NovelToon NovelToon

Agenda Dokter Bara

Bab 1

Menjadi seorang dokter spesialis anesthesi sudah menjadi anganku sejak diterima di fakultas kedokteran. Aku yang sedari kecil memang tidak mau menjadi bayang-bayang kakakku, Mayong Saputra Suryolaksono. Selain itu aku juga sama sekali belum ada minat terjun ke dunia bisnis seperti papa Suryo dan juga kak Mayong.

Sebagai bagian dari keluarga Suryolaksono pemilik Dirgantara Group, sebenarnya aku juga dituntut oleh papa Suryo untuk membantu kak Mayong yang sekarang telah meneruskan Dirgantara.

Tapi hidup adalah pilihan, itu pedomanku. Ada enaknya menjadi seorang anesthesiolog. Tak perlu tenaga yang besar untuk ikut mengoperasi dan ***** bengeknya. Simple-nya, tugasku adalah memastikan agar pasien tidak merasakan nyeri, tidak merasakan kecemasan dan takut selama operasi jika memang hanya bius lokal, dan tentu saja meminimalkan efek obat bius pasca operasi. Bagian paling pentingnya adalah memastikan pasien bangun pada perkiraan waktu yang sudah ditentukan kalau menggunakan bius total.

Kedengarannya mudah, tapi proses itu harus melalui hitungan yang tepat. Berapa dosis yang harus keberikan harus sesuai dengan kebutuhan agar pasien tertidur.

Kedekatannya dengan dokter Maya, spesialis kebidanan dan kandungan. Yang sekarang juga menjadi kakak iparnya membawanya menemukan seorang wanita yang sekarang menjadi pendampingnya. Yasmin Melati Sukma, istri tercintanya.

Bahkan Yasmin telah mengandung buah cintaku kembali. Betapa bahagianya kami berdua saat melihat hasil pemeriksaan tes pack dengan dua garis merah muncul di alat itu, setelah kami menunggu beberapa lama kehadirannya. Tangis bahagia mewarnai suasana pagi itu. Yasmin yang pernah trauma dengan kehamilan sebelumnya. Bahkan tindakan curretage beberapa kali yang dijalaninya masih sangat membekas di benak istrinya.

Dengan semangat aku ajak Yasmin istriku ke klinik Om Abraham yang juga seorang pembimbingku waktu kuliah kedokteran, yang juga teman dekat papa ku. Beliau yang seorang konsultan fetomaternal menguntungkan bagiku, karena bisa konsul dengan bebas tentunya..he..he...

Om Abraham juga merupakan ayah mertua dari kak Mayong, dan ayah kandung dari dokter Maya.

"Pagi Om" sapaku memasuki ruang prakteknya. Ruang praktek yang tersedia sebuah alat USG model terbaru yang sama persis di rumah sakit Suryo Husada milik Dirgantara Group juga. "Tumben Bar, ke sini pagi-pagi. Untung Om belum berangkat ke kampus" ujar Om Abraham tersenyum ramah. Bara memberitahu kabar bahagianya dengan menunjukkan hasil tes pack istrinya. "Wah selamat. Akhirnya ekormu bisa menghasilkan ekor juga" gurau Om Abraham.

"Ha...ha....doakan Om semoga lancar ya untuk kehamilan ini" tukas Bara. "Pasti..." tegas Om Abraham.

"Oh ya Yasmin, naiklah" saran Om Abraham meminta Yasmin untuk naik ke meja pemeriksaan. Yasmin mengikuti apa yang diminta om Abraham. Tranducer USG mulai digerakkan oleh Om Abraham di perut bagian bawah Yasmin. Di monitor mulai terlihat gambar kantong kehamilan berisi sebuah titik sebesar kacang kedelai. "Itu Bar, sudah lihatkan? Sebuah titik di dalam lingkaran hitam itu?" tunjuk Om Abraham ke monitor. "Yasmin, lihatkan gambar yang kutunjukin anak panah di monitor itu?" tanya Om Abraham. "Itu calon anak kalian" tegas Om Abraham. Kulihat Yasmin menangis haru.

Setelah periksa, kami meluncur ke mansion papa Suryo. Niat kami memang ingin memberi kejutan terutama mama Clara yang baru pulang dari rumah sakit karena kejadian penembakan yang dialaminya karena berusaha menolong kak Mayong dari serangan tuan James yang juga merupakan kakak kandung dari mama ku.

Aku menghampiri mama yang sedang duduk di ruang keluarga ditemani papa. "Tumben Bar, pagi-pagi sudah nyampai sini. Biasanya abis subuh sudah di rumah sakit" celetuk papa Suryo. "Menantumu tuh Pa yang sering ngajak main operasi subuh. Untungnya sekarang dia sudah tidak diijinin suaminya kerja lagi" tanggap Bara. Niatnya memang menyindir Maya yang barusan datang dengan Mayong lengkap dengan keempat buah hatinya.

Yasmin memberikan sebuah amplop ke mama Clara. "Apaan ini sayang?" tanya mama Clara. "Buka aja Mah!!!" sahut Bara menimpali. "Jangan-jangan cek Bar? Mau dong" Mayong menepuk bahu adiknya. "Nggak tau malu, CEO masih ngarep dapat amplop. Kebalik kali" Bara menimpali ucapan kakaknya itu. Semuanya tertawa. Mama Clara memeluk menantu keduanya setelah membuka amplop itu. "Alhamdulillah, anggota keluarga Suryolaksono akan bertambah lagi" ucap mama Clara. Terlihat bulir bening di pelupuk matanya. Mama Clara sangat bahagia saat ini.

"Wah Bar, selamat ya akhirnya ekormu sukses juga" celetuk Mayong. "Nggak lucu, tadi Om Abraham juga bilang seperti itu" tukas Bara.

Maya menghambur memeluk Yasmin sahabat sekaligus adik iparnya itu. "Selamat ya Cin, jangan banyak aktivitas dulu. Semua yang ada di butik sebaiknya serahin aja ke asistenmu" usul Maya. "Akan kupikirkan" timpal Yasmin. "Selamat juga buat kamu yang udah ketrima kuliah lagi. Smoga lancar pendidikannya. Otak kamu memang encer May" puji Yasmin.

"Apa kamu juga mau kuliah lagi bee?? Biar bisa bareng tuh sama sahabatmu" tanya Bara dan menoleh ke arah Maya.

"Ogah, otak cetek gini suruh mikir pelajaran lagi, mendingan buat desain baju aja. Sat...set...sat...set...baju jadi, cuan datang" ujar Yasmin sambil seolah-olah mempraktekan menggambar dan menjahit sebuah desain. Dua menantu yang beda karakter. Satunya pintar, satunya santai kayak di pantai. Begitulah pemikiran mama Clara.

Setelah Mayong pamitan hendak berangkat ke Dirgantara, Bara pun ikutan pergi. Kemana lagi kalau nggak ke rumah sakit Suryo Husada yang merupakan rumah keduanya. Jadwal beberapa operasi elektif sudah menunggu hari ini.

Ada dokter Alex yang sangat setia menunggu dengan dua pasien mioma uterinya. Dokter Budi dengan operasi elektif sectio cesaria. Dan juga beberapa operasi ortopedi. Begitu info yang diterima Bara tadi malam dari share grup di ponselnya.

"Bee, aku pergi ke rumah sakit dulu. Kamu di sini aja temani mama. Kan di sini ramai karena ada Maya dan para followernya" pamit Bara. Follower Maya yang dimaksud Bara adalah Raja, baby triplet 3G (Ghania, Ghalya, dan Ghina) dan juga pasukan dayang yang selalu diajak Maya kemanapun mereka pergi. Yasmin tersenyum menanggapi ucapan Bara yang kadang tak ada saringannya itu. Sementara Maya melotot ke arah Bara seakan tak terima dengan ucapan adik iparnya itu. Yasmin pun mengantar kepergian suaminya sampai pintu depan, sama persis yang dilakukan Maya saat mengantarkan suaminya pergi.

Smoga kehamilan kedua ini dilancarkan sampai nanti waktu kelahiran. Lindungilah istri dan calon anakku ya Allah, doa Bara sambil melajukan mobilnya ke arah Suryo Husada.

🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺

#***Novel ini adalah sekuel dari novel sebelumnya. Sebelum memulai sebaiknya mampir dulu di "Obgyn kesayangan CEO" . Novel ini author buat dari sudut pandang Bara.

Selamat menikmati.

Kalau suka, lanjutkan. Kalau tidak suka, skip aja.

Author nggak bisa maksain 😊😊🤗***

Bab 2

Bara memasuki ruangan bedah sentral dengan mood yang baik. Berita kehamilan istrinya semakin memacu semangat untuk lebih giat lagi bekerja. Hatinya juga merasa tenang karena meninggalkan istrinya di mansion keluarga besar Suryolaksono.

"Pagi dokter Bara" sapa Alex yang ternyata lebih dulu sampe di ruangan itu. "Rajin amat Lex???" sahut Bara. "Katanya suruh on time, sudah banyak antrian operasi hari ini" celetuk Alex tak mau kalah. "Ha...ha....siap...siap...." tanggap Bara dan segera memasuki ruang ganti.

Bara nampak gagah dengan baju kebesaran ruang operasinya. Kali ini tema warna baju mereka adalah merah maroon, membuat wajah Bara dan juga Alex semakin bersinar. Stetoskop setia melingkar di leher Bara setiap berada di ruang operasi.

Ternyata pasien telah disiapkan oleh kru kamar bedah. Operasi pertama kali ini terjadwal Alex lah sebagai operatornya. Bara serius mempelajari kembali rekam medik pasien, dan memeriksa kondisinya saat ini. "Selamat pagi nyonya, saya dokter Bara. Saya bertugas sebagai dokter anesthesi yang akan membius anda" sapa Bara memperkenalkan diri. Pasien itu mengangguk pasrah. Rasa takut terlihat dominan di wajah pasien itu.

"Nyonya yang tenang, silahkan dibuat berdoa semoga dilancarkan" saran Bara. Pasien itu pun mengikuti apa yang disarankan Bara.

"Mas, aku pakai SAB aja ya. Tumornya nggak besar kan Lex???" Bara menoleh ke Alex. "Sekitar enam centian" tandas Alex.

"Sippppp" Bara duduk di belakang pasien. Sementara perawat anesthesi dengan sigap membantu menyiapkan obat-obat dan alat yang diperlukan dokter Bara.

Bara mengusap tulang punggung pasien dengan alkohol dan betadine. Selanjutnya dia memasukkan obat anesthesi lewat tulang belakang pasien. Setelah sukses, Bara meminta perawatnya untuk menempelkan plester di tempat bekas suntikan. Pasien diposisikan terlentang. Sekarang gantian Alex yang beraksi untuk mengambil tumornya.

"Dok, hari ini tampak bahagia banget. Abis menang undiankah?" tanya Alex tanpa menoleh dari lapangan operasi di depannya. "Heleh, sok tau" jawab Bara lugas. "Ha...ha....kali aja benar menang undian. Kita-kita kecipratan juga tuh" Alex tetap dengan mode humornya.

"Nunggu anakmu lounching ntar kukadoin" sahut Bara sambil tetap mengawasi keadaan umum pasien lewat monitor di depannya.

"Lex, waktu hamil dokter Anita ngidam apaan?" tanya Bara penasaran. Alex menghentikan sebentar proses penjahitannya. Dia merasa aneh dengan pertanyaan seniornya itu. "Kayaknya sudah ada yang sukses menyusulku nih?" tukasnya kembali menjahit tempat bekas tumor yang telah berhasil diambilnya.

"Kalau istriku ngidamnya nggak aneh-aneh kok Kak. Dia hanya ingin aku berpenampilan layaknya oppa-oppa Korea" celetuk Alex.

"Ha....ha...ha...." Bara menertawakan Alex.

"Jangan ketawa Kak, kudoakan kalau istrimu hamil akan ngidam yang lebih aneh lagi" sarkas Alex. Bara segera menutup mulutnya kali ini, nggak mau ucapan Alex menjadi kenyataan.

"Lex, kondisi pasien aman. Kau tinggal jahit kulit kan? Kutinggal ke ruangan operasi sebelah ya. Dokter Bagus kakakmu sudah setia menungguku" pamit Bara dan langsung melangkah keluar ruangan operasi Alex. Alex serius menutup lapangan operasinya.

Sementara Bara sudah ditunggu di ruangan operasi sebelah. "Debridement dok?" ulas Bara ke dokter Bagus yang sedang duduk santai menunggunya. "Iya, rencana hanya ibu jari kaki kanan sih dok" jawabnya. "Kira-kira perlu waktu lama apa nggak?" tanya Bara yang selalu memastikan perkiraan waktu operasi ke dokter penanggung jawab pasien masing-masing. Hal itu memudahkan dirinya mengatur dosis obat yang akan diberikan ke pasiennya.

"Kurang lebih tiga puluh menitan" tandas dokter Bagus.

"Siap..." tukas Bara dan tak lupa dia selalu memastikan kondisi umum pasien baik sebelum dia memberikan anesthesi.

Melihat pasiennya yang gelisah, Bara mencoba menenangkannya. "Dok, ku GA aja ya (General Anesthesi)? Biar tenang selama durante operasi" bilang Bara ke dokter Bagus. Dan dijawab anggukan oleh dokter Bagus, dan dia bersiap cuci tangan untuk melaksanakan prosedur bedah yang direncanakan.

Setelah sukses memasukkan obat biusnya, Bara kembali ke ruangan operasi Alex. Nampak di sana pasien Alex yang kedua sedang dipersiapkan.

Begitulah aktivitas Bara setiap hari di ruang operasi.

"Dok, ditunggu dokter Budi di ruang operasi tiga. Pasien yang direncanakan setelah dokter Alex selesai mengalami perdarahan hebat. Bara berlari ke ruang operasi yang dibilang asistennya. "Mas, kamu tungguin pasiennya dokter Bagus ya. Kalau ada sesuatu yang tidak baik segera beritahu aku" perintah dokter Bara ke asistennya.

Asisten Bara adalah perawat-perawat khusus anesthesi yang tak kalah cekatan dengan dokternya.

Melihat pasien yang sudah berada dalam keadaan syok. Assistennya telah memberikan restorasi cairan yang dibutuhkan. "Persiapan darah?" tanya Bara. "Sedang meluncur ke sini" jawab perawat itu lugas. "Segera masukkan kalau datang. Guyur aja" Bara menyuntikkan obat lewat infus untuk menaikkan tekanan darah yang drop.

"Ante Partum Blooding dok, Placenta previa" beritahu dokter Budi di belakang Bara. Bara menoleh dan tersenyum ke arah dokter Budi.

"Lagi-lagi kau ajak diriku senam jantung dokter" gurau Bara karena seringkali dokter Budi mengajaknya operasi dengan kondisi pasien yang tak baik-baik saja.

Bara sekali lagi melakukan anesthesi SAB (\= Sub Arachnoid Block). Dia tidak melakukan GA, pasien sudah dalam keadaan syok. "Dokter anak siap??" tanya dokter Budi memastikan kru bedahnya sudah lengkap semua, karena umur kehamilan pasien ini masih dikategorikan prematur. "Siap dokter" jawab perawat ruang perinatologi yang sudah bersiap menerima bayi yang dilahirkan.

Dokter Budi sedikit kesulitan waktu mengambil bayi karena harus menembus plasenta yang berada di bawah tepat di segmen bawah rahim itu. Setelah berusaha akhirnya bayi berhasil dilahirkan, meski tidak langsung menangis. Bayi dibawa perawat untuk segera dilakukan resusitasi oleh dokter anak. Perdarahan teratasi. Darah pun juga mulai dimasukkan oleh Bara untuk menggantikan darah yang hilang akibat perdarahan. Bara menghela nafas dalam, merasa lega karena pasien berhasil diselamatkan. Setelah memastikan kondisi stabil, Bara memasrahkan ke asistennya untuk mengawasi kondisi umum pasien selama dokter Budi menyelesaikan operasi.

Saat akan melangkah ke ruang operasi dokter Alex, seorang perawat tergopoh menghampiri dokter Bara. Perawat itu tergagap menyampaikan berita yang didapatnya dari ruang IGD. "Dokter, a...a...da...pasien...ke..ce...celakaan di IGD" beritahunya. "Hela nafas dulu, sampaikan yang tenang" saran Bara. Perawat itu pun melakukan hal yang diminta Bara. "Pasien itu nyonya Yasmin" beritahu perawat itu.

"Hah....????????" Bara terkejut. Seakan kakinya sudah tak menapak lagi di lantai.

Bara berlari keluar dari ruang operasi tetap dengan baju kebesarannya.

Dalam pengamatan Bara, IGD Suryo Husada penuh dengan korban kecelakaan. "Ada apa ini? Di mana istriku???" Bara masih mencari keberadaan istrinya. "Kecelakaan beruntun dok, di perempatan dekat mall sebelah" jelas perawat yang sibuk memetakan pasien-pasien korban kecelakaan itu. Bara masih belum menemukan Yasmin istrinya di zona hijau dan kuning IGD itu.

🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺

to be continued

Bab 3

Dalam pengamatan Bara, IGD Suryo Husada penuh dengan korban kecelakaan. "Ada apa ini? Di mana istriku???" Bara masih mencari keberadaan istrinya. "Kecelakaan beruntun dok, di perempatan dekat mall sebelah" jelas perawat yang sibuk memetakan pasien-pasien korban kecelakaan itu. Bara masih belum menemukan Yasmin istrinya di zona hijau dan kuning IGD itu.

Bara masih berharap istrinya tidak termasuk dalam korban kecelakaan beruntun yang bahkan berdasarkan info yang diterimanya ada lima korban meninggal dan tujuh luka berat.

Bara melangkah ke zona merah ruang IGD, para dokter jaga dan juga perawat sibuk memberikan pertolongan pertama pada para korban.

Di ujung ruangan, Bara melihat sosok yang sangat dikenalnya. Masih dengan pakaian yang sama waktu Bara berangkat tadi.

Bara menghampiri sosok itu. Tetes air mata mulai menganak sungai di pipi dokter Bara. "Bee, apa yang terjadi???" gumam Bara. Sementara seorang dokter wanita memberikan tindakan RJP di dada Yasmin. Peluh keringat di dahi dokter itu. Bara yang menoleh ke arahnya, "Biar saya gantikan dokter" sela Bara mengambil posisi. Bara melanjutkan apa yang dilakukan dokter tadi. "Ayolah Bee, bangun" ucap Bara sambil tetap melakukan tindakan. Setelah beberapa kali periode, tidak ada respon dari Yasmin. Dokter Eka yang juga dokter anesthesi di Suryo Husada meminta Bara menjauh dari Yasmin. Dokter Eka membawa defibrilator, untuk mengembalikan denyut jantung Yasmin. Bara mengikuti apa kata dokter Eka.

Bara duduk lunglai di pojok ruangan zona merah IGD itu. Saat ini Bara tidak bisa berpikir jernih. Mengapa semua ini terjadi ya Tuhan??? gumam dalam isak tangisnya. Bahkan baru tadi pagi Kau terbangkan aku setinggi langit, saat ini Kau jatuhkan aku di jurang terdalam. Batin Bara.

Muka Yasmin terlihat pucat, bahkan dalam pengamatan Bara tidak ada luka yang serius di tubuh istrinya itu. Tapi memang ada trauma kepala yang belum diketahui sejauh mana parahnya.

Setelah diberikan kejut listrik oleh dokter Eka, denyut Yasmin telah kembali. "Sebaiknya kita lakukan pindai CT dok, melihat kondisi trauma kepalanya. Aku yakin ada perdarahan di sana. Atau bisa juga ada fraktur di tulang tengkoraknya" kata dokter Eka. Bara hanya mengangguk saja.

Yasmin dibawa ke ruang radiologi yang terletak tepat di belakang IGD. Dokter Lissy sudah stanby di sana. Yasmin dipindahkan pelan dari brankarnya supaya tidak terjadi trauma yang lebih lagi. Bara pun ikut mengawasi proses pemeriksaan istrinya itu. Semua yang dijelaskan dokter Lissy tidak ada yang terlewat di telinga Bara. "Melihat tempat luka, dan berdasarkan hasil pindai CT ini dokter Bara. Ada perdarahan kurang lebih dua puluh cc di otak besar istri anda. Tepatnya di lobus temporal kanan. Dan sesuai prediksi dokter Eka, ada fraktur dekat lokasi perdarahan. Bisa jadi itu yang menyebabkan perdarahannya" jelas dokter Lissy. Bara bahkan sudah tau langkah selanjutnya. Istrinya perlu tindakan trepanasi untuk mengambil darah yang ada di otak besar istrinya itu dan juga memperbaiki patah tulang tengkorak.

Tapi melihat kondisi Yasmin yang berada dalam fase awal kehamilan, semakin membuat gamang Bara. Tindakan operasi besar yang akan dilakukan pasti akan sangat mempengaruhi kondisi janin istrinya. Sebagai seorang dokter, tentu Bara lebih tau apa yang harus diprioritaskan sekarang. Tentu, keselamatan istrinya lah yang menjadi prioritasnya.

Tindakan operasi Yasmin ternyata telah begitu disiapkan sedemikian rupa oleh tim yang terbiasa bekerja dengan dokter Bara. Dari ruang radiologi, Yasmin langsung dipindahkan ke ruang bedah sentral. Ponsel Bara berdering. Papa Calling. "Halo Pah" jawab Bara. "Bar, Yasmin apa salah satu dari korban itu? Papa mengharap sih tidak. Tapi melihat kondisi mobilmu yang berada di lokasi dan terlihat rusak parah di siaran berita, apa Yasmin...?????? papa Suryo menghentikan perkataannya. "Ya Pah, Yasmin salah satunya" ucap Bara lirih tapi masih bisa didengar oleh papa Suryo.

"Bagaimana keadaannya????" tanya mama Clara ikutan nimbrung di panggilan papa Suryo.

"Yasmin denganku Pah, ini saya bawa ke ruang operasi" jelas Bara. "Apa maksudmu Bara?" Papa Suryo menekankan kata yang diucapkannya. "Trauma kepala" jawab Bara singkat tapi sudah bisa membuat syok semua yang berada di mansion papa Suryo, tak terkecuali Maya.

Yasmin telah berada di meja operasi. Alex yang masih berada di ruang operasi, karena baru menyelesaikan operasi keduanya menghampiri Bara. "Berapa minggu kak?" tanya Alex. Bara mendongak. Baru saja bercanda dengan Alex tentang ngidam ibu hamil, sekarang istrinya malah terbaring di meja operasi. Alex menepuk pundak Bara mencoba menguatkan seniornya itu. "Om Abraham bilang masih enam week Lex" jawab Bara. Alex mengangguk. Secara teori akan sangat sulit mempertahankan janin yang dikandung istri dokter Bara itu. "Berdoa ya Kak, semoga diberikan yang terbaik oleh pemberi kehidupan" tukas Alex. "Makasih Lex" ucap Bara lirih.

Bara tetap mendampingi proses operasi istri tercintanya. Hampir tiga jam operasi berlangsung, belum ada tanda-tanda operasi selesai. Fraktur yang dialami Yasmin, ternyata cukup sulit untuk dibenahi. Dokter bedah dan juga bedah saraf saling bergantian menangani Yasmin di meja operasi. Bara yang duduk di pojok ruangan kamar operasi ikut gelisah menunggu selesainya operasi.

"Finis" ucap dokter Bagus yang juga kakaknya Alex itu. Bara menghela nafas dalam, lega mendengar ucapan dokter Bagus koleganya. "Terima kasih semuanya" ucap Bara meneteskan air mata. Bara salut akan teman-teman sejawatnya yang ikut membantu dalam penanganan istrinya kali ini. Dokter Aji sang spesialis bedah saraf mendekati Bara, "Istri anda orang yang kuat dok. Kita lihat tiga hari ke depan progressnya seperti apa" ujarnya. "Semoga janinnya juga baik-baik saja" sela dokter Bagus. "Amin" Bara mengaminkan saja ucapan dokter Bagus. Darimana dokter Bagus tahu kalau istrinya hamil, Bara tidak ingin tau saat ini.

Saat Yasmin didorong dari kamar operasi dan hendak dipindahkan ke ICU, ternyata keluarga besar Suryolaksono sudah menunggu di depan pintu ruang bedah sentral itu. "Bara" panggil papa Suryo menghampiri putra keduanya itu. Bara yakin, tingkat kecemasan papa nya sama seperti yang dialaminya saat ini. "Lancar Pah operasinya. Doakan saja Yasmin lekas pulih seperti sebelumnya" tandas Bara. "Janinnya?" sela mama Clara. "Belum tau Mah, semoga baik-baik saja" tukas Bara.

Mama Clara yang masih berada dalam fase penyembuhan luka operasi karena luka tembak yang dialaminya, memeluk hangat putra keduanya. "Maafkan mama Nak, mama lah yang mengijinkan istrimu pergi menyusulmu" cairan hangat membasahi bahu Bara. "Mah, semua sudah takdir. Tidak ada yang perlu disesali" tandas Bara. "Andaikan mama melarang istrimu mengantar makanan ke sini. Semua ini pasti tak akan terjadi" lanjut mama Clara. Bara melepas pelukan mama nya pelan dan ditatap wajah mamanya itu. "Mah, doakan saja Yasmin lekas pulih ya" mohon Bara. Mama Clara mengangguk dan semakin deras tangisannya. Mayong menghampiri Bara dan memeluk saudara kandung satu-satunya itu. Demikian juga Maya.

Yasmin telah dipindahkan di ruang ICU sekarang.

🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻

to be continued

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!