ditempatnya. Pintu mobil disebelahnya terbuka, Naya menoleh mendapati Arvian disana membukakan pintu untuknya. Nayapun turun.
"Van, kita kemana sih?" Tanya Naya saat mereka berjalan meninggalkan mobil Arvian.
"Aku laper Nay, emang kamu ngga laper apa?" tanya Arvian tersenyum. Nayapun mengangguk, ia memang lapar sekarang.
Bukan di cafe maupun Restauran, namun hanya tempat makan biasa dipinggir jalan. Arvian memesan nasi goreng. Dan air putih. Naya menatap Arvian heran.
"Kenapa Nay? Kamu heran ya aku suka makan ditempat kek gini?" Arvian menatap Naya lalu terkekeh, tanpa menunggu jawaban Naya Arvian melanjutkan.
"Aku juga manusia biasa Nay, Dokter cuma status bagiku. Lagipula masakan disini ngga kalah sama masakan di rumah koq. Tenang, kamu aku ijinin makan ini, ngga berbahaya koq buat kesehatan kamu." Lanjut Arvian. Naya hanya terkekeh mendengarnya.
"Aku kira, seorang dokter makan itu harus bener-bener dijaga, tapi kamu beda Van." Naya tersenyum samar. Makananpun datang. Mereka menyantapnya dengan lahap.
Selesai menghabiskan nasi goreng itu, Arvian mengajak Naya berkeliling lagi, namun ia takut Naya akan kelelahan, akhirnya mereka berkeliling menggunakan mobil.
"Nay, mau sampai kapan si? Kamu nyembunyiin penyakit kamu dari orangtua kamu?" Tanya Arvian tiba-tiba. Naya menoleh,
"Aku ngga tau Van, aku ngga mau membuat papa khawatir sama keadaan aku." gumam Naya.
"Tapi kamu butuh penyemangat Nay, kamu harus ada yang jagain." ujar Arvian yang masih fokus menghadap ke jalan.
"Aku nggapapa koq, aku baik-baik aja, lagipula ada Alea yang jagain aku. Aku ngerasa bersalah dia mengetahui semuanya." Naya menunduk.
"Alea adik kamu?" Tanya Arvian.
"Iya, lebih tepatnya calon adik." Arvian menoleh sejenak menatap bingung ke arah Naya.
"Calon adik?" tanya Arvian.
"Iya, mamanya Alea akan menikah sama papaku." Ujar Naya menjelaskan. Arvian mengangguk paham.
"Dia bukan adik kandung kamu, tapi dia khawatir banget sama keadaan kamu Nay, dulu waktu kamu pingsan, Alea nangis terus, khawatir sama kamu, maaf waktu itu aku ngasih tau tentang penyakit kamu, soalnya dia bilang kalo dia saudara kamu." ujar Arvian panjang lebar.
"Nggapapa koq. Iya Van, Alea emang baik, baik banget aku sebenernya ngga tega sama dia, dia berkorban untuk kebahagiaan mamanya." Naya menghela nafas berat.
"Sebelum pertemuan antara keluarga aku dan keluarga Alea. Alea curhat sama aku, kalo dia belum siap punya papa baru. Alea kabur dari rumah sebagai tanda protes sama mamanya. tapi setelah itu dia bilang kalo dia menyetujui pernikahan mamanya sama papa aku. Aku jadi ngga tega sama dia Van." Lanjut Naya.
"Iya, dia emang anak yang baik, mungkin suatu saat dia bakal dapat hadiah yang baik. Udah jangan dipikirin, pasti dia udah mengambil keputusan yang benar." Arvian mengelus lengan Naya. lalu tersenyum membuat Naya salah tingkah.
Mereka sampai di rumah Naya. Arvian menepikan mobilnya di depan gerbang.
"Kamu ngga boleh banyak pikiran, aku ngga mau kamu tambah sakit. Aku yakin Alea udah ikhlas koq menerima semua ini." Lagi lagi Arvian tersenyum menatap mata Naya.
Ya ampun udahan donk natap gue kek gitu.teriak Naya dalam hatinya.
Naya mengangguk gugup. Hatinya sedang mempermainkannya sekarang. Hanya dengan menatap mata Arvian seperti ini, Naya merasa ada sesuatu dalam dirinya. Naya menepis itu, dengan gugup Naya membuka pintu mobil itu, namun ia melupakan sesuatu.
"Aku,- aku duluan ya, makasih buat makan malamnya." ujar Naya lalu keluar dari mobil Arvian.
Arvian terkekeh melihat tingkah Naya seperti itu.
Apa dia gugup? pikir Arvian.
Naya melambaikan tangannya saat sudah berdiri di depan gerbang, begitu juga Arvian di dalam mobilnya. Naya memasuki rumahnya tampak tersenyum. Dia senang hari ini.
Gue kenapa? Apa gue beneran suka sama Arvan??
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!