Dentuman musik memekakkan telinga, ratusan pasang anak manusia asik meliukkan tubuh dalam ketidak sadaran.
Gadis dengan pakaian super mini, memandang kosong kehadapan para pemuja kenikmatan dunia, dia tidak menemukan apapun di tempat ini. Tak ada kasih sayang ayahnya, tidak juga mengembalikan kehadiran ibunya. Dia sendirian dengan hanya mengenggam segelas jus jeruk, air mata menetes pasrah satu persatu mengalir dipipi mulus Razeta, namun dia sendiri tak tau apa yang membuatnya harus begitu.
Dia meletakkan gelas yang isinya telah ludes dalan sekali teguk itu dengan kasar, dihapusnya sisa air mata lalu berjalan dengan wajah dibuat super bahagia berusaha membohongi diri.
Sama seperti Razeta.
Laki-laki jangkung dengan mata hitam pekat yang duduk di meja sebelah Razeta hanya menarik napas, lalu menggeleng pelan.
Bagaimana bisa air mata yang sedetik lalu masih mengalir bisa dihapus dan berganti tawa bahagia?
...........
Klakson mobil didepan rumahnya membuat Razeta berlari keluar menyerobot buah anggur Unggu dimeja makan rumah besar yang dingin dan kesepian, entah kapan terakhir ada yang duduk bercengkrama melingkari meja besar itu, Razeta sendiri sudah lupa.
"Hey! "
Sapa lelaki tampan yang menyambut Razeta dengan senyuman kebahagiaan.
Ditatap nya Razeta dari ujung kaki hingga kepala. Rok mini, dengan kaos menempel erat ditubuh langsingnya, dengan kerah yang terlampau rendah.
Apa benar Razeta akan pergi ke kampusnya?
Lelaki itu mengecup kiri dan kanan Razeta dengan mesra, tak lupa juga dibukakan pintu mobil sport berwarna hitam miliknya itu, mempersilahkan Razeta untuk masuk.
"Thanks"
Senyum manis berkembang dibibir mungil Razeta.
Alvin, laki-laki yang seminggu lalu menyapa Razeta dilantai dansa.
Pertemuan awal mereka yang berhasil membuat Alvin kini masuk kedalam kehidupan Razeta.
Ini bukan yang pertama, untuk wanita yang baru dewasa hal ini menjadi suatu yang biasa bagi Razeta, bergonta-ganti pasangan semaunya. Wajah cantik, dengan postur bak miss Indonesia, juga harta melimpah milik orang tua, maka mudah saja mendapatkan laki-laki yang dia inginkan.
Razeta. Dia seperti dititipi seisi dunia.
Apapun yang dia inginkan pasti akan didapatkannya.
"Sama-sama".
Jawab Alvin dengan manis lalu melajukan mobilnya menuju kampus dimana Razeta mengemban pendidikan. Kampus swasta ternama.
" Kamu yakin ke kampus?" Tanya Alvin dengan ekpresi wajah tak terjebak
" Maksud l*?" Razeta terlihat bingung dengan pertanyaan Alvin.
"Gak mau jalan aja sama aku?"
" Gak deh, gua harus ketemu dosen today. Hehe,"
"Oke deh."
Dengan terpaksa, Alvin terus melajukan mobilnya menuju kampus.
Razeta memang tidak bisa dikatakan baik, namun baginya pendidikan itu hal yang sangat penting.
Bagaimanapun masa depannya nanti, yang dia tahu hari tetap belajar. Wajah cantik saja tak akan cukup untuk masa depan, dia tak ingin berakhir menjual kecantikannya. Razeta mempunyai mimpi yang besar, kelak dia ingin menjadi wanita yang cerdas dan tak membutuhkan lelaki kaya untuk hidupnya. Lelaki kaya yang bisa sesuka hati mengganti dia dengan wanita cantik lainnya.
Atau menjadi wanita hanya sekadar cantik namun kurang mempergunakan otaknya. Lagi-lagi hanya bisa menjual kecantikan pada lelaki kaya satu ke yang lainnya.
" Come on, Razeta. Kamu lagi sama aku sekarang, jangan ngelamun dong. Aku kan bukan sopir taksi online loh."
" Eee anu iya Alvin, sorry deh."
Razeta merasa tidak enak kepada Alvin
" Nanti kamu mau aku jemput jam berapa? ". Tanya Alvin
" Belum tahu nih, semoga dosennya bisa cepet ditemuin, sekarang aja doi belum keliatan dikampus."
Jawab Razeta sembari mengikat rambut panjang asalnya. Alvin melirik Razeta dengan mata tajam bak elang yang dia miliki, tatapan yang masih tidak bisa dimengerti dan razeta tak juga menyadari bahaya yang ada dideketnya.
Gerbang kampus Razeta terlewat begitu saja, mobil melaju lebih kencang.
"Lo mau bawa gue kemana? Udah lewat tuh kampus gue."
" Ikut aku sebentar, nanti aku anter ke kampus lagi." Ucap Alvin dengan tenang membuat Razeta menurut saja toh dia sudah mendapatkan kabar digrup kelas bahwa dosen pembimbingnya belum dateng.
Mobil terparkir dilobi sebuah hotel bintang lima, Razeta mencium ada yang tidak beres sekarang.
" L* ngapain bawa gue kesini? Anter gue pulang!" Bentak Razeta namun tidak ada respon dari Alvin.
Alvin mencium Razeta secara paksa, Razeta sadar bahwa dirinya dalam bahaya kini memberontak hebat namun hal itu justru membuat Alvin memeluk semakin erat.
" Lepasin gue br******.
Plakkkkkkk
Tangan lembut Razeta mendarat dengan sangat mulus di pipi Alvin.
Alvin yang kaget dengan perlakuan Razeta secara refleks melepaskan pelukan.
"Cihhhhh.berani-beraninya ya lo nampar gu*! perempuan kaya lo bisa seratus gu* dapetin! so suci lo perempuan murahan."
Alvin menatap Razeta dengan remeh, tatapan yang begitu melukai hati Razeta.
" B******* lo."
"Apa? Kenapa? Gue belum ngasih lo uang? Butuh berapa lo biar gue nikmatin semua hidangan yang lo sajiin ini? Haaa??!"
" Alvin! Jaga mulut kurang ajar lo ya!"
Keadaan semakin memanas, Razeta sudah menahan air matanya agar tidak jatuh dihadapan lelaki seperti Alvin. Dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan siapapun, terlebih lagi orang yang sudah menghinanya.
Ingin sekitar Razeta meninggalkan mobil terkutuk ini, namun usahanya gagal. Alvin mengunci pintunya.
"Buka!! " Bentak Razeta
Alvin tertawa mengejek kearah Razeta.
" See, Buka pintu mobil gue aja butuh usaha, butuh keluar urat buat teriak.
Sementara lo? Ngaca! Hampir semuanya kebuka! Bukan salah gue kankan? ".
Deg!
Razeta begitu terpukul mendengar perkataan Alvin.
" Gue bilang buka, B*jing*n!!!"
Bukannya membuka pintu Alvin malah mengeluarkan sapu tangan dan membungkam Razeta, gadis itu masih berusaha memberontak kemudian hilang kesadarannya.
Katakanlah: " Barang siapa yang berada dalam kesesatan, maka biarlah Tuhan yang maha pemurah memperpanjang tempo baginya, sehingga apabila mereka telah melihat apa yang diancamkan kepadanya, baik siksa maupun kiamat, maka mereka akan mengetahui siapa yang lebih jelek kedudukannya dan lebih lemah penolong -penolong nya".
( Q. S Maryam:75)
Razeta terbangun dengan kepala yang sangat sakit, dia berusaha membuka mata namun tak mampu melawan cahaya.
Ingatan membawanya kepada kejadian kurang ajar Alvin dan Razeta menamparnya kemudian sapu tangan abu-abu milik Alvin membuat Razeta sakit kepala sangat hebat dan tidak sadarkan diri.
"Tidak sadarkan diri?"Tunggu dulu!"
Teriak Razeta, matanya terbuka lebar menyadari ada yang tidak beres.
Razeta kini berada di dalam kamarnya, diselimuti dengan rapih dan pakaian yang sudah rapih dan pakaian yang sudah berganti.
Ada Aurora disana.
" Lo udah bangun? Apa yang terjadi sama lo? Tanya Aurora pada Razeta yang wajahnya sekarang merah padam menahan marah.
"Kenapa gue disini?" Tanya Razeta balik.
" Satpam nemeuin lo tergeletak didepan gerbang, pembantu lo nelepon gue karna mereka ketakutan. Apa yang terjadi sama lo? Kita harus lapor polisi!" Ucap Aurora penuh amarah mengingat kondisi sahabatnya tadi sangat berantakan.
"ENGGAK!" Cegah Razeta cepat.
" Kenapa? Apa yang terjadi sama lo sebenarnya?"
" Jangan lapor polisi, Hidup gue udah ancur, Ra jangan ditambah lagi.
Kalau masalah ini sampai ke kantor polisi maka sampai juga ke media, gue nggak sanggup!" Razeta sesegukan, dia menenggelamkan diri dibalik selimut.
" Kurang ajar! Alvin Baj*ng*n!!!" Teriak Razeta tidak terkontrol, hancur sudah yang dia jaga mati-matian
" Gue benci papa yang udah buat hidup gue jadi seperti ini, kalau dia gak ninggalin mama maka mama gak akan sakit dan ninggalin gue seperti ini, pasti sekarang gue tetap bakal jadi Razeta kecil yang bahagia dan gak perlu mencari kebahagiaan ketempat terkutuk itu. Harusnya gue nggak ketemu si berengsek Alvin! Sekarang gue nggak punya siapapun, gue nggak punya apapun lagi, ini semua karens keegoisan papa!" Razeta menangis dan memaki, Aurora tak bisa melakukan apapun selain berdo'a dalam tangisnya melihat sahabatnya itu sangat menderita.
Hari ini Razeta dibatas akhir
Sangat - sangat membenci ayahnya.
Selama ini dia sendirian, tak ada yang benar-benar bersedia menamainya.
Razeta tahu semuanya hanya berpura-pura. Hidupnya penuh dengan kepura-puraan.
Kamar ini dan Aurora, keduanya tak banyak menuntut Razeta. Dia bisa menjadi dirinya sendiri, dia bisa menangis sesukanya, tak ada yang peduli, tidak cermin dihadapannya, tidak juga dengan lampu diatasnya.
Hari ini dia benar-benar merasa sudah hancur, Razeta yang bergonta-ganti pasangan, yang terlihat nakal dan berantakan sebernarnya adalah gadis yang selalu ditinggalkan dengan alasan karana Razeta tak pernah sudi memenuhi apa yang para lelaki kurang ajar itu inginkan. Tapi kali ini Razeta kalah!
Dia tak menyangka Alvin adalah lelaki sebejat itu.
" Gua ngerasa ancur banget Ra."
Lirih suara Razeta begitu menyayat hati.
Tak ingin bertanya apapun Aurora hanya memeluk sahabatnya itu dengan erat.
Razeta menceritakan semua mulai dari pertama kalinya dia bertemu Alvin, hingga kejadian yang menimpanya pada hari ini.Razeta tersedu dibalik selimut yang membungkus dirinya rapat, begitu juga dengan Aurora, dia tak bisa menahan air mata atas apa yang menimpa sahabatnya, Aurora geram, sejak tadi dia hanya meremas -remas ujung khimar panjang yang dikenakannya. Tak semata-mata pada sikap Alvin tapi dia juga marah dengan Razeta yang tak pernah mendengar nasehatnya itu.
" Gue benci dia Ra, dia cowok b*******k ! ". Maki Razeta. Aurora menarik nafas panjang sebelum merespon perkataan Razeta.
" Razeta sahabatku, laki-laki tetaplah laki-laki. Lelaki sholehah yang ditemui di masjid saja masih punya nafsu, apalagi memang lelaki bejat yang kau temui di club malam? Apa kamu berharap dia lelaki baik dan bisa menahan dirinya?"
Aurora menarik napas panjang sekali.
" Lo yang harus paham, udah berapa kali gue bilang mulai lah hargiin diri lo sendiri. Lo berharap mereka berprilaku baik ke lo? Mimpi! Kalau lo terus- terusan bertingkah seperti ini, Razeta... Please... "
Razeta diam, mengubur dirinya dengan selimut tebal itu.
🌼🌼🌼🌼🌼
Sudah hampir satu minggu, Razeta tidak terlihat dikampus, tak seorangpun yang tahu dan yang peduli dengan keadaannya saat ini selain sahabatnya, Aurora yang setiap hari datang sekedar berbagai cerita kepadanya, Razeta tak beranjak dari ruangan itu sama sekali.
Bagaimana keadaannya tak perlu ditanyakan lagi, kacau sudah pasti.
Aurora turun dari sebuah motor matic, dia tersenyum manis dan mencium tangan si pengendara yang memakai helm serta masker itu dengan hikmat.
"Aku usahain pulang secepatnya hari ini
mas,"
"Iya, yauda mas balik lagi kerja dulu ya.
Asalamualaikum"
" Walaikumsalam warahmatullahi."
Motor itu melaju meninggalkan Aurora di depan rumah abu-abu putih itu dan pagar yang menjulang, bak istana raja dan tuan putri yang tinggal di puncaknya, sendirian dan kesepian.
Langkah kakinya menuju ke pintu kecil pagar tinggi tersebut, seorang laki-laki berbadan tinggi tegap denga seragam security itu mengintip dari celah pintu tersebut, setelah mengetahui yang datang adalah Aurora maka dibukakan pintu pagar tersebut tanpa meminta dibukakan karna memang sudah hafal betul dengan teman dekat tuan putrinya itu.
" Asalamualaikum, pak."
" Walaikumsalam mba, mau ketemu sama mba Razeta kan?" Silahkan mba
Dengan ramah si satpam mempersilakan aurora masuk, dan dibalas senyum oleh gadis cantik nan anggun itu. Aurora masuk disambut oleh pelayanan-pelayan Razeta, dia segera menuju ke kamar tuam putri dilantai atas. Setalah beruluk salam Aurora segera masuk karna tak dapat balasan.
" Astaghfirullahalazim...... Tolonggggg....tolongggggg..!!!" Teriak. Aurora yang mendapati Razeta tergeletak dilantai dengan dipenuhi darah yang segar. Secepat kilat dia menyambar ponsel Razeta untuk menelepon ambulance. Aurora sangat sedih, gadis malang itu mencoba mengakhiri hidupnya lagi.
" Kenapa lo lakuin ini lagi, za?
Kematian gak nyelesain masalah hikss.."
Razeta malang, dengan sisa sisa tenaga dia menghapus air mata Aurora.
Perjalanan ke rumah sakit terasa sangat lama, mereka sampai disambut oleh perawat yang sudah siap dengan berangkar membawa Razeta, masuk ke sebuah ruangan.
Aurora kebingungan tidak bisa melakukan apapun selain duduk dan menekankan terus tasbih digitalnya tidak ada tempat pertolongan selain Allah, Hanya Allah sebaik-baik penolong.
" Hasbunallah wa ni'mal wakiil, ni'mal maula wa ni' mannasiir" Ucapnya berulang kali.
" Keluarga dari mba Razeta," Ucap perawat yang baru keluar dari ruangan yang menangani Razeta tadi.
"Iya, mba. Gimana keadaan Razeta?"
Tanya Aurora cepat.
"Mba Razeta kehabisan banyak darah, kami butuh 2 kantong darah golongan O tapi PMI sedang kehabisan stok, mba bisa siapakan pendonor segera!"
" Saya jadi pendonor!" Ucap seorang laki-laki dari arah belakang Aurora membuatnya menoleh.
Aurora tidak mengenalnya sama sekali.
"Maaf saya mendengar percakapan kalian, golongan darah saya O, jika dibutuhkan saya ikhlas mendonorkannya," Ucap lelaki jangkung itu.
" Makasih banyak ya, mas." Aurora benar-benar bersyukur karna Allah mendatangkan malaikat penolong disaat yang tepat.
" Siapakan satu pendonor lagi," Ujar si perawat sebelum pergi bersama sang pendonor tadi.
🌼🌼🌼🌼🌼
Razeta sudah sadarkan diri setelah dua hari kritis, tentu saja hal itu membuat Aurora bersinar cerah hari ini
Setelah dua hari hanya tertunduk dan menangis.
" Gue seneng lo bangun," Ucap Aurora tulus, dia baru saja datang melihat sahabatnya sudah bangun dan menatap kosong ke luar jendela.
" Gue nggak seneng, gak tau maunya
Tuhan ini apasih sama gue? Gue hidup menderita, pertama dis rampas papa, terus dia rampas mama dari gue, seakan gak cukup semua penderitaan itu dan sekarang dia rampas kehormatan dan harga diri gue! Gue benci Tuhan! Kenapa harus ada Tuhan kalau hidup gue menderita?
Fungsinya Tuhan tuh apa kalau gak bisa buat gue bahagia sedikit aja?!!"
"Kenapa Allah masih menghidupkan aku hari ini? Karna dosaku terlalu banyak dan Allah masih izinkan aku untuk bertaubat."
```Imam Ghazali```
........
"Gue nggak seneng, gak tau maunya
Tuhan ini apasih sama gue? Gue hidup menderita, pertama dia rampas papa, terus dia rampas mama dari gue, seakan gak cukup semua penderitaan itu dan sekarang dia rampas kehormatan dan harga diri gue! Gue benci Tuhan! Kenapa harus ada Tuhan kalau hidup gue menderita?
Fungsinya Tuhan tuh apa kalau gak bisa buat gue bahagia sedikit aja?!!" teriak Razeta frustasi, dia ingin mati namun berulang kali Tuhan menggagalkan rencananya. Jika dia meninggal saat pertama kali menenggak racun tikus di makam mama tujuh tahun lalu maka tidak perlu dia mengalami kejadian seperti ini.
"Astaghfirullah!"
Plaakkk!
Satu tamparan dari Aurora mendarat mulus di pipi kanan Razeta.
"Cukup! Cukup! Cukup!" Aurora berganti untuk teriak, dia tidak kuat lagi melihat apa yang terjadi padanya.
"Emang lo udah ngasih apa ke Tuhan? Lo pernah sholat? Lo pernah berdo'a ? Kenapa seenaknya nuntut Tuhan? Banyak banget yang udah Allah kasih ke lo, wajah cantik, harta berlimpah, otak yang cerdas, bahkan jantung yang masih berdetak sampai hari ini..."
"Gue nggak butuh semuanya!!!" teriak Razeta
"Karna lo gak pernah mensyukuri apa yang udah Allah kasih. Lo terpaku sama masalah lo sendiri, seakan lo sendiri manusia yang paling menderita di dunia ini. Banyak Ra, yang beban hidupnya lebih berat dari lo tapi lebih milih berjuang dari pada mengakhiri hidup. Setiap orang punya masalahnya sendiri-sendiri, ngeluh cuman bikin kita merasa lebih susah maka lebih baik kita mensyukuri nikmat yang udah Allah kasih dan berlapang dada menerima setiap ujian-Nya yang membuat kita lebih kuat ."
"Lo bisa bilang begitu karna lo punya orang tua yang lengkap, punya adek yang sayang dan nurut banget sama lo, keluarga yang harmonis, lo punya banyak temen yang bersedia ada buat lo kapan aja lo butuhin. Jadi lo gak tau apa yang gue rasain!" Razeta sudah menangis, air matanya begitu turun begitu deras dengan mengingat semua hal yang terjadi dalam hidupnya sejak tujuh tahun terakhir.
"Itu yang lo tau kan? Gue lihat bapak di usia yang udah tua tapi masih harus keliling jual cilok, ibu yang masih kerja jadi tukang cuci gosok di tetangga. Gue disini suka puasa kalau lagi ada tugas makalah yang harus ngeprint dan keluar uang, gue harus kerja paruh waktu demi gak jadi beban keluarga gue dan bisa sedikit gue bantu mereka. Lo gak tau kan?Karna gue gak mau orang lain tau, bukan gue malu dengan kondisi keluarga tapi gue milih untuk nggak ngeluh dan gak dikasihani orang lain. Udah Ra, cukup. Gue gak mau lo coba bunuh diri lagi, hidup itu ya hadapi karna mati gak berarti semuanya berakhir yang ada lebih menderita di alam neraka. Siap?" cecar Aurora.
Razeta tertegun, air mata mendadak berhenti mengalir, malu, sungguh dia malu pada Aurora. Ternyata sahabatnya itu hidup sangat memperhatikan dan Razeta sebagai sahabatnya tidak tau sama sekali karna Aurora terlihat sangat bahagia dan baik-baik saja bahkan selalu menghibur dan mencoba menguatkannya.
Razeta menarik Aurora ke dalam pelukaannya. Dia selalu merasa paling menderita sedang Aurora yang benar-benar dalam penderitaan tidak pernah nampak juga tidak pernah dia tanyakan.
"Maafin gue, gue bukan sahabat yang baik buat lo. Gue egois, maafin gue." ujar Razeta berulang.
"Gue mau lo jangan pernah lagi nyoba bunuh diri, apapun yang terjadi kedepannya Terima dan hadapi. Lo perempuan yang kuat. " Razeta mengangguk masih dalam pelukan Aurora, sahabatnya yang sekuat baja lali kenapa dia bisa selemah ini? Tidak akan lagi.
.........
Sudah hampir sebulan Razeta tidak beranjak dari kamarnya setelah pulang dari Rumah sakit, rasanya belum siap untuk mengahadapi dunia luar.
Aurora menarik selimut yang membungkus tubuh Razeta dengan paksa.
"Lo ngapain sih! diem deh jangan gangguin gue mulu tiap hari."
"Hehehe, gue juga males ya kesini tiap hari, untungnya gue sayang sama lo, dan berniat ngehibur lo yang kesepian bak jomblo mengenaskan ini. Lo harusnya berterimakasih ke gue."
Razeta menggerutu tak suka atas ucapan Aurora barusan.
"Apaansi sih lo, gue nggak mengenaskan! ."
"Tapi jomblo kan?" ucap Aurora dengan mimik wajah yang membuat siapapun tak tahan untuk mencubit kedua pipinya.
" Auroraaaaaa!!!"
Razeta bangkit dari pembaringannya hendak menghakimi. Aurora atas ucapannya barusan, namun aurora sudah tanggap duluan untuk berlari.
"Sini nggak lo?"
"Ogah! Wleee."
Aurora malah semakin meledek Razeta dan berakhirlah mereka kerjar-kejaran di dalam kamar yang luas itu.
"Udah-udah stop! Gue capek nih."
Aurora menghepaskan tubuhnya diatas kasur empuk milik sahabatnya itu dengan napas yang masih terengah-engah, diikuti Razeta yang juga berbaring disebelah Aurora.
"Makasih ya, Ra," Ucap Razeta samar nyaris tak terdengar.
"Untuk?"
"Untuk bikin gue kezelll!!!"
Aurora tersenyum, dia tau bukan itu yang ingin dikatakan oleh Razeta.
"Apaan sih lo, udah sonoh buruan mandi.
Udah berapa hari lo gak mandi? Mata bengkak menghitam, rambut berantakan, bauuuu, bentar lagi juga jadi zombie lo."
"GUE NGGAK SENYEREMIN YANG ADA DI OTAK LO!!! ".
"HAHAHAHA, Udah sono buruan mandi lo sebelum dinobatkan jadi zombie beneran."
Razeta mendelik kesal kearah Aurora. " Sembarangan banget kalau ngomong, lo pasti gak tau kan siapa zombie sebenarnya? Huuuuu kebanyakan diracun sama film si. "
"Ya emang kaya lo gini kan modelannya zombie?"
"Kalau gue zombie, lo orang yang pertama yang gue mangsa!"
"HAHAHAHA, lo makin kurus deh sekarang, cantik juga. Byeeeee gue ke dapur dulu cari sesuatu yang bisa gue mangsa."
Aurora tertawa dan berlari keluar kamar meninggalkan Razeta yang sedang berlaga sepet benar-benar ingin memangsanya.
"Oh ya, minggu depan aku mau kekampung halamanmu, boleh kan?" ucap Razeta
" Bener? Kamu mau ke kampung halaman aku?" ujar Aurora yang masih belum percaya dengan sahabat nya ini.
"Iyaa."
" Yaudah, nanti aku bilang sama ibu kalau kamu mau main ke rumah."
"Ditunggu kabar baiknya,"
......
Razeta melangkah kakinya memasuki koridor kampus, tempat yang sudah hampir sebulan dia tinggalkan. Semua mata menatap aneh pada diri razeta, mereka seakan tak percaya yang datang ke kampus pagi ini adalah seorang Razeta. Tak ada yang aneh sebenarnya, hanya saja mata mereka yang tak biasa melihat ini.
Razeta datang dengan kulot panjang berwana coklat muda dan kemeja warna putih dengan pita di kiri kanan. Tak ada yang aneh kan? Hanya karna yang memakainya seorang Razeta, gadis yang biasa memakai rok diatas lutut dan berbagai dress seksi lainnya, hari ini nampak begitu anggun dengan pakaian sederhana.
Tatapan mereka mulai memuja, kagum bahkan menghina. Razeta menarik nafas panjang. Baru kemudian melanjutkan langkahnya menuju lorong ruang dosen bersama Aurora.
"Lo cantik banget hari ini, liat aja orang-orang sampe segitunya liat lo." puji Aurora menguatkan sahabatnya.
"Yee gue mah dari sononya emang udah cantik."
"Assalamu'alaikum"
Suara salam seorang laki-laki menginterupsikan pembicaraan mereka yang baru saja dimulai. Suara yang tak cukup asing ditelinga Razeta, tapi tidak dengan Aurora.
"Waalaikumsalam Warahmatullahi wabarokatuh"
Jawab mereka bersamaan, Aurora melirik sekilas lalu tersenyum dan mengalihkan pandangan. Dia masih saja asik menatap wajah tampan lelaki itu, sementara yang ditatap sudah sejak tadi memalingkan pandangan karna risih dengan perlakuan Razeta.
Aurora menyikut-nyikut kecil lengan Razeta kode meminta dia untuk memalingkan pandangannya, sementara Razeta hanya nyengir tanpa merasa bersalah.
"Aurora ?" panggil laki-laki itu.
" Iya dia Aurora kak, kalau saya Razeta. " Sergah Razeta tanpa malu-malu. Kembali Razeta mendapat sikutan dari Aurora.
" Iya ada apa mas?" Ujar Aurora sebelum sahabatnya berulah kembali.
" Ini ketinggalan."
Lelaki itu menyodorkan amplop coklat besar pada Aurora.
" Ma sha Allah iya ketinggalan, terimakasih ya, mas."
"Kalau begitu saya permisi dulu. Oh ya, Aurora sahabat mu lebih anggun menggunakan pakaian tertutup."
Lelaki itu menutup pembicaraannya denger tersenyum manis, sangat manis. Sangat.
Razeta matanya sudah berbinar-binar menatap tanpa berkedip padahal punggung itu mulai menjauh.
"AURORA, SAHABAT LO INI JATUH CINTA LAGI!!!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!