Seperti biasa aktivitas di awal pagi semua ibu rumah tangga di komplek perumahan Melati, selalu di sibukkan dengan urusan rumah. Ada yang memasak untuk ahli keluarga mereka, ada yang menjemur pakaian, ada yang sibuk bersiap pergi bekerja bagi wanita karir. Mereka melewati pagi ini dengan tenang dan damai seperti hari sebelumnya.
Tidak bagi Aisyah, selepas kepergian suaminya ke kantor, dia kembali di omeli dan di caci maki oleh mertuanya yang kejam.
"Kamu tuh becus nggak sih jaga rumah anak aku! Ini lihat debu di sana- sini! Dasar istri pemalas kamu ini!". Herdik Wahida yang berada di ruang tamu rumah Aisyah sambil menyeka debu di segala perabotan.
"Aku sibuk urusin Albar bu! Nanti aku usahakan membersihkan semuanya yah!". Aisyah membalas dengan suara lembut. Bukan karena takut pada mertuanya itu, tapi sebagai menantu, dia mesti menghormati ibu suaminya seperti ibunya sendiri.
Albar yang berada di gendongan Aisyah yang baru berusia delapan bulan sedang menangis karena mendengar suara neneknya tadi.
"Cup, cup sayang, ummi ada di sini sayang!". Gumam Aisyah menenangkan anaknya.
"Anak kamu juga kenapa nangis aja dari tadi? Kamu dengan anak kamu sama- sama tidak berguna!". Sambung Wahida memaki menantu dan cucu pertamanya.
"Istighfar buk! Ini juga anak bang Rehan, cucu ibu! Apa ibu tidak kasihan melihatnya seperti ini?". Imbuh Aisyah merasa sedih mendengar perkataan mertuanya.
Bukan hanya dia yang tidak di terima oleh mertuanya, bahkan anaknya juga ikut di benci, padahal anak kecil itu tidak mengetahui apa-apa. Sebagai ibu Albar, Aisyah begitu terluka jika anaknya di katakan yang tidak baik.
"Aku tidak mau tahu! kamu tidak membersihkan semua ruangan ini sebelum Rehan pulang! Dan tetap terlihat berantakan seperti sekarang, Aku akan ajak Mulan datang kesini bersihkan rumah anak aku".
"Dulu dia yang sering datang kemari membersihkan rumah ini sambil membawa masakan yang lezat hasil tangannya sendiri, kamu pula cuma pandai goreng telur melulu, bagaimana anakku mau sehat jika makan itu tiap hari". Sambung Wahida membandingkan Aisyah dengan calon menantu idamannya.
Aisyah memang selalu di banding- bandingkan seperti itu oleh mertuanya, tapi perempuan yang di maksud tidak pernah benar- benar datang ke rumahnya, semua itu hanya hayalan mertuanya saja.
Aisyah hanya mampu mengelus dadanya sambil meneteskan air mata. Dia dengan cepat menyeka air matanya, takut itu menjadi bahan lain mertuanya untuk menyudutkannya.
Hati menantu mana yang tidak sakit jika mertuanya terus saja membanding- bandingkan nya dengan perempuan lain? Bukan dia tidak pandai memasak, cuma keadaannya sekarang yang tidak memungkinkan dia untuk melakukan banyak pergerakan lantaran anaknya yang masih kecil dan perlu pengawasan dan kasih sayang lebih pada masa pertumbuhannya.
Wahida terus saja mengoceh yang membuat telinga Aisyah terbakar cemburu, tapi dia percaya suaminya pasti akan selalu setia padanya. Dia menutup telinga saja jika mertuanya datang hanya untuk memancing emosinya saja.
Albar terus rewel karena mendengar suara neneknya yang melengking, Aisyah membawa Albar masuk ke kamar untuk menidurkan anak itu.
"Kamu mau kemana itu? Orang tua bicara bukannya didengerin bagus- bagus, malah pergi begitu saja! Dasar tidak punya sopan santun kamu yah!". Wahida tidak mempedulikan Albar yang terus saja menangis dan tetap mengomel tidak jelas kepada Aisyah.
Aisyah menoleh ke arah mertuanya dan meminta maaf. "Maaf ibu! Aku akan tidurkan Albar dulu di kamar baru aku kembali menemani ibu lagi yah!". Bujuk Aisyah dengan suara lembut.
Wahida membuang muka mendengar ucapan Aisyah, jengkel dengan menantunya itu yang selalu bersikap lembut walaupun dia selalu memperlihatkan ketidaksukaannya pada menantunya itu.
Setelah menidurkan Albar, tanpa sengaja Aisyah turut menutup mata dan ikut terlelap di samping anaknya. Dia begitu lelah mengurus suami dan anaknya seorang diri tanpa ada keluarga yang datang membantunya.
Aisyah adalah anak yatim piatu yang di besarkan di sebuah panti asuhan sejak dia lahir. Dia tidak pernah tau siapa orang tuanya yang sebenar, dan tidak akan mencari tahu akan hal itu, 'orang tua yang tega membuang anaknya tidak ada gunanya di cari'. pikir Aisyah.
Wahida yang mulai lapar dan Aisyah belum muncul juga dari menidurkan anaknya, mulai naik tensi lagi dan pergi mencari Aisyah di kamarnya.
Tiba- tiba saja muncul tanduk di atas kepala Wahida ketika melihat menantu yang tidak di inginkan itu asik tidur di samping anaknya dan membiarkannya menunggu hingga tumbuh uban di kepala saking lamanya menunggu.
Wahida masuk ke dalam kamar menghampiri Aisyah dan menarik kasar menantunya itu turun dari kasurnya.
Aisyah sontak terbangun dari tidurnya dan kaget melihat wajah mertuanya berwarna merah karena marah padanya.
"Ada apa ini ibu?". Aisyah bertanya sambil mengucek matanya dengan satu tangan.
Wahida tidak menjawab dan tetap menarik tangan Aisyah keluar dari kamar. Sampai di dapur, baru lah Wahida melepaskan tangan Aisyah dengan mendorongnya dengan kasar, sangat kuat hingga membuat Aisyah terjatuh dan membentruk sudut meja yang tajam.
Aisyah memegang dahinya, dia terkejut karena melihat ada darah di tanganya. "Sakit ibu!". Keluh Aisyah kesakitan.
Wahida tidak merasa prihatin melihat Aisyah, dia tetap menyalahkan Aisyah. "Kamu itu terlalu lemah jadi perempuan! Baru begitu aja sakit, kamu cepat bersihkan luka kamu dan buat kan aku ayam goreng".
"Tapi dalam kulkas tiada ayam ibu, aku masakkan yang lain aja yah!". Tawar Aisyah lalu melangkah mencari kotak obat di ruang tamu. Setelah mengobati lukanya, Aisyah kembali ke dapur menemui mertuanya yang asik bermain ponsel entah dengan siapa.
"Udah?". Wahida bertanya tapi tetap menatap ponsel.
"Udah buk!"
"Sekarang kamu pergi beli ayam di pasar cepat! Jangan pake lama! Cepat!". Titah Wahida ketus.
Aisyah berfikir sejenak, ingin pergi tapi jarak dari sini ke pasar memakan waktu lima belas menit naik motor, jadi pulang pergi memakan waktu setengah jam, mana waktu memilih daging juga, sedang Aisyah Khawatir anaknya menangis selama dia di luar. Tapi menolak keinginan mertuanya sama saja menggali kuburan sendiri dengan mendengar cacian mertuanya itu jika dia menolak untuk pergi.
Akhirnya Aisyah setuju pergi ke pasar beli ayam.
"Ya udah aku pergi pasar belikan ibu ayam, tapi tolong jaga kan Albar sebentar ya buk!".
"Emmm".
Akhirnya Aisyah bisa lega menitipkan Albar bersama mertuanya, walau hatinya tidak begitu yakin.
Setelah bersiap dan memesan ojol di Aplikasi Gujek, Aisyah berdiri di depan gerbang menunggu di jemput oleh bang ojol.
Ada beberapa ibu- ibu kompleks yang berjalan di hadapan Aisyah sambil menatapnya dengan tatapan aneh. Mereka seolah mencibir penampilan Aisyah. Aisyah yang merasa di perhatikan, sontak memperhatikan penampilan dari ujung kaki sampai ujung rambut.
Dia hanya memakai daster panjang selutut, rambut yang di ikat tanduk satu di belakang, menggunakan sandal jepit dan tidak memoles sedikit pun, baginya penampilan seperti itu tiada yang aneh menurutnya.
"Suaminya ganteng dan gagah banget, tapi kok dia penampilannya seperti itu sih? Nggak sepadan banget kan?". Ujar salah satu ibu yang melewati Aisyah tadi.
Aisyah tidak memasukkan ke hati omongan mereka yang terdengar meremehkan dirinya seperti mertuanya.
"Dia kan baru aja melahirkan jeng! Ya normal kok jika penampilannya seperti itu, lama- kelamaan juga kembali cantik lagi". Bela ibu satu nya lagi.
"Itu pun jika dia pandai merawat dirinya, jika tidak? Jangan salahkan suami jika nanti main dengan perempuan lain". Balas ibu yang tadi seolah memang tidak suka dengan Aisyah.
Suara ibu- ibu yang mencibir semakin jauh dan tidak jelas terdengar, perkataan ibu- ibu itu berhasil membuat Aisyah berpikir. Dia terus berfikir tentang masa kedepannya tentang hubungannya kelak bersama suami, apakah tetap seharmonis sekarang, meski mertua selalu mencela hubungan mereka?
Aisyah tersadar dari lamunannya setelah mendengar suara motor yang berhenti di hadapannya.
**
Sepanjang kepergiannya, perasaan Aisyah terus saja gelisah memikirkan anaknya yang berada di rumah.
Setelah sampai ke rumah barulah dia merasa lega dan tidak lagi Khawatir dengan anaknya. Selama di luar, dia tidak mendengar suara tangis Albar, pikirnya mungkin mertuanya sedang menemani anaknya bermain.
Ketika membuka pintu rumahnya, Aisyah di kejutkan dengan kehadiran seseorang sambil menggendong Baby Albar.
Pukul delapan pagi, Rehan sudah berada di ruangan Direktur di salah satu cabang perusahaan ternama yang terletak di kota Makassar.
Setiap hari dia selalu sibuk dengan tumpukan dokumen yang tersedia di mejanya setiap pagi. Tapi pagi ini dia heran kemana kesemua dokumen itu.
Dia kemudian menikmati waktu lapangnya dengan berselancar di media sosial menyimak berita terkini di sebuah channel youtube favoritnya.
"Sampai detik ini, petinggi perusahaan Purbalingga Jayangkara yang merupakan perusahaan nomer satu di Indonesia, masih menyelidiki keberadaan pewaris tunggal dari semua aset kekayaannya. Dalam maupun luar negeri Sudah bergerak ratusan agen penyelidik dan ahli IT bagi menemukan keberadaan bayi yang diyakini telah di culik oleh salah satu pesaing hebat Purbalingga Jayangkara 23 tahun lalu". Ujar pembaca Pemberita di sebuah channel YouTube yang khusus untuk mengupdate berita terkini tentang keluarga bangsawan dari perusahaan Purbalingga Jayangkara.
"Sudah hilang selama dua puluh tiga tahun, masih aja di cari!". Gumam Rehan kesal dengan apa yang dia dengar dari pembaca berita di ponselnya.
Jika diberi peluang, dia ingin mencoba mengambil tes DNA, "Barang kali aku lah anak yang hilang itu". Hayalnya.
Reham membayangkan dirinya menjadi pewaris tunggal dari aset kekayaan yang begitu banyak hingga tidak bisa dia habiskan sampai tujuh keturunan sekalipun.
Lamunan Rehan buyar ketika mendengar ketukan dari luar. Dia pun memperbaiki posisi duduknya karena tau siapa yang akan datang menemuinya sekarang.
"Masuk".
Pintu terbuka, memperlihatkan wanita cantik dengan polesan di wajahnya yang terlihat alami, memakai setelan jas mini yang begitu menggoda iman, kaki jenjangnya di balut dengan kaos kaki hitam tipis dan menerawang hingga ke paha, highheels yang dia kenakan menambah keanggunannya.
Huff
Rehan menghela nafas, dia selalu menegur sekretarisnya itu untuk menggunakan baju yang lebih sopan dan tertutup, tapi perkataannya tidak pernah di lakukan oleh sekretarisnya itu.
"Permisi pak! Klien yang anda tunggu sudah menuju ke ruang meeting sekarang, harap anda sudah bersedia dan ikut dengan saya sekarang!". Imbuh Anita, sekertaris Rehan.
Rehan segera berdiri dan berjalan di hadapan Anita menuju ruangan meeting.
Saat Rehan berjalan ke arah kursinya, matanya menangkap sosok perempuan yang selama ini dia rindukan. Mata Rehan tidak lepas dari memandang perempuan itu, jantungnya berdetak sangat cepat memompa darah.
Tapi dengan cepat Rehan menepis semua, kenangan indah bersama perempuan itu sudah terkubur lama setelah dia tega tinggal nikah Rehan.
Perasaan Rehan kala di tinggal nikah waktu itu begitu terpuruk dan menyedihkan, tiada semangat untuk melanjutkan hidup lagi. Dia juga pernah mengalami krisis keuangan karena perusahaan ayahnya yang tiba- tina gulung tikar, seminggu kemudian ayahnya meninggal karena serangan jantung, semakin membuatnya mati semangat, hingga kehadiran Aisyah sebagai penyemangat hidupnya.
Selama dua tahun dia menjalin hubungan pertemanan bersama Aisyah, Rehan berhasil mendirikan perusahaannya sendiri yang dirintis dari nol bersamanya Aisyah sebagai sekretarisnya sekaligus Asisten pribadinya. Aisyah merupakan penyumbang ide terbesar dan cemerlang dalam membesarkan bisnisnya.
Walaupun Aisyah tidak pernah menduduki bangku sekolah, tapi tidak dapat Rehan pungkiri kecerdasan wanita itu. Aisyah memiliki potensi sebagai seorang pengusaha.
Karena berhutang budi kepada Aisyah, Rehan memutuskan mempersunting Aisyah sebagai istrinya, walau sebenarnya dia tidak pernah menaruh perasaan pada Aisyah dan mendapat tentang an dari ibunya.
Wajah Aisyah tiba- tina hadir di pikiran Rehan, kenangan demi kenangan kembali berputar dalam ingatannya. Membuat dia bingung dengan perasaanya sendiri.
Tepukan di bahu Rehan menyadarkannya dari lamunannya.
"Pak Rehan kenapa bengong aja sih? Tuh lihat! Anda sedang menjadi tontonan sekarang!". Bisik Anita tepat di telinga Rehan.
Di hadapan Rehan duduk pria berkarisma bernama Thomas Anggara yang tak lain adalah Manager Direktur dari perusahaan yang akan melakukan kontrak kerja sama dengan perusahaan milik Rehan.
Di samping Pak Thomas, duduk wanita bernama Desi Mulan Sari yang sedang memasang wajah tidak suka dengan kedekatan Rehan dan Anita. Dia adalah mantan Rehan yang tega menyayat hatinya sampai tidak berbentuk lagi.
Rehan memalingkan pandangannya dari pada melihat Desi, perasaan rindu dan sakit hati bercampur menjadi satu. Ingin rasanya dia membatalkan kontrak kerja sama, tapi dia harus bersiap profesional, dia tidak harus mencambur adukkan urusan hati dan bisnis.
Rehan menjadi tidak konsentrasi mendengarkan presentasi bawahan pak Thomas hingga selesai.
Setelah menandatangani kontrak kerja sama, Rehan memberi tahu Anita untuk pulang lebih awal karena merasa tidak enak badan, gejolak di hatinya yang telah menggangu akal sehatnya setelah bertemu dengan mantan kekasih terindahnya tadi.
"Jika ada dokumen yang perlu di tanda tangani hari ini juga, saya akan meminta Lucas untuk membawanya ke rumah Bapak!". Ujar Anita melepas kepulangan Rehan yang terlihat lesu.
**
Pukul sepuluh pagi, Rehan sudah sampai depan gerbang rumahnya, menekan remote kontrol untuk membuka pagar secara otomatis.
Rehan membuka pintu mobil dan terkejut mendengar suara anaknya yang sedang menangis keras di dalam. Dengan langkah cepat, Rehan membuka pintu rumah dan mencari keberadaan suara tangisan itu.
Hatinya begitu geram mendengar anaknya menangis tanpa ada seorang pun yang meredakan tangisnya.
"Kemana si Aisyah nih? Anak di biarkan menangis sendiri di kamar!". Rehan bergumam dengan sangat marah kepada Aisyah.
Sesampai di dalam kamar, Rehan di kejut kan dengan keadaan Albar yang tersedu- sedu seolah sudah menangis cukup lama di kamar ini. Dia mengambil anaknya dan memeluknya dengan hangat.
Rehan menepuk- nepuk punggung anaknya secara perlahan dan menyanyikan lagu untuk menghibur anaknya agar berhenti menangis.
Rehan mencari keberadaan Aisyah sambil menidurkan Albar. Dia turun ke lantai bawah mencari di setiap sudut ruangan, tapi nihil, dia tidak bisa menemukan Aisyah.
Saat memasuki salah satu kamar tamu di lantai bawah, Rehan menjadi bertambah naik darah melihat ibunya sedang tidur dengan nyenyak disana, padahal Albar sudah menangis sedari tadi. Dan ibunya tidak datang untuk menghibur cucunya.
Tapi dia tidak bisa menyalahkan ibu nya itu lantaran dia tau bahwa ibunya jika sudah tidur sudah seperti orang mati, jika bukan keinginannya sendiri untuk bangun atau wangi masakan yang dia suka yang membangunkannya, walau gempa bumi sekalipun ibunya itu tidak akan pernah bangun.
Rehan mendengar langkah kakii yang akan memasuki rumahnya, dia tau itu pasti istrinya, dia akan mengintrogasi Aisyah saat ini juga.
Ketika dia sudah berada di depan pintu, kebetulan Aisya juga membuka pintu dan memeperlihatkan Aisyah sedang mene teng beberapa plastik belanjaan.
"Assalamualaikum". Aisyah memberi salam.
"Eh, bang Rehan udah pulang". Aisyah terlihat terkejut melihat Rehan sudah pulang dan sedang menggendong anak mereka.
Aisyah menghampiri Rehan dan menyalami suaminya itu dengan sopan. Dia tidak tahu bahwa suaminya ketika ini seperti bom yang siap meledak bila- bila masa saja. Tapi Rehan terpaksa sabar dan tahan lantaran anaknya sedang tertidur di gendongannya.
Setelah meletakan barang belanjanya di dapur, Aisyah kembali menghampiri Rehan untuk mengecek keadaan anaknya.
"Albar tidur ya sayang! Sini bang! Aku tidurin dia di kamar agar lebih nyaman". Imbuh Aisyah mengambil Albar dari Rehan. Aisyah membawa Albar ke kamar dan kembali ke dapur memasak untuk mertua dan suaminya.
Rehan yang melihat Aisyah sudah berada di dapur, dia pun menghampiri Aisyah dan mulai mengintrogasi istrinya itu.
"Kamu dari mana aja,hah?". Tanya Rehan ketus.
"Aku dari pasar bang, membelikan ibu ayam dan dan beberapa barang lain untuk aku memasak". Jawab Aisyah jujur tidak memandang Rehan dan tetap fokus memotong sayuran.
Rehan terpancing emosi melihat sikap Aisyah yang tidak serius menjawab pertanyaannya.
"Boleh tidak kalau bicara itu lihat lawan bicara kamu". Rehan berkata dengan nada tinggi.
Aisyah terkejut karena ini kali pertama Rehan berkata dengan suara tinggi. Aisyah menoleh ke arah Rehan, dia melihat wajah suaminya sudah terlihat menahan emosi terhadapnya. Seketika Aisyah tersadar telah melakukan kesalahan dan langsung meminta maaf sebelum amarah suaminya semakin bertambah.
"Maaf bang! Aku cuma terburu- buru ingin menyiapkan makanan untuk kamu dan ibu". Jelas Aisyah.
"Kenapa kamu tidak memasak stok yang ada di kulkas saja? Kamu tega ninggalin Albar sendirian!".
"Ada ibu kok tadi! Ibu meminta aku pergi belikan ayam karena ibu sudah sangat lapar dan hanya ingin makan ayam saja, jadi aku terpaksa menitipkan Albar dengan ibu sebentar". Jawab Aisyah jujur.
"Kamu tau tadi waktu aku pulang, Albar menangis sudah cukup lama hingga tersedu- sedu tau nggak? Kenapa tidak menyuruh tetangga aja pergi belikan atau pesan di aplikasi gijek aja? Kenapa kamu tidak dapat pikir itu? Jangan jadikan ibu sebagai alasan dari kebodohan kamu!". Cerca Rehan dengan emosi yang menguasai dirinya.
Aisyah tidak dapat membalas perkataan suaminya, dia memang tidak memikirkan itu seperti apa yang Rehan ucapkan, dia tertunduk dan hanya mampu meneteskan air mata melihat suaminya begitu marah padanya.
"Ibu udah memberi ide seperti itu tadi! Tapi dasar istri kamu aja yang tidak perna mendengarkan pendapat ibu". Wahida menghampiri mereka secara tiba- tiba dan membatu api kan anaknya supaya makin marah kepada menantu nya yang pikirnya bodoh itu.
Rehan menatap nyalang ke arah istrinya, dia menelan bulat- bulat omongan ibunya tanpa berpikir terlebih dahulu seperti sebelumnya.
bersambung
Aisyah menatap ibu mertuanya tidak percaya dengan apa yang dia dengar dari mulut mertuanya itu, tega sekali mengompori anaknya supaya semakin tersudut emosi.
Aisyah beralih menatap suaminya, lalu menggeleng agar Rehan tidak percaya dengan omongan ibunya. Tapi sayang, Rehan yang sedari tadi memang sudah menahan sabar, sudah tidak bisa lagi untuk menampung emosinya dan dengan mudahnya percaya dengan omongan ibunya.
"Dengar! Kamu memang sengaja kan pergi tinggalin Albar, dan kamu pergi keluar dari rumah ini tanpa seizin aku!". Hardik Rehan semakin berteriak.
"Maaf bang! Aku khilaf, Aku tak akan ulangi kesalahan ini lagi, aku janji!". Imbuh Aisyah sedih dengan linangan air mata.
"Kamu pergi dari hadapan aku sekarang! Sebelum aku membuat tubuhmu sakit di sini!". Rehan berpaling dan mengarahkan jari telunjuknya ke kamar dengan tegas.
Aisyah pun dengan sedikit berlari menuruti perkataan suaminya untuk pergi dari sini.
Hati nya semakin sakit dengan perlakuan suaminya, kesalahan yang tidak sengaja dia lakukan dan itu juga ada keterlibatan mertuanya, tapi dia di perlakukan seperti ini, suaminya menutup telinga dari mendengar penjelasan darinya.
Wahida yang seharusnya di salahkan malah balik menyalahkan tanpa mendapat teguran yang selayaknya, mertuanya itu dengan mudahnya lepas dari amukan Rehan.
Aisyah seolah tidak mengenali Rehan, sudah hampir empat tahun bersama, dari sekedar berteman hingga menikah, baru kali ini Aisyah di perlakukan kasar seperti ini, walau hanya sekedar mendengar teriakan, hati Aisyah seakan hancur berkeping- keping.
Hati nya yang selama ini di pertahannya agar tetap utuh meskipun mendapat perlakukan kejam dari mertuanya, tapi karena suaminya yang selalu menyemangatinya dan tetap membelanya di hadapan mertuanya, dia dengan ikhlas bertahan.
Wahida yang melihat menantunya menangis ulah anaknya tidak merasa prihati, malah tersenyum menang melihat menantunya menangis dan tentunya sangat sakit di hati menantunya itu.
Rehan melihat Aisyah menangis tersedu dan memohon seperti tadi sebenarnya juga tidak tega, dia merasa bersalah telah kasar kepada istrinya itu, kali ini di tidak bisa menahan emosi seperti biasa. Dia tidak tahu kenapa dengan dirinya ketika ini. Ingin mengejar untuk meminta maaf, tapi ego yang menahannya dan tetap berdiri mematung di situ.
Rehan tahu ini bukan kesalahan Aisyah sepenuhnya, tapi dia tidak tega melampiaskan kekesalannya kepada wanita yang sudah me lahirnya, ibunya itu yang sebenarnya sangat keterlaluan, tapi resiko seperti ini sudah dia prediksi sebelum menikah dengan Aisyah, karena tahu ibunya itu tidka akan perna menerima Aisyah.
**
Selepas pertengkaran semalam, Aisyah tetap berada di kamarnya hingga subuh, dia tidak keluar kamar jika bukan untuk mengambilkan Albar bubur untuk anaknya itu. Dia tidak makan seharian dan hanya berada di kamar bersama Albar.
Tapi keesokan harinya dia tetap bangun pagi dan menyediakan sarapan untuk suaminya sebelum berangkat kerja. Dia tidak ingin larut dalam kesedihan, dia harus kuat dan bahagia demi anaknya.
Rehan yang mencium bau yang lezat, berpikir Aisyah sudah melupakan kejadian semalam. Dia melangkah ke dapur setelah memakai setelan kantor lengkap. Bau wangi sudah membuat perutnya melilit minta makan, semalam dia makan hanya dengan mi instan.
"Masak apa sayang? Wangi banget bau nya!". Ujar Rehan mendekat dan mengecup kening Aisyah seolah kejadian kemarin tidak perna terjadi.
Aisyah tidak menjawab dan tetap fokus menata makanan di meja. Setelah mengambilkan sepiring nasi lengkap dengan lauknya untuk Rehan, tiba- tiba Albar menangis.
Wuekk
Wuekk
wueek
Aisyah bergegas lari dan lupa memberikan nasi di tangannya kepada Rehan. Rehan yang sudah mengangkat tangan untuk mengambil piring itu, hanya menggeleng- geleng kepala melihat tingkah lucu istrinya.
"Biarlah dia supaya dia bisa makan juga di kamar sambil menyusui Albar". Gumamnya senyum- senyum sendiri.
Setelah menghabiskan makanan yang di ambil sendiri, Rehan menuju ke kamar menemui Aisyah untuk pamit pergi kerja seperti biasa. Dia mencium kening Aisyah dan tak lupa juga mencium pipi mungil si baby Albar.
Di luar rumah Wahida sudah masuk ke dalam rumah anaknya itu dengan mudah karena mendapat kunci duplikat dari anaknya agar senang mampir kerumahnya menjenguk Albar tanpa menunggu Aisyah membuka kan pagar dan pintu.
"Kamu udah mau berangkat kerja Rehan?". Tanya Wahida ketika melihat Rehan turun dari tangga.
"Iya nih ibu, ibu mau lihat Albar yah? Dia masih di kamar menyusu sama ibunya!". Balas Rehan tanpa menaruh curiga pada ibunya.
Dia yakin meskipun ibunya tidak menyukai Aisyah, tapi dia pasti menyayangi Albar sebagai cucu dari dirinya. Buktinya ibunya itu sangat rutin menjenguk Albar di rumahnya.
Rehan pun .menyalami ibunya dan pamit pergi kerja. "Titip Aisyah dan Albar yah buk!".
"Emm".
**
Seorang wanita cantik nan seksi sedang melangkah menuju ruangan Direktur melewati meja pegawai di kantor itu, rambut yang di urai dengan gaya yang bergelombang, atasan yang ketat memamerkan lekuk tubuh dan dua buah gunung di dalamnya. Bawahan yang pendek dan juga tak kalah ketat membuat lekukan bokongnya semakin sempurna, dan kakinya yang jeng jang melangkah dengan anggun.
"Selamat pagi bu Desi!". Sapa Anita sopan.
"Ya, pagi". Balas Desi ketus tatapan sinis di layangkan kepada Anita.
"Apa perlu saya teman kan ke ruang. .. ". Ucapan Anita terpotong.
"Tidak perlu! Saya bisa masuk sendiri! dan satu lagi, jangan biarkan ada yang mengganggu saya dan pak Direktur! termasuk kamu! Saya tidak suka diganggu!". Desi berbicara mengancam.
"Baik bu Desi! Silakan!".
Desi melangkah masuk ke ruangan Rehan. Yanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Desi langsung masuk ke kedalam.
"Hai Rehan, kamu sedang sibuk yah?". Sapa Desi basah basi.
Rehan terkejut dengan kedatangan Desi, dia menoleh sekilas ke arah Desi dan kembali fokus memeriksa dokumen. Dia berusaha mengalihkan keterkejutannya dengan berpura- pura sibuk.
"Mau apa kamu ke sini? Aku sedang sibuk dan tak ingin di ganggu! Jika ada perlu apa- apa, sila membuat temu janji terlebih dahulu dengan sekretaris saya!". Rehan berucap tanpa melihat Desi.
Desi duduk di hadapan Rehan dengan poster yang menggoda, dia menyilangkan kaki dengan genit. Dia mencoba mendapat perhatian Rehan, dia merubah posisi duduknya beberapa kali, dan Rehan tetap fokus ke dokumen di hadapannya. Desi tidak menyerah, dia yakin Rehan pasti sengaja mengabaikannya.
Desi berdiri dan mengambil dokumen itu dengan lembut, dan caranya itu berhasil.
Rehan menatap tidak percaya dengan kelancangan Desi. Tapi tatapannya segera berubah setelah memperhatikan dengan seksama penampilan wanita di hadapannya itu. Tadi dia hanya menatap sekilas, kini tatapannya terkunci pada belahan dua gunung di hadapannya, berhimpitan meminta untuk dikeluarkan.
Dengan cepat Rehan mengalihkan pandangannya, penampakan itu sungguh menyiksa batinnya. Dia menelan air liur perlahan.
Rehan tidak bisa mengendalikan perasan gugupnya sekarang, detak jantungnya berdetak sama sepeti dulu ketika .masih bersama Desi, masih menyiratkan rasa sayang yang begitu dalam pada perempuan itu. Hatinya tetap setia hingga detik ini meskipun dia sudah di khianati dengan begitu menyakitkan.
Desi menghampiri Rehan, dia dengan santainya duduk di pangkuan Rehan dan membelai wajahnya dengan sangat lembut, jari jemarinya menari indah di setiap sudut wajah Rehan.
Rehan tidak bisa menolak Desi, tubuhnya dengan mudah di kendalikan oleh wanita itu. Seolah terhipnotis oleh pesona yang di pancarkan mantannya, karena pada hakikatnya ini yang dia rindukan dari dulu.
Mata mereka saling bertatapan dan menafsirkan segala perasaan mereka yang masih sempurna seperti dulu.
"Kenapa? Apa kamu masih mau cuek dengan aku?". Bisik Desi tepat di telinga Rehan.
Rehan tersenyum mendengar suara Desi. Dengan cepat menarik dagu Desi dan ******* bibir kenyal wanita yang begitu dia rindukan itu. Dia tidak mau menahannya lagi, dan ingin membuang segala yang mengganjal di hatinya selama ini detik ini juga.
Mereka tidak berkata banyak, cukup perbuatan yang mereka lakukan untuk mengutarakan rasa rindu mereka masing- masing.
**
Setelah puas mereka puas sayang- sayangan, mereka duduk di sofa yang tersedia di ruangan Rehan.
"Kamu sih pura- pura cuek sama aku! Aku pikir kamu udah melupakan cinta kita, dan mencintai istri kamu". Desi sedang bersandar di dada bidang Rehan yang di baluti kemeja putih.
Rehan hanya tersenyum, setia mendengar ocehan Desi seperti dulu.
"Aku minta maaf yah Sayang! Aku sudah tega ninggalin kamu dulu dan memilih nikah dengan lelaki lain! Kamu tau kan, aku tidak bisa membantah ucapan orang tua aku, Maafin aku yah!". Desi mendongak dan menatap tepat ke dalam mata Rehan.
Tiada kata- kata yang keluar dari mulut Rehan, tapi kecupan hangat mendarat di kening Desi, menandakan dia sudah melupakan kejadian itu dan me maaf kan Kekasihnya itu.
"Makasih ya sayang! Kamu masih mau menerima aku, aku sebenarnya masih sangat sayang sama kamu, kamu pasti tidak percaya! kalau aku tidak pernah di sentul oleh suami aku". Sambung Desi membuat Rehan terkejut tidak percaya.
Rehan menatap Desi mencari kejujuran di sana. Tiada yang dapat dia rasakan kecuali kebahagiaan bisa bertemu lagi dengan kekasihnya, hingga mematikan segala fungsi indra tubuhnya. Dia dengan mudah percaya dengan ucapan wanita yang dia cintai.
"Kamu ngomong dong sayang! Aku juga rindu tau dengar suara kamu yang serak- serak basah itu, kalau kamu tidak mau bicara, biar aku pergi aja dari sini!". Ancam Desi mencoba menjauhkan diri dari Rehan.
Rehan yang masing ingin memeluk Desi, sontak menarik kembali pinggang Desi agar memeluknya lagi.
"Iya- iya, jangan ngambek gitu dong! Nanti cantiknya hilang". Bujuk Rehan.
"Gitu dong!".
"Kamu datang kesini memang untuk ketemu aku saja?". Tanya Rehan lembut.
"Aku memang datang khusus ketemu kamu tapi dasar Bos aku juga meminta aku bawakan dokumen. Kamu baca gih! Kamu pasti akan terkejut, entah kamu senang atau tidak nantinya!".
"Emang apa lagi syarat yang dia inginkan dari perusahaan ini?". Tanya Rehan tidak ingin lepas dari Desi.
"Kamu baca aja sendiri! Kejam yah, aku ambil kan".
Desi beranjak, dengan terpaksa Rehan melepasnya. Desi kembali dan memberikan dokumen itu kepada Rehan, kemudian dia memposisikan duduknya lagi seperti tadi sambil bersandar di dada Rehan.
Saat Rehan fokus membaca, tiba- tiba pintu terbuka.
Rehan terkejut melihat siapa yang membuka pintu ruangannya.
Aisyah memergoki suaminya sedang berduaan dengan perempuan lain. Bukan sekedar duduk berdua, tapi posisi mereka yang terlihat mesra membuat Aisyah kebakaran jenggot
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!