NovelToon NovelToon

Suami Idaman

Perkenalan

Sinar mentari merangkak naik mengubah embun di pagi hari. Seiring dengan sejuknya embun yang menguap, disitulah para manusia harus membuang rasa malas lalu mencari pundi-pundi penyambung hidup.

Dalam dunia yang fana, siapa kuat dia menang. Siapa pekerja keras dia memetik hasil. Siapa malas dia tertinggal. Roda akan selalu berputar mengikuti arus kehidupan dan juga takdir.

Tidak melulu yang berumur pantaslah dia kaya atau memiliki kuasa. Ada jiwa muda dengan pikiran matang pun dapat menempati posisi itu. Wibawa, tegas, bijaksana semua itu akan di dapat apabila dapat menahan gejolak ambisi dan kelabilan gelora muda.

Arya Sena,

Pria muda penyandang juragan mampu menghipnotis banyak orang untuk memiliki rasa kagum. Perawakannya sempurna bagi idaman kaum hawa. Alisnya tebal penghias sorot mata yang tajam ketika memandang.

"Bu, kasihan ya Bu Tuti suaminya nikah lagi."

"Iya ya harus berbagi suami dengan wanita lain. Tapi kalau adil sih gak masalah, Bu."

"Masalahnya itu Bu, istri mudanya cantik sangat disayang sekali berbeda dengan perlakuan kepada Bu Tuti."

"Waah itu kasihan Bu Tuti namanya."

Desas desus para lelaki yang memiliki istri lebih dari satu marak di perbincangkan. Terlebih dengan ekonomi yang mapan. Meskipun tidak bagus rupa, dengan leluasa merrka bisa melakukannya.

"Tapi saya salut sama juragan kita ini, Juragan Arya. Masih muda ganteng kaya tapi tidak ada kedapatan dia main perempuan."

"Husss, pelankan suaranya. Jangan sampai terdengar oleh anak buah juragan. Mampuslah kita."

"Loh kok, saya kan tidak berkata jelek Bu."

"Tapi kita lagi ngomongin orang yang menggaji kita. Membandingkannya dengan lelaki yang memiliki istri lebih dari satu."

"Waduh, Bu ibu lagi gosip nih ya. Ayo ah kerja biar dapat target. Hehe." Pekerja lelaki nimbrung diantara obrolan wanita. Sekaligus menjadi penutup pergosipan pagi ini dengan tema suami punya istri lebih sari satu.

"Haduh, ngagetin aja si Dadang."

...........

Di tengah hutan.

Wusssh..

Anak panah melesat ke udara, Arya sedang berburu ditemani istri kesayangan. Nala.

"Mas, minum dulu nih."

"Iya dek, sebentar ya. Mas kesitu."

Arya menghampiri sang istri dengan sumringah. Tidak ada aktifitas baik hobi maupun pekerjaan yang dilewati tanpa kehadiran Nala disisinya. Istri kesayangannya itu selalu membuat Arya merasa nyaman. Dia meneguk air putih dalam botol dengan mata yang terus memandang Nala.

"Kenapa mas?" Nala merapikan diri mendapati Arya yang terus-terusan memperhatikan dirinya. "Ada yang salah ya?" Nala bertanya-tanya.

"Emangnya tidak boleh Mas memandang istrinya sendiri?!" Arya tersenyum madu menunjukan lesung pipi. Bagi yang pertama kali melihat senyuman Arya, dapat menyebabkan pingsan. Sebab Arya orangnya ganteng-ganteng manis.

"Ayo dek, kita beranjak dari sini. Mas ingin main air bersama kamu di sungai sana."

"Ayo Mas." Nala meletakan tangannya di atas tangan Arya. Penyambutan tangan Nala bak cerita di negeri dongeng. Arya bertekuk lutut dengan tangan mengadah meminta untuk di raih.

"Terimakasih tuan putri sudah mau menemani pangeran." Arya tersenyum lagi pada Nala. Gadis ayu pemilik nama Nala itu semakin tersipu mendapat perlakuan sangat spesial. Memang selalu begitu sikap Arya sejak mereka bertemu lalu menikah. Dan sampai sekarang pun tidak pernah berkurang kadar sikap manis Arya kepada Nala.

Arya menaruh panah di balik punggung, kemudian menuntun Nala dengan penuh kasih sayang. Nala adalah orang yang selalu dia jaga dari dulu sampai nanti. Hingga Nala tak pernah bisa memasak dan mencuci. Lah kok bisa? bisalah, sebab Arya melarang Nala melakukan kegiatan ibu rumah tangga pada umumnya.

Hal ini memantik banyak spekulasi pada orang di lingkungan sekitar. Banyak yang iri pada Nala karena dia wanita beruntung yang dapat dinikahi Arya. Suami paling perhatian sejagat raya. Suami si paling gak bisa terima istri melakukan kegiatan ibu rumah tangga yang normal.

Di lain sisi, bagi yang berpikiran jeli. Hal ini bisa saja membuat Nala tidak bisa melakukan apa-apa. Membuat perempuan itu selalu ketergantungan dengan Arya bukan suatu hal yang baik. Karena konsep kehidupan, jangan terlalu bergantung pada manusia. Sekalipun manusia itu paling setia di muka bumi. Sejatinya jiwa hanya milik sang pencipta. Sampai sini pasti kalian sudah paham maksudnya apa.

"Mas."

"Iya dek."

"Maaf Nala belum bisa jadi istri sempurna buat Mas Arya."

"Kamu sudah sempurna buat mas Dek. Jangan di ragukan lagi cinta Mas pada kamu. Selama kamu berada di samping Mas, kamu cuma boleh bahagia. Ingat ya sayang hanya boleh bahagia."

"Iya Mas, terimakasih."

Arya meruncingkan tongkat kayu untuk di jadikan tombak. Ikan-ikan yang berenang di air jernih sudah masuk dalam bidikan Arya.

"Mas jangan pakai tombak, aku tidak tega."

Tombak di lepas.

"Iya Dek." Akhirnya Arya menggunakan tangan kosong untuk menangkap ikan. Nala membantunya malah membuat mereka asyik bermain air.

"Lihat Dek, mas dapat ikannya."

Nala tersenyum merekah, menyanjung kehebatan Arya. tapi..

"Mas bagaimana kita lepaskan saja lagi. Boleh kan? biarlah dia berenang dengan teman-temannya."

Melihat wajah imut Nala penuh ketulusan, membuat Arya begitu senang. Lagipula kegiatan mereka yang satu ini hanya seru-seruan, bukan betulan lapar dan ingin menyantap ikan bakar. Ikan-ikan yang berhasil di tangkap Arya kemudian di lepas lagi atas dasar ketidak tegaan Nala. Arya merasa beruntung mendapatkan Nala sebagai istri penyejuk hati.

"Baiklah, demi kamu dek."

.

.

.

.

Bersambung...

Perburuan di kebun

Di dalam kamar yang cukup luas.

"Mas Arya hahaha." Nala menggeliat geli Arya suaminya terus saja menciumi tengkuk lehernya.

"Jangan rasakan gelinya dek, coba kamu tahan dan rasakan sensasi yang lain."

Nala menurut, membiarkan Arya terus bermain dengan kesukaannya. Sampai ketukan pintu menghentikan kegiatan.

"Dek, mas pamit ke kebun dulu ya ada urusan. apa kamu mau ikut sama Mas?"

"Aku di rumah saja, memangnya siapa mas yang ketuk pintu?"

"Itu pasti Yudis. Mas tidak akan lama, sebentar saja nanti Mas akan kembali lagi meneruskan kegiatan kita yang tertunda."

"Iya Mas aku selalu menunggumu."

Dalam gelapnya malam Arya dan orang kepercayaannya pergi ke kebun meninjau bau konspirasi yang terendus beberapa hari belakangan. Arya adalah orang muda sukses dengan kekayaan melimpah. Sangat tepat menjadi sasaran empuk untuk digulirkan oleh musuh, baik nyata maupun dalam selimut.

Tidak ada penerangan untuk menyusuri kebun. Sengaja mereka menggunakan insting semata untung mengelabui musih mengingat secara terang-terangan menyisir kebun tidak membuahkan hasil apapun. Lalu samar-samar terdengar suara tangisan wanita begitu pilu.

"Hiks...hiks...hiks.."

Semakin kesini semakin mengusik telinga. Arya memerintah bawahannya agar menyalakan penerangan. Malam semakin malam. Sunyinya malam mampu memperdengarkan patahan ranting kering tergerus langkah.

Selangkah demi selangkah kaki berpijak. Sampailah pada suara tangis yang semakin jelas. Disana, ditemukan wanita muda dengan kondisi wajah teramat sengsara.

"Sedang apa disini mbak malam-malam begini?" tanya Yudis, kaki tangan Arya Sena yang telah lama mengabdi sejak kecil.

Arya masih diam memperhatikan.

"Hiks..hiks.. tolong saya tuan, saya takut sekali." Jawab wanita muda itu.

Dengan kondisinya yang lemah dan mental yang sedang tidak baik. Arya memberi perintah pada Yudis untuk mengevakuasi wanita tersebut tanpa banyak bertanya. Namun Arya tetap waspada jika kejadian ini merupakan jebakan.

"Siapa namamu Mbak?" interogasi Yudis lagi.

"Gantari tuan."

"Kenapa bisa ada di area perkebunan malam-malam begini?"

"Saya habis dikejar-kejar orang penagih hutang orang tua saya." Jawab Gantari lemah, ia kembali terisak mengingat orang tuanya sudah tiada.

"Yudis, sebaiknya kau bawa saja wanita ini ke rumah kepala desa. Biar mereka yang mengurusnya lalu saya lanjut perjalanan bersama paman Guntur. Saya lihat dia tidak ada maksud jahat, hanya kemalangan lah yang menimpa." Bisik Arya pada Yudis.

"Baik juragan."

Perintah Arya dilaksanankan. Yudis pergi mengantar Gantari ke rumah kepala desa. Sedangkan Arya melanjutkan perburuan dengan paman Guntur yang tak lain adalah ayahanda Yudis. Orang kepercayaan mendiang orang tua Arya Sena.

Arya Sena tumbuh dengan cinta dan dukungan paman Guntur. Meskipun Paman Guntur bukanlah Paman kandung, melainkan hanya seseorang yang telah lama mengabdi pada keluarga Sena, ia mampu merawat Arya kecil yatim piatu dengan sepenuh hati. Bisa saja dia menjadi pengkhianat mengingat Arya masih begitu kecil untuk di kelabui. Tanpa adanya orang tua, tanpa adanya perlindungan dari siapa-siapa.

Kecil di didik, sudah besar di hormati. Begitulah kira-kira hubungan Paman Guntur dengan Arya Sena.

"Paman kita lanjutkan perjalanan berdua."

"Baik juragan."

..........

Nala masih setia menunggu Arya di rumah. Menanti kehadiran sang suami yang katanya pergi tidak akan lama. Matanya layu sudah, karena kantuk yang sudah merenggut kesegaran mata.

Nala memilih untuk menyambut Arya di depan rumah. Berbalut switer tebal Nala menyelinap keluar menerjang dinginnya malam.

"Non Nala mau kemana?" Mbok Darsih asisten rumah tangga khawatir melihat istri kesayangan juragan hendak melangkah keluar rumah.

"Saya mau ke depan saja mbok. Nyari angin segar biar tidak ngantuk selama menunggu Mas Arya. Hehe"

"Tapi non.." wajah mbok Darsih sudah pias. Kenapa demikian? sebab Arya melarang Nala keluar tanpa didampingi olehnya.

"Tidak usah keluar rumah, masuk lagi ke kamar Dek. Mas sudah kembali lagi padamu." Suara berat Arya mengagetkan Nala. Perempuan itu menoleh, disana ada senyuman manis Arya yang menggetarkan hati.

"Mas Arya." Nala menyambut suaminya lalu menyalami tangan penuh berkah. Tangan yang bekerja keras untuk menafkahi keluarga.

"Kangen ya sama Mas? kangen lah masa gak." Bertanya sendiri di jawab sendiri. Arya meraih tubuh mungil Nala, menggendongnya ala bridal style. Seperti biasa jika situasi sudah seperti ini para ajudan dan asisten rumah tangga pamit undur diri.

"Iya mas, aku selalu menunggumu dari tadi." Setiap kali mereka berdekatan, baik Arya maupun Nala sama-sama menyelami perasaan masing-masing. Jantung selalu berdegup kencang tiap kali mereka bertemu.

"Dek, selalu seperti ini ya. Jantung kamu berdegup kencang hanya untuk Mas. Jangan berhenti mencintai mas seperti ini."

"Mas Arya kalau bicara bikin aku merasa jadi wanita yang paling beruntung di dunia ini" Nala membenamkan wajah dengan detakan jantung yang masih bertalu-talu.

.

.

.

Bersambung...

Pertemuan Nala dengannya

Wajah ayu Nala sudah menghiasi perkebunan pagi ini. Seperti biasa, dia selalu menemani Arya jika dia mau dan sedang bosan dirumah. Kalau Nala sudah hadir, entah kenapa kebun mendadak bermekaran bunga-bunga. Konsep yang selalu menjadi acuan Arya kalau ada Nala disitu ada semangat. Konsep seperti ini nyatanya dirasakan juga oleh para pekerja. Kehadirannya selalu menjadi penghias perkebunan.

Tidak jarang Nala selalu mendapat pujian cantik. Bukan hanya paras yang mendefinisikan kata cantik itu sendiri, melainkan hatinya juga cantik jelita. Sifatnya yang tidak tega'an membuat banyak orang menjadi gemas. Perempuan itu kerap kali melampaui batas tidak tega yang seharusnya.

Apalagi dengan Arya, lelaki itu bahkan sudah tergila-gila dengan Nala. Sejak kapan? laki-laki itu juga tidak tahu. Yang pasti semua yang dilihat pada diri Nala seperti bongkahan berlian yang selalu membuat tersenyum di sepanjang hari. Sebaliknya, Arya melihat selain Nala bagai patahan kayu lapuk di makan usia.

Pada kesempatan hari ini, Nala secara tidak sengaja terpisah dengan Arya. Dimana mereka belum pernah terpisah satu sama lain semenjak awal menikah. Juragan perkebunan tersebut sedang bertemu dengan para petinggi kota untuk meraih apresiasi atas keberhasilan di usia muda serta kontribusi dalam pembangunan.

Awalnya bersama pada akhirnya terpisah. Nala terus mengoceh kalau dia bisa di tinggal sendiri telah di kabulkan Arya dengan berat hati.

Dalam kesendiriannya di tingal Arya, Nala memutuskan untuk tidak kembali ke rumah. Lebih baik dia menikmati suasana desa nan asri yang jauh dari kebisingan kota di temani mbok Darsih dan juga para ajudan.

"Non sekarang kita mau kemana?" tanya Mbok Darsih.

"Saya mau ke tempat istirahat para pekerja kebun Mbok. Boleh kan?" senyumnya secerah sinar mentari. Matanya yang teduh memandang penuh harap dan puja.

Mbok Darsih melempar pandangan pada para ajudan, meminta tanggapan atas permintaan nonanya. Mereka menggeleng tidak bisa memutuskan, sebab baru kali ini ada kisah majikan meminta persetujuan pada bawahannya.

Semuanya saling lempar tanggung jawab keputusan.

"Boleh Non, asal Non senang." Ragu, mbok Darsih berdo'a dalam hati agar keputusannya ini tidak membawa malapetaka nantinya.

Duh Gusti, kasihanilah orang tua ini. Semoga tidak terjadi yang tidak diinginkan kedepannya.

"Terimakasih ya mbok Darsih." Nala sumringah. Memeluk senang mbok Darsih yang dianggapnya sudah seperti ibu.

Wahai para ajudan dan si mbok, jika kalian lebih teliti bisa saja menghubungi Arya Sena sang juragan untuk mendapatkan ijin. Sebab Arya selalu melarang Nala berbaur dengan orang asing selain dirinya. Melihat sifat Nala yang kelewat baik rentan dimanfaatkan oleh oknum pencari untung.

Tibalah mereka pada tempat yang di tuju.

Sebuah semi bangunan terbuat dari bahan kayu kokoh dengan desain yang asri membuat para pekerja begitu nyaman saat beristirahat. Prasmanan makan siang pun begitu rapi dan tertib dengan menu makan sesuai standar gizi.

Nala kagum, suaminya adalah orang besar yang baik. Yang sebagaimana mestinya memperlakukan para pekerja secara manusia. Tutur kata manis perempuan itu menyapa. Lalu ketar-ketir para pekerja terkejut kemudian membeku.

Kesayangan juragan menapakkan kaki di tempat ini tanpa adanya penyambutan berarti. Kedatangannya menjadi trending topik dan rasa kekaguman yang mencuat ke permukaan.

Mayoritas para pekerja berumur diatas Nala. namun semuanya menunduk hormat pada istri sang juragan.

Nala tidak biasa, dia risih dengan perlakuan bak putri raja dari orang-orang. Inginnya berbaur seperti tidak ada dinding pembatas di antara mereka. Tapi semua itu tidak terjadi dan tidak akan pernah terjadi. Daripada memaksa ketidak mungkinan itu, Nala memutuskan untuk pamit undur diri. Meninggalkan tempat yang menjadi tujuan berbaur pada sesama.

Akhirnya, para ajudan dan mbok Darsih bisa bernafas lega berkat kepulangan mereka kembali ke rumah. Nonanya tidak berlama di khalayak umum merupakan angin segar bagi mereka. Yang mereka cemaskan telah sirna terbawa semilir angin yang membelai.

"Mbok, tahu tidak?"

"Apa itu Non?"

"Saya sampai sebesar ini belum pernah melihat wajah orang tua saya. Atau mungkin saya sudah melihat tapi lupa karena masih kecil. Hehe."

Deg.. hati mbok Darsih berdesir.

"Pas di tempat tadi, entah kenapa saya seperti mendapat energi. Begitu senang melihat senyum mereka." Nala tersenyum membayangkan betapa bahagia dirinya.

"Apalagi saya mendapat suami seorang pangeran yang sangat mencintai tuan putrinya. Mas Arya adalah sosok suami yang sempurna bagiku mbok."

"Iya non. Juragan sama non adalah pasangan yang sangat serasi. Mbok mendo'akan agar kalian selalu bahagia sampai akhir."

"Terimakasih mbok."

"Iya non, terimakasih juga sudah membiarkan saya berada di sisi non."

"Apaan sih mbok ini. Mbok Darsih sudah saya anggap seperti ibu saya sendiri."

"Non" matanya sudah berkaca-kaca.

"Iya mbok iya, sudah jangan menangis saya tidak kuat melihatnya. Saya jahat ya mbok? sampai bikin menangis."

"Tidak non, maafkan mbok ya. Mbok hanya terharu."

Di tengah perbincangan, terdengar suara langkah tergesa yang sedang menahan perasaan sedih. Para ajudan sudah antisipasi agar nonanya tidak terganggu dengan orang itu.

"Biarkan dia. jangan perlakukan wanita seperti itu." perintah Nala pada ajudan.

..........

Di seberang sana,

"Yudis, kita pulang sekarang. Perasaan saya tidak enak." ujar Arya Sena.

"Baik juragan."

.

.

.

.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!