~ Tak tak tak tak
Suara sepatu fantofel mendominasi lorong sebuah gedung yang tampak sepi, semua orang berada di ruangannya masing – masing dan sibuk dengan urusan mereka. Pemilik sepatu itu menunjukkan wajah dingin dan terus melangkah tanpa menoleh, di belakang orang itu seorang wanita mengikutinya sambil membawa map berisi berkas.
" Aku sudah mengatakan padamu untuk membawa file yang ada di flashdisk, kenapa kau sampai tidak membawanya?" tanya lelaki itu saat sudah masuk ke dalam ruangan. Hawa mencekam mendominasi ruangan itu, sementara wanita tadi hanya menunduk dan bergumam seolah takut untuk mengatakan alasan dia lupa membawa benda penting itu.
" ma.. maaf, saya sudah lalai. Saya terlalu fokus dengan berkas – berkas sampai lupa dengan file presentasi," ujar wanita itu dengan terbata dan pelan. Pemilik perusahaan yang ada di hadapan wanita itu langsung berdiri dari duduknya. Mengambil cangkir dan melempar cangkir itu ke tembok dekat wanita itu berdiri. Suaranya cukup keras dan tentu saja mengagetkan.
" Hanya itu kah yang bisa kau katakan? Aku harus kehilangan proyek penting karna kelalaianmu! Apa kau masih bisa menyebut dirimu asisten? Sekarang, Kemasi barangmu dan keluar dari sini saat ini juga," ujar orang itu sambil kembali duduk. Wanita tadi mengangguk paham dan mengucapkan permisi sebelum benar- benar keluar dari ruangan itu.
Pemilik gedung itu langsung duduk di kursinya dengan wajah merah padam. Dia membuka laci yang ada di mejanya dan mengeluarkan sebuah figura foto dimana seorang gadis yang sangat dia suka ( dan mungkin sudah sampai tahap cinta) sedang tersenyum dalam rangkulannya. Momen yang tak akan pernah dia lupakan seumur hidupnya.
Sementara itu wanita yang baru saja kehilangan pekerjaannya langsung menuju meja dan mengemasi barang – barangnya diiringi tatapan kasihan dari mereka yang ada di sana. Pemandangan seperti ini tak asing bagi mereka, setiap mereka melakukan kesalahan di waktu yang 'tidak tepat' mereka akan langsung kehilangan pekerjaan.
" Pasti pak Radith sedang ada masalah dengan gadis yang biasa datang ke tempat ini, entah harus bersyukur atau bersedih. Pak Radith selalu baik dan sangat ramah jika suasana atinya baik," ujar salah satu pegawai yang memperhatikan asisten pribadi pemilik perusahaan itu sedang memasukkan kertas – kertas miliknya ke dalam sebuah kardus.
" Dan yang menentukan emosinya adalah gadis itu, ah menyedihkan sekali, kenapa mereka tidak menikah dan hidup bahagia sehingga kita tidak harus ketakutan dan menerka bagaimana moodnya hari ini," ujar yang lain menimpali apa yang dikatakan oleh rekan kerjanya. Tiba – tiba sebuah notifikasi muncul di layar komputer mereka masing – masing.
" Kira – kira siapa yang akan menjadi asistennya setelah ini? Dia sudah memiliki satu asisten pria cukup lama, tapi untuk asisten wanita, dia bahkan sudah menggantinya lebih dari lima kali dalam dua bulan ini, mereka semua selalu berakhir dengan air mata."
" Kau bercanda? Bahkan jika mereka tahu harus bekerja langsung di bawah CEO seperti pak Radith, mereka pasti tidak mau mendaftar. Dia hanya menunjukkan gaji yang besar tanpa memberitahu tugas mereka, aku merasa kasihan untuk mereka."
' Sepertinya kalian sangat luang, selesaikan pekerjaan kalian dalam lima belas menit atau kalian akan mendapat surat cinta dariku. Yang terkasih, CEO.'
Mereka langsung berpandangan satu sama lain dengan wajah cengo dan bergegas menghadap ke komputer mereka untuk menyelesaikan pekerjaan sebelum CEO mereka benar – benar mengirimkan 'surat cinta' dan mereka harus meninggalkan tempat ini selamanya.
' cepat cari asisten pengganti, pastikan yang kali ini yang berpotensi, aku tak ingin ada kesalahan. Satu kesalahan, satu bulan gaji.'
Itulah yang terpampang di komputer milik sekretaris Radith. Wanita itu sebenarnya heran kriteria yang seperti apa? Bahkan sudah banyak yang mendaftar dan banyak pula yang berakhir dengan tangisan dalam waktu kurang dari satu bulan. Mereka semua juga bukan orang yang tidak berpotensi.
Namun Sekretaris Radith juga menyadari jika dia hanya harus melakukan apa yang Radith perintah. Akhirnya dia segera menyebarkan lamaran ke teman – teman yang dia kenal dengan penawaran gaji yang terbilang tinggi, hal itu akan menarik perhatian mereka untuk segera mendaftar. Sekretaris itu juga tak lupa menulis batas memasukkan CV dan surat lamaran hanyalah hari ini saja.
Tak butuh waktu lama, sekretaris itu menerima banyak CV di emailnya dan memilih siapa saja yang layak untuk menjadi asisten Radith di perusahaan ini. Sekretaris itu langsung mencetak CV pelamar yang dirasa sesuai dengan kriteria Radith. Lelaki itu mencari asisten yang tanggap dan mampu bekerja dibawah tekanan yang tinggi.
Jika mereka tak mengenal perusahaan ini, pasti mereka mengira tekanan tinggi itu berasal dari beratnya tugas mereka, padahal tekanan tinggi itu berasal dari sikap Radith yang berubah – ubah dan akan membuat mereka frustasi jika mood lelaki itu sedang tidak baik. Sekretaris itu membawa bebrapa lembar CV dan berjalan menuju ruangan Radith.
Di dalam ruangan itu, Radith sedang bermain dengan rubiknya, sekretaris itu tersenyum dan menyerahkan berkas yang dia bawa kepada Radith. Radith menerima berkas itu dan mulai melihat isinya sekilas. Dia hanya melihat motivasi orang itu bekerja di perusahaan miliknya. Walau perusahaan ini tak sebesar milik Darrel dan Wilkin's coorp, dia juga tak ingin mempekerjakan orang sembarangan.
" Kenapa dia menulis ingin menambah pengalaman dan mencari ilmu baru? Kenapa Lo tidak magang atau mengambil kursus?" tanya Radith pada lembar yang dia pegang seolah lembar itu adalah orang yang mengirim CV padanya. Radith meremas CV itu dan membuangnya ke tempat sampah, membuat sekretaris itu meremas tangannya karna takut.
" Apa kamu mau menghancurkan perusahaan ini dengan mengirim orang seperti ini untuk jadi asistenku?" tanya Radith sambil membuang kembali kertas pada lembar berikutnya. Lelaki itu terus berdecak, meremas dan membuang kertas yang dia pegang sampai pada lembar terakhir yang dia baca. Sekretaris itu sudah pasrah dengan pada yang terjadi.
" Hubungi yang ini sembari mencari yang lain. Dia memiliki latar belakang bela diri yang bagus dan memiliki kemampuan yang unik. Aku akan mengetesnya sendiri," ujar Radith yang membuat sekretaris itu melongo. Sekretaris itu langsung mengangguk sesaat kemudian dan undur diri untuk mencari calon pelamar yang lain.
" Liora Darma, terma kasih, Kamu penyelamat nyawaku hari ini," ujar sekretaris itu saat membaca nama yang ada di CV tersebut. Sekretaris itu segera kembali ke mejanya dan menghubungi nomor yang tertera untuk meminta orang itu melakukan interview hari ini juga sekaligus meminta maaf karna informasi yang mendadak.
*
*
*
Seorang wanita muda berjalan cepat dengan pakaian yang rapi. Wanita itu berjalan dan mengatakan tujuannya kepada security dan segera naik ke lantai paling atas gedung ini. wanita itu merasa tegang sekaligus senang karna dia terpilih untuk melakukan interview di perusahaan yang akan memberinya gaji di atas rata – rata.
" Permisi, saya Liora Darma, saya diminta untuk melakukan interview bersama pak Radith. Tadi saya diminta untuk datang ke lantai ini, saya harus kemana lagi ya?" tanya wanita itu saat sudah sampai dan merasa bingung karna dia hanya melihat banyak ruangan, dia takut jika salah masuk ruangan dan akhirnya bertanya pada salah satu wanita yang ada di sana.
" Liora Darma? Ah, kamu cepat sekali datang, bagus. Tapi penampilanmu kurang untuk saat ini, sebentar, aku akan menyiapkan baju untukmu agar interview yang akan kau lakukan semakin lancar," ujar wanita itu yang berjalan meninggalkan Liora di ruangan itu.
" Jangan – jangan bosnya cabul dan gue bakal dikasih baju pamer aset biar dia terkesan? Jangan - jangan bosnya om – om tua yang nyari istri kelima? Kenapa gue baru kepikiran hal itu sekarang?" tanya Liora pada dirinya sendiri. Wanita itu merasa gelisah dan pikiran – pikiran buruk mulai muncul di benaknya.
" Kau, silakan berganti dengan baju ini. CEO kami tidak suka melihat gadis yang memakai baju putih atau hitam, beliau menganggap itu tidak menarik dan tidak memiliki emosi," ujar sekretaris yang menyodorkan kemeja berwarna biru langit yang sangat cantik. Liora menerima baju itu dengan lega karna tak sesuai dengan bayangannya dan segera berganti.
" Ah, pilihanku tak pernah salah, kau sangat cantik memakai itu. sekarang siapkan mentalmu dan jawab apapun yang ditanyakan CEO dengan jujur, kebohongan hanya akan membunuhmu di tempat ini," ujar wanita itu yang langsung mengajak Liora untuk masuk ke salah satu ruangan paling ujung sekaligus ruangan paling besar yang ada di sana.
" Silakan masuk, lakukan yang terbaik dan buat CEO terkesan. Aku berdoa yang terbaik untukmu," ujar wanita yang membuka pintu CEO setelah mengetuknya. 'Aku berdoa untukmu karna jika kau gagal, aku harus benar – benar kehilangan gajiku bulan ini. kau harus berhasil.' Sambung wanita itu dalam hatinya.
Lira mengetuk pintu dan langsung masuk ke dalam ruangan CEO dengan gugup, namun dia mencoba untuk percaya diri karna dia tahu kepercayaan diri adalah modal yang utama untuk mendapatkan pekerjaan. Dia harus meyakinkan sebelum benar- benar menunjukkan kemampuannya.
" Kamu yang namanya Lira? Apa Sekretarisku yang kasih baju itu buat kamu?" tanya Radith secara dingin dan tiba – tiba bahkan saat Liora belum berdiri di hadapannya. Hal itu tentu membuat Liora menjadi takut, dia takut jikasekretaris itu hanya mengerjainya dan ingin mempermalukan dirinya di hadapan CEO ini.
" Dia punya style yang bagus. Jangan khawatir, aku tidak akan mendepakmu keluar dari sini karna pakaian itu. sekarang, mau apa kau datang ke ruanganku?" tanya Radith dengan nada santai. Lelaki itu bahkan memainkan rubik dan memutar – mutar rubik itu, mencoba untuk menyelesaikannya. Liora tentu merasa cengo dan kaget, dia bahkan sudah kaget saat pertama melihat penampilan CEO ini.
Mendengar kata CEO, Liora langsung berpikir tentang Om – Om tua berbadan buncit dan wajahnya tampak sangar dan tegas. Namun di hadapannya ini justru kebalikannya. Bahkan Liora tampak tak yakin dengan kemampuan CEO di hadapannya ini.
" Kalau tidak ada yang mau sampaikan, sialkan keluar," ujar Radith yang memutar kursinya dan membelakangi wanita itu, membuat Wanita itu terkejut untuk beberapa saat. Namun wanita itu mengangguk dan menyakinkan diri dan berjalan mendekat ke meja Radith.
" Nama saya Liora, saya mengetahui lowongan pekerjaan sebagai asisten dari teman saya dan saya berminat untuk mengisi lowongan itu," ujar Liora yang membuat Radith kembali memutar kursinya dan menatap ke arah Liora dengan tatapan wajah yang dingin, membuat Liora merinding melihat tatapan itu.
" Apa yang membuatmu berminat untuk mengisi lowongan ini di saat kamu bahkan gak tahu jobdesk kamu apa?" tanya Radith yang membuat Lira mengerjapkan matanya. Dia bingung harus menjawab jujur atau pencitraan, namun dia mengingat pesan wanita yang tadi dia temui.
" Saya berminat karna gaji yang ditawarkan sangat tinggi, saya akan berusaha melakukan yang terbaik, setimpal dengan gaji yang saya terima," ujar Liora dengan jujur. Dia memang langsung nekat mengirim CV karna dia melihat nominal gaji yang tidak wajar untuk seukuran asisten.
" Saya suka nih yang jujur gini, oke, Saya lihat di CV dan surat lamaran Kamu, Kamu bisa menghafal sesuatu dengan cepat. Saya tertarik sama itu, tapi kalau Kamu gak bisa buktiin hal itu, Kamu harus siap didepak dari tempat ini." Liora mengangguk mendengar wejangan itu, meski dia tak nyaman dengan cara bicara orang di hadapannya yang bercampur 'saya' dan 'aku'.
" Kamu bisa mulai kerja besok. Saya bakal kasih tahu tugas kamu dari komputer yang bakal kamu pakai. Untuk peraturan apa saja yang ada di sini, kamu bisa tanyakan ke sekretaris yang memberimu baju itu." Liora mengangguk dan hendak pamit karna dia sudah tak memiliki keperluan di tempat ini.
" Ah ya, Lira.."
" Maaf pak, nama saya Liora," ujar Liora yang langsung memotong dengan sopan, namun tindakannya itu membuat Radith tak nyaman.
" Saya punya hak untuk memanggil kamu apapun di tempat saya, dan kamu tidak punya hak untuk menegur saya seperti itu selama jam kerja," ujar Radith dengan dingin, membuat Liora meneguk ludahnya dan memandang Radith dengan takut.
" Lo gak usah takut, Gue gak semenakutkan yang Lo pikir," ujar Radith yang kembali mengganti cara bicaranya. Hal itu tentu membuat Lira makin bingung dan kaku.
" Ini udah jam empat, jam kerja habis dan gue bukan lagi Bos Lo kalau di luar jam kerja. Lo bisa bertindak bebas setelah jam tiga lebih lima puluh sembilan udah lewat. Gue Cuma mau bilang itu, Lo boleh pergi," ujar Radith yang kembali memutar kursinya dan melihat pemandangan yang ada di hadapannya.
Liora pergi dari hadapan Radith dan menutup pintu. Dia merasa lega karna interview berjalan dengan singkat dan sangat mudah, jauh dari ekspetasinya, apalagi melihat karakter Radith, sepertinya dia akan menyukai bekerja dengan Radith.
" Lo diterima? Syukurlah, gaji gue bulan ini selamat. Lo harus belajar banyak dan Lo gak bisa senang untuk saat ini. Gue bakal ajarin Lo pelan – pelan, itu pun kalau Lo bertahan lama di tempat ini."
" Terima kasih, mohon bantuannya, saya akan banyak belajar."
" Nah pelajaran pertama, di sini dilarang pakai bahasa formal kalau udah diluar jam kantor, kecuali Lo ngomong sama yang jauh lebih tua atau ngomong sama pak Radith. Enak kan?" tanya Sekretaris itu yang diangguki oleh Lira.
Bahkan belum genap satu hari wanita (sebenarnya gadis karna Liora belum memiliki suami alias lajang) itu ada di tempat ini, namun dia sudah menemukan satu orang yang dia prediksi akan dekat dengannya.
Liora, atau mulai kemarin dipanggil Lira atas perintah Radith sudah berjalan menuju ruang CEO dengan pakaian berwarna hijau muda yang tampak tenang namun tidak membosankan. Untung saja sekretaris itu memberitahu Lira untuk memakai baju yang berwarna agar Radith tidak galak terhadapnya. Dengan senyum yang lebar Lira masuk ke ruangan yang bertuliskan CEO.
" Selamat pagi pak Radith, apakah sudah ada jobdesk untuk saya hari ini?" tanya Lira dengan sedikit santai namun tetap sopan. Radith melihat ke arah gadis itu dengan tatapan yang hangat, tidak dingin seperti kemarin. Lelaki itu sedang dalam mood yang baik. Lira yang melihat itu tentu terkagum dengan Radith yang hangat, jauh lebih menawan.
" Gak ada tugas, nanti aja kalau saya minta kamu buat lakuin sesuatu, kamu tinggal lakuin. Sana keluar, saya sibuk," ujar Radith yang membuat Lira terkaget, namun gadis itu tetap mengangguk dan pamit dengan sopan lalu segera keluar dari ruangan itu. Lira tak menyangka akan mendapat kerja di tempat yang enak seperti ini.
Lira duduk di kursinya dan menatap orang – orang yang ada di ruangan itu dengan bingung, dia takut untuk bermain ponselnya, namun dia juga tidak memiliki pekerjaan lain seperti yang mereka lakukan. Kebingungan Lira ternyata bisa ditangkap oleh Sekretaris Radith yang duduk tak jauh dari tempatnya. Sekretaris itu bangkit dari duduknya dan menghampiri Lira.
" Kamu gak dikasih tugas sama pak Radith ya?" tanya Sekretaris itu yang diangguki oleh Lira, Lira tersenyum canggung karna takut sekretaris itu marah atau menganggap dia diistimewakan di hari pertama dia bekerja. Biasanya senior akan mengospek juniornya, Lira takut hal itu akan terjadi padanya juga.
Ah iya, jika waktu jam kerja, mereka harus memanggil satu sama lain dengan sopan, paling tidak menggunakan 'aku' dan 'kamu'. Mereka boleh memanggil satu sama lain dengan santai jika jam kerja sudah berakhir, termasuk jika mereka masuk jam lembur, mereka bebas melakukan apapun.
" Kalau gak dikasih tugas sama pak Radith, berarti mood dia lagi bagus, lagi bahagia. Kamu kalau mau main ponsel, atau main game di PC itu, atau mau apapun terserah, asal gak telpon sama pacar kamu aja, santai aja," ujar sekretaris itu yang membuat Lira terdiam, apakah dia sungguh boleh melakukan semua itu?
" Pasti bingung ya? Harusnya Kamu sih bersyukur, di hari pertama kerja moodnya pak Radith bagus, jadi dia gak kasih tugas yang aneh – aneh buat kamu," ujar Sekretaris itu yang membuat pegawai lain menengok dan mengangguk senang ke arah Lira. Lira masih tak tahu harus menjawab apa, namun dia sungguh penasaran akan satu hal.
" Emang pak Radith gitu ya? Moodnya gampang berubah gitu? Kayak, eum, maaf, bipolar?" tanya Lira pelan karna takut dan tak enak, namun sekretaris itu malah tersenyum, seakan maklum dengan Lira yang kebingungan untuk saat ini, nyaris semua yang pernah menjadi asisten Radith menanyakan hal yang sama.
" Bipolar sih enggak ,tapi ada satu fakta yang harus kamu tahu tentang dia. Mood dia bagus atau enggak Cuma berdasar dari perlakuan satu gadis di dunia ini," ujar Sekretaris itu dengan ambigu, Lira yang mendengar itu tak mau menyela dan menunggu Lira menyelesaikan perkataannya. Sekretaris itu meminta persetujuan teman – temannya dan akhirnya melanjutkan kata – katanya.
" Sebenarnya ada satu gadis, namanya Lunetta. Dia beberapa kali ke sini kok, kalau dia lagi di sini, pak Radith pasti murah senyum dan baik banget sama semua orang. Tapi kalau dia marah atau Badmood, berarti dia lagi ada masalah sama Lunetta ini," ujar Sekretaris itu yang membuat Lira terkejut (lagi dan lagi).
Gadis itu merasa diberi kejutan terus menerus secara berkala. Mulai dari diterima di perusahaan ini, jumlah pekerjaan sesuai mood bosnya, dan fakta mengejutkan yang baru dia ketahui sekaligur rasa penasaran seperti apa sosok Lunetta yang mereka bicarakan itu. Beruntung sekali gadis itu memegang kendali atas CEO di perusahaan ini.
" Lunetta itu pacarnya pak Radith? Atau justu istrinya?" tanya Lira yang dijawab gelengan kepala oleh Sekretaris itu. Ekspresinya menunjukkan sekretaris itu mengikuti berita tentang bos mereka, terlihat dari gayanya yang mirip dengan ibu – ibu gosip kelas atas.
" Lunetta itu anak dari keluarga Wilkinson, keluarga Wilkinson tuh yang bikin perusahaan ini juga, pak Radith kayak dikasih pinjeman dana gitu buat bikin nih perusahaan. Nah, mereka itu temen sejak SMK, tapi gak tahu gimana ceritanya, mereka Cuma friendzone," ujar sekretaris itu sambil berbisik, dia takut Radith akan mendengar gosip mereka.
" Nah, hebatnya lagi, itu Lunetta ternyata udah punya tunagan, yapi dia masih suka main ke sini karna dia ngerasa sahabatan sama pak Radith, tapi aku sih yakin kalau pak Radith itu gak Cuma anggap dia sahabat, kita semua bisa tahu, tapi Lunetta itu gak tahu," ujar Sekretaris itu yang membuat Lira terheran.
" Kalian semua orang luar bisa tahu masalah ini? Tapi ceweknya malah gak peka. Wah, kalau beneran pacaran atau nikah pasti gempar, CEO nikah sama anak CEO nya CEO, hahah," ujar Lira yang membuat Sekretaris itu ikut tertawa, sekretaris itu merasa tak perlu menyebutkan sifat dan sikap Lunetta, dia ingin Lira mengetahui dan menilainya sendiri.
' sepertinya kalian memiliki banyak waktu luang hingga bisa bergosip ria, gosip kalian seru sekali. Sekarang kalian bis akembali bekerja. List kerja kalian silakan buka link di bawah ini.' Sekretaris itu melongo melihat notifikasi yang keluar di PC Lira. Sekretaris itu langsung berjalan cepat menuju mejanya dan berdecak panik.
" Kamu sih, harusnya kalau ngomong gitu tuh jangan di jam kerja, duh, lembur lembur deh ini," ujar mereka yang menyalahkan sekretaris itu, Sekretaris itu juga mengakui kesalahannya dan meminta maaf, mereka langsung melakukan tugas yang diberikan oleh Radith. Lira sendiri juga membuka link itu dengan sedikit takut.
Rupanya link itu langsung terhubung dengan kamera dan kamera itu menangkap wajah mereka dan langsung menghubungkan ke tugas mereka masing – masing. Lira tersejut dengan teknologi yang ada di perusahaan ini, sepertinya Radith adlaah pria yang pintar dan 'canggih', Lira juga yakin jika perusahaan ini akan berkembang pada waktunya.
" Lah? Tugas aku kok kosong? Ini kenapa?" tanya Lira yang tak melihat apapun pada jobdesknya. Lira menatap ke arah Sekretaris itu dan sekretaris itu mengangguk. Jika jobdesk mereka kosong, itu artinya Radith sedang berbaik hati pada mereka, atau mungkin Radith merasa kasihan pada Lira yang masih anak baru. Bisa jadi juga karna Radith menghukum mereka yang mengajari Lira bergosip.
" Udah, kalau kamu gak ada tugas, kamu nyantai aja pokoknya. Udah ya, kerjaan aku banyak banget ternyata astaga," ujar Sekretaris itu yang langsung memasang earphone dan berkutat pada laptop yang ada di hadpaannya. Lira merasa tak enak dengan hal itu, bagaimanapun karna dialah mereka semua dihukum.
Lira akhirnya memberanikan diri untuk berdiri dan berjalan menuju ruangan Radith. Setidaknya dia harus meminta pekerjaan dan sekaligus meminta maaf pada Radith. Gadis itu langsung masuk ke dalam ruangan Radith setelah mngetuk, di dalam ruangan itu Lira bisa melihat Radith yang sedang bermain ponselnya.
" Permisi pak, tadi saat saya membuka link, saya tidak menemukan apapun, sepertinya ada kesalahan sistem. Jadi saya kemari untuk menanyakan langsung tugas saya hari ini, saya merasa tidak enak karna pegawai yang lain harus bekerja sementara saya hanya bersantai," ujar Lira yang membuat Radith menaikkan sebelah alisnya.
" Kamu gak lihat saya lagi apa? Saya lagi ngegame, itu artinya saya lagi gak ada kerjaan. Kalau saya gak ada kerjaan, gimana ceritanya kamu ada kerjaan? Kamu bangga lebih sibuk dari CEO? Atau kamu mau ganti peran jadi CEO di sini?" tanya Radith dengan ketus yang membuat Llira tak siap dan langsung merasa takut.
" Nah, takut kan. Makanya dong, kalau gak ada kerjaan tuh ya duduk manis, senyum bahagia. Enak kan Cuma duduk dapat bayaran. Tenang aja, semua orang di sini udah tahu sistem kerja perusahaan ini, jadi lebih baik kamu ikuti aturan yang ada," ujar Radith yang langsung mengibaskan tangannya, meminta Lira untuk segera keluar.
Gadis itu langsung keluar dan duduk di kursinya dengan kesal, dia ingin marah, namu ndia tahu akan bahaya mengatakan hal yang salah di tempat ini. Lira meletakkan kepalanya di meja dan mulai mengomel tanpa suara. Radith memang CEO, namun tingkahnya sangat tidak dewasa bagi Lira.
" Canggih sih canggih, tapi gue tarik pikiran gue tentang perusahaan ini bakal maju. CEO suka seenak jidat gitu, ih, kesel banget gue," ujar Lira pelan pada dirinya sendiri. Dia juga enggan mengangkat kepalanya karna takut merasa tak tega dengan orang – orang yang memiliki banyak pekerjaan di sini.
" Eh, eh, Lira, Lira, Kamu buka PC Kamu sekarang, ada notifikasi buat Kamu tuh," ujar salah satu orang yang ada di sebelah Lira. Lira langsung mendongakkan kepalanya dan menatap layar Pcnya yang menyala. Lira langsung membukanya dan dia mendapatkan tugas yang sangat banyak sampai dia melongo.
" Kamu pasti bikin pak Radith marah atau kesal deh, banyak banget itu," ujar teman kerja yang ada di sebelah Lira. Lira langsung menggaruk dahinya dan menatap deretan huruf yang ada di layar PCnya. Lira langsung membuat tugasnya satu persatu dengan teliti, bahkan matanya sampai merasa sakit melihat layar PC itu.
Lira meregangkan tubuhnya dan melihat jam yang menunjukkan hampir pukul empat sore. Lira mendapatkan notifikasi dia harus menemui Radith, membuat gadis itu bangkit dan meninggalkan pekerjaannya dan berjalan menuju ruangan Radith, bersiap untuk kejutan lain yang akan diberikan oleh lelaki aneh itu.
" Kamu menulis mudah untuk menghafalkan sesuatu kan? Kamu sekarang hafalkan semua ini dan saya akan mengetes kamu dua hari lagi. Kamu sanggup?" tanya Radith yang membuat Lira melongo karna dia diberi buku yang cukup tebal, namun Radith memberikannya dengan santai, membuatnya menggaruk pelipisnya dan mengira Radith hanya mengerjainya.
" Kenapa? Kamu gak sanggup? Kamu kalau gak sanggup bisa pergi dari sini kok, banyak juga yang mau jadi asisten saya dnegan gaji yang sangat besar ini," ujar Radith dengan santai. Lira menghela napasnya dan menggeleng. Mendekap buku itu dan bertekat untuk menyelesaikan tugasnya dengan cepat, dia tak bisa mengacaukan hal yang belum dia coba.
" Kalau kamu gak sanggup, saya punya solusi buat kamu," ujar Radith yang melonggarkan dasinya dan mendekat ke arah Lira. Gadis itu memundurkan tubuhnya akrna Radith memandang Lira sekaan singa yang kelaparan. Lira ingin langsung pamit, namun Radith menyudutkannya ke tembok dan dia tak bisa bergerak lagi.
" Aku CEO, aku kaya dan aku bisa memberikan banyak hal ke kamu. Aku sengaja memberi kamu tugas yang berat, tapi tentu aku punya solusi juga buat kamu, aku gak akan tega biarin kamu, jadi kalau kamu mau sedikit bermain sama aku, aku bakal skip tugas itu," ujar Radith yang memandang Lira dengan lekat. Lira melihat ke arah lain dan berdecak.
Lira menahan tubuh Radith untuk beberapa saat, dan Lira kembali melihat ke arah lain itu, lalu melihat arlogi yang ada di tangannya. Lira menghela napasnya dan menganggukan kepalanya dengan yakin lalu membalas pandangan Radith yang tak lagi mendekatkan wajahnya. lelaki itu mengangkat alisnya melihat ke arah Lira.
" Maafkan saya pak," ujar Lira pelan dan langsung menampar wajah Radith cukup keras. Bahkan Radith sampai harus memundurkan tubuhnya dnegan kaget dan merasakan pusing di kepalanya. Hal itu membuat Radith marah dan menatap Lira dengan tatapan yang menusuk, namun Lira tak merasa bersalah sama sekali.
" Maaf pak, tapi sudah jam empat lebih satu menit, jadi saya sudah boleh bertindak sesuai apa yang saya mau, seperti apa yang dibilang oleh pak Radith, kalau tidak ada yang perlu dibicarakan, saya permisi dulu ya pak, saya harus mulai menghafal banyak hal," ujar Lira yang tersenyum manis dan langsung pamit dari hadapan Radith.
" Parah tuh cewek, namparnya kayak nonjok, perih banget pipi gue. Awas aja tuh cewek, gue bakal bales perlakuannya," ujar Radith yang langsung duduk di kursinya dengan kesal. Lelaki itu kembali memikirkan reaksi gadis yang menjadi asistennya itu. Lelaki itu langsung meminta asisten pribadinya untuk mencari seluk beluk Lira.
Radith sengaja melakukan itu kepada orang baru, jika asistennya malah tergoda saat dia bertingkah menjijikan, dia akan memastikan asisten itu merasakan penderitaan selama satu bulan dan mendepaknya keluar dengan berbagai alasan. Namun baru kali ini asisten Radith dengan berani menampar wajah tampannya tanpa ragu sedikitpun.
Yah, setidaknya Radith tahu jika asistennya kali ini hanya berniat untuk bekerja dan tak memiliki maksud yang lain, dia cukup lega mengetahui hal itu, meskipun dia masih menhimpan dendam dengan apa yang dilakukan Lira dan akan membalas gadis itu dengan caranya sendiri, apalagi dia melihat karakter Lira yang tak mudah menyerah, membuatnya makin tertarik untuk bermain – main dengannya.
" Kita bakal sama – sama lihat sejauh apa Lo bisa bertahan," ujar Radith pelan sambil mengambil ponselnya dan memiringkan ponsel itu untuk kembali bermain menunggu jam lembur kantor selesai dan memeriksa tugas – tugas yang dia berikan, meski dia tahu tugas itu sama sekali tidak bermutu, dia hanya ingin menghukum pegawainya yang menyebalkan.
Lira meletakkan kepalanya di meja dengan lelah. dia sudah menghafal separuh dari buku yang diberikan oleh Radith, buku itu bahkan tidak menjelaskan apapun tentang perusahaan, bahkan lebih mirip buku keamanan pemrograman, entah untuk apa Lira menghafalkan semua itu, apakah Radith berharap Lira membobol sistem keamanan di perusahaan ini? Lelaki itu sangat aneh.
" Kerjaan ini belum kelar, masih harus nyiapin semua file berkas, masih harus ini, harus itu. gaji gede tapi rambut rontok. Lama – lama gue kerja buat buat ngumpulin biaya pengobatan," keluh Lira sambil membolak balik kertas yang dia pegang, sesekali melihat ke layar PC dimana pekerjaannya sedang diproses. Pantas saja tidak ada yang betah jadi asisten Radith, pekerjaannya sangat banyak.
" Kamu udah gak kuat? Yah, padahal kamu bakal mengalami hari yang lebih berat dari ini. tapi kalau kamu segini udah nyerah, kamu gak akan kuat sih sama masalah yang ada di kemudian hari," ujar Sekretaris yang kini Lira tahu namanya Veta. Lira tersenyum tipis menjawab hal itu, jika saja tidak ingat gaji yang besar, Lira sudah malas diminta bekerja seperti ini.
" Percaya sama aku, kerja di sini itu enak kok. Kalau kerjanya gak enak pasti kami semua yang ada di sini udah keluar dari lama. Tapi nyatanya kami bertahan, emang pak Radith itu suka nyeleksi siapa yang layak kerja jadi staff inti, makanya sering ngasih job yang gak masuk akal," ujar Veta yang diangguki oleh Lira.
" Semoga saja saya bisa kuat bertahan. Saya juga butuh banyak uang untuk bertahan hidup di kota besar ini, hahaha," ujar Lira mencairkan suasana dan kembali larut dengan pekerjaannya. Bahkan seluruh meja Lira sudah dipenuhi oleh note kecil yang berisi inti buku di tangannya. Dia takut melupakan inti – inti itu dan nantinya akan berakibat fatal.
' masuk ke ruang saya sekarang. Gak pakai protes dan gak usah lihat kanan kiri. Waktu kamu tiga puluh detik dari sekarang.' Lira langsung melotot dan segera bangkit dari duduknya. Sedikit berlari untuk masuk ke ruang CEO.
Lira membuka pintu dengan tergesa dan mendapati Radith yang melepas dasinya dan bahkan hanya mengenakan kemeja santai. Lira dengan napas yang memburu memandang Radith. Lelaki itu mengambil tas kecil dan mengisinya dengan dompet dan ponsel, lalu berjalan ke arah Lira dengan wajah tanpa ekspresi.
" Ambil buku yang saya minta buat kamu hafalkan, lalu susul saya ke bawah. Saya beri waktu kamu lima menit untuk menyusul saya. Bawa ponsel dan dompet kamu, kita harus menemui klien sekarang," ujar Radith dengan datar sambil keluar dari ruangannya meninggalkan Lira yang masih mencerna perintah Radith.
" EMPAT MENIT!" Teriak Radith dari luar ruangan yang membuat Lira langsung panik dan kembali berlari keluar dari ruangan itu. Lira mengambil tas kecilnya dan memasukkan ponslenya ke sana. Gadis itu juga membawa buku yang diperintahkan oleh Radith dan berlari lari menyusul pria itu.
" Mati gue, gue gak tahu harus nyusul dimana. Haduh, mati gue, mati gue," ujar Lira sambil berjalan cepat. Gadis itu menepuk kepalanya berkali – kali dan menuju lift. Dia tak tahu Radith kemana, namun jika urusannya dengan klien, mereka pasti keluar dari gedung ini, Lira harus segera menuju lobby."
" Berasa main subway surf, gue yang jadi polisi lagi ngejar anak tengil yang coret – coret badan kereta. Gini amat sih nyari uang," ujar Lira yang sudah lelah karna terburu – buru, gadis itu keluar dari lift dan mendapati Radith yang keluar dari pintu utama gedung itu. Lira langsung berlari untuk mengejar bos yang sama tengilnya dengan tokoh utama di game yang tadi dia sebutkan.
" Bagus, hampir saya meninggalkan kamu karna kamu sudah terlambat, tapi ya sudah, karna kamu sudah di sini, buruan masuk ke mobil itu, saya gak mau satu mobil sama kamu," ujar Radith menunjuk mobil yang ada di hadapannya dengan dagunya. Lira memajukan bibirnya melihat sikap Radith itu.
" Memang saya beneran terlambat pak?" tanya Lira pelan, takut membuat Radith merasa marah atau tak nyaman, namun Radith malah mengangkat bahunya, membuat Lira mengerutkan keningnya melihat respon itu, respon yang menurut Lira sangat ambigu.
" Mana saya tahu, saya kan gak pegang stopwacth. Kalau saya bilang kaamu telat, ya berarti kamu telat, gak ada protes dan gak ada alasan," ujar Radith yang hendak masuk ke dalam mobil. Lira mengepalkan tangannya dan ingin menonjok lelaki itu, namun Radith langsung berbalik dan menatap Lira dengan tajam.
" Mau apa kamu? Mau pukul saya? Sini kalau berani. Ini belum jam empat," ujar Radith yang malah menantang Lira. Gadis itu langsung tersenyum kikuk dan menggerakkan tangannya seolah dia sedang melakukan peregangan. Lira meninju udara dengan ringisan di wajahnya, seolah dia merasa pegal dan melakukan itu untuk mengurangi rasa pegalnya.
" Enggak kok pak. Tadi kelamaan duduk sama pegang PC, tangannya jadi kaku semua," ujar Lira tanpa menghentikan aktivitasnya. Radith langsung memutar bola matanya dan masuk ke dalam mobil, tak lupa menutup pintu mobil itu cukup keras, bahkan sampai membuat Lira terkejut. Gadis itu segera berjalan menuju mobil yang lain dan masuk ke sana.
" Nutup pintu mobil mewah kayak nutup pintu mobil angkot, kerasnya gak kira – kira. Dasar OKB," ujar Lira dengan kesal sambil duduk di dalam mobil itu. supir yang mengantar Lira tentu tertawa mendengar celoteh gadis itu, membuat Lira tersadar dia bukan satu – satunya orang yang ada di sini.
" Pak, jangan kasih tahu Pak Radith ya Pak? Saya baru dua hari kerja pak, kalau pak Radith tahu, saya bisa dikerjain habis – habisan, bisa – bisa gak ada seminggu saya kerja di sini pak," ujar Lira yang mengatupkan kedua tangannya dan menatap pak Supir dengan melas.
" tenang saja nona. Nona bukan satu – satunya orang yang bingung dan kesal dengan tingkah laku ajaib tuan CEO. Tapi Nona harus tahu jika taun CEO orang yang baik, sangat baik. Nona akan merasakan hal itu sendiri nantinya," ujar supir itu yang membuat Lira melega, setidaknya dia tak akan diadukan.
" Lagipula, tanpa saya mengadukan, tuan CEO sudah tahu semua hal yang nona katakan barusan, karna di semua mobil yang dimiliki tuan CEO, terda[at audio yang terhubung satu sama lain dan hanya tuan CEO yang bisa mengaksesnya," ujar supir itu yang membuat Lira melotot, baru saja dia merasa lega, namun kini dia merasa takut lagi.
" Kuajak kau melayang tinggi, dan kuhempaskan ke bumi. Tahu gak pak Rasanya udah diangkat tinggi terus dijatuhkan ke dasar jurang? Nah, kayak pak supir gini nih yang gitu, menyebalkan," ujar Lira yang membuat supir itu tertawa, tidak menjawab apapun dan membiarkan Lira merasa cemas seteleah ini.
Mereka berhenti di sebuah restoran dan Lira langsung turun dari mobil setelah melihat Radith yang berdiri di samping mobilnya. Radith memandang Lira dengan sinis, Lira sendiri langsung membuang muka dan menghindari tatapan mata itu, membuat Radith berdecih dan masuk ke restoran itu dengan kesal. Lira menghendakkan kaki ke tanah sebelum menyusul Radith yang berjalan dengan langkah lebar.
" Gue sengaja nutup keras itu karna gue kesal sama Lo, bukan karna gue OKB. Terus juga Lo tahu, karna Lo ini, supir yang tadi ada di mobil Lo bakal gue pecat, puas kan Lo?" tanya Radith yang mendapat menjadi informal dengannya. Lira terkejut, namun dia lebih fokus dengan apa yang dikatakan oleh Radith.
" Kenapa pak Supirnya dipecat? Pak supirnya kan gak salah apa – apa pak, kasihan dong pak, dia juga cari rejeki untuk keluarganya," ujar Lira dengan tergesa, tanggapan Lira yang berisik membuat Radith mengerutkan keningnya dan menutup matanya.
" Itu peringatan buat Lo. Lo harus jaga mulut dan kelakuan Lo selama jam kerja. Sekarang Lo lihat orang lain yang ak bersalah hrus menanggung akibat dari Lo. Oh tapi dia gak sepenuhnya gak bersalah sih, karna dia juga salah udah jelek – jeleik gue padahal dia tahu kalau ada Audio terhubung."
" Pak, kalau masalah pak Radith dengan saya, pak Radith jangan libatkan orang lain yang tak bersalah pak. Saya siap menanggung semua kesalahan saya, bahkan jika saya harus dipecat, saya akan terima, tapi jangan sampai orang lain yang menanggungnya pak," ujar Lira pelan dan takut, dia merasa bersalah dengan keputusan Radith.
" Makan, kalau kamu bisa habiskan semua yang saya pesan, saya gak akan jadi pecat dia. Sebaliknya, kalau kamu gak bisa habiskan semua, saya bakal pecat dia, sekaligus pecat kamu," ujar Radith dengan dingin dan memisahkan piring ke dua bagian meja yang berbeda. Lelaki itu memesan berbagai jenis makanan dalam uda porsi.
" Tidak adil jika pak Radith hanya meminta saya untuk menghabiskan semua, bagaimana jika sedikit bertaruh, jika saya menghabiskan jauh lebih banyak dari pak Radith, pak Radith harus membatalkan semua itu, tapi jika pak Radith yang leebih banyak, silakan lakukan seperti yang anda mau," ujar Lira dengan berani.
" Lancang sekali. Kenapa aku harus bertaruh denganmu di saat aku bisa melakukan itu tanpa meminta pendapatmu?" tanya Radith yang balik menantang gadis tak tahu malu dan tak kenal takut yang ada di hadapannya. Lira tersenyum manis dan memiringkan kepalanya.
" Jika pak Radith takut, pak Radith bisa menyerah sekarang," ujar Lira dengan nada mengejek.
" Deal," ujar Radith singkat dan mulai memakan makanan yang ada di hadapannya. Lira tersenyum penuh arti dan menatap makanan yan gada di hadapannya. Dia harus menilai mana yang harus dia habiskan terlebih dahulu, dia tidak boleh merasa kenyang atau eneg, dia harus menghabiskan semua secara bertahan.
Lira mengambil piring berisi steak daging, gadis itu mulai memasukkan banyak potongan besr dan mengunyahnya lalu memakannya. Radith yang melihat itu tentu kaget, dia tak menyangka Lira memiliki selera makan yang besar. Lelaki itu mulai merasa terancam dan makin cepat memakan makanan yang ada di hadapannya.
" Sekadar informasi, aku dulu anak SMK dan porsi makanku sangat banyak. Seharusnya kamu berpikir dulu sebelum bertinda," ujar Radith yang meminum cairan dalam gelas yang ada untuk menghilangkan rasa berat di tenggorokannya. Lira tak menyahut, gaids itu fokus pada makanan yang ada di depannya. Lira berhasil menghabiskan satu poris steak beserta sayur – sayurnya.
Satu persatu makanan yang ada di meja itu habis. Lira sudah merasa kenyang, namun dia tetap memaksa makan semua makanan itu, sementara Radith yang sudah lama tidak makan banyak langsung merasa pusing dan meletakkan kepalanya di senderan kursi. Lelaki itu kesulitan bernapas dan merasa begah di perutnya.
" Apa pak Radith menyerah? Pak Radith tidak harus memaksa untuk meenghabiskan semua jika memang tidak sanggup," ujar Lira yang mendapat tatapan sinis dari Radith, namun lelaki itu kembali mengelus perutnya, bahkan perutnya sudah mirip dengan perut ****, kerja kerasnya selama ini langsung sia – sia dalam waktu singkat.
" Jika pak Radith harus menghabiskan banyak makanan, pak Radith jangan terlalu banyak minum, karna pada akhirnya pak Radith akan kenyang karena kembung dan tidak ada ruang tersisa untuk makanan itu," ujar Lira dengan tenang sambil meminum sedikit cairan yang ada di gelasnya. Radith melihat gelasnya dan gelas Lira. Gelas Lira masih penuh sedangkan gelasnya nyaris kosong.
" Oke, saya akui saya kalah kali ini. saya akan menarik semua perintah saya. Kamu menang, say atidak menyangka gadis yang kecil seperti lidi memiliki porsi makan seperti sapi," ujar Radith menggelengkan kepalanya menatap Lira yang tak tampak kenyang sama sekali. Lira tak terima dengan pernyataan itu, namun dia memilih diam agar tak timbul masalah baru.
" Eum pak, pak Radith tadi bilang akan menemui klien, tapi dimana klien itu pak? Dan kenapa saya hanya diminta untuk membawa buku dan bukannya file – file keperluan meeting?" tanya Lira yang baru menyadari hal itu. dia tak melihat kedatangan tamu mereka sedari tadi.
" Tidak ada klien yang datang hari ini. Saya hanya sedikit bosan berada di kantor dan saya ingin mengerjai kamu, malah kamu yang mengerjai saya," ujar Radith tanpa dosa yang tentu tak masuk akal bagi Lira. Lelaki itu berstatus CEO, sikapnya dingin, namun sangat jahil dan ajaib.
" Saya sedang dalam mood yang baik, jadi saya gak akan mempermasalahkan apa yang kamu lakukan ke saya. Tapi jika mood saya sedang buruk, bahkan jika kamu adalah perempuan, saya gak segan menggantung kamu di pohon kelapa dengan posisi terbalik, jadi berhati – hatilah," ujar Radith yang menyeruput sisa cairan yang ada di gelasnya.
" Saya tidak akan berani mengerjai atasan saya sendiri terlepas dari apapun yang pak Radith lakukan pada saya," ujar Lira yang membuat Radith menaikkan sebelah alisnya dengan bingung.
" Memang saya melakukan apa?" tanya Radith tanpa rasa bersalah sedikitpun. Lira menghela napasnya dan kembali meletakkan gelas yang dia pegang.
" Meminta saya melakukan hal – hal yang aneh. Menghafalkan isi buku ini dalam waktu yang singkat. Bahkan meminta saya menyalin buku laporan ke buku lain," ujar Lira tanpa ragu sedikitpun. Dia ingin meminta penjelasan dari semua yang Radith perintahkan kepadanya.
" Aahh, itu bukan salah saya, kamu sendiri yang minta kerjaan kan? Salahkan diri kamu sendiri."
Yaps, dan jawaban ajaib itulah yang Lira terima. Lira menyerah dan menganggap jawaban itu sebagai angin lalu agar emosinya tak mencuat dan membuat hidung atasannya ini berdarah karna patah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!