Di Rumah sakit~~
"Ibuuu..." Tangisan seorang anak kecil di rumah sakit
"Alina, kau harus kuat. lihat Ivan dia masih membutuhkanmu, aku yakin kau kuat." Ucap Arfan suami Alina
"Aku tidak bisa menunggu waktu lama lagi. Jaga diri kalian baik-baik. Suamiku Aku mohon luangkan waktumu sedikit saja untuk Ivan, Jaga dia dan sayangi dia. kalian harus tetap bersama sampai kapanpun. suatu saat nanti akan ada seorang wanita yang akan melengkapi hidup kalian, me-menikahlah dan... lupakan a-akuu." Alina pun berbicara dengan terbata-bata karena sedang mengalami sakaratul maut
"Alina Aku berjanji akan membahagiakan Ivan dan kita bisa membesarkannya bersama-sama. Tapi untuk menikah aku tidak akan pernah, karena hanya kau yang aku cintai, kau adalah satu-satunya wanita yang bisa membuatku bahagia aku tidak bisa melupakanmu. kau pasti bisa bertahan..." Ucap Arfan sambil menggenggam tangan istrinya sangat erat dan sedikit menahan tangis
"Tidak kau harus menikah lagi. (Alina pun melirik ke arah Ivan). Ivan putraku, kau harus berjanji ya nak, kau harus menjadi anak yang baik jangan menyusahkan orang lain.ibu berpesan jika ada seorang wanita yang ingin kau jadikan ibumu, beritahu ayahmu.ayahmu pasti akan mengabulkan permintaan mu." Ujar Alina sudah tidak kuat lagi tapi ia menahannya
"Iya ibu, Aku berjanji pada ibu aku akan menjadi anak yang baik." Ucap Ivan dengan suara khas anak kecil lugu dan ia masih berusia 5 tahun
setelah memberikan pesan terakhir Alina pun menghembuskan napasnya.
Ivan pun menjerit, Kecuali Arfan yang pasrah dan pergi keluar dari ruang rawat Alina dengan menangis dan tidak sanggup melihat Istri yang ia cintai meninggalkan dirinya.
"Ibuuuuu....ibu bangun.Aku berjanji akan menghabiskan makananku.apa ibu pergi karena aku nakal bu? ibu bangun...aku berjanji Bu, asalkan ibu bangun." Suara Ivan yang sangat keras sambil menangis dan menggoyangkan tubuh Alina yang sudah tak bernyawa
Di luar~
Arfan duduk di luar ruang rawat Alina, ia sedang menangis dan mengingat kenangan bersama Alina yang begitu indah, yang membuatnya semakin tak bisa mengontrol kesedihannya.
"Kenapa tuhan...kenapa? kenapa kau mengambil nyawa istriku, Apa salahku? Alina kenapa kau pergi, Aku dan Ivan masih membutuhkan mu. Entah bagaimana kelanjutan hidup kami tanpa dirimu Alina." Ucap Arfan dengan menangis tersedu
Saat di luar Arfan pun mendengar suara tangisan dan teriakan keras Ivan dari dalam.Ia pun mencoba bangkit dan menghapus air matanya. Lalu, dengan guntai berjalan hatinya terluka ia mencoba memberikan kekuatan terbaik untuk anaknya karena selain dirinya siapa lagi yang ada untuk Ivan, itulah yang dipikirkan Arfan sehingga ia berusaha kuat di depan Anaknya.
Arfan pun masuk kembali ke dalam.
"Ivan..." Panggil Arfan
"Ayah...(Ivan pun berlari menghampiri ayahnya dan langsung memeluk) Ayah, kenapa ibu tidak bangun, apa ibu kesal padaku? bangunkan ibu ayah! Aku berjanji setelah ibu bangun aku akan menjadi anak yang baik." Ucap Ivan menangis di pelukan ayahnya
Arfan pun tidak bisa menahan tangisnya jadi ia sedikit mengeluarkan air mata.
Lalu, Arfan berlutut dan berbicara pada Ivan.
"Ivan...ibu sudah tiada, Nak.ibu tidak akan pernah kembali lagi, tuhan sudah memanggil ibu lebih dulu dibanding kita karena ia sangat menyayangi ibumu." Jelasnya
"Tapi kenapa ayah? Apa karena Tuhan hanya menyayangi ibu sehingga tuhan tidak memanggil kita." Tanya Ivan
"Sudah saat nya ibu pergi ketempat yang abadi. tandanya tuhan lebih menyayangi ibumu. tapi kau tenang saja di atas sana ibu akan hidup bahagia tanpa kita." (tapi apakah kita akan bisa hidup bahagia tanpa ibumu)." Lanjut batin Arfan
"Lalu, apa lagi yang kita tunggu ayah? panggil tuhan untuk memanggil kita juga, kenapa tuhan tidak menyayangiku sampai hanya memanggil ibu saja."
"Itu tidak bisa Ivan."
"Kenapa? bukankah ayah orang hebat, jika ayah bisa menaklukan semua orang.kenapa ayah tidak bisa memanggil tuhan?" Tanya Ivan dengan lugunya
"Ayah tidak bisa menjelaskannya padamu.suatu saat nanti kau akan mengerti kenapa ibumu pergi meninggalkan kita."
"Lalu, Setelah ini bagaimana aku bisa menemui ibu ayah?"
Hati Arfan pun terenyuh.
"Apa kau tau Ivan? Setiap orang yang telah pergi mereka akan menjadi bintang.ibumu sudah menjadi bintang Ivan, di langit sana ibu tersenyum melihat kita." Ucap Arfan
"Aku ingin keluar. Aku ingin melihat ibu." Ajak Ivan menarik Arfan walaupun ibunya di sana yang tersisa raganya saja
"Baiklah kita akan keluar."
Arfan dan Ivan pun pergi keluar, dan tak selang lama beberapa menit kemudian mereka sudah ada di luar rumah sakit.
"Ayah, di sini banyak sekali bintang.di mana bintang ibu." Tanya Ivan
"Ibumu...i-ibumu, Nah kau lihat Ivan! dari sekian banyak bintang, bintang ibumu yang paling bersinar, itu adalah ibu." Ucap Arfan yang sempat bingung. Namun, berusaha demi menenangkan hati anaknya
"Ibuuu....(Ivan pun langsung spontan berteriak). Ibu aku berjanji akan menuruti semua perkataan, dan permintaan ibu padaku.ibu tenang saja setiap malam aku akan menemui ibu di balkon rumah nanti."
Mendengar Ivan berbicara Arfan merasa bersalah dan sangat sedih.
Keesokan paginya Alina pun sudah dimakamkan, semua orang pun turut berduka cita. Setelah selesai Ivan dan Arfan kembali ke mansionnya.
Tentu saja mansion Arfan sangat mewah dan besar.selain mansion, ia memiliki apartemen dan perusahaanya yang dikenal dengan perusahaan terbaik se-Asia.
Saat sampai di Mansion, Arfan dikejutkan dengan kedatangan ibu tirinya.
"Nenekk..." Ivan pun langsung berlari menghampiri neneknya yang bernama Bu Shinta ia adalah ibu tiri Arfan
Sedangkan Arfan ia biasa saja, malah tidak suka melihat Bu Shinta ada di rumahnya. Arfan tidak menyukai ibu tirinya itu karena Bu Shinta dikenal orang jahat, ibu kandungnya meninggal pun disebabkan oleh keserakahan Bu Shinta.
"Cucuku Ivan... (Bu Shinta pun spontan memeluk Ivan)."
"Nenek...nenek datang ke sini?" Tanya Ivan
"Tentu saja, nenek mendengar ibumu meninggal. Lalu, nenek bersama pamanmu kemari. Nenek harap kau tidak sedih dengan kepergian ibumu.nenek harap ayahmu bisa menikah lagi supaya cucu nenek tidak merasa kesepian, Kan? Dan..."
Arfan yang masih mematung diri sambil melihat mereka berdua. Langsung merasa kesal karena perkataan Bu Shinta yang kurang pantas didengar saat kondisi seperti ini.
"Ivan... sebaiknya kau pergi ke kamarmu dan istrihatlah." Tegas Arfan memotong perkataan Bu Shinta detik itu
Bu Shinta pun merasa tersentak.
"Nenek... Aku akan pergi ke kamarku dulu yah. kita akan bicara lagi besok."
"Iya pergilah pasti kau merasa lelah."
Ivan pun berlari menaiki tangga menuju kamarnya.
Bu Shinta pun menatap Arfan, lalu menghampirinya.
"Em...Arfan, Ibu turut berduka cita atas meninggalnya istri mu Alina.setelah mendengar Bahwa Alina meninggal ibu dan adikmu Adam langsung kemari, dan ayahmu tidak kemari karena dia masih banyak pekerjaan." Ucap Bu Shinta berbicara gugup
"Terima Kasih atas perhatianmu, nyonya. seharusnya tidak perlu repot-repot kalian datang jauh-jauh ke mari.alangkah bagusnya kalian tidak datang kemari, karena kami bukan orang yang mengemis kasihan pada orang lain, dan apa yang kau katakan tadi pada putraku seharusnya tidak anda katakan.untuk kedepannya jaga perkataan anda baik-baik." Ucap Arfan tegas dan mengingatkan, membuat Bu Shinta merinding. Lalu, Arfan pergi menaiki tangga menuju kamarnya meninggalkan Bu Shinta.
"Dasar anak sombong. Jika dia bukan anak dari suamiku. Dari dulu saja aku habisi dia langsung bersama ibunya." Kesal Bu Shinta dengan jahat
1 Minggu kepergian Alina~
"Ibu,,, ibu?" Ivan mengigau memanggil ibunya saat tidur
Arfan yang tidur bersama Ivan pun sontak terbangun dan mencoba menenangkan Ivan.
"Ivan, ada apa? Kau baik-baik saja?" Cemas Arfan
"Ibu,,, Jangan tinggalkan aku!" Ucap Ivan yang mengigau, seluruh tubuhnya menggigil dan keluar keringat
Arfan pun menyentuh kening Ivan, dann ternyata kening Ivan panas menandakan bahwa dia demam.
Dengan sigap dan khawatir, Arfan pun langsung menggendong Ivan dan membawa nya kedalam mobil untuk dibawa ke rumah sakit.
Bu Shinta yang tinggal bersama di mansion Arfan, mendengar suara kegaduhan ia pun terbangun. Dan melihat jika Arfan tergesa-gesa membawa Ivan.
"Arfan, apa yang terjadi dengan Ivan?" Tanya Bu Shinta yang khawatir
"Tadi dia mengigau memanggil ibunya. tubuhnya sangat panas dan sekarang Ivan tak sadarkan diri, jadi aku ingin membawanya ke rumah sakit." Ucap Arfan sambil menggendong Ivan menuruni tangga
"Yasudah, biar ibu ikut bersama mu, ya?" Usul Bu shinta
Bu Shinta pun ikut bersama Arfan untuk ke rumah sakit. Dengan terburu-buru Arfan mengendarai mobilnya menuju rumah sakit ditengah malam.
Sesampainya di rumah sakit Ivan pun dimasukkan ke ruang pemeriksaan untuk diperiksa.
Arfan dan Bu Shinta menunggu diluar dengan keadaan yang khawatir dan tidak tenang.
Selama 15 menit melakukan pemeriksaan dokter pun keluar.
"Bagaimana dok, apa yang terjadi dengan anak saya?" Tanya Arfan langsung menghampiri dokter dengan gelisah
"Begini Tuan, putra anda Ivan mengalami gangguan prolonged Grief Disorder. Gangguan kesedihan yang berkepanjangan mengacu pada sindrom yang terdiri dari serangkaian gejala yang berbeda setelah kematian orang yang dicintai. kematian orang tersayang yang terjadi secara tiba-tiba bisa berefek buruk pada kesehatan mentalnya.dan saat ini putra anda sedang mengalami proses berduka itu." Ucap dokter
"Apa? apa itu akan berakibat buruk pada kesehatan Ivan, Dokter?" Tanya Arfan yang merasa syok mendengar penjelasan dokter
"Sebelumnya saya ingin bertanya apakah ada seseorang dari keluarga anda yang meninggal?" Tanya dokter
"Iya, itu istri saya. 1 Minggu lalu ibunya meninggal tanpa alasan yang jelas. Entah ia sakit atau mengapa dokter tidak ingin memberitahuku. Apa itu penyebab Ivan mengalami semua ini dokter?"
"Saya turut berduka cita. Dan itu semua Mungkin saja tuan. Karena dari pengalaman yang saya ambil sudah sering sekali banyak kasus seperti ini. Apalagi Ivan putra anda usianya masih kecil, Hubungan seorang anak dan ibu sudah terikat dari sejak dalam kandungan. Dan itu akan sulit baginya." Jelas dokter
"Betul, Karena selama ibunya masih ada. Ibunya yang sering bersamanya, sedangkan saya sibuk dengan pekerjaan. lalu, apa saja yang bisa terjadi pada Ivan ke depannya dok?"
"Bisa saja menyebabkan depresi,
Kecemasan, Gangguan tidur yang signifikan, peningkatan risiko penyakit fisik, seperti penyakit jantung. Atau bisa saja Ivan memiliki pikiran berkabung dengan perilaku keinginan bunuh diri untuk menyusul menemui ibunya."
Bu Shinta dan Argan pun sangat merinding mendengar penjelasan kalimat terakhir dari dokter.
"Lalu, apa yang harus saya lakukan demi mencegah itu semua terjadi?" Tanya Arfan
"Anda harus sering membuat Ivan merasa senang, buat bahwa dia tidak sendiri. Dengan perilaku orang sekitar yang selalu bersama nya, perlahan rasa kehilangan nya akan menghilang."
"Baik, Dok. Saya akan berusaha melakukan yang terbaik demi membuat Ivan selalu senang."
"Baik Tuan Arfan, itu saja yang ingin saya sampaikan. Jika tidak ada pertanyaan lagi, saya permisi."
"Baik, Dok. Terima Kasih." Ucap Arfan
Dokter pun pergi.
Lalu, keluar suster yang menjelaskan jika Ivan mulai baik-baik saja saat ini, Ia sedang istirahat. Jika keadaan besok pagi membaik Ivan sudah bisa pulang dan saat ini ia akan dipindahkan ke ruang dirawat.
"Arfan, kau yang sabar ya, Nak. ibu yakin Ivan pasti bisa melewati semua ini dengan campur tangan kita." Ucap Bu Shinta
Arfan pun tidak menjawab, ia pergi begitu saja.
Keesokan paginya~~
Ivan pun dinyatakan sudah bisa pulang karena keadaannya sudah membaik dari sebelumnya.
"Ayah apa yang terjadi padaku? kenapa aku ada di rumah sakit? Apa aku akan mengalami hal yang sama seperti ibu?" Tanya Ivan yang sedang berbaring dengan begitu polosnya
"Tidak nak, Kau tidak boleh berbicara seperti itu.kemarin kau pingsan dan tubuhmu sangat panas jadi ayah membawa mu kemari.tapi sekarang kau sudah baik-baik saja. Dokter mengatakan kau sudah membaik dari sebelumnya jadi kita akan pulang."
"Oh seperti itu ya, Jika begitu ayo kita pulang , Yah!"
"Ayo..." Jawab Arfan sambil menggendong Ivan menuju mobil untuk pulang sedangkan Bu Shinta sudah pulang terlebih dahulu malam tadi
Di dalam mobil~
Handphone Arfan berdering~
Arfan pun mengangkatnya.
"Halo...!" Ucap Arfan
"Halo, Maaf Presdir. Saya mengganggu waktu anda." Ucap Hans asisten pribadi Arfan
"Ada apa? cepat katakan?" Jawab Arfan dingin
"Begini Presdir, perusahaan sedang mengalami masalah, di luar banyak sekali wanita yang menerobos keamanan perusahaan."
"Apa yang mereka lakukan di sana?"
"Informasi yang saya dapat, mereka datang untuk menemui anda Presdir, mereka melihat di sosial media jika anda mencari sosok wanita untuk dijadikan seorang istri. Jadi, mereka berbondong-bondong datang menyerbu perusahaan untuk menemui anda."
"Apa yang kau katakan? Aku tidak pernah membuat pernyataan seperti itu. Sekarang juga kau usir mereka!" Tegasnya
"Maaf presdir, kami sudah mengusir mereka dengan sekuat tenaga kami. Tapi mereka begitu banyak dan tidak ada satupun yang mendengarkan kami. Mungkin jika Presdir bisa datang ke perusahaan dan mengatakan sepatah dua patah kata mereka akan menyetujuinya."
"Kalian memang tidak becus. Mengurus masalah seperti ini saja tidak bisa. Untuk apa aku mempekerjakan kalian." Bicara Arfan dalam ponsel dengan nada tinggi
"Maaf Presdir..." Ucap asisten Hans dalam telepon yang melamban
"Baiklah, Aku akan ke sana setelah mengantarkan putraku pulang."
"Baik, presdir. Terima Kasih."
Arfan pun langsung menutup telepon dengan kesal.
Ivan yang menyaksikannya dari tadi langsung bertanya.
"Ayah ada apa?" Tanyanya
"Tidak ada apa-apa, Ivan. Sebentar lagi kita akan sampai, setelah itu ayah akan pergi ke perusahaan sebentar. Di rumah ada nenek dan pamanmu kau bisa bermain dengannya nanti."
"Baik, Ayah..." Ivan pun langsung menurut saja walaupun ia tau ayahnya sedang ada dalam masalah
Setelah mengantarkan Ivan pulang, Arfan langsung bergegas kembali menuju perusahaanya yang sedang ricuh.
Sesampainya di perusahaan Arfan pun langsung diserbu oleh para wanita dan susah untuk keluar dari mobil. Tapi ada bodyguard dan Petugas keamanan yang melindungi Arfan, hingga para wanita itu terdorong ke belakang. Dan Arfan bisa keluar lalu mengatakan pernyataannya.
"Saya beri tahu pada kalian, rumor mengenai diriku yang sedang mencari seorang wanita yang akan ku jadikan seorang istri. itu semuanya tidak benar. ada seorang yang menyebarkan berita palsu itu. Asalkan kalian tahu jika saya tidak akan pernah menikah lagi. Jadi, mohon perhatiannya dari kalian. Kalian bisa pergi sekarang juga, sebelum saya panggilkan polisi untuk menangkap kalian karena membuat kericuhan." Ucap Arfan
Setelah mendengar pernyataan Arfan secara langsung itu, para wanita itu pun bubar dengan keadaan tangan kosong dan sedikit ada kekecewaan karena ternyata berita itu bohong.
"Syukurlah Presdir, anda datang kemari. kami sudah mencoba mengusir para wanita itu tapi kerja keras kami sia-sia." Ucap Asisten Hans
"Begitu saja kau tidak becus menjaga keamanan perusahaan ku. untuk apa aku merekrut mu sebagai asisten pribadiku yang tugasnya mengambil alih kepemimpinan saat aku tidak ada di sini." Kesal Arfan
"Saya minta maaf Presdir."
"Maaf-mu tidak berguna untukku. Tapi ini kesalahanmu yang pertama jadi akan ku maafkan."
"Terima Kasih, Presdir." Senang Asisten Hans walaupun kecewa pada dirinya sendiri
"Sudahlah, Bagaimana pekerjaan di perusahaan selagi aku tidak menanganinya sendiri." Tanya Arfan
"Semuanya terkendali dengan baik, Presdir. sesuai yang presdir inginkan."
"Bagus, pertahankan kinerja kalian. Jangan sampai terjadi seperti tadi."
"Tapi, kapan Presdir akan mulai bekerja kembali ke perusahaan?"
"Entahlah, Aku tidak tahu kapan masalahku selesai. Setelah kepergian Alina hidup kami seperti tidak ada arti lagi. Bahkan Putraku Ivan mengalami gangguan Depresi, mungkin karena dia merindukan ibunya."
"Apa gangguan Depresi?" Kejut Asisten Hans tidak menyangka atasan kecilnya sakit
"Iya, dokter sudah mendiagnosa nya. Jadi, Aku harus mengobati putraku terlebih dahulu dengan membuat dia selalu bahagia."
"Saya ikut berduka cita, Presdir. Semoga Tuan muda Ivan cepat sembuh dan anda bisa memulai aktivitas anda seperti biasa dengan kembali ke perusahaan ini untuk membimbing kami."
"Terima Kasih. Kau doakan saja. Baiklah sudah lama aku berada di sini, Ivan di rumah bersama neneknya, aku takut terjadi sesuatu padanya. Lanjutkan kerja kalian, aku titipkan perusahaan padamu."
"Baik, Presdir, anda tenang saja dan fokus saja untuk mengobati tuan muda Ivan, saya yakin anda kuat dan bisa menyelesaikan semua masalah ini."
Arfan pun pergi ke arah mobilnya. Lalu, bergumam.
"Entahlah,,, Apa aku yakin tentang hal itu.di saat aku harus tetap tegar dihadapan Ivan, padahal hatiku pun merasakan sakit begitu dalam. Alina kenapa kau harus pergi meninggalkan ku, dan memberikan tanggung jawab yang besar ini padaku. Aku tidak sanggup menjalaninya. Saat ini aku membutuhkanmu." Batin Arfan
Dalam perjalanan pulang, Arfan melihat ponselnya. Ia dikejutkan dengan panggilan telepon sudah 12 kali dari Bu Shinta.
"Ada apa bibi telepon sebanyak ini?" Dengan gegas Arfan menelpon balik Bu Shinta
Tanpa tunggu lama Bu Shinta pun mengangkat teleponnya.
"Arfan kau ke mana saja? Ibu menelpon mu beberapa kali." Ucap Bu Shinta dalam telpon dengan nada tergesa-gesa
"Ada apa, apa semua baik-baik saja? Di mana Ivan?"
"Itu masalahnya Arfan." Ucap Bu Shinta semakin membuat Arfan tak tenang
"Apa yang terjadi dengan putraku?" Nada Arfan yang mulai khawatir
"Tadi ibu ingin memberikan Ivan makan di kamar nya. Tapi kamarnya tidak dapat dibuka, sepertinya Ivan mengurung dirinya di kamar. Ibu panggil tapi tidak menyahut, ibu takut terjadi sesuatu pada Ivan."
"Apa? Apa bibi sudah pastikan ada suara di dalam kamar nya?"
"Tidak ada Arfan, cepatlah pulang ibu takut terjadi sesuatu pada Ivan."
"Baiklah, aku akan segera pulang. pastikan sekali lagi Ivan ingin membuka pintunya."
Setelah menutup telepon Arfan pun melajukan mobilnya dengan kecepatan 180 km/h ia tidak mempedulikan mobil di sekitarnya.
Pukul 09.00 WIB.
Kurang lebih 25 menit menempuh perjalanan, Arfan sampai di rumahnya. lalu, bergegas lari dengan cepat mungkin menuju kamar Ivan.
"Bagaimana apa Ivan sudah keluar?"
"Belum Arfan, Ibu berusaha memintanya membuka pintu tapi tidak ada jawaban sama sekali dari dalam." Kata Bu Shinta dengan menangis karena khawatir
"Ivan...Ivan ini ayah, Nak. Ayah sudah pulang cepat buka pintunya." Teriak Arfan dari luar sambil mencoba membuka pintu kamar Ivan, tapi itu sia-sia tak ada jawaban dari dalam
"Bagaimana ini Arfan, ibu takut sekali.apa jangan-jangan Ivan melakukan bunuh diri."
"Jaga bicaramu bibi (bentak Arfan) Putraku tidak mungkin melakukan hal bodoh itu, tidak mungkin dia tega meninggalkan ayahnya sendiri di sini. Ivan buka pintunya, nak...ini ayah!" Teriak Arfan dengan menggedor-gedor pintu
Arfan dan Bu Shinta pun mencoba untuk membujuk Ivan agar membuka pintunya dari luar. Tapi karena sudah lama tidak ada suara dari dalam, Arfan pun memutuskan untuk mendobrak pintunya, dengan sekali dobrakan pintu itu berhasil dibuka.
Tapi saat pintu itu berhasil dibuka didalam tak ada pun sosok Ivan di sana.
"Ivan...di mana dia?" Bu Shinta bingung
"Ivan di mana kau, Nak." Arfan pun mencari Ivan disekitaran kamarnya tapi Ivan tidak ada sama sekali di sana
Lalu, Arfan pergi mencari keluar balkon kamar. Ternyata Ivan ada di sana ia sedang berdiri di atas pagar balkon, membuat Arfan yang melihatnya langsung menangkap Ivan dan membawanya turun karena ia pikir Ivan ingin menjatuhkan dirinya ke bawah.
"Ayah! ayah di sini?" Tanya Ivan
Dengan erat Arfan pun memeluk Ivan, ia takut kehilangan orang tersayang untuk kedua kalinya. Dan tanpa disadari Arfan menangis sambil memeluk Ivan sangat erat.
"Ayah, kenapa ayah menangis?" Tanya Ivan polos
"Apa yang kau lakukan Ivan? Itu sangat bahaya. Jangan pernah berpikir untuk meninggalkan ayah, Nak. Setelah ibumu pergi ayah tidak ingin kehilangan dirimu. Sebaik mungkin ayah akan melakukan apa yang kau inginkan agar membuatmu bahagia." Jelas Arfan
"Apa maksud ayah, aku tidak mengerti?"
"Lalu, apa kau lakukan berdiri di atas pagar balkon?" Dengan sedikit nada tinggi dan mengintimidasi
"Aku tidak melakukan apapun. Aku hanya sedang menunggu bintang muncul, aku tidak ingin melewatkannya. Bukankah ayah pernah mengatakan ibu sudah menjadi bintang, sekarang untuk menemui ibu aku harus menunggu malam. Jadi, aku berdiri di sana.memangnya apa itu bahaya?"
Ivan menjelaskannya dengan suara khas anak-anak
"Tentu saja Ivan, itu sangat bahaya. Bagaimana jika kau terjatuh? maka ayah tidak akan bisa memaafkan diri ayah sendiri."
"Maaf ayah, aku tidak tahu jika akan membuat ayah sedih.Aku berjanji akan menuruti perintah ayah.Niatku hanya ingin melihat ibu tapi aku membuat ayah sedih."
"Tidak apa-apa. Lain kali jika ingin melihat ibu berdiri di teras balkon saja bukan di atas pagarnya."
"Iya ayah, Aku berjanji." Ivan pun menghapus air mata Ayahnya yang menetes
Dengan perasaan tenang Arfan memeluk erat kembali Ivan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!