Future City, Sciencetopia.
2022
Derap langkah kaki menginterupsi sepanjang koridor subway yang begitu sepi.
Malam semakin larut, bahkan hanya tersisa beberapa kereta saja yang beroperasi malam itu.
Kali ini, aku tidak akan membiarkanmu lolos begitu saja! batinnya.
Zane Icarus, mempercepat langkahnya begitu menyadari bahwa buronannya semakin jauh dari jangkauan.
"Berhenti kau!" teriak Zane sambil terus melangkah.
Pria bertopeng putih dengan pakaian serba hitam itu, menoleh sejenak sebelum mempercepat langkah kakinya.
Zane tak menyerah. Apapun yang terjadi, ia harus menangkap pria yang sudah menghancurkan namanya, dan mencoreng reputasinya sebagai detektif paling andal di distrik utama Future City.
Kalau kali ini dia gagal lagi, maka bisa dipastikan dia akan dipecat dari pekerjaannya.
Ia berada di ujung tanduk, dan itu semua adalah ulah darinya. Mr. Predator, seorang kriminal ulung yang begitu lihai membebaskan diri dari kejaran polisi.
Setiap tindakan kriminal yang dia lakukan bisa dibilang begitu rapi dan cantik. Saking rapinya, detektif sekelas Zane harus menghabiskan waktu memecahkan kasusnya selama lima tahun lamanya.
Mr. Predator, adalah penjahat sekaligus maniak seksual. Pria itu sudah membuat ratusan wanita menjadi korban kebejatannya. Terlebih, setiap wanita yang menjadi korbannya berakhir tewas dengan sangat mengenaskan.
Dalam tubuh setiap wanita yang menjadi korbannya, selalu terdapat tanda aneh yang ditinggalkannya.
Tanda aneh itu, berupa inisial "The P" lalu dilanjutkan dengan sebuah kode angka dan huruf yang digabungkan menjadi satu.
Tap!
Zane menghentikan langkahnya begitu ia tiba di sisi subway yang tengah dalam perbaikan.
Kemana dia pergi? Zane mengedarkan pandangannya begitu mendapati sosok yang dikejarnya mendadak hilang tanpa jejak.
Aku yakin dia masih di sekitar sini. Tidak mungkin dia menghilang begitu saja, apalagi tidak ada jalan lain dari sini. Terlebih, jalan ini masih dalam perbaikan. Dia pasti bersembunyi, pikirnya.
Zane melangkah ke sisi lain subway. Beberapa lampu di sana bersinar remang-remang, bahkan beberapa di antaranya berkedip berulangkali. Hal itu membuat Zane kesulitan untuk menemukan keberadaan pria yang dicarinya.
"Keluar kau, dan jangan terus bersembunyi seperti seorang pengecut! Aku tahu kau masih di sini," teriak Zane sambil memelankan langkahnya.
Mata pria itu masih terus mengedar ke sekeliling, berusaha bersikap waspada kalau-kalau yang dicarinya bersembunyi di tempat yang tidak dapat dilihatnya.
"Kau sudah membuat namaku tercoreng, dan aku tidak akan melepaskanmu begitu saja. Akan kubuat kau membayar atas semua ulahmu!" pekiknya lagi.
Zane terlalu fokus menatap ke depan, hingga tanpa ia sadari sejak tadi sosok yang dicarinya berada tepat dibelakangnya.
"Kalau begitu, coba kau tangkap aku," balasnya yang dalam sekejap membuat Zane beralih fokus ke arah datangnya suara.
Bugh!
Baru saja ia akan berbalik. Pria itu lebih dulu bertindak, memukul kepalanya dengan menggunakan sebuah pipa besi.
Brukk!
Dalam satu kali hantaman, tubuh kurusnya terhempas di tanah bersemen.
Zane meringis menahan sakit di kepalanya. Darah segar mengucur begitu deras membasahi sebagian besar wajahnya, menetes hingga menggenang di lantai tempatnya terbaring.
Zane berusaha mempertahankan kesadarannya. Tapi, Mr. Predator kembali bergerak tanpa aba-aba. Menghantam beberapa bagian tubuhnya berulangkali dengan pipa yang sama hingga membuatnya gagal mempertahankan kesadarannya.
Klang!
Mr. Predator melemparkan pipa ditangannya dan menatap dingin ke arah Zane dengan napas terengah-engah.
...***...
Brukk!
Tubuhnya dilemparkan keras hingga menghantam rel kereta yang ada tepat dibawahnya.
Walaupun bagian koridor dalam perbaikan, tapi rel kereta itu masih digunakan dan sering menjadi jalan alternatif untuk beberapa kereta agar bisa tiba dari kota satu ke kota yang lain.
"Kau bilang ingin menangkapku, tapi kau sama sekali tak bisa melawan saat aku menghajar tubuhmu," gumamnya pelan sambil menatap tajam Zane yang terbaring tak sadarkan diri di atas rel kereta.
"Aku sudah terlalu lama menghiraukanmu, dan menganggap kau hanyalah lalat yang tidak akan bisa mengusikku. Tapi, ternyata aku salah menganggapmu sebagai lalat. Sudah saatnya, kau menemui ajalmu." Pria itu mengeluarkan seringainya melihat Zane yang tak sadarkan diri.
Perhatiannya mendadak beralih saat suara sebuah kereta melaju dari satu sisi.
Ia menoleh, lalu kembali tersenyum begitu sadar cahaya berjalan mendekat menuju arahnya.
"Tunggulah sebentar lagi, dan semua rasa sakit yang kau rasakan itu akan hilang," gumamnya.
Mr. Predator, berbalik meninggalkan Zane yang kini terbaring tak sadarkan diri.
Suara kereta semakin mendekat ke arahnya, dan…
...*...
"Hey!" Samar-samar Zane mendengar suara seseorang memanggilnya. Tapi, gelap. Ia sama sekali tidak bisa membuka kedua matanya. "Bangun!"
Lagi. Ia dapat mendengar suara yang sama. Bersamaan dengan itu, ia merasakan pipinya di tepuk-tepuk pelan oleh sesuatu yang kecil dengan permukaan yang begitu dingin.
Zane mulai terusik. Ia memaksakan diri untuk membuka kedua matanya. Begitu bangun, ia melihat seekor kucing hitam yang tengah menatapnya lekat.
"Arghh…" Zane meringis kesakitan sambil memegangi keningnya yang berdarah.
Dimana aku? Apa yang terjadi? Zane membatin. Ia tercekat begitu melihat darah mengalir membasahi keningnya.
Bagaimana bisa kepalaku berdarah? Zane mengerutkan kening berusaha mengingat apa yang terjadi.
"Zane!"
Teriakan seseorang lebih dulu membuyarkan perhatiannya.
Zane menoleh ke arah datangnya suara dan melihat Stefano rekannya yang berlari kencang ke arah dimana ia berdiri sambil menangis.
"Stefano, kau…"
Ucapan Zane terpotong saat Stefano berlari ke arahnya, tapi yang terjadi adalah tubuh lelaki itu tembus melewati tubuhnya.
Zane berbalik dengan wajah semakin bingung. Ia melihat ke arah rel.
Stefano menangis di bawah dengan beberapa orang polisi yang berdiri di dekat mayat yang tubuhnya sudah terbungkus dalam kantong jenazah.
"A… apa ini? Siapa yang meninggal?"
Apakah jangan-jangan Mr. Predator? Tapi apa yang terjadi sampai dia meninggal? Apakah aku yang sudah membunuhnya? Zane mulai dihampiri berbagai pertanyaan.
"Zane!" Stefano kembali berteriak hingga membuat Zane makin bingung bercampur kaget.
"Tidak perlu bingung. Itu adalah dirimu!"
Suara yang sama kembali di dengarnya. Zane celingukan mencari asal suara barusan.
"Siapa yang bicara?!"
"Aku."
"Tunjukkan dirimu!"
"Sejak tadi aku bersama denganmu. Lihat ke bawah sini!"
Zane menoleh ke bawah. Ia beradu tatap dengan seekor kucing hitam yang tadi dilihatnya ketika bangun.
"K… kau yang bicara?" Zane tak bisa percaya dengan apa yang dilihatnya. Lagipula bagaimana mungkin seekor kucing bisa bicara?
"Ya. Aku yang bicara sejak tadi!"
Zane speechless. Demi apapun, ia baru saja melihat kucing itu mengeluarkan suara manusia dengan gerak bibir yang persis sama dengan setiap kalimatnya.
"Tidak perlu kaget, aku bukan kucing biasa." Kucing itu beralih tatap ke arah dimana Stefano dan yang lainnya berada.
"Kau terkejut 'kan?"
...***...
"Kau pasti bertanya-tanya siapa yang baru saja mati 'kan?"
"Kau tahu siapa yang ada di dalam kantong mayat itu?"
"Itu adalah kau!"
"Apa? Aku? Bagaimana mungkin aku bisa ada di dalam sana sementara aku berdiri di sini?"
"Kau sudah mati, dan yang sedang mereka evakuasi adalah mayatmu. Kau baru saja di serang oleh penjahat yang berusaha kau tangkap hingga kau mati, lalu dia melemparkan tubuhmu ke rel sampai terlindas habis oleh kereta yang baru saja melintas."
"Apa? Tidak. Ini pasti mimpi 'kan? Benar. Lagipula mana mungkin ada kucing yang berbicara." Zane masih belum percaya dengan apa yang terjadi.
"Kau sudah mati. Terima saja kenyataannya! Dan mengenai kenapa kau ada di sini, itu karena rohmu terpisah dengan tubuhmu."
"Tidak mungkin! Aku tidak percaya ini." Zane menepuk-nepuk keras pipinya. Rasanya sakit, dan bisa dipastikan semua itu bukanlah mimpi.
"Aww," ringisnya sambil memegangi pipinya yang sakit.
"I… ini sungguhan?" Zane mulai panik. Wajahnya yang pucat semakin pucat saat sadar dirinya benar-benar sudah mati.
"Kau sudah percaya padaku?"
"Tidak. Bagaimana mungkin aku bisa mati? Aku tidak boleh mati sekarang. Aku masih belum bisa menangkap Mr. Predator! Aku masih belum bisa menjebloskannya ke penjara. Kalau aku mati sekarang, itu artinya semua usahaku selama lima tahun, sia-sia!" Zane semakin resah.
"Aku harus kembali ke tubuhku! Aku harus hidup lagi, dan menyelesaikan semua tugasku sebagai detektif. Menangkap Mr. Predator dan memecahkan kasus ini." Zane menghampiri Stefano dan berusaha masuk kembali ke tubuhnya.
"Percuma saja. Itu tidak akan bekerja!" teriak Nike, si kucing yang sejak tadi bersamanya.
Brukk!
Berulangkali jiwanya terpental saat ia hendak masuk ke dalam raganya.
"Tidak bisa? Bagaimana mungkin aku tidak bisa kembali ke tubuhku?" Zane mulai berkaca-kaca.
"Huft~" Nike menghela napas pelan. "Dia benar-benar keras kepala," gumamnya.
Kucing itu melompat turun ke bawah. Menghampiri Zane yang terduduk di tanah.
"Tubuhmu sudah hancur. Itu sebabnya kau tidak bisa kembali ke dalam ragamu. Tapi, kalau kau mau… aku bisa membantumu."
"Bagaimana mungkin seekor kucing sepertimu bisa membantuku." Zane tertunduk dengan wajah murung.
Tring!
Sebuah panel sistem mendadak muncul dihadapannya, membuat perhatian Zane beralih pada layar transparan yang ia lihat.
"Kau lihat layar dihadapanmu?"
"Layar apa ini?" Zane mengibaskan tangannya di panel sistem yang ia lihat.
Ada dua pilihan yang tertera di sana. Zane hanya diam memperhatikan panel yang dilihatnya.
"Pilih salah satunya, maka apa yang kau inginkan akan terwujud," jelas Nike.
"Kau bercanda? Itu tidak mungkin bekerja."
"Pilihan saja, lalu tekan! Jangan banyak bicara," teriak Nike yang emosi jadinya.
"Baiklah-baiklah, akan ku tekan. Begitu saja kau sampai berteriak," gerutunya.
Zane menekan tombol "ya" lalu instruksi lain muncul.
Zane terdiam. Entah mengapa mendadak kepalanya terasa berat dengan tubuh yang mulai terasa sangat lemas.
"Aku merasa lemas, apa yang terjadi denganku?"
"Itu tandanya sistemnya mulai bekerja. Setelah ini, kau akan pingsan dan akan kembali ke tubuhmu."
Brukk!
Zane terkapar dengan mata terpejam.
...***...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!