NovelToon NovelToon

Pendekar Hantu Kabut

Bab 1. Lin Tian

"Nona tunggu"

"hahaha"

Sore itu disebuah hutan terdengar suara seorang anak laki laki dan perempuan, si gadis terlihat sedang mengejar seekor kucing putih yang berlari dengan sangat gesit, sedangkan si lelaki agaknya berusaha untuk mengejar gadis itu yang ia panggil Nona.

"kena kau!...ahahaha" gadis itu nampak sangat senang setelah berlari lari akhirnya dapat juga menyusul si kucing.

"hah...hah...Nona...anda berlari terlalu cepat."

"Hehe maaf Lin Tian, aku terlalu bersemangat hingga meninggalkanmu."Jawab gadis cilik itu dengan terkekeh, memperlihatkan deretan giginya yang putih berkilau bagai mutiara.

"Mari kita kembali Nona, ini sudah terlalu jauh dari rumah."

"Hmph...tidak mau, kenapa kau buru buru untuk pulang? ini masih sore, bahkan matahari pun belum terbe-."Belum sempat ia menyelesaikan perkataannya, kucing yang berada dalam gendongannya sudah melompat dan lari memasuki hutan lebih dalam.

Gadis itu terkejut dan cepat menggerakkan kakinya untuk mengejar kucing tersebut. Bocah lelaki yang ternyata bernama Lin Tian itu hanya berdiri bengong memandang kepergian Nonanya, diam diam ia mengeluh dalam hati dan tak ada pilihan lain, untuk kedua kalinya ia kembali kejar kejaran dengan gadis cilik itu.

Siapakah mereka berdua? Seperti yang diketahui, anak lelaki itu bernama Lin Tian, dia adalah seorang anak yatim piatu dari keluarga miskin di sebuah desa. Dan orang yang ia panggil nona tadi bernama Zhang Qiaofeng, seorang putri tunggal keluarga Zhang, salah satu keluarga bangsawan.

Lalu, mengapa seorang anak yatim piatu seperti Lin Tian bisa berada bersama seorang putri keluarga bangsawan? Jadi, dahulu Lin Tian merupakan seorang anak petani yang tinggal di sebuah desa kecil, namun suatu saat keluarga bersama seluruh warga di desanya dibantai habis oleh segerombolan perampok, waktu itu ia sedang berada di hutan dekat desa karena disuruh ibunya untuk mencari kayu bakar.

Saat dirinya pulang dari hutan, betapa terkejutnya dia melihat pemandangan yang sangat mengerikan terpampang di depan matanya, Lin Tian melihat orang orang desa bergeletak disana sini dalam keadaan mandi darah dan dengan tubuh yang tak utuh lagi. Teringat akan kedua orang tuanya, Lin Tian langsung lari menuju rumahnya, dan ketika ia membuka pintu, disitu sudah terlihat ayah bundanya tergeletak di lantai dengan kondisi yang tak jauh berbeda dari warga desa.

Karena ayahnya dahulu seorang pendekar, lelaki ini meninggal dalam keadaan memegang sebuah golok, namun agaknya perlawanan yang dilakukan ayah Lin Tian ini tidak berarti banyak.

Ketika ia menolehkan kepala memandang ke arah ibunya yang tergeletak di atas meja makan, ia terkejut, pasalnya ibunya itu meninggal dalam keadaan yang bisa dibilang lebih baik dari ayahnya. Seorang ibu muda ini meninggal tanpa adanya darah sedikitpun di tubuhnya. Walaupun jasadnya tak berdarah sedikitpun, namun ketika dia melihat ibunya hatinya serasa dibakar oleh api kemarahan dan dendam, bagaimana tidak, ibunya meninggal dalam keadaan telanjang tanpa busana sedikitpun! Lin Tian tidak tahu apa yang terjadi kepada ibu tersayangnya itu, namun entah kenapa ia merasa bahwa keadaan ibunya jauh lebih buruk daripada ayahnya.

Sore hari itu, Lin Tian yang baru berumur 8 tahun, hanya bisa menangis hingga larut malam dan akhirnya anak malang itu pingsan di dekat mayat ayah bundanya.

Keesokan harinya, pagi pagi sekali dia menguburkan semua orang desa termasuk ayah ibunya. Ketika selesai menguburkan semua orang, saat itulah ia bertemu dengan salah seorang anggota keluarga Zhang.

Orang itu mengenalkan dirinya sebagai Zhang Jun. Setelah mengetahui semua kejadian yang terjadi di desa kecil itu dari cerita Lin Tian, karena Zhang Jun merasa kasihan, akhirnya lelaki tua itu mengajak Lin Tian menuju ke kediaman keluarga Zhang.

Singkat cerita Lin Tian diterima oleh pemimpin keluarga dan dipekerjakan sebagai seorang pembantu. Setelah beberapa bulan, ketika rombongan keluarga Zhang pergi menuju kota raja untuk menghadiri perayaan ulang tahun kaisar. Karena ayah Lin Tian seorang pendekar sudah wajar jika anaknya pun sedikit banyak tahu akan ilmu silat, maka ia ditugaskan untuk membantu menjaga persediaan makanan selama perjalanan.

Namun dalam perjalanan, Lin Tian menunjukkan sesuatu hal yang luar biasa dan membuat semua orang tercengang. Saat perjalanan, rombongan ini diserang oleh sekelompok bandit gunung, ketika penyerangan terjadi Lin Tian ikut membantu para pengawal menghadang gerombolan bandit yang mencoba mencelakakan mereka. Tetapi yang membuat mereka terkejut adalah bahwa Lin Tian menyerang para bandit itu hanya menggunakan sebuah balok kayu! Ya, sebuah balok kayu sepanjang satu meter dengan garis tengah seukuran lengan orang dewasa.

Walaupun hanya sebuah balok kayu, akan tetapi serangan Lin Tian tidak main main, sekali ia ayunkan senjatanya itu terdengar suara nyaring akibat tulang tulang patah dari lawan yang dihadapinya.

Kebetulan nona muda Zhang Qiaofeng melihat semua kejadian itu dan langsung meminta kepada ayahnya untuk menjadikan Lin Tian sebagai pengawal pribadinya.

Awalnya ayahnya menolak keinginan itu, namun karena paksaan dari Zhang Qiaofeng dan ketika ia meceritakan hal ini kepada istrinya, ibu satu anak itu hanya setuju-setuju saja, akhirnya pria paruh baya ini menyetujui permintaan Zhang Qiaofeng dan mengangkat Lin Tian menjadi pengawal pribadinya.

Dan sekarang sudah 1 tahun semenjak Lin Tian menjadi pengawal Zhang Qiaofeng. Demikianlah sedikit riwayat hidup mengenai Lin Tian, seorang bocah pengawal nona muda keluarga Zhang.

Setelah sekian lama mereka berlari lari dihutan itu, akhirnya Zhang Qiaofeng berhenti di sebuah sungai yang tidak terlalu lebar.

"Nona Muda....hah....hah hari sudah sore, tolong-"

"Ihhh, kucing nakal." Ucap Zhang Qiaofeng memotong perkataan Lin Tian, gadis ini berkata sambil membanting banting kaki kanannya ke tanah. Dia terlihat sebal karena merasa betapa sulitnya menangkap kucing liar itu.

"Lihat, dia malah lari menyebrangi sungai ini." Dia berkata sambil menunjukkan jari telunjuknya ke arah seberang sungai.

Lin Tian yang masih kelelahan hanya mampu menjawab "Karena itulah nona...lebih baik kita kembali sekarang.

Sontak Zhang Qiofeng langsung memelototkan mata indahnya itu ke arah Lin Tian dan membentak "Kau dan kucing itu agaknya sama saja!! kucing itu yang hanya ingin kupegang selalu melarikan diri, kau sebagai pengawal yang seharusnya membantuku daritadi malah rewel terus minta pulang, kalian sama-sama menjengkelkan!!" Memang begitulah sifat nona muda ini, jika menginginkan sesuatu, dia akan terus berusaha untuk mendapatkan hal itu. Seorang gadis yang keras kepala.

Lin Tian terus berusaha untuk membujuk nona mudanya ini, akan tetapi dasar gadis kepala batu, Zhang Qiaofeng tidak mendengar perkataan Lin Tian dan tetap memutuskan untuk menyebrang. "Nona, kau tau? menurut pendapatku, kau sama menjengkelkannya dengan kucing itu." Tentu saja Lin Tian tak berani mengatakan pendapatnya ini.

"Sudahlah jika tak mau membantu, lebih baik kau pulang dan siapkan aku secangkir teh hangat!" perintah Zhang Qiaofeng dengan kesal karena bujukan Lin Tian. Lalu tanpa ragu ragu ia melangkahkan kakinya ke sebuah batang pohon yang melintang di atas sungai untuk menyebrang, batang pohon itu pulalah yang dijadikan jembatan oleh si kucing. Sepertinya 'jembatan' itu dulunya merupakan sebuah pohon tinggi yang tumbang akibat terjangan badai atau semacamnya.

Sungai itu tidak terlalu besar, namun agaknya cukup dalam. Karena khawatir akan keselamatan nona mudanya, akhirnya Lin Tian ikut melangkahkan kaki ke atas 'jembatan' yang hanya berdiameter sebesar paha orang dewasa itu. Dia berjalan perlahan di belakang nona mudanya, namun karena ilmu meringankan tubuhnya belum sebaik Zhang Qiaofeng, Lin Tian tak mampu menahan keseimbangan dan tergelincir, hampir saja ia tercebur ke sungai di bawahnya jika tidak ada tangan yang tiba tiba memegang pergelangannya.

"Kau ini, berhati hatilah!! sungai di bawah kita ini lebih dari cukup untuk menelan tubuhmu." Tegur Zhang Qiaofeng dengan suara sabar, sungguh berbeda dari nada bicaranya beberapa saat lalu. Ternyata gadis inilah pemilik tangan yang memegangi pergelangan Lin Tian.

Saking terkejutnya, Lin Tian mengeluarkan seruan tertahan dan tanpa sadar ia sudah menggerakkan kedua lengannya menggenggam tangan kiri Zhang Qiaofeng yang tadi gadis itu gunakan untuk menahan dirinya agar tidak jatuh ke sungai. Zhang Qiaofeng terkejut, namun tak lama ia pun tersenyum dan berkata "Berjalanlah perlahan dan ikuti langkah ku." Lin Tian hanya menganggukan kepala sebagai jawaban sambil melirik kebawah dengan tubuh agak gemetar.

Setelah beberapa saat, mereka tiba di seberang sungai. Lin Tian masih memandang ngeri ke arah sungai itu tanpa sadar bahwa kedua tangannya masih menggenggam tangan nona mudanya. Zhang Qiaofeng hanya tersenyum membiarkan hal itu terjadi.

Tak berapa lama, Lin Tian tiba tiba tersentak kaget dan sadar akan kekeliruannya, langsung ia lepaskan genggaman tangan itu dan menjatuhkan diri berlutut di depan nona mudanya sambil berkata gelagapan "N-nona Muda, a-a-ampunkan saya yang telah kurang ajar."

Zhang Qiaofeng hanya tersenyum kecil dan mengangkat bahu Lin Tian menyuruhnya untuk bangun." Tak apa, bangunlah, kenapa kau begitu canggung? bukankah sudah kubilang jika hanya kita berdua kau boleh memanggilku kakak?" Ucapnya disertai senyuman manis yang menghias wajahnya.

"Saya tak berani." Ucap Lin Tian sambil menundukkan muka.

"Sudahlah, lebih baik kita lanjutkan tujuan awal kita kemari, ayo!!"

Mereka kembali melanjutkan mencari kucing liar itu, tetapi setelah matahari hampir terbenam mereka sama sekali tidak menemukan apa apa. "hah...disini juga tidak ada" Ucapan ini keluar dari mulut Zhang Qiaofeng dengan nada putus asa. Tiba tiba saja gadis ini berseru keras hingga membuat Lin Tian terlonjak kaget. "Ah...disaat seperti ini, pasti disana akan terlihat indah. Lin Tian ayo ikut aku!!" tanpa banyak cakap, gadis ini langsung menggerakkan kakinya menuju sebuah bukit kecil.

Lin Tian tak paham akan maksud ucapan gadis itu namun ia hanya menuruti ucapan nonanya dan segera menyusul menaiki bukit kecil tersebut.

Setelah sampai di atas, Zhang Qiaofeng menghentikan langkahnya, saat Lin Tian sampai didekatnya, alangkah terkejutnya ia melihat pemandangan luar biasa yang berada didepannya. Terlihat jauh di ufuk barat sana sebuah lingkaran besar berwarna merah kekuningan yang memancarkan cahaya jingganya memenuhi angkasa, di sekitar bola raksasa itu terlihat hamparan awan bagaikan sekumpulan kapas lembut yang bergulung gulung berwarna kuning bercampur biru cerah dari langit sore hari.

Seolah olah pemandangan itu seperti sebuah lukisan diatas kanvas raksasa yang disebut sebagai 'Langit'.

Melihat semua ini Lin Tian tak mampu berkata kata lagi dan hanya mampu berdiri kaku mengagumi keindahan pemandangan matahari terbenam didepannya.

"Bagaimana? Indah bukan?" Tanya Zhang Qiaofeng yang sama sama mengagumi tamasya alam sore hari itu.

Lin Tian tak membalas perkataannya, ia malah teringat dengan ayah bundanya. Seingatnya dia pernah menyaksikan pemandangan ini bersama ayah bundanya beberapa tahun lalu, namun sekarang ia sadar bahwa ayah ibunya sudah pergi jauh dan tak pernah kembali lagi. Mengingat hal ini, tak terasa dua butir air mata menetes jatuh dari kelopak mata Lin Tian.

Zhang Qiaofeng bukan tidak tahu akan hal ini, memang sudah menjadi watak bawaan setiap manusia bahwa seorang wanita cenderung lebih 'peka' daripada pria. Karena itulah gadis ini lalu mendekati Lin Tian dan langsung mengulurkan tangan kirinya merangkul kepala pengawalnya itu, sedangkan tangan kanannya ia gunakan untuk mengelus lembut rambut kepala Lin Tian.

"Hmm...Tian'er adikku, kenapa kau menangis?" Ucapan Zhang Qiaofeng ini mengandung nada penuh kasih sayang, seperti ucapan seorang kakak perempuan yang sedang menenangkan adik kecilnya.

"N-Nona?" Ucap Lin Tian dengan gugup karena tak pernah menyangka akan mendapat perlakuan seperti ini dari nona mudanya, dan Tian'er? adik? apakah sungguh gadis yang sedang merangkulnya itu memang menganggapnya sebagai seorang adik?

"Ssstt...apa kau sudah lupa? sudah berapa kali kukatakan bahwa jika hanya kita berdua, jangan ragu untuk memanggil dan menganggapku kakakmu?. Tian'er kau belum menjawab pertanyaanku, kenapa kau menangis?" Kembali Zhang Qiaofeng menanyakan pertanyaan yang sama.

Mendengar pertanyaan itu, air mata Lin Tian jatuh semakin deras sampai membasahi baju Zhang Qiaofeng. Semua kejadian ini sama persis dengan yang pernah dialaminya beberapa tahun silam, hanya bedanya dahulu yang menemani dan memeluknya seperti ini adalah ayah bundanya. Sekarang mereka sudah tiada dan perlakuan Zhang Qiaofeng saat ini menambah kesedihan dan rasa rindu akan kasih sayang orang tua yang selama ini selalu ia pendam jauh di lubuk hatinya.

"Ayah....ibuu..."

Mendengar ini, makin eratlah pelukan Zhang Qiaofeng. Ia sadar bahwa bagaimanapun Lin Tian akan menyembunyikan kesedihannya namun dia tetaplah seorang anak yang masih membutuhkan kasih sayang kedua orang tua. Makin prihatin rasa hati Zhang Qiaofeng mengingat bahwa lelaki ini telah melihat sebuah peristiwa yang sangat mengerikan di depan kedua matanya.

"Tian'er dengar...saat ini, kau sudah menjadi bagian dari keluarga Zhang, walau hanya menjadi pengawal namun kau adalah pengawal untuk seorang nona muda! tak ada orang yang akan merendahkanmu, kalaupun memang ada, aku sendirilah yang akan membelamu, dan jika andaikata semua orang di keluarga Zhang membencimu hanya karena kau berasal dari keluarga rakyat jelata...." Dia menghentikan perkataannya sejenak untuk menarik nafas panjang.

"Ingatlah Lin Tian!! Aku Zhang Qiaofeng sampai kapanpun akan selalu berada disisimu, kau bisa memegang perkataanku!!" Pernyataan ini diucapkannya penuh penekanan dan dengan nada sungguh sungguh.

Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Lin Tian, yang terdengar hanyalah isak tangis memilukan dari seorang pengawal setia ini.

"Terima kasih....kakak." Setelah beberapa menit berlalu, hanya inilah yang mampu diucapkan oleh Lin Tian ditengah isak tangisnya.

Zhang Qiaofeng semakin terharu dan tanpa sadar sebutir air mata telah lolos dari tempatnya. "Tenang saja Lin Tian, disini kau tidak akan merasa kesepian." Sambil tersenyum nona muda ini mengecup lembut ujung kepala Lin Tian dengan penuh kasih sayang.

Sore itu lebih tepatnya dihari tujuh bulan tujuh, Lin Tian meluapkan semua kesedihannya selama ini di bawah cahaya matahari terbenam ditemani langsung oleh nona mudanya, Zhang Qiaofeng yang tak pernah berhenti menggerakkan tangannya mengelus kepala Lin Tian.

|•BERSAMBUNG•|

Bab 2. Keluarga Zhang

Pagi hari itu di halaman depan kediaman utama keluarga Zhang, terlihat seorang pria tua yang sedang mengawasi latihan dua orang pemuda dan pemudi. Pria tua itu bukan lain adalah Zhang Jun, seorang yang telah menyelamatkan hidup Lin Tian dan sekaligus menjadi guru bagi Lin Tian dan Zhang Qiaofeng.

Pemuda dan pemudi yang diawasinya saat ini adalah Lin Tian dan Zhang Qiaofeng, mereka berdua sedang menjalani hukuman hari ini karena kelakuan mereka berdua yang membuat seluruh keluarga gempar. Hal ini terjadi karena kemarin ketika Lin Tian dan Zhang Qiaofeng pergi bersama ke hutan belakang wilayah keluarga Zhang belum juga kembali hingga malam tiba, akhirnya mereka harus rela mendengarkan ceramah selama lebih dari satu jam yang isinya hanya maki makian tentang kesembronoan mereka dari Zhang Anming, ayah Zhang Qiaofeng dan juga pemimpin keluarga Zhang saat ini.

Sebenarnya hukuman ini dilakukan atas perintah langsung dari Zhang Anming yang merasa kesal kepada putri dan pengawalnya itu kepada Zhang Jun. Karena itu, untuk mentaati perintah pemimpin keluarga, Zhang Jun memberi hukuman kepada Lin Tian untuk memukul batang pohon yang berada di dekat situ dan Zhang Qiaofeng, gadis ini dihukum untuk merapihkan setiap pohon hias yang ada di sana dengan menggunakan kedua belati yang menjadi senjatanya. Mereka tak boleh berhenti hingga matahari tepat berada di atas kepala.

"Hah...hah...hah Guru aku lelah, berikanlah sedikit waktu untukku beristirahat. Apakah boleh?" Teriak Zhang Qiaofeng dari kejauhan kepada Zhang Jun.

Zhang Jun menolehkan kepalanya, terlihat diwajah kakek ini banyak sekali kerutan dalam yang menandakan bahwa ia sudah amat tua. Jika ditaksir kira kira umurnya tak kurang dari 70 tahun, di atas matanya tampak alis yang sudah memutih senada dengan warna rambutnya, jenggot kakek ini menjuntai kebawah begitu panjangnya hingga menyentuh dada.

Sambil membungkukkan badan memberi hormat dia berkata "Maaf Nona Muda, saya tidak bisa mengabulkan permintaan Nona.

Sesungguhnya saya terpaksa melakukan semua ini bukan sekali kali karena hendak mencelakakan Nona, melainkan karena kewajiban saya untuk melakukan setiap perintah pemimpin keluarga. Sekali lagi maaf Nona."

Zhang Qiaofeng mengerucutkan bibirnya kesal, lalu ia kembali melanjutkan hukuman sambil mulutnya tak henti-hentinya melantunkan makian dan umpatan.

Zhang Jun hanya mampu menggelengkan kepala dan menghela nafas panjang, kembali ia tolehkan kepalanya kearah Lin Tian. Terlihat anak itu terus memukul batang pohon didepannya dengan sungguh-sungguh tanpa memperlihatkan rasa terpaksa atau keberatan atas hukuman yang diberikan.

Lin Tian sadar akan kesalahannya lagipula dia menganggap bahwa hukuman itu sebagai sarana latihan untuknya agar menjadi lebih kuat dari sebelumnya.

Keahlian Zhang Qiaofeng dan Lin Tian memang berbeda, Zhang Qiaofeng memusatkan latihannya pada ilmu meringankan tubuh sedangkan Lin Tian lebih memusatkan latihan pada kekuatan fisik. Karena memang ketika ia dahulu menerima pelajaran ilmu silat dari mendiang ayahnya, kebanyakan dari ilmu itu lebih memfokuskan ilmu penguatan tubuh dibanding dengan ilmu meringankan tubuh. Walaupun begitu bukan berarti Lin Tian tidak mempunyai keahlian ilmu meringankan tubuh, hanya saja kemampuan meringankan tubuhnya masih lebih rendah daripada Zhang Qiaofeng.

Karena itulah hukuman yang dijatuhkan untuk mereka berdua jauh berbeda, Lin Tian dihukum untuk memukul batang pohon yang lebih membutuhkan kekuatan fisik dibanding kecepatan. Sedangkan Zhang Qiaofeng mendapat hukuman untuk merapihkan tanaman hias yang lebih membutuhkan kecepatan dan kelincahan.

Mengingat banyaknya tanaman hias di halaman itu, Zhang Qiaofeng tidak akan bisa menyelesaikan hukuman tepat waktu jika ia tidak menggunakan ilmu meringankan tubuh, karena itulah mau tidak mau gadis ini mengerahkan seluruh kepandaiannya untuk mempersingkat waktu.

Setelah sekian lama akhirnya matahari sudah berada tepat di atas kepala, hal ini menunjukkan bahwa hukuman mereka berdua telah usai. Zhang Qiaofeng pergi ke bawah pohon besar yang dijadikan tempat hukuman Lin Tian, gadis ini lalu langsung merebahkan tubuhnya di atas rumput tebal yang berada tepat di bawah pohon itu. Lin Tian juga sudah menghentikan pukulannya dan ia lalu duduk di samping Nona mudanya.

Sambil terengah-rengah karena kelelahan Zhang Qiaofeng kembali mengomel "Huh...huh...hmph!! Dasar ayah tak punya hati, teganya dia memperlakukan putrinya sekejam ini!!"

"Sabarlah Nona, dengan hukuman ini saya yakin secara tidak langsung akan meningkatkan kepandaian Nona dan Tian'er, saya juga yakin bahwa Pemimpin melakukan semua ini adalah karena memang untuk tujuan tersebut. Jadi Nona, jika diperhatikan hukuman ini sebenarnya banyak sekali manfaatnya untuk Nona dan Tian'er." Ucap Zhang Jun yang juga sudah sampai di tempat itu dengan lembut sambil tersenyum penuh kesabaran.

Diam-diam Lin Tian membenarkan perkataan gurunya tersebut, karena itulah ia melakukan hukuman tadi dengan penuh semangat. Memang dalam hal ilmu silat, untuk anak seumurannya Lin Tian terbilang cukup kuat, hal ini dibuktikan dengan hasil pukulan tangan anak ini yang menyebabkan batang pohon besar dan tebal itu berlubang kurang lebih sedalam 20 cm.

Berbeda dengan Nona muda satu ini. Setelah ia mendengarkan nasehat dari gurunya itu, makin panaslah hatinya karena gadis ini menganggap bahwa gurunya lebih membela ayahnya ketimbang dirinya. Dia tidak sadar jika lelaki yang duduk di sebelahnya itu terlihat kulit tangannya telah mengelupas dan mengeluarkan darah, dibanding dengan dirinya yang hanya mengalami kelelahan tentu saja sekali lihat orang akan tahu kalau anak laki-laki itu telah mengalami hukuman yang jauh lebih berat dan keras.

"Karena Nona bersama Tian'er telah menjalani hukuman dari pagi hingga sekarang tanpa istirahat sedikitpun, maka saya rasa sudah cukup untuk hari ini dan selamat beristirahat Nona." Ucap Zhang Jun sambil memberi hormat kepada Zhang Qiaofeng lalu membalikkan tubuh pergi dari situ.

Kini hanya tinggal Zhang Qiaofeng dan Lin Tian yang masih berada di bawah pohon rindang itu. Karena terlalu kelelahan, rasa kantuk tanpa sadar menyerang meraka. Akhirnya mereka tertidur di bawah pohon dengan posisi Zhang Qiaofeng yang rebah terlentang di atas rumput dan Lin Tian tidur bersandar pada pohon besar tersebut.

Terlihat di kejauhan berdiri seorang wanita dan seorang pria yang terbilang masih cukup muda, yang pria kira kira berumur tiga puluh lima tahun sedangkan wanita di sebelahnya kira-kira berumur tiga puluh tahun. Mereka berdua mengenakan setelan baju mewah dari jahitan kain sutra sama seperti pakaian yang selalu dikenakan oleh Zhang Qiaofeng. Dari jauh terlihat mereka tersenyum menyaksikan kedekatan Zhang Qiaofeng dan Lin Tian.

*******

Ketika Zhang Qiaofeng bangun dari tidur nyenyaknya, dia menolehkan kepala dan terlihat di sampingnya duduk seorang pria yang tangannya sedang di balutkan perban oleh salah satu pelayan wanita.

Pria itu adalah Lin Tian pengawalnya sendiri, dia lalu bangkit duduk sambil mengucek matanya. Pelayan itu menyadari bahwa Nona mudanya sudah bangun maka langsung saja dia berkata "Selamat sore Nona, saya diutus kemari oleh tetua Zhang Jun untuk mengantar minuman Nona dan Tuan Lin Tian, juga saya diperintah oleh pemimpin untuk menyampaikan pesan bahwasannya jika Nona sudah bangun beliau berharap agar Nona segera datang menghadap ke ruangannya." Ucap pelayan itu dengan hormat, lalu kembali melanjutkan aktivitasnya mengobati tangan Lin Tian.

Zhang Qiaofeng hanya menganggukkan kepalanya yang masih terasa berat, lalu ia baru sadar bahwa pelayan itu daritadi masih sibuk untuk membalutkan perban ke tangan Lin Tian.

Ia terkejut melihat keadaan kedua tangan pengawalnya itu. "Lin Tian, apa yang terjadi dengan tanganmu sampai jadi seperti itu?"

"O-oh...Nona, mungkin ini terjadi karena saya terlalu keras saat memukul pohon tadi." Lin Tian menjawab sambil sedikit mengerang akibat menahan rasa sakit di tangannya.

Tiba-tiba Zhang Qiaofeng langsung mendekati mereka berdua dan tanpa basa-basi ia lalu mendorong pelayan wanita itu sampai membuatnya hampir tesungkur.

"N-Nona!?" Ucap Lin Tian dan pelayan wanita itu hampir berbareng.

"Biar aku yang mengobati lukanya." Kata Zhang Qiaofeng kepada pelayan itu. "Dia terluka karena kesalahanku, biarlah aku yang urus sisanya, kau boleh kembali." Lanjutnya.

Pelayan itu jelas terkejut dan heran akan sikap Zhang Qiaofeng yang aneh ini, namun dia tidak membantah dan tetap menuruti perkataannya.

"N-Nona...kenapa tiba-tib-"

"Hmm...?"

Belum selesai Lin Tian bicara, perkataannya sudah dipotong oleh Zhang Qiaofeng dengan tatapan dingin yang menusuk. Seketika nyali Lin Tian langsung ciut dan punggungnya mengeluarkan keringat dingin, dia juga heran mengapa Nona mudanya ini tiba-tiba bersikap aneh begini? Apa karena gadis ini masih marah pada ayahnya dan ingin melampiaskan kemarahan padanya?

"Kenapa? bukankah tanganmu terluka? apa kau mengira aku tak bisa melakukan pekerjaan ini huh? ohh...atau karena kau lebih suka jika yang mengobatimu itu pelayan tadi?!!" Kembali Zhang Qiaofeng bertanya, suaranya dingin dan dia berbicara dengan menekankan setiap kalimatnya.

Lagi-lagi Lin Tian terkejut, ada apa sebenarnya dengan Nonanya ini?. "B-b-bukan begitu Nona...tapi-"

Kembali ucapan Lin Tian dipotong oleh Nona muda itu, malah sekarang dia sampai membentak "DIAAM!! Tak ada tapi tapi!! kau itu pengawalku dan aku Nonamu, jika kau seorang pengawal yang setia patuhi saja perintahku dan jangan membantah!!! Mengerti!?" Bentak gadis cilik itu sambil memelototkan matanya kearah Lin Tian.

Walau bingung dan kaget setengah mati, namun Lin Tian tetap mematuhi perintahnya dan hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban.

Sebenarnya Zhang Qiaofeng sendiri tidak tahu alasannya mengapa dia sampai marah-marah seperti itu. Hanya saja ketika dia melihat pelayan tadi sedang mengobati luka Lin Tian, entah kenapa tiba-tiba dia merasa jengah dan tidak nyaman melihat pemandangan itu.

Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya Zhang Qiaofeng selesai mengobati tangan Lin Tian. Dia lalu bangkit berdiri dan mengambil botol minum miliknya yang diantar pelayan tadi, tanpa banyak cakap lagi langsung saja ia meneguk habis isi botol itu.

Setelah menghabiskan minumannya ia lalu berkata "Setelah ini kau pulanglah, aku akan menemui ayah sekarang." Tanpa menunggu jawaban dari Lin Tian, dia pergi meninggalkan tempat itu.

"Ada apa dengannya?" Batin Lin Tian terheran-heran karena sikap aneh Nona mudanya.

Sementara itu, Zhang Qiaofeng yang sedang dalam perjalanan menuju ruangan ayahnya tak henti-hentinya merutuki kebodohannya sendiri. "Dasar bodoh, goblok, tolol!! Ada apa sih denganku sampai merah-marah begitu!?" Ucapnya sembari memukul-mukul jidatnya sendiri dengan botol minum tadi. Dia sebenarnya sedikit menyesal telah membentak Lin Tian seperti itu yang sama sekali tidak ada salah sedikitpun.

*******

Terlihat Lin Tian saat ini sedang duduk termenung di atas kasur dalam kamarnya. Dahinya berkerut tanda bahwa dia sedang memikirkan sesuatu , lebih tepatnya tentang kejadian beberapa menit lalu ketika dia sedang dalam perjalanan pulang menuju rumahnya sesudah dibentak-bentak oleh Zhang Qiaofeng.

Saat sedang berjalan secara tak sengaja dia berpapasan dengan seorang pria tinggi dengan membawa pedang di pinggangnya, rambutnya panjang dikuncir, kulitnya putih kekuningan, hidung mancung dan di bawah mata sebelah kiri terdapat sebuah tahi lalat.Melihat dari wajahnya, kurang lebih umurnya tak kurang dari tiga puluh tahun.

Pria ini bernama Zhang Heng adik kandung dari Zhang Anming, orang ini adalah salah satu tetua keluarga Zhang dan juga dia merupakan pendekar terkuat di keluarga setelah Zhang Anming sendiri.

Walaupun seorang tetua, namun ketika berpapasan dengannya Lin Tian sama sekali tidak menunjukkan sikap hormat sedikitpun seperti kebanyakan orang, malah anak ini melemparkan tatapan tidak suka kepada orang itu.

Zhang Heng sadar akan hal itu, namun dia tidak marah malah orang ini menyapa Lin Tian dengan ramah, memang setiap kali bertemu dengan Lin Tian selalu saja anak itu memandangnya dengan pandangan benci dan tidak suka, Zhang Heng sudah terbiasa akan hal itu dan tidak mempermasalahkannya.

"Oh...Lin Tian apa kabar, baru selesai latihan? eh...kenapa tanganmu itu?"

Lin Tian mendengus dan menjawab "Anda benar, saya memang baru saja selesai latihan dan tangan ini, bukankah sudah biasa jika terluka ketika sedang berlatih?" Jawabnya sopan namun dengan nada datar.

"Haha...benar juga, hanya saja aku heran, hanya karena latihan bisa sampai menimbulkan luka separah itu."

"Tetua sendiri ingin pergi kemanakah?" Tanya Lin Tian.

"Oh, aku hendak pergi ke kota sebelah untuk urusan pribadi dengan teman lama ku." Jawabnya sambil tetap memepertahankan senyum ramahnya.

"Hm...kalau begitu hati-hati dijalan dan saya mohon pamit." Tanpa menunggu balasan dari Zhang Heng, Lin Tian lalu berjalan pergi meninggalkan orang itu.

Hal inilah yang sedaritadi sedang dipikirkan Lin Tian. Dia bersikap tidak menghormat seperti itu bukan tanpa alasan, hal itu terjadi karena entah mengapa Lin Tian selalu merasa curiga kepada tetua Zhang Heng. Apalagi ketika Lin Tian sedang bersama Nona Zhang Qiaofeng dan secara kebetulan bertemu orang itu, walau mulutnya terus tersenyum namun dalam tatapan matanya, Lin Tian merasakan ada tatapan kurang ajar dari mata Zhang Heng yang ditujukan kepada Nonanya itu.

Namun saat ini melihat tetua Zhang Heng hendak pergi meninggalkan wilayah keluarga Zhang, bukan hanya rasa curiga yang dirasakannya tapi juga timbul sebuah firasat buruk. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi di masa mendatang, yang jelas perasaannya sangat tidak enak.

"Huh...semoga saja hanya firasat dan tidak akan terjadi hal buruk di masa depan." gumamnya setelah dia pusing sendiri memikirkan rasa curiga dan firasat burukknya. Lalu dia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Setelah Lin Tian mengganti pakaiannya dengan pakaian bersih, dia menghampiri sebuah rak buku yang ada di pojok kamarnya. Memang karena dia seorang pengawal Nona Muda, perlakuan keluarga terhadapnya sedikit istimewa.

Lin Tian disediakan rumah sendiri lengkap dengan kamar mandi dan dapur, walau tidak terlalu besar namun rumah itu sudah cukup mewah untuk seorang pengawal sepertinya. Salah satu diantara segala fasilitas yang diberikan adalah rak buku ini.

Buku-buku yang berada di rak bukanlah buku biasa, buku-buku itu merupakan kumpulan kitab-kitab ilmu silat keluarga Zhang dari yang tingkat rendah sampai tinggi. Lin Tian memang suka membaca, karena itulah sekarang dia hendak membaca buku untuk menenangkan pikirannya.

Namun Lin Tian menghampiri rak itu dengan tujuan bukan untuk mengambil buku namun untuk duduk di kursi yang berada tepat di depan rak tersebut.

Dia lalu mengeluarkan sebuah buku kecil sebesar telapak tangan dari saku bajunya. Sampul buku itu sudah terlihat usang dan kertasnya sudah menguning, tanda bahwa buku itu sudah tua. Zhang Anming pernah mengatakan jika buku yang sedang dipegangnya itu adalah salah satu peninggalan leluhur keluarga.

Buku itu bukanlah buku sembarangan. Pasalnya ketika buku ini ditanyakan kepada seorang ahli silat orang itu akan menjawab kalau buku ini berisi ilmu silat yang panduannya mirip dengan sajak. Namun ketika ditanyakan kepada seorang sastrawan orang itu akan menjawab kalau buku ini berisi sajak yang kalimatnya mirip dengan panduan ilmu silat.

Walaupun begitu, sampai saat ini baik seorang ahli silat maupun sastrawan tidak ada yang bisa memastikan apakah buku itu merupakan sebuah buku sajak atau ilmu silat dan tidak ada pula yang bisa memahami isi tulisan buku itu. Di sampul depan buku terdapat tulisan yang berbunyi 'Ketenangan Batin'

Lin Tian sudah hafal hampir semua buku yang ada di kamarnya itu, dan buku Ketenangan Batin inilah yang paling sering dia baca dan yang paling dia hafal isinya. Namun buku ini jugalah yang paling tidak ia pahami maknanya.

Karena saking membingungkannya buku Ketenangan Batin ini, dia selalu membawa buku ini kemanapun dia pergi agar jika ada waktu luang, dia bisa membaca dan mencoba untuk memahami maknanya.

Setelah seperempat jam Lin Tian duduk di kursi itu, dia malah makin pusing dan stres karena membaca buku tersebut. Akhirnya dia merebahkan dirinya di kasur dan memilih untuk tidur.

*******

"Feng'er ada apa dengan kepalamu itu?" Tanya Zhang Anming heran kepada putrinya setelah melihat jidat gadis itu terdapat sebuah 'tanduk' berwarna merah.

Ibunya, Zhang An juga berada di ruang tersebut. Wanita cantik ini juga menatap kearah 'tanduk' putrinya itu dengan tatapan bertanya-tanya.

"Tadi jatuh kesandung batu di jalan." Jawabnya santai.

"Huh...??"

Seketika wajah kedua orang yang sudah berkepala tiga ini menjadi bengong dengan mulut terbuka lebar seakan-akan mulut itu bisa jatuh kapan saja. Mereka terkejut dan heran bahwasannya seorang seniman beladiri seperti Zhang Qiaofeng ini seharusnya sangat sulit untuk jatuh hanya karena kesandung batu. Kalau pun sampai kesandung dan jatuh, tak mungkin pula seorang sekuat Zhang Qiaofeng ini bisa sampai keluar 'tanduk' dijidatnya.

"Kau...jatuh karena batu!? T-tapi kenapa bisa jatuh?" Sekarang giliran ibunya yang bertanya.

"Ya tentu saja karena batu itu aku jadi jatuh." Kembali dia menjawab santai tanpa memperdulikan raut wajah orang tuanya yang semakin heran dan terkejut mendengar jawaban nyeleneh itu.

|•BERSAMBUNG•|

Bab 3. Tragedi Keluarga Zhang

Sudah tiga hari lamanya sejak pertrmuan Lin Tian dan tetua Zhang Heng sore itu, selama itu pula dia tidak pernah bisa tidur nyenyak karena perasaannya semakin tidak tenang dan cemas. Dia sangat mengkhawatirkan keadaan keluarga Zhang apalagi Nona mudanya Zhang Qiaofeng.

Karena itulah setiap kali selesai berlatih dengan gurunya, Lin Tian berlatih sendiri di halaman belakang rumahnya. Dia melatih ilmu silat dari kitab-kitab di rak buku kamarnya.

Pagi itu Lin Tian sudah siap di tempat biasa untuknya berlatih besama Zhang Qiaofeng dan Zhang Jun. Dia mengenakan baju dan celana hitam, hanya di ujung lengan dan kerah baju saja yang berwarna merah, di pinggangnya terselip sebuah pedang pendek dengan gagang pedang berwarna ungu gelap dan sarung pedangnya berwarna hitam. Pakaiannya ringkas dan tidak terlalu mewah, memang seperti itulah pakaian seorang pendekar.

Tak lama kemudian Lin Tian merasakan ada hembusan angin tajam yang datang dari belakang mengarah ke tengkuknya. Dia hanya tersenyum tipis lalu dengan sedikit memiringkan kepalanya, benda yang mengancam tengkuknya tadi lewat disebelah kiri kepala dan menancap di sebuah pohon tak jauh dari tempatnya duduk.

'Crrap!!'

Melihat benda itu senyum Lin Tian semakin lebar, ternyata itu adalah sebuah senjata rahasia yang berbentuk pisau tipis dan tajam. Lin Tian tahu siapa pemilik senjata rahasia pisau itu, dia bangkit berdiri lalu menendang menggunakan tumit kaki kanannya sambil membalikkan tubuh.

"Hiiat....Bukk!!"

Terdengar suara benturan keras ketika kaki Lin Tian menghantam tangan penyerangnya yang ternyata adalah Zhang Qiaofeng, Nona mudanya sendiri. Setelah itu, Zhang Qiaofeng lalu melompat kebelakang dan kembali melemparkan beberapa pisau dari dalam lengan bajunya.

Ada tiga pisau yang gadis ini lempar, dua kearah mata dan satu kearah ulu hati. Lin Tian tidak terkejut, dia lalu menekuk sedikit kedua lututnya untuk menghindari lemparan pisau kearah matanya, kemudian dia mengulurkan tangan kirinya menangkap pisau yang mengarah ke ulu hati. Sedetik kemudian ia lemparkan pisau itu kembali kepada pemiliknya.

"Trrranngg"

Zhang Qiaofeng menangkis pisau itu dengan tangan kirinya yang sudah menggenggam sebuah belati andalannya. Kemudian gadis ini langsung melesat kearah Lin Tian dengan ujung belati tepat mengarah leher.

Memang berbahaya serangan ini, jika saja yang dilawan bukan Lin Tian mungkin saja belati itu sudah menembus leher sampai ke tengkuk. Namun lagi-lagi Lin Tian tidak tampak panik atau kaget, anak ini yang masih dalam posisi setengah jongkok langsung menggerakkan tangan kanan dan menangkap bilah belati itu dengan jari tengah dan telunjuk.

Zhang Qiaofeng nampak terkejut, dia hendak mencabut belati kedua menggunakan tangan kanannya akan tetapi sebelum gadis ini sempat mencabut belatinya, Lin Tian terlebuh dahulu menusuk ulu hati Zhang Qiaofeng menggunakan gagang pedang.

"Uhukk!!...uhuukk!!...ough!" Zhang Qiaofeng terhunyung kebelakang sampai tiga langkah sambil memegangi dadanya yang terasa sesak.

"Bagus!! bagus!!" Terdengar suara Zhang Jun yang ternyata sudah datang pula di tempat tersebut, kakek ini bangga melihat kepandaian beladiri kedua muridnya yang sudah bisa dianggap sangat hebat untuk anak seumuran mereka.

"Guru!" Menyadari kedatangan gurunya Lin Tian langsung menjura memberi hormat.

"Hebat Tian'er!! Dari pertukaran jurus tadi, aku bisa melihat jika kepandaianmu sudah meningkat pesat dari sebelumnya, apalagi dalam hal meringankan tubuh, saat ini kau tidak kalah jauh dari Nonamu."

"Hei Lin Tian!! bagaiamana gerakkanmu bisa secepat itu? kurasa beberapa hari lalu ilmu meringankan tubuhmu masih jauh dibawahku." Zhang Qiaofeng berkata tiba tiba sambil menudingkan telunjuknya kearah muka Lin Tian.

Lin Tian tidak menjawab perkataan Nona mudanya, anak ini hanya tersenyum tipis untuk menanggapi ucapan Zhang Qiaofeng.

Nelihat pengawalnya itu tidak menjawab pertanyaannya, Zhang Qiaofeng lalu mendengus sambil mengerucutkan bibirnya. Namun sedetik kemudian dia tertawa terbahak-bahak sampai membuat Lin Tian dan Zhang Jun terkejut.

"Bwahaha...bagus!! memang seharusnya begini!! Lin Tian berlatihlah dengan keras untuk bisa melampauiku. Dengar Lin Tian, kau harus menjadi jauh lebih kuat dariku agar bisa melindungi Nona mudamu ini, dengan begitu ketika aku sudah menjadi seorang istri keamanan keluarga dan anak-anakku nanti akan terjamin. Ini perintah dariku!!" Ucapnya dengan sinar mata menyala-nyala penuh semangat.

Lin Tian lalu menjura memberi hormat kepada Zhang Qiaofeng sambil berkata "Tentu saja Nona, tanpa anda perintahkan sekalipun saya bersumpah akan terus berlatih keras dan akan melindungi Nona beserta keluarga sekalian dengan taruhan nyawa."

"Hahaha....luar biasa!! Kiranya keluarga Zhang memiliki calon pendekar sejati yang berjiwa ksatria, dan pendekar itu adalah muridku!! Hahaha...!!" Zhang Jun tertawa terbahak-bahak sampai mengeluarkan air mata saking bangga dan terharunya dengan muridnya yang satu ini.

Zhang Qiaofeng hanya tersenyum lebar menampilkan deretan gigi putihnya setelah mendengarkan sumpah yang diucapkan oleh Lin Tian. Gadis ini percaya bahwa pengawalnya itu amat setia dan tidak akan pernah mengingkari ucapannya sendiri.

*******

Siang hari itu Lin Tian, Zhang Qiaofeng, dan Zhang Jun sedang duduk bercengkrama di bawah sebuah pohon sambil melepas penat setelah selesai latihan. Akan tetapi kegiatan mereka terpaksa berhenti akibat ada salah seorang pendekar keluarga yang lari tergopoh-gopoh menghampiri ketiganya.

"Tetua tolong...ada serangan!!" Pendekar ini berkata terengah-engah dengan tubuh penuh luka.

"Apa...!?? Siapa yang berani menyerang keluarga kita!?" Tanya Zhang Jun yang sudah bangkit berdiri dengan muka merah menahan marah.

"Saya tidak tahu tetua, tiba-tiba saja mereka menyerang anggota keluarga kita dengan membabi buta."

"Bajingan!!!"

Kakek yang biasanya selalu sabar dan ramah ini tak bisa lagi menahan kemarahannya setelah mengetahui berita mengejutkan yang disampaikan oleh pendekar tersebut. Kembali dia bertanya.

"Bagaimana dengan Tuan dan Nyonya?? Bagaimana keadaan orang-orang kita yang terdiri dari orang biasa dan bukan pendekar atau pengawal?"

"Nyonya saat ini sedang dilindungi oleh para pendekar pengawal elit dan untuk orang-orang yang bukan pendekar maupun pengawal sedang dilarikan menuju rumah pengungsian kita, sedangkan untuk Tuan besar....dia sedang bertempur mati-matian menghalau musuh bersama para pendekar dan para tetua keluarga Zhang."

"Sialan!!" Zhang Jun menggertakkan giginya sambil mengepalkan tangan hingga keluar darah. "karena kau sudah terluka, pergilah ke rumah pengungsian dan lindungi tempat itu!!" Sambungnya.

"Baik tetua" Orang itu memberi hormat lalu langsung berkelebat lenyap dari tempat itu.

Zhang Qiaofeng yang mendengar hal ini langsung berlari sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan pergi menuju kediaman kedua orang tuanya.

"Nona tunggu!!" Lin Tian tentu saja terkejut melihat Zhang Qiaofeng yang tiba-tiba pergi tanpa pamit itu. Tanpa berkata apa-apa lagi dia langsung lari menyusul Nona mudanya yang sudah lumayan jauh.

Begitu pula dengan Zhang Jun yang langsung berkelebat pergi menyusul kedua muridnya.

*******

"Aakkhh" Terdengar suara jeritan keras dari mulut Zhang An yang pundak kirinya telah tertebas pedang musuh.

"Hahahaha...!!" Si penyerang itu tertawa-tawa dan langsung menusukkan pedang di tangannya ke arah dada wanita cantik itu.

"Aarrrggghhhh!!!" Terdengar lengkingan panjang menyanyat hati, namun kali ini bukan keluar dari mulut Zhang An, akan tetapi lengkingan ini adalah jeritan kematian dari si penyerang tadi yang dada kirinya sudah ditembus tombak dari belakang oleh salah satu pengawal elit Zhang An.

"Nyonya!" Pengawal ini berseru panik dan juga kaget karena dirinya bisa sampai lengah hingga membuat Nyonya itu terluka.

"Huh...huh...aku tidak apa-apa...dimana...Feng'er?" tanya wanita ini lemah sambil memegangi pundaknya. Memang Zhang An adalah seorang wanita yang sangat cantik dan berbudi baik, namun tubuhnya sangat lemah dan rentan. Karena itulah dia tidak bisa berlatih ilmu silat dan saat ini Zhang An hanya bisa mengandalkan para pengawalnya untuk melindungi dirinya.

"Tapi Nyonya, luka anda-"

"Biarkan!! Kalaupun aku mati saat ini, setidaknya aku ingin menemui anakku satu-satunya untuk terakhir kali. Sekarang tolong bantu aku untuk mencarinya!" Perintah Zhang An memotong ucapan pendekar itu.

Pengawal itu hanya bisa menatap Zhang An dengan pandangan sedih dan prihatin, namun dia hanya mampu menuruti permintaan Nyonya itu. Segera ia perintahkan para pengawal yang lain untuk segera mencari keberadaan Nona muda Zhang Qiaofeng.

"Semuanya dengaarr!! untuk para pendekar pengawal elit tetap disini lindungi Nyonya besar!! dan untuk yang lain cari keberadaan Nona muda Zhang Qiaofeng dan bawa kemari, cepat!!" Teriak pengawal itu yang ternyata bertugas sebagai kepala pengawal keluarga Zhang.

Tapi belum sempat para pengawal itu bergerak tiba-tiba terlihat sinar-sinar kecil berkelebat kearah para penyerang.

"Nona muda" Ucap mereka kaget, namun juga lega karena melihat bahwa Nona muda mereka baik-baik saja.

Memang Zhang Qiaofeng lah yang melemparkan senjata-senjata rahasia tersebut. Dia sudah sampai di halaman belakang kediaman orang tuanya yang menjadi medan pertempuran bersama Lin Tian dan Zhang Jun.

Tanpa basa-basi langsung saja Zhang Qiaofeng menghampiri ibunya yang sedang terluka dan Lin Tian bersama Zhang Jun ikut menyerbu para penyerang yang berjumlah puluhan itu.

Ketika empat orang penyerang mengeroyok Zhang Jun dari depan, kakek sakti ini langsung mencabut pedang di pingganggnya dan menangkis setiap senjata yang menghampirinya.

"Trang-trang-trang-trang"

Terlihat empat buah golok yang sudah terlepas dari tangan pemiliknya melayang di udara. Empat orang itu terkejut, pasalnya hanya dalam sekali tebas saja senjata mereka sudah berhasil dilemparkan lawan.

Selagi keempat orang itu belum lepas dari keterkejutannya, Zhang Jun langsung memutar pedangnya dan menebas mereka satu persatu.

"Aarrggghh!!" Terdengar jerit kesakitan empat orang itu ketika pedang yang berada ditangan Zhang Jun berhasil mencabut nyawa mereka dari raganya. Setelah itu, kembali kakek ini mengamuk dan membabat para penyerang itu dengan pedangnya yang seperti selalu haus akan darah.

Sedangkan dipihak Lin Tian, anak ini juga menunjukkan kemampuan yang membuat para musuh merasa gentar. Karena tenaga dalam yang dimiliki Lin Tian sudah lumayan, akibatnya setiap pukulan dan tebasan pedangnya walaupun tak sanggup untuk membunuh lawan dalam sekali serang tetapi mempu menimbulkan luka yang terbilang cukup parah.

Sekali pukulannya mampu membuat tulang-tulang lawan patah atau hancur dan tebasan pedangnya mampu memotong senjata bahkan anggota tubuh lawan. Akan tetapi karena dirinya belum matang benar ilmu silatnya, akibatnya sebentar saja dirinya sudah terdesak hebat oleh terjangan para penyerang.

Yang membuat dia terdesak bukan hanya karena ilmu silatnya yang terbilang masih mentah tapi juga sebagai seorang pengawal apalagi seorang pengawal pribadi, Lin Tian tak bisa jauh-jauh dari Nona mudanya untuk melindungi gadis itu. Karena konsentrasinya terpecah akhirnya ia menjadi lengah dan tak dapat dihindari lagi, sebuah golok besar bergerak cepat hendak mencium lehernya.

"Trang"

Terlihat sebuah tombak menahan laju golok itu. Lin Tian tak menyia-nyiakan kesempatan ini, langsung saja dia menusukkan pedangnya kearah dada si pemilik golok.

"Jleeb...aakkh!!" Terdengar jerit kematian dan seketika langsung putuslah nafas si penyerang, tewas.

Ketika Lin Tian menolehkan kepalanya, ternyata yang menolongnya bukan lain adalah sang kepala pengawal. Ia lalu membungkukkan badan memberi hormat dan berkata "Terimakasih paman, karena kebaikan paman nyawa saya masih berada di tubuh ini."

Kepala pengawal itu hanya mengangguk dan menjawab "Ya, berhati-hatilah nak."

Setelah itu, kembali Lin Tian melakukan perlawanan membantu para pengawal untuk menghadapi musuh-musuh itu.

Di satu kesempatan Lin Tian berhadapan dengan seorang pria tinggi besar dengan brewok menghiasi dagunya. Pria itu bersenjatakan golok.

Lin Tian bertanding hebat hingga belasan jurus banyaknya dengan pria bergolok itu. Ketika pria itu membabat kaki Lin Tian bertujuan untuk memotong pahanya, Lin Tian tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Dia lalu melompat menghindari tebasan golok itu dan yang lebih hebat lagi ketika golok itu lewat tepat di bawah telapak kakinya, Lin Tian menginjak golok itu dan menjadikannya tumpuan untuk meloncat lebih tinggi lagi.

"Apa...!?" Pria brewok itu jelas terkejut. Karena tadinya dia meremehkan Lin Tian yang masih seorang bocah, dia sudah cukup kaget ketika Lin Tian mampu melayaninya hingga belasan jurus, dan sekarang dia dibuat lebih kaget lagi dengan gerakan luar biasa dari Lin Tian barusan.

Lin Tian melayang tinggi di udara bagai burung elang yang hendak menerkam mangsanya, pria brewok itu langsung saja menusukkan goloknya kearah Lin Tian yang masih terbang itu.

Dia berpikir jika Lin Tian sedang dalam keadaan melayang seperti itu, bocah ini pasti tak mampu untuk menghindari serangannya. Namun dia salah besar dan untuk ketiga kalinya dirinya di buat kaget oleh Lin Tian.

Saat Lin Tian ditusuk golok itu dari bawah, anak ini langsung menggerakkan pedang dan membenturkannya ke arah senjata musuh dengan pengerahan tenaga dalam. Ketika kedua senjata itu bertemu, golok pria brewok langsung pecah berkeping-keping, sedetik kemudian Lin Tian menggerakkan tangan kirinya dan mengirim pukulan jarak jauh ke arah kepala pria brewok itu.

Pukulan ini sungguh hebat, akibatnya pria brewok itu sampai mengeluarkan darah dari setiap lubang kepalanya, menjadi tanda bahwa dia telah mengalami luka dalam yang hebat di kepala.

Ketika Lin Tian berhasil mendarat di tanah, sedetik kemudian terdengar angin bersiutan dari kanan kiri. Itu adalah sebuah tebasan golok dan pedang yang bermaksud untuk memotong leher Lin Tian.

Melihat hal itu, ia lalu menekuk kedua kakinya dan merubah posisinya menjadi jongkok. Setelah itu ketika golok yang datang dari kanan menyambar, ia langsung menangkap pergelangan tangan orang itu dan menariknya untuk dijadikan 'perisai' dari terjangan pedang yang datang dari arah kiri.

"Crrookk...!! Aaahhh!!"

Pedang itu menebas punggung 'perisai', pria itu terkejut begitu juga dengan si 'perisai' yang tidak menyangka bahwa anak laki-laki yang berada didepannya menggunakan dirinya sebagai alat untuk menyelamatkan nyawa.

Belum selesai keterkejutan pria berpedang, tiba-tiba ada sebuah pedang yang datang dari depannya dan langsung menusuk ke arah ulu hati.

"Creep!!"

Tak dapat dihindari lagi, pedang yang ternyata adalah milik Lin Tian itu berhasil menusuk dadanya dan mencabut nyawanya. Karena memang posisi Lin Tian terlindungi oleh 'perisai' yang membuat anak ini tidak bisa dilihat oleh pria berpedang sehingga serangan pedang Lin Tian yang tiba-tiba terlambat untuk disadari oleh pria malang itu.

'Perisai' marah melihat rekannya berhasil dirobohkan oleh Lin Tian, akan tetapi sebelum dia sempat bereaksi Lin Tian sudah memukul dadanya dengan pukulan telapak tangan kiri yang mengandung tenaga dalam. Hancurlah jantung orang itu, terdengar pekik kesakitan lalu berkelojotan sebentar dan roboh tak bernyawa lagi.

|•BERSAMBUNG•|

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!