...🦋...
...Karena aku akan selalu menceritakan tentang mu kepada sang pencipta, agar kita diberi kemudahan untuk bisa bertemu dengan cara yang indah. ...
...🦋...
Jakarta, 2OO5.
Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun terdiam dibalik pintu kamar, jantungnya berdegup kencang saat ayahnya pulang dalam keadaan murka, teriakan dan gebrakan terus terdengar di telinganya. "Maksud kamu apa hah? Marah-marah ke Linda di depan umum, kamu punya malu gak sih?" geram Roni sambil mencengkram bahu Yuli begitu kencang.
"Malu? Malu aku udah ilang semenjak Mas selingkuh sama Linda! Mas gak menghargai aku sebagai istri Mas. Mas harusnya inget, Linda itu sahabat aku!" teriak Yuli dengan nada marah, ia tak terima diperlakukan seperti ini oleh suami yang selama ini dia cintai.
Roni hanya tersenyum kecil, seakan tidak mengindahkan perkataan Yuli, sebuah perkataan yang tak pantas diucapkan pun mulai terdengar. "Kalo kamu menganggap Linda sahabat kamu, harusnya kamu ikhlas Linda jadi istri kedua aku," bisik Roni dengan nada merendah, seakan kemenangan akan dia dapatkan.
'Plak' tepat ucapan itu berakhir, sebuah tamparan dilayangkan oleh Yuli tepat di pipi Roni. "Kamu keterlaluan ya Mas, aku gak akan pernah ikhlas berbagi suami sama siapapun, termaksud sahabat aku sendiri! Kalian berdua gak punya hati. Apa masih belum cukup Mas nyakitin aku sama Yusuf? Mas pulang seminggu sekali, oke aku terima. Mas kasih uang bulanan pas-pasan aku terima Mas. Sekarang Mas minta nikah lagi? Maaf Mas, aku gak bisa," jawab Yuli, mata itu mulai berkaca, bahkan dalam satu kedipan air mata pun mengalir membasahi pipinya.
Roni tersenyum kecut mendengar itu, tanpa diduga Roni menarik rambut belakang Yuli dengan kencang. "Jadi selama ini kamu gak terima aku pulang seminggu sekali? Gak puas sama uang bulanan dari aku? Harusnya kamu bersyukur punya suami kaya aku Yul! kerja aku halal. Kalo kamu nyari suami ya selalu ada di rumah dan penghasilan yang banyak, sana cari suami yang pengangguran, tukang judi. Satu lagi, inget ya Yul, masalah pernikahan aku sama Linda gak ada pengaruhnya sama restu kamu. Terserah! sekarang mau kamu apa?" tanya Roni seakan menantang sambil melepaskan cengkramannya pada rambut Yuli.
Dengan perlahan Yuli mengelus rambut belakangnya pelan, rasanya begitu sakit namun hatinya lebih sakit untuk saat ini. "Aku mau kita cerai!" jawab Yuli dengan lantang namun terdengar bergetar.
Roni langsung menatap Yuli tajam. "Ohh! Jadi kamu sekarang udah mulai berani ngancem?"
"Aku udah cape Mas," isak tangis Yuli pun mulai terdengar, ia tak bisa menahannya, hidupnya seakan hancur.
Keheningan cukup tercipta sesaat, namun tak berapa lama Roni menganggukkan kepalanya. "Oke! Kalo emang mau kamu kaya gitu. Sekarang juga aku talak kamu, dan sekarang juga kamu angkat kaki dari rumah ini," ucap Roni dengan nada angkuh.
Sambil menghapus air mata di pipi, Yuli menganggukkan kepalanya. "Oke!" Yuli langsung berlari masuk ke dalam kamar ia memasukkan dompet dan beberapa pakaiannya ke dalam tas besar lalu keluar dari kamar menuju kamar Yusuf. "Sayang," panggil Yuli saat melihat Yusuf membukakan pintu kamarnya.
"Ibu mau kemana?" ujar Yusuf pelan dengan sorot mata penuh ketakutan. Yusuf tak berani mendekat, dia baru melihat Yuli semarah itu.
"Kita ke rumah kakek," ucap Yuli sambil menuntun Yusuf masuk ke dalam kamar dan mengambil tas yang bergantung di samping lemari. "Ayo masukin baju kamu," lanjut Yuli sambil memasukkan beberapa baju Yusuf, namun Yusuf hanya diam tak membantunya.
...🦋...
...Aku masih bisa bertahan dengan sikap mu, tapi aku tidak bisa bertahan jika hati mu bukan seutuhnya milik ku lagi....
...🦋...
Melihat Yuli yang sedang memasukkan beberapa baju, Yusuf berjalan pelan ke arah Yuli, air mata yang mengalir di pipi rasanya ingin Yusuf hapus dengan jemari kecilnya. "Ibu, Ayah jahat lagi ya sama Ibu?" tanya Yusuf membuat Yuli terdiam beberapa saat.
"Enggak sayang, ayah tadi ngasih ijin kita berdua buat liburan ke rumah kakek," jawab Yuli sambil berusaha menghentikan tangisnya.
"Ayah gak ikut?" tanya Yusuf polos.
Yuli menganggukkan kepalanya pelan, "Ayah gak bisa nginggalin kerjaannya sayang, ayah bentar lagi juga pulang ke kosannya," jawab Yuli. "Pake jaket itu sayang," ucap Yuli sambil menunjuk jaket hangat berwarna merah.
Setelah semua dirasa cukup, Yuli berdiri dan meraih tas kecil itu. "Yuk sayang, ini tasnya gendong." Yusuf hanya bisa mengangguk sambil menggendong tasnya di pundak, ia pun tak banyak bicara saat Yuli menggendongnya keluar kamar.
Saat melewati ruang tamu ia melihat Roni berdiri dengan wajah merah padam dan mendekati mereka. "Siapa yang kasih ijin kamu bawa Yusuf? Kalo mau pergi, pergi aja sendiri. Yusuf anak aku," geram Roni.
"Aku gak butuh ijin dari kamu. Aku yang mengandung Yusuf, melahirkan Yusuf, membesarkan Yusuf, dan mengurus Yusuf sendiri. Mau jadi apa Yusuf disini sama kamu? Aku gak akan pernah rela Yusuf tinggal sama ayah yang suka nyakitin perasaan ibunya, apa lagi Yusuf harus tinggal sama ibu tiri. Bisa-bisa Yusuf gak akan di urus," sindir Yuli.
Roni yang semakin geram mengepalkan tangannya kuat. "Berani ya kamu ngomong gitu, aku ini suami kamu!" bentak Roni yang tak bisa menahan emosinya lagi.
"Suami? Tadi Mas udah cerai-in aku, sekarang kita udah gak ada hubungan apa-apa lagi. Sekarang kamu minggir!" bentak Yuli kencang, emosinya sudah benar-benar terkuras.
Roni menggelengkan kepalanya, ia tidak ingin menurut begitu saja. "Itu kan kemauan kamu. Aku ayah kandung Yusuf." Roni menatap Yusuf lembut. " Yusuf sayang, Yusuf mau kan tinggal sama Ayah? Ayah janji nanti Ayah selalu ada setiap hari sama Yusuf," bujuk Roni lembut sambil memegang lengan Yusuf.
Yusuf menatap Roni perlahan, lalu beralih pada Yuli yang terus menangis tanpa suara, air matanya terus mengalir di pipinya. "Yusuf sama Ibu kerumah kakek dulu ya Ayah."
"Kamu denger sendiri kan Yusuf pilih siapa? Sekarang minggir," ucap Yuli sambil melepas paksa tangan Roni dilengan Yusuf, lalu pergi keluar rumah meninggalkan Roni yang terus memuntahkan sumpah serapannya.
"Dasar perempuan ular!" teriakan itu yang paling jelas Yuli dengan.
___
"Sayang, kalo masih ngantuk tidur aja. Bentar lagi kita nyampe kok, nanti ibu bangunin," ujar Yuli sambil menghapus air matanya.
Yusuf menoleh pada Yuli, tatapan itu seakan bingung. "Ibu belum tidur dari tadi?"
"Nanti ibu tidur di rumah kakek sayang. Sekarang tidur ya," bujuk Yuli. Yusuf mengangguk sambil memeluk Yuli, perlahan Yusuf pun tertidur dipangkuan Yuli.
"Sayang, bangun nak," ujar Yuli lembut, Yusuf membuka matanya pelan. Bis sudah berhenti. "Sekarang kita naik ojeg aja ya sayang."
Setelah beberapa menit, akhirnya mereka pun menemukan sebuah pangkalan ojek yang hanya tersisa 2 motor. "Bang ke kampung Nangka ya," ujar Yuli.
"Oh iya teh. Punten tas na*." Yuli memberikan tas besarnya pada tukang ojek tersebut lalu menyimpannya di depan, tempat menggantung barang. Yuli dan Yusuf duduk di jok motor, selama diperjalanan tidak ada percakapan sama sekali.
...🦋...
...Jangan pernah mengecewakan seseorang yang tulus, karena akan sulit mendapatkan kepercayaannya lagi. Sekuat apapun kamu menunjukkan sudah berubah, yakinlah dia tidak akan mempercayaimu sepenuhnya....
...🦋...
Suasana kampung halaman yang sangat dirindukan Yuli. Suhu udara yang dingin, jalanan dan beberapa kolam ikan yang tidak pernah berubah. "Berapa ongkosnya?" tanya Yuli saat sudah sampai di depan kampung halamannya. Yuli melirik Yusuf yang masih terlelap tidur dipangkuannya.
"Sepuluh ribu."
"Makasih ya a, ini ongkosnya," ucap Yuli sambil memberikan uang sepuluh ribu.
"Iya, saya duluan ya teh," pamitnya dengan sopan.
Yuli mengangguk lalu mulai berjalan masuk ke kampung, melewati satu gang. "Assalamualaikum Pak," ujar Yuli seraya mengetuk pintu. Tak lama pintu terbuka, memperlihatkan seorang pria berumur 43 tahun mengenakan baju koko dan sarung.
"Yuli?" tanya Lukman.
"Pak, Mas Roni," ujar Yuli sambil menangis.
"Ayo masuk dulu Yul, Sini Yusuf biar bapa yang bawa." Yuli menyerahkan Yusuf pada Lukman lalu masuk ke dalam rumah, ia duduk di ruang tamu menunggu Lukma yang tengah menidurkan Yusuf di dalam kamar. "Nih minum dulu biar tenang Yul," ucap Lukman sambil memberikan segelas teh hangat.
"Makasih pak" Yuli meminumnya sidikit lalu menyimpan diatas meja.
"Jadi kenapa Roni? Nyakitin kamu?" Yuli mengangguk.
"Mas Roni mau nikah lagi pak."
Lukman seketika terkejut mendengarnya, ia menggelengkan kepalanya pelan. "Astagfirullah. Makannya dengerin apa kata bapak, jangan nikah sama orang kota, ibu kamu juga orang kota pergi ninggalin kita buat duda kaya di sana. Pertama kamu ngenalin Roni ke bapak, bapak udah gak yakin, masuk rumah tanpa salam terus gak cium tangan bapak, diajak sholat gak mau jadi imam. Kata bapak juga nikah sama Wahyu, anaknya soleh, ya walau pun dia kerjanya petani sama guru ngaji tapi akhlaknya bagus, sawah sama kebunnya dimana-mana."
Yuli menundukkan kepalanya, dia menarik nafasnya dalam, penyesalan memang selalu datang di akhir. "Maaf pak, Yuli kira tinggal di kota itu enak. Ternyata lebih tentram disini," ucap Yuli sambil menghapus air matanya di pipi.
"Ya udah, sekarang ikut bapak ke masjid dulu ya, sholat subuh, mukena kamu masih bapak simpen dikamar kamu." Yuli mengangguk dan mengambil mukena nya didalam kamar.
__
"Eh, Yuli? Kapan kesini?" tanya Dedeh. Yuli yang sedang memilih sayuran menoleh saat mendengar suara teman lamanya.
"Eh Dedeh, tadi subuh. Dedeh apa kabar? Udah nikah?" tanya Yuli.
Wajah Dedeh pun seketika tersenyum, "Alhamdulillah sehat, baru tiga bulan saya nikah,Akhirnya saya bisa ketemu kamu. Setiap setahun sekali kamu kesini cuma sehari."
"Sekarang gak akan sehari kok Deh. Nikah sama siapa Deh?" tanya Yuli sambil tersenyum.
"Sama Ridho, temennya Wahyu. Masih ingetkan Wahyu? Yang keluarganya suka ngasih sayuran kalo panen."
"Inget lah Deh, Wahyu sekarang sama siapa?" tanya Yuli yang sedikit penasaran.
"Sama anaknya ustadz Alim, Yuyun," jawab Dedeh.
"Eh suami kamu mana? Saya sempet kaget waktu kamu nikah umur 17 tahun, mana sama si aa ganteng yang waktu itu kesini?"
Yuli menelan salivanya keras, ia malas membahas Roni. "Udah ditelen bumi," jawab Yuli ketus.
"Innalillahiwa inna ilaihirojiun, saya turut berduka cita ya Yul. Kasian anak kamu."
"Eh?" pekik Yuli bingung.
"Aduh, ini teh pada beli apa. Sok atuh cepet, mau mandiin cucu dulu," ucap seorang ibu pemilik warung sayur.
"Eh iya bu, beli kangkung sama bumbu buat ikan," ucap Yuli.
"Yul, udah tau belum lereng di sini udah mulai retak? Saya takut longsor," bisik Dedeh.
"Hus, ngomong apa kamu tuh. Jangan ngomong yang aneh-aneh, bisa jadi doa."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!