Istriku wanita kuyang
Part 1
Sebut saja namaku Jayadi, cerita ini berawal pada 12 tahun silam.
Seperti biasa aku adalah seorang sosok yang gemar berkelana dari satu daerah ke daerah lain, rasa keingintahuan akan daerah-daerah lain sangat lah besar.
Aku sebenarnya dari sebuah keluarga yang mampu dari segi ekonomi, Ayahku berkeinginan agar akulah yang akan meneruskan bisnis beliau sebagai seorang pengusaha ekspor impor.
Demi mentaati dan bakti kepada orang tua, akhirnya aku menghentikan perjalananku sebagai seorang pengembara dari satu daerah ke daerah lain.
Sejak saat itu aku mulai menggeluti usaha ekspor impor apapun, mulai dari hasil perkebunan dan lain sebagainya.
Sampai pada suatu hari aku ditugaskan ayah untuk mengecek stok hasil perkebunan, yakni biji pinang yang telah dibeli ayahku pada sang pengepul disebuah desa/pelosok.
Hari itu adalah hari rabu, ya ... aku masih mengingatnya, aku mulai memacu mobil menuju ke daerah puruk cahu. Yakni sebuah desa yang terletak di daerah kalimantan tengah.
Jarak itu memang sangatlah jauh.
Entah kenapa di perjalanan aku merasa ada sesuatu yang aneh, hal ini berlangsung sejak aku memasuki perbatasan provinsi.
Seakan merasa ada sosok lainnya berada didalam mobil yang aku pacu, seperti halnya ada namun tiada terlihat oleh kasat mata.
"Kok aneh ya, bulu kudukku serasa merinding." gumamku dalam hati.
Aku mencoba agar tak menghiraukan hal aneh itu dan fokus sampai ke tempat tujuan sebelum malam tiba. Mungkin aku akan menginap ditempat sang pengepul yang notabenenya adalah partner usaha ayahku.
Kupacu terus-menerus mobilku dan pada senja hari, tibalah aku disebuah kota.
Aku memutuskan untuk mencari sebuah penginapan untuk beristirahat.
"Huh, capek banget. Ku teruskan besok sajalah, lagi pula perjalanannya masih lumayan jauh, tak mungkin harus melanjutkan perjalanan malam-malam ke desa." kataku dalam sendiri sembari menyetir dan melirik kiri kanan untuk mencari penginapan didekat sini.
Kebetulan tempat tujuanku itu berada di sebuah desa terpencil/pelosok yang mana akses jalannya tak bisa dipastikan akan lancar. Rute yang dilalui pun tentunya memasuki jalan yang berada ditengah hutan belantara kalimantan yang masih sangat lebat dan pastinya penuh dengan aneka sesuatu. Mulai dari penghuni hutan hingga hal-hal mistis lainnya.
Tibalah aku disebuah penginapan sekelas hotel melati, aku segera memboking sebuah kamar untuk satu malam.
"Gerah juga ternyata setelah seharian perjalanan yang cukup melelahkan." gerutuku. Aku langsung menuju kamar mandi untuk menyegarkan tubuhku.
Kunyalakan shower air dan mengguyurkan keseluruh tubuhku.
"Hemmmm, segarnya." gumamku sendiri.
Selepas mandi, tidak berapa lama handphoneku berdering. Rupanya Ayahku yang menelpon.
"Hallo, assalamualaikum, Nak." ucap Ayahku di handphone itu.
"Waalaikumsalam, Yah." jawabku sembari mengambil pakaian didalam tasku.
"Gimana perjalanan kamu, Nak. Sudah sampai mana?" kembali ucap Ayah ku.
"Alhamdulillah lancar, Yah. Malam ini aku menginap di kota palangka raya dulu, Yah. Insyaallah perjalanan akan aku lanjutkan besok pagi" Kataku pada Ayahku dengan penuh rasa hormat.
"Oh ... Baiklah, Nak. Nanti biar Ayah telpon partner Ayah, akan Ayah sampaikan bahwa besok kamu baru sampai. Sementara ini biar kamu istirahat dulu. Biar Ayah yang urus hal lainnya." Kata Ayahku.
"Ok. Baik, Yah. Assalamualaikum."
"Wa'allaikumusalam."
Perutku mulai keroncongan, aku pun segera berpikir tuk mencari makan malam.
Aku bertanya sama resepsionis hotel dimana tempat orang menjual makanan sesuai selera yang diinginkan.
Aku lebih suka menikmati makanan jenis lalapan yang tentunya banyak sayur lalapannya. karena memang aku orang yang tidak suka makan jenis daging hewan ternak.
Aku pun keluar dan berputar-putar mengendarai mobil mencari tempat sesuai dengan petunjuk dari resepsionis itu.
Disebuah tepi taman kecil yang berada dipinggiran sungai, kulihat ada sebuah warung lalapan kecil.
Aku berhenti dan memarkirkan mobilku. Oh iya, ditaman ini juga nampak banyak orang bersantai, mulai dari pasangan muda mudi atau pun yang sudah berkeluarga. Mungkin mereka sekedar refreshing.
Tanpa menunggu lama aku memasuki warung yang terangkai dari tenda itu dan memesan makanan sesuai selera yang kumau.
Tidak menunggu waktu lama pesananku tiba, alangkah takjubnya hatiku. Karena yang membawa adalah seorang gadis yang amat cantik, rambutnya yang panjang mayang serta berwajah oval dengan bentuk bibir mungil sexy berwarna merah. Matanya yang tajam dengan bulu mata yang amat lentik serta alisnya yang tebal. Meski kulitnya berwarna kuning gading, namun hal inilah yang jadi suatu kharisma dan membuat kecantikan serta keayuan parasnya nampak hampir sempurna.
Mataku tak pernah lepas untuk memandangnya. Hingga tanpa kusadari dia sudah berada tepat di depanku.
"Permisi, Ka. Ini pesanannya mau taruh dimana?" dia bertanya sembari tersenyum manis.
"Emm, iya, Dek. Biar disini saja." kataku menjawab walau nampak kikuk dan malu karena sudah ketahuan sedang memandangnya.
"Baik, Ka." Katanya sembari memberikan senyuman manisnya.
Jedaaar ....
Jantungku mulai bergetar tak karuan melihat senyum yang amat sangat menggoda, senyuman yang dihiasi dengan lesung pipi kecil dan sebuah gigi gingsul yang membuat aku semakin tergoda.
Setelah meletakkan makanan dia pun permisi pergi dan aku pun mulai menikmati makanan yang sudah terhidang diatas meja.
"Andai saja makan malamku ditemani oleh wanita itu" kataku sambil tersenyum-senyum sendiri.
Setelah selesai, segera aku pergi ke kasir untuk membayar biaya makan malamku dan berharap dapat bertemu dia lagi. Entah kenapa hati ini sangat lah berharap.
Namun sayang, wanita itu tidak lagi ada disana. Yah, katanya sih lagi cari sesuatu.
Sebelum kembali ke penginapan, aku jalan-jalan sebentar mengitari taman, aku ingin melepaskan penatku dengan menghirup udara malam disini.
Setalah puas mengitari taman aku pun kembali kepenginapan.
Namun ... Sebelum tidur aku harus mencek catatan dan lain sebagainya untuk keperluan besok.
"Huhh, selesai juga." gumamku sendiri sembari meatur posisi, kubaringkan tubuh ini sambil menutup mata dan mencoba untuk tidur.
Tapi, entah mengapa mata ini susah diajak tidur. Bayangan gadis itu selalu saja mengganggu pikiran, kurasa kali ini aku merindukannya.
Wajahnya selalu terbayang-bayang dipelupuk mata. Aku berkhayal tentang dia hingga akhirnya terlelap.
Dalam tidur aku bermimpi bertemu gadis itu, kulihat dia nampak disebuah sungai lagi mencuci pakaian.
Luar biasa, seorang gadis desa yang amat cantik tanpa ukiran alis dan polesan blosh on serta lipstik diwajahnya.
Kucoba mendekat dan mulai menyapanya.
" Hai, Dek. Lagi nyuci ya?" ucapku menyapa perlahan.
"Eh, Kaka. Iya nih, Ka. Hehee." jawabnya sembari tersenyum.
"Aku bantuin ya, Dek?" Kataku.
"Gak usah, Ka. Aku sudah terbiasa kok! lagi pula inikan memang tugasnya perempuan." jawabnya lagi.
"Oh iya. Kemaren kita belum kenalan ya? Aku Jayadi." kataku sambil mengulurkan tangan.
"Nanda." jawabnya sambil mengulurkan tangan.
"Yeess, akhirnya. Dapat juga aku berkenalan dengannya." gumamku dalam hati.
Tak terasa perbincangan kami berlangsung cukup lama.
Hingga tiba- tiba terdengar menderu suara gemuruh dari kejauhan, aku mencari dan mengamati kearah dimana suara gemuruh itu berasal yang tiba-tiba nampaklah gelombang air bah bergulung-gulung.
Kami hanyut terbawa air bah karena tak sempat untuk melarikan diri, namun aku sempat berpegangan pada sebuah akar pohon besar yang ada dipinggir sungai itu. Aku melirik kesana kemari, ku lihat Nanda tak ada didekatku. Aku berusaha untuk mencarinya.
"Mungkinkah Nanda ikut hanyut bersama air bah tadi, ya?" gerutuku cemas. Semoga dia baik-baik saja.
"Nandaaa, Naannn. kamu dimana?" Aku berteriak dan berjalan menyusuri sungai.
Namun ... Sebelum berhasil menemukan Nanda, badanku terasa bergetar. Dengan sayup aku juga mendengar suara,
dertt, derrrtt, pelan-pelan aku membuka kedua mataku hingga aku tau asal suara dan getaran itu, ternyata adalah alarm yang berasal dari sebuah ponsel yang terletak tepat disampingku.
"Hemm, mimpi toh ternyata, Huuuh." gumamku sembari menggaruk kapala dan tersenyum-senyum sendiri.
Aku pun segera bangkit dari tempat tidur lalu berjalan menuju kamar mandi.
Aku harus buru-buru karena masih harus melanjutkan perlahan, tapi sebelumnya aku mau ngopi juga sarapan dulu, kulihat diseberang jalan sana ada sebuah warung kopi.
Aku berjalan menuju tempat itu dan memesan sebuah kopi hitam dengan sedikit gula dan mengambil beberapa roti yang sudah tersedia diatas meja.
Sengaja aku duduk didekat jendela agar bisa sambil menikmati pemandangan diluar.
Terlihat dari kejauhan nampak gadis yang wajahnya mirip dengan wanita tadi malam yang aku temui di warung makan juga mimpiku, aku bangkit dari tempat duduk dan berniat ingin keluar menemui gadis itu, namun begitu aku kembali menatap keluar, sosok gadis itu sudah menghilang.
Aku mengucek-ngucek mata berharap dia masih ada disitu, namun tetap saja gadis itu sudah tidak ada disana.
"Ahhh, mungkin cuma khayalan ku saja." kataku dalam hati.
Setelah selesai ngopi pagi, aku pun langsung memutuskan untuk kembali ke penginapan untuk bersiap dan melanjutkan perjalananku ke desa dan meninggalkan penginapan tersebut.
****
Aku mulai memasuki wilayah yang mana penghuninya terlihat sedikit oleh penduduk.
Mobil terus kupacu hingga tibalah aku disebuah jalan yang mana nantinya jalan itu akan langsung sampai ketempat desa yang aku tuju.
Sebelumnya aku mampir dulu kesebuah kios kecil yang letaknya tepat disimpangan jalan, aku membeli beberapa minuman juga beberapa snack dan 2 slop rokok kesukaan teman ayahku itu sebagai hadiah buat beliau.
Aku juga membeli rokok buat diri sendiri untuk persediaan selama aku di desa kelak, karena yang aku tahu disana susah mencari rokok kesukaanku.
Sebenarnya sih aku merokok tidak terlalu candu, karena merokok bagiku hanya sebagai pelepas rasa bosan saja kala aku sendirian. Bahkan dalam satu hari pun aku kadang tidak merokok.
Setelah selesai dan basa-basi dengan sipenjual, aku pun meneruskan perjalanan lagi.
Sampai akhirnya memasuki jalan yang belum beraspal dan kiri kanannya dipenuhi oleh pohon besar serta semak belukar.
Entah kenapa, tiba-tiba bulu kudukku mulai merinding, seakan kurasa ada sosok lain ikut dalam mobil yang aku kendarai. Aku menengok ke arah belakang, namun tak ada siapa pun. Akhirnya aku memutuskan untuk cuek dan fokus pada tujuanku saja.
Aku terus menyusuri jalanan tanpa aspal itu, meski jalannya tak semulus jalan perkotaan, namun aku tetap menikmatinya, kerena sepanjang jalan aku merasakan udara yang sangat sejuk. Pemandangannya juga sangat menyehatkan mataku, contohnya pepohonan, beberapa pegunungan dan juga air terjun yang terlihat dari kejauhan, sungguh suasana desa yang masih sangat asri.
Tak terasa, aku sudah tiba disebuah desa tempat tujuanku, yakni desa derang hayang. Tepatnya rumah teman ayahku, Mang Yanto.
Kebetulan mang Yanto ini adalah seorang sesepuh didaerah sini, beliau orangnya sangat baik, sehingga warga pun sangatlah menghormati beliau.
Tepat pukul 14:30 aku tiba ditempat mang Yanto, beliau sering aku sebut dengan panggilan Abah, aku disambut oleh beliau dengan senyum serta kegembiraan laksana menyambut anak beliau sendiri.
Mang Yanto mempunyai empat orang anak. Tiga wanita dan satu laki-laki.
Dua anak beliau yang wanita sudah memilik keuarga masing-masing, mereka ikut dengan suaminya. Sedangkan wanita yang satu lagi masih duduk dibangku sekolah SMA dan yang laki-laki masih kecil.
Aku memarkirkan mobil tepat didepan rumah mang Yanto. Kulihat mang Yanto sedang bersantai sembari ngopi di kursi depan rumahnya.
"Assalamualaikum, Bah." sapaku sembari turun dari mobil dan melangkah kearahnya sambil membawa sekantong plastik yang akan kuberikan untuk mang Yanto. Tak lupa aku mengulurkan tangan untuk bersalaman kepada beliau.
"Waalaikumsalam, Nak Jayadi. Alhamdulillah akhirnya sampai juga." Sahut mang Yanto sambil berdiri dan menyambut uluran tanganku.
"Alhamdulillah, Bah. Sampai dengan selamat, hehehe." Kataku sambil tertawa kecil.
"Mari masuk, Nak. Kami sudah menunggu sedari tadi." Ajak mang Yanto sambil merangkul bahuku.
"Iya, Bah. Ayoo. " sahutku.
Beliau menunjukkan kamar yang akan aku tempati selama menginap beberapa hari disini.
Aku pamit masuk sebentar kedalam kamar untuk menaruh tas yang berisi beberapa pakaian dan barang yang lainnya, aku juga minta izin sama Abah untuk sholat ashar.
Setelah selesai, segera aku keluar. Kulihat Abah tengah bersantai diteras dan ditemani anak laki-laki juga istri.
"Eh, Nak Jayadi. Sudah selesai, Nak? Mari kesini!" tegur Abah ketika melihatku tengah asyik mengawasi mereka sambil tersenyum.
"Iya, Bah. Sudah!" Jawabku tersenyum dan berjalan mendatangi mereka.
****
Sore itu Abah sengaja mengajakku keliling kampung sekaligus mendatangi gudang/lumbung penyimpanan pesanan kami.
Beliau juga menceritakan bahwa pesanan kami sebagian sudah dimuat kedalam perahu dan siap dikirim guna nantinya akan dipacking dalam container untuk keperluan eksport.
Tak terasa hari sudah mulai senja, kami pun bergegas untuk segera kembali kerumah.
Entah kenapa, malam itu susah sekali bagiku untuk menekankan mata ini. Sampai tengah malam pun tiba, mataku belum juga dapat dipejamkan. Pikiranku melayang, memikirkan gadis cantik yang aku temui di warung makan itu.
Entahlah, yang jelas aku merindukannya. Ingin rasanya aku menemuinya lagi, tapi dimana? rumahnya saja aku tidak tau!
Waktu berlalu sangat cepat, kulihat jam sudah menunjukan pukul 03 mlam namun mataku masih enggan untuk terpejam.
Aku terus mencoba memejamkan mata ini dan akhirnya berhasil juga, aku terlelap bersama dengan khayalan tentang gadis itu.
Alarm diponselku berdering dan membangunkan aku dari tidurku yang kurang lelap, aku sengaja memasang alarm subuh agar sholat subuhku tak terlewat. Mesjid di desa letaknya sangat jauh, wajar saja suara adzan disini tidak terdengar.
Aku segera beranjak dari tempat tidurku dan langsung mengambil air wudhu.
Selesai sholat, aku berniat keluar untuk menghirup udara pagi yang segar. Namun, hal itu di cegah Abah.
"Jangan keluar dulu ya, Nak. Karena embunnya belum sirna." kata Mang Yanto.
"Kenapa memangnya, Bah. Bukankah bagus jika pagi-pagi menghirup udara segar!" jawabku sembari mengangkat sebelah alisku karena heran.
"Sudah kebiasaan orang sini, Nak. Tidak boleh turun dulu sebelum embun hilang! karna sangat dikhawatirkan ada orang yang menaruh lapasan lewat perantara embun." jelas Mang Yanto.
"Emm, gitu. Baik, Bah." sahutku sembari mengangguk.
Lapasan adalah sejenis ilmu penyebar racun lewat media embun, lapasan juga bisa dikatakan wisa bagi orang yang sudah terkena sehingga akan menyebabkan orang tersebut sakit-sakitan bahkan meninggal.
Sambil menunggu hari agak siangan dikit, aku dan Abah duduk bersantai sambil ngopi di depan tv, aku menceritakan tentang perjalananku menuju desa ini, termasuk cerita tentang aku berjumpa dengan wanita itu.
Terlihat Mang Yanto seperti mengetahui sesuatu, akan tetapi ketika aku menanyakannya, ia tersenyum dan hanya mengatakan
"Suatu saat kamu pasti mengetahui nya, Nak."
Aku hanya terdiam sembari mengerutkan alisku, bingung dengan apa yang Abah maksud.
"Mari, kita sarapan dulu, Nak, Bah. Makanan sudah terhidang dimeja makan!" seru istri Mang Yanto yang sedang berjalan dari arah dapur dan mengajak kami sarapan.
"Ayo, Nak. Kita isi perut dulu sebelum beraktifitas." ajak Mang Yanto.
"Mari, Bah." sahutku, kamipun beranjak dari tempat duduk dan melangkah menuju meja makan.
****
Jam dinding menunjukkan pukul 09:30 pagi, abah mengajakku jalan-jalan ke kampung sebelah guna mencek pesanan, agar kuota pesanan bisa terpenuhi.
Kami menaiki perahu sampan (Jukung) untuk menuju sebuah desa, long harengi namanya. Tiba ditempat tujuan Kami pun mulai berkeliling dengan berjalan kaki, para penduduk disini sangatlah nampak ramah.
Dan, di sudut kampung, aku melihat sosok wanita yang tidak asing lagi bagiku.
Ya ... Wanita itu!
Aku meminta izin kepada Abah yang tengah asyik berbincang dengan kepala desa, aku izin untuk pergi sebentar kepada beliau dan langsung menghampiri wanita yang tengah duduk disebuah kursi panjang, dibawah pohon rindang.
"Hy, Dek. Sendiri?" aku memberanikan diri untuk menyapanya.
"Eh, Kaka. Kok ada disini! Bukankah Kaka ini yang kemaren makan di warung lalapan itu ya?" ia bertanya balik kepadaku sembari menunjukkan mukanya yang sedang kebingungan.
"Hehehe, iya, Dek. Kaka memang yang kemaren makan di warung itu, kaka disini karena ada urusan." sahutku.
"Oh iya, kita kemaren belum sempat kenalan kan ya? Aku Jayadi, panggil saja Jei." kataku lagi sembari mengulurkan tangan kananku.
"Oohhh begitu ... Eh iya, Kak. Aku Nanda." sahutnya dan menyambut uluran tanganku.
Dag, dig, dug. Hatiku seakan berdetak cepat. Bagaimana tidak, aku tak mengira bisa bertemu kembali dengannya.
Dan ya, namanya persis seperti nama yang disebutkannya dalam mimpiku kemaren.
"Kok bisa sama ya, mungkinkan ini pertanda bahwa dia jodohku." gerutuku dalam hati sambil tersenyum.
" Oh iya, Kak Jei. Duduk sini lah, kita ngobrol-ngobrol. Ya itu pun kalau ka Jei sudi sih." kata Nanda.
Akupun duduk tepat disampingnya, kami ngombrol banyak hingga aku lupa dengan Abah. Saking bahagianya, hehehe.
Dari kejauhan aku melihat Mang Yanto dan temen beliau seakan sedang mencari keberadaanku.
Karena tak enak hati dengan beliau, dengan segera aku menemuinya dan pamit kepada Nanda. Tidak lupa aku kasih nomer ponsel pribadiku kepada Nanda.
"Nanti kalau kamu ada waktu, tolong hubungi Kaka, Ya!" kataku sambil mengedipkan sebelah mataku.
Ia pun membalas dengan senyum manisnya.
Aku dan Abah melanjutkan perjalanan kegudang penyimpanan untuk mencek barang-barang yang sudah kupesan.
Mang Yanto memperkenalkanku kepada orang-orang gudang bahwa aku ini adalah wakil dari Ayahku yang bertugas untuk mencek sekaligus anak kandung Ayah.
Setelah dirasa sudah cukup, kami pun pamit kepada mereka dan berjanji besok akan kembali lagi kesini untuk meminta izin agar diperbolehkan oleh kepala desa.
Mang Yanto menyuruh anak buahnya untuk menemaniku besok jalan-jalan mengitari desa ini.
****
Malam sudah tiba, waktunya untukku beristirahat.
Kubaringkan tubuh ini keatas kasur empuk, kupandangi langit-langit sambil membayangkan wajah cantik Nanda.
Derrrtt, derrtt. Suara ponselku seketika membuyarkan lamunanku terhadap Nanda.
Aku meraih ponselku yang berada diatas meja samping tempat tidurku, Nanda ... pucuk di cinta ulam pun tiba. Segera aku mengangkatnya.
"Hallo, Kak. Assalamualaikum." sapanya dari seberang sana.
"Waalaikumsalam, Dek." sahutku.
"Nanda ganggu gak, Kak?" tanyanya
"Gak kok, Dek. Malah Kaka senang dapat telephone dari Adek." jawabku sambil tersenyum.
"Ka Jei sedang apa? Ka Jei sudah makan?"
"Tadinya kaka lagi ngelamunin kamu, Dek. Eeh, taunya Adek telphone, hehehe." gumamku jujur.
"Ka Jei sudah makan tadi sama Mang Yanto." kataku lagi.
"Emm, Ka Jei bisa aja. Ya sudah, Kak. Nanda cuma ngasih tau nomer Nanda aja, Assalamualaikum." Katanya sembari mematikan ponselnya.
"Waalaikumsalam." jawabku singkat.
Setelah itu, aku mencoba untuk menghubungi Ayahku.
Aku ingin mengabarkan pada Ayah bahwa semua pesanannya sudah tersedia dan sudah siap untuk dikirim.
Selain itu, aku juga minta izin kepada Ayah untuk beberapa hari lagi tinggal ditempat Abah dengan alasan sedang menikmati suasana dan panorama yang indah juga asri di perkampungan ini. Tentu saja ayahku mengizinkannya.
Alangkah Bahagianya aku kala itu, karena masih ada waktu untuk bisa bertemu kembali dengan Nanda. Tentu dengan harapan agar aku dapat meraih hatinya bahkan aku berkeinginan untuk menyuntingnya untuk menjadi pendamping hidupku.
****
Hari ini adalah hari minggu, aku yang dari pagi tadi sudah nampak rapi dan ganteng, hehehe.
Karena hari ini aku ingin bertemu dengan Nanda, sudah ada perjanjian tadi malam. Aku ingin menyatakan perasaanku terhadapnya.
Ya ... berharap sih Nanda mau menerima cintaku.
Tepat pukul 09 :12 pagi, aku pamit pada Abah ingin ke desa long harengi, tentu saja beliau pun mengizinkanku.
Bahkan Abah meminta anak buahnya untu mengantarku ke desa itu menggunakan perahu, aku pun meminta untuk dijemput kembali ketika sudah sore.
Sesampainya di desa, aku izin dulu sama kepala desa dan beliau mengizinkannya.
Aku juga sudah mengatakan ada seseorang yang aku kenal di desa ini, seseorang yang akan menemaniku untuk berkeliling dan jalan-jalan.
"Maunya sih, bisa jadi pendamping hidupku juga, hehehe." candaku kepada kepala desa.
Selesai berbincang-bincang, aku langsung menemui Nanda. Kami jalan-jalan sambil menikmati panorama alam pedesaan, bahkan aliran sungai disini pun sangatlah indah. Airnya yang sangat jernih serta panorama bebatuannya yang memukau. Setelah dirasa cukup lelah, kami memutuskan untuk beristirahat sejenak disebuah batu besar ditepi sungai dangkal yang letaknya tepat dibawah rindangnya pohon besar.
"Dek Nanda, boleh kaka bertanya tentang hal pribadi kamu?" kataku memulai perbincangan sambil memainkan jari-jemariku.
"Emm, iya boleh, Ka Jei. Selagi aku bisa jawab maka akan aku jawab dengan jujur!" sahutnya.
"Maaf sebelumnya, Dek. Apa Adek sudah mempunyai kekasih?" kataku serius.
"Belum ada, Ka. Lagian lelaki mana sih yang mau sama aku, seorang gadis desa yang sederhana! Jelek pula." sahutnya merendah sambil tersipu.
"Yuuhuuuuuu ... yes, ada peluang nih nampaknya." gumamku dalam hati.
"Ah masa sih, Nanda ini kan cantik, ayu, baik pula. Ka Jei saja andai Nanda terima, sangatlah ingin menjadi kekasihnya Nanda. Bahkan ka Jei siap jadi pendamping hidup sekaligus imam buat Nanda!" Kataku sembari tersenyum dan memegang tangan Nanda.
"Hehehe, Kaka bisa saja! Gombal yaa?" kata Nanda sembari tertawa kecil.
"Gak gombal kok, Nan. Kaka serius loh! Kalau boleh jujur, Kaka suka sama Nanda sejak pertemuan pertama kala itu.
Bahkan setiap harinya Ka Jei selalu rindu sama Nanda sampai-sampai selalu terbawa dalam mimpi" jelasku meyakinkan Nanda. Ku lihat mukanya sudah mulai memerah.
"Apa kamu mau jadi kekasihku, Nan." Aku menatapnya dengan tajam juga penuh dengan harapan yang tidak mengecewakan.
"Apa Kaka serius?" Jawabnya menunduk.
"Kaka serius, Kaka sungguh menyukaimu, Dek. Bahkan Kaka secepatnya ingin meminang dan meminta Nanda untuk menjadi istri Kaka." kataku serius.
(Hening ...)
Nanda terdiam dan menunduk, aku menatap wajah cantiknya. Kulihat ada rona kesedihan diwajahnya dan ada pula rona gembira, entah apa yang sedang ia rasakan.
"Kenapa, Nan. Maafkan Ka Jei jika ada kata-kata Ka Jei yang tidak mengenakkan hati!"
"Sekali lagi Kaka mohon maaf ya, Nan. Jika Kaka ada kesalahan dalam berkata." kataku dengan rasa yang kurang enak.
Nanda perlahan-lahan menatapku, matanya terlihat sayu, sorotannya yang sangat tajam serasa menembus jantungku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!