Hai perkenalkan namaku Alice, biasa di panggil Al. Aku adalah mahasiswi jurusan pendidikan. Sekarang aku sudah kuliah sampai semester empat. Sedikit hal yang perlu kalian tahu. Aku adalah mahasiswi kupu-kupu alias Kuliah-Pulang Kuliah-Pulang. Aku tidak cantik, juga tidak begitu jelek. Yah, standar lah. Seperti biasa orang sepertiku sudah jelas tidak populer kan di kampus. Bahkan aku yakin, gak banyak orang yang tau kehadiranku mengingat aku si ‘mahasiswa kupu-kupu’.
Loh? Jadi mahasiswi kupu-kupu sampai empat semester? Iyalah. Apa punya teman? Yah jelas punya, tapi sangat terbatas. Paling yang deket hanya empat anak. Yang lain hanya sekedar tau, no more.
Hari ini adalah hari pertamaku kembali ke kampus setelah hampir tiga bulan lamanya aku libur. Gimana rasanya? Senang? Tidak juga. Sedih? Iya... gitu lah. Kangen kampus? Yah lumayan lah, karena aku juga punya beberapa teman dekat.
Tapi, aku tidak seperti yang lain. Yang kemana-mana paket kompak satu kelas di setiap mata kuliah. Kalau aku dengan teman-teman dekatku. Kami tidak pernah ada janji untuk mengambil kelas yang sama. Kami bebas mengambil kelas sesuai kebutuhan. Kalau mau ketemu yah kita gunakan waktu istirahat kampus untuk melepas penat dan bertukar informasi tetang materi kuliah.
Aku berjalan menelusuri lorong kampus. Naik melewati tangga menuju lantai tiga. Sampai di lorong lantai tiga, baru lah aku mencari dimana kelasku. Hanya butuh kira-kira lima belas langkah dan akhirnya... Nah, ini dia ruang 304. Seperti biasa aku datang lebih awal dari yang lain. Meski punya julukan ‘mahasiswa kupu-kupu’ aku tetap rajin untuk berangkat tepat waktu, aku anti sama yanag namanya terlambat. Karena gak mau jadi pusat perhatian.
Tidak lama kemudian, ada satu perempuan masuk ke kelas. Dia sudah menatapku dari kejauhan. Aku menyipitkan mataku. Memastikan siapa perempuan yang menatapku dari kejauhan itu. Apa aku mengenalnya? Oh tentu saja aku kenal. Dia salah satu teman dekatku, Nana namanya.
Nana langsung datang menghampiriku. Dengan semangat dia duduk di sampingku. Tidak aku sangka bisa satu kelas dengan Nana. Rasanya? Senang lah, pastinya. Siapa yang tidak senang bisa satu kelas sama sahabat. Kami pun berbincang-bincang menceritakan apa saja yang di lakukan selama libur hampir tiga bulan ini.
“Liburan ngapain?” Tanyaku.
“Biasalah, belajar jadi ibu rumah tangga di rumah jaga adik-adik hahaha. Sambil jadi OG (Office Girl) juga.” Jawab Nana.
“Itu mah otomatis kali.”
“Ya kali aja kan kayak anak lain. Liburan ke luar kota, jalan-jalan, makan di resto.”
“Itu terlalu mewah untuk kita. Main di dalam kota, nongkrong di taman aja udah bangga. Hahaha.”
Yah, dari percakapan kami kalian sudah tau dong, keadaan ekonomi kami? Kami sangat mensyukuri itu dan menerimanya dengan lapang dada. Itulah alasan kami tidak menyamakan jam kuliah kami. Kami punya kesibukan masing-masing di luar kuliah.
“Eh-eh tuh, kakak tingkat yang ganteng itu, lagi jalan kesini kan? Satu kelas sama kita? Duhh idola kampus.” Tanya Nana antusias.
“Mana?”
Aku menoleh ke arah jendela. Ruangan di kampus kami cukup terbuka. Jadi kami, bisa melihat melalui jendela siapapun yang melintas di lorong itu.
“Oh itu, gak kenal tuh.”
“Makanya selesai kuliah jangan langsung pulang. Nongkrong dulu.”
Duh, perkataan Nana membuat dadaku terasa sedikit sesak. Memang sih aku kurang pergaulan. Tapi, aku nyaman seperti ini. Aku tidak suka membuang-buang banyak waktu untuk hal yang tidak terlalu berguna seperti nongkrong di kampus setelah selesai kuliah misalnya? Bukannya aku tidak suka bersosialisasi. Hanya saja aku harus menghemat tenagaku, agar aku masih bisa bekerja nanti sore. Oh iya, kesibukanku selain kuliah ya bekerja full time di sore hari hingga malam.
“Bener-bener dia masuk kelas kita. Duh beruntungnya.” Ucap Nana terkagum-kagum.
Aku hanya menatap teman dekatku ini. Apa sih hebatnya kakak tingkat yang katanya tampan itu. Tapi, tunggu dulu? Kakak tingkat? Jadi dia semester enam dong? Lalu kenapa dia ambil mata kuliah ini? Mengulang? Atau malah belum sempat ambil karena sks nya kurang? Nilainya pas-pasan dong. Ups, sorry. Maaf, aku jadi berpikir negatif deh sama kakak tingkat itu.
Tidak lama kemudian dosen kami datang. Pak Budi namanya. Seperti biasa awal perkuliahan di isi dengan, perkenalan, kontrak kuliah, outline kuliah, dan pembagian kelompok. Aku sudah berencana satu kelompok dengan Nana. Betapa leganya, bisa satu kelompok sama temen dekat. Pasti bakalan berjalan lancar deh. Sempurna lah kehidupanku di kelas mata kuliah ini.
***
Perkuliahan hari ini berjalan lancar seperti jalan tol. Jadi aku punya banyak waktu untuk main sebentar bersama teman-temanku. Kami sudah janji untuk bertemu di tempat favorit, yaitu taman umum dekat kampus. Tidak lupa, kami membawa bekal camilan masing-masing untuk menghemat biaya.
Kami duduk di bawah pohon yang rindang beralaskan rumput dan sedang duduk menatap jalanan kota kecil kami yang tidak terlalu ramai dan tidak terlalu sepi. Kami membicarakan banyak hal, mulai dari kegiatan selama liburan hingga cerita hari ini. Kalian tau? Nana tidak berhenti membanggakan dirinya karena sudah ternyata satu kelas sama kakak tingkat idola kampus itu.
Aku hanya mendengus kesal mendengar ocehan Nana. Dan lebih kesal lagi, ternyata tiga temanku lainnya juga menjadi fans dari idola kampus itu. Aku jadi heran, apa sih kerennya cowok itu, selain tampan. Belum lagi, alasan kenapa cowok itu mengambil mata kuliah semester empat? Jujur, pikiran ku mengatakan bahwa SKS si cowok itu kurang. Jadi dia baru bisa ambil kuliah ini sekarang.
“Yah...” Kesal Nana tiba-tiba setelah membaca pesan di layar ponselnya.
“Ada apa?”
“Aku harus pindah kelas nih. Karena mata kuliah lain di pindah jadwalnya ke jadwal kelas kita hari ini.”
“Kenapa?”
“Ternyata ada perubahan mendadak, sehingga jadwal dosen itu sama dengan yang di pascasarjana (S2). Jadi dosanya merubah jadwal yang di sarjana. Ini juga sudah di setujui semua dosen yang ngajar di gedung sarjana.”
“Apa gara-gara ada salah satu dosen kecelakaan kemarin?”
“Masak?”
“Iya, sampai koma gitu.”
Teman-temanku sedang sibuk membahas dosen yang malang itu. Sedangkan aku tidak fokus ke sana. Aku fokus ke tugas kelompokku. Jujur saja, aku panik karena aku tidak begitu mengenal beberapa mahasiswi di kelas itu.
“oh... apa?! Kita gak satu kelompok dong?”
“Iya, yang masuk kelas pak Budi jadi pindah ke kelas bu Nety nih. Gak bisa satu kelas sama kakak kelas itu huaa.” Rengek Nana.
Aku hanya bisa pasrah dan menenangkan Nana. Padahal aku juga panik sih. Tapi pasti ada beberapa mahasiswa/siswi yang pindah karena perubahan dadakan ini. Pasti aku akan mendapat kelompok lain. Tetapi, entah kenapa perasaanku kok gak enak ya? Ah mungkin aku ketakutan sendiri.
Akhirnya hari ini tiba, seperti biasa aku menjadi mahasiswi paling rajin di kelas mata kuliah ini. Aku sudah sampai duluan, dan kelas masih sepi seperti kuburan. Aneh? Padahal kelas akan di mulai sepuluh menit lagi, tapi aku tidak menemukan tanda-tanda kehidupan di kampus. Lorong lantai tiga ini terlalu sepi untuk pagi ini.
Masa bodoh, aku tidak peduli. Lagi pula tidak ada pengumuman jika kelas ini libur. Aku mengeluarkan ponsel, ku sambungkan ke WIFI yang tersedia di kampus. Tidak lupa aku juga mengeluarkan headsetku. Kemudian, ku sambungkan kedua benda sakti ini yang bisa menghasilkan suara dan gambar untuk menghiburku sepuluh menit ke depan. Lalu, aku membuka suatu aplikasi di layar ponselku. Aku sibukkan diri untuk memilih video dari ratusan bahkan ribuan video yang muncul di sana.
“Ketemu.” Gumamku.
Aku memilih MV boyband ternama dari Korea selatan. Aku memasang headsetku dan mulai menikmati video berudurasi empat menit ini. Tidak terasa aku menghentakkan kakiku pelan sesuai dengan irama musik dari video ini.
Sreett.
Tiba-tiba terdengar suara keras menggema di ruangan ini. Seperti suara kursi yang di seret. Reflek aku mencari sumber dari suara itu. Aku masih bisa mendengar suara dari luar. Karena aku memutar dengan volume sedang. Agar nanti aku tidak keterusan asik dengan dunia ku.
“Oh ternyata ada yang datang.” Batinku.
“Eh tunggu dulu... itu kan si kakak tingkat yang populer itu. Kalau Nana di sini pasti dia heboh. Ngomong-ngomong kenapa dia rajin sekali hari ini. Kemarin, dia datang hampir berbarengan dengan dosen. Ah perasaanku kok semakin gak enak.” Batinku lagi.
Aku mencoba untuk menepis pikiran negatifku. Ku fokuskan pikiranku ke video streaming yang sedang berlangsung. Dan it’s work. Aku kembali tenggelam ke duniaku.
Empat menit berlalu begitu cepat. Aku mendongak kan kepalaku memeriksa keadaan kelas ini. Waw! Ternyata sudah hampir terisi penuh. Mungkin sebentar lagi dosen akan datang. Masih tersisa waktu sekitar lima menit. Cukuplah untuk memutar satu video musik lagi. Saat aku sibuk memilih tiba-tiba.
“Psst....”
Aku menoleh ke sumber suara. Oh ternyata ada Nana di sampingku. Dia sudah duduk rapih dengan tas di atas meja. Aku penasaran dengan kehadiran Nana di sini. Lalu, aku melepas headsetku dan mulai memulai sesi wawancara.
“Kenapa di sini? Katanya pindah kelas? Gak jadi? Apa di mulai bulan depan? Atau malah ganti hari dan jam lain?” Tanyaku beruntun.
“Jadi kok.” Jawab Nana singkat.
“Hla terus ngapain di sini?”
“Nanti aku konfirmasi ke pak Budi dulu, kalau aku pindah ke kelas bu Nety. Sekalian sama anak-anak lain.”
“Anak-anak lain? Ada berapa anak?”
“Sepuluh anak kayaknya.”
“Waw lumayan, ya.”
Aku mengangguk paham. Ingin sekali aku bertanya lagi, namun sepertinya akan sia-sia. Nana sedang sibuk sekarang. Iya, sibuk memperhatikan si idola kampus itu. Aku jadi ingin menggoda Nana dengan mengatakan aku bahwa... ah tidak. Nanti aku di kira naksir cowok itu. No no no.
Aku lihat jam tanganku, ah tidak ada waktu lagi untuk mendengarkan musik. Karena tersisa dua menit lagi. Sudahlah, ku simpan ponsel dan headsetku dan mulai bersiap mengikuti kelas. Pak Budi termasuk dosen yang disiplin terhadap waktu. Mungkin beliau sudah dalam perjalanan menuju kelas ini.
Dan, benar dugaanku. Baru saja selesai memasukkan dua benda ajaib tadi. Pak Budi sudah datang. Memang dosen ini, panutanku.
“Selamat pagi anak-anak.” Sapa pak Budi.
“Pagi pak.” Jawab kami serentak.
“Oh iya, saya sudah dengar. Katanya ada yang mau pindah kelas ya.” Ucap pak Budi langsung pada intinya.
Beberapa mahasiswa/mahasiswi serentak menjawab. Pak Budi langsung menyuruh mereka yang akan pindah kelas untuk maju ke depan dan memberi tanda siapa saja yang meninggalkan kelas ini.
“Duluan ya.” Ucap Nana.
Aku hanya tersenyum menatap kepergiannya. Drama sekali aku. Tapi memang di tinggal teman pindah kelas itu rasanya gak enak. Jadi berasa sendiri aja meski di tempat ramai gini. Mengingat aku hanyalah ‘mahasiswa kupu-kupu’ yang tidak memiliki banyak teman.
Tidak butuh waktu lama untuk mengurus perubahan mahasiswa yang pindah kelas. Begitu selesai pak Budi langsung mengabsen mahasiswa/mahasiswi yang tersisa. Pak Budi mengabsen sambil menayakan dan memberi nomor kelompok yang berisi dua orang. Hingga sampailah pada namaku.
“Alice Putri.”
“Saya pak.”
“Kamu satu kelompok sama siapa?”
“Belum tau pak.”
“Oke.”
Pak Budi langsung melanjutkan absennya. Yah ternyata bukan cuma aku yang gak punya teman untuk kelompok kali ini. Masih ada beberapa mahasiswa yang belum punya teman kelompok.
“Oke, yang belum ini langsung saya pilihkan ya.” Ucap pak Budi.
“Baik pak.”
Pak Budi menyebutkan satu persatu nama anak dan nomor kelompok mereka. Sepertinya pak Budi memilihnya secara acak. Hingga nama si idola kampus itu di panggil.
“Daffin.” Panggil pak Budi.
“Iya pak.”
“Kamu sama Alice ya. Mana yang namanya Alice?”
“Apa?! Aku ?! Kenapa?” Batinku.
Hai perkenalkan namaku Daffin. Aku mahasiswa jurusan pendidikan. Hari ini adalah hari pertama aku masuk kampus setelah mengambil cuti selama setahun. Aku baru saja kembali ke Indonesia. Jadi, selama aku cuti aku berada di luar negri untuk mengikuti kelas bisnis yang di selenggarakan oleh perusahaan papaku.
Lah? Beda jurusan dong sama kuliahnya? Iya memang. Sekilas info ya. Aku dulu kekeh banget jadi seorang pendidik. Bagiku keren aja gitu jadi pendidik. Eh begitu aku terjun ke jurusan ini. Aku merasa bidangku bukan di sini.
Memang aku menikmati dunia pendidikan berbagi ilmu ke semua orang, hanya saja aku orangnya gak suka hal-hal yang menyangkut formal, seperti harus berpakaian rapi karena menjadi contoh teladan misalnya. Ini bukan gayaku. Aku suka kebebasan, berpakaian sesukaku, mix and match pakaian yang mungkin norak dan aneh. Tapi nyaman di pakai.
Oh iya, aku juga suka traveling, mencari inspirasi baru kemudian di kembangkan menjadi bisnis. Memang jauh buah tidak jatuh jauh dari pohonnya.
Kembali ke dunia kampus. Aku sengaja berangkat agak terlambat hari ini. Karena ini hari pertama, biasanya hanya perkenalan, kontrak kuliah, pembagian outline dan kelompok. Saat berjalan di lorong aku merasa ada keanehan. Beberapa mahasiswi di sini menatapku dengan tatapan yang, aneh?. Mungkin ini akibat dari kakak tingkat yang ambil mata kuliah adik tingkat, auto jadi bahan ghibah kali ya.
“Bro! Udah balik.” Sapa teman seangkatanku Rey.
“Udah bro! Tumben ambil kelas pagi?”
“Iya, semua mata kuliah ini di jadwal pagi semua.”
“Mata kuliah apa emang?”
“Statistik.”
“Jiah, statistik kan bikin pusing. Pantes aja di taruh jadwal pagi.”
“Eh ntar abis kelas kita ngopi dulu ya. Aku duluan, nih udah sampai.”
Rey langsung masuk ke kelasnya. Sekilas aku melirik ke dalam. Yah aku jadi rindu dengan teman-teman seangkatanku. Tapi gak apa-apa lah, gak masalah lulus telat. Yang penting kita berusaha untuk cari pekerjaan dan selalu upgrade skill.
Aku berjalan menuju kelasku. Pemandangannya berbeda, hampir semua mata tertuju padaku. Aku mulai muak dengan tatapan mereka. Pasti mereka berpikir negatif karena aku mengambil mata kuliah semester bawah. Dasar bocah.
Tidak lama kemudian, kelas di mulai. Benar dugaanku, kelas ini hanya di isi dengan perkenalan, kontrak kuliah, pembagian outline dan kelompok. Pembagian kelompok adalah hal yang aku takuti. Aku gak kenal siapa-siapa di sini? Harus gimana coba? Ah di pikir nanti aja deh. Yang penting habis ini nongkrong dulu sama temen-temen kali aja ada yang punya gebetan adik tingkat buat cariin temen kelompok.
***
Akhirnya kelas ini selesai juga. Tanpa berpikir panjang aku langsung keluar dari kelas ini. Kelas ini sangat menyiksaku. Tatapan mereka itu yang membuatku tidak nyaman. Tapi, mungkin beberapa kelas lain akan seperti ini juga. Mungkin?
“Bro!” Sapa Rey yang sudah menungguku.
“Wih... gimana-gimana di luar negri. Banyak cewek cantik dong pastinya? Kenalin dong.” Ucap Burhan si playboy cap kadal yang ternyata juga sudah menungguku.
“Cewek mulu.”
“Udahlah, gass ngopi-ngopi.”
“Gass, tapi aku masih ada kelas lagi nanti di jam 5-6.” Ucap Burhan.
“Oh kasihan....” Ucapku dan Rey kompak.
Burhan hanya menunjukkan wajah datanya yang biasa di tunjukkan ke cewek-cewek waktu PDKT. Apa sih istimewa nya wajah datar itu? Kok bisa sih bikin cewek klepek-klepek? Kelihatan ganteng? Yah ganteng sih. Tapi tetep lebih ganteng aku dong. Heran deh sama cewek-cewek suka banget sama cowok cuek datar nan dingin?
Kami bertiga langsung meluncur ke kafe favorit kami. Di sana semua karyawan sudah hapal dengan kita saking seringnya ke sana. Belum lagi, nih si Burhan selalu melancarkan modusnya pas ketemu pelayan kafe yang menurutnya cantik.
“Loh mas Daffin udah balik ya.” Sapa salah satu karyawati.
“Iya nih.”
Aku heran, kenapa si cewek ini masih aja kerja di sini? Ini udah satu tahun loh. Dia sepertinya lebih muda dari aku. Tapi, entahlah. Itu urusan dia. Gak kepo kalau dia gak ngomong ke aku.
Kami pun memesan kopi dan beberapa camilan. Waw, ternyata ada lima menu baru dalam satu tahun. Memang berkembang pesat ya kafe ini. Duh, jadi penasaran nih apa rahasia si owner. Lah kan, aku gagal fokus lagi.
“Gimana cewek di sana? Ceritain dong.” Ucap Burhan antusias setelah kami memesan.
Plak!
“Cewek mulu. Belajar setia.” Ucap Rey sambil menepuk punggung Burhan sekeras mungkin.
Dulu, kata Rey, dia mau ngeluarin setan playboy yang merasuki Burhan dengan cara menepuk-nepuk punggungnya keras-keras. Padahal aku tau, itu memang cara Rey cari kesempatan pukul si Burhan.
“Apa sih? Mumpung masih muda itu memperluas wawasan. Jadi besok kalau udah punya istri tau cara ngadepinya. Kan udah banyak pengalaman.” Sanggah Burhan.
Memang, burhan selalu punya alasan untuk membenarkan kelakuannya itu. Ngomong-ngomong rasanya aku senang sekali bisa melihat dua sahabat ku baku hantam di depanku. Memang ini adalah momen paling epik lah.
“Iya kan Daf.” Ucap Burhan mencari persetujuanku.
Aku hanya diam seribu kata. Tidak mau ikut campur urusan mereka. Dan terjadi lah baku hantam yang lebih di tambah adu mulut. Sekarang sudah mulai saling menonjok kecil. Dan sumpah serapah keluar dari mulut mereka.
“Udahlah.” Kesal Rey.
Lagi-lagi Burhan yang menang. Burhan memang tidak tertandingi dalam berdebat. Kelemahannya? Apa ya? kalian lihat nanti saja biar tau kelemahannya. Karena dia selalu terlihat sekuat baja di depanku.
“Eh bro. Gimana rasanya ambil kelas semester bawah?” Tanya Rey.
“Gak enak, di lihatin mulu sama mereka. Bahkan saat aku masih di lorong mereka sempet melirik aku.” Ucapku kesal.
“Hahah... kayaknya gosip itu bener deh.” Sahut Burhan.
“Apa?!”
“Kata gebetan ku, adik tingkat yang MABA. Kamu tuh terkenal. Gosipnya sih, kamu di nobatkan sebagai idola kampus yang bikin cewek-cewek klepek-klepek cuma dengan lihat wajahmu doang. Sampai-sampai aku dulu merasa kalah saing. Untung kamu ambil cuti.” Jelas Burhan.
Tunggu sebentar. Idola kampus? Aku? Aku habis cuti setahun. Terus lagi Burhan bilang ‘gebetannya yang masih MABA (Mahasiswa Baru). Ini benar-benar tidak masuk akal. Sangat tidak masuk akal.
“Masak Daffin terkenal sampai ke MABA?” Tanya Rey tidak percaya.
Burhan hanya mengangguk. Aku dan Rey saling menatap tidak percaya. Bagaimana bisa seorang mahasiswa seperti ku yang sudah ambil cuti satu tahun bisa menjadi idola kampus? Tidak masuk akal.
“Gimana ceritanya?” Tanyaku dan Rey kompak.
Sebelum Burhan mulai bercerita, dia melirik sekilas seseorang di belakangku. Ternyata pesanan kami datang di antar oleh karyawati yang sama yang menerima pesanan kami tadi. Aku tersenyum tipis ke karyawan itu. Bukan genit, hanya menghargai pekerjaannya sebagai karyawati di kafe ini. Jujur, aku juga kagum dengan loyalitas bekerja nya.
“Silahkan kak kopi nya.”
“Terima kasih.” Jawab Burhan datar.
Lagi-lagi Burhan mencoba menebarkan pesonanya. Kalian tau rasanya saat melihat Burhan tebar pesona? Rasanya ingin melayangkan tinju ke mukanya yang sok ganteng itu.
“Jadi, gini kita kan udah semester lima nih. Nah selama Daffin kuliah di semester satu dan dua. Udah banyak mahasiswi bahkan kakak tingkat yang naksir diam-diam. Mereka sangat mengagumi ‘ketampanan yang misterius’ milik Daffin, katanya.” Ucap Burhan dengan menekan kata terakhir.
“Terus?” Tanyaku antusias.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!