Pagi ini begitu ramai di dalam salah satu stasiun televisi swasta di kota Jakarta.
Satu orang wanita cantik berkulit putih, dengan rambut panjang hitam tergerai keluar dari dalam gedung televisi swasta tersebut.
"Selamat siang dokter Luisa, anda sangat cantik sekali hari ini."
Satu orang wartawan yang berhasil mendekat ke arah wanita cantik itu nampaknya tidak menyia-nyiakan kesempatan emas tersebut.
"Terima kasih mbak untuk pujian nya."
Sang dokter cantik mengatakan hal tersebut kepada wartawan dengan dengan senyum manisnya yang sungguh sangat mempesona.
"Apa rahasia perawatan dokter Luisa sehingga tetap terlihat bugar dan juga cantik?"
Sang wartawan yang belum juga pergi dari samping sang dokter kembali memberikan pertanyaan tersebut agar tempatnya tidak di ambil alih oleh wartawan yang lainnya.
"Cukup olahraga teratur dan mengkonsumsi makanan sehat mbak."
Dan lagi - lagi sang dokter dengan sabar menjawab pertanyaan sang wartawan tersebut yang di akhiri dengan dengan senyuman manis.
"Dokter Luisa boleh kami menanyakan satu pertanyaan terakhir sebelum anda masuk ke dalam mobil?"
Satu wartawan tiba - tiba berteriak dengan sangat kencang mengatakan hal tersebut kepada sang dokter yang hendak masuk ke dalam mobilnya.
"Silahkan."
Sang dokter terpaksa harus mengurungkan niatnya ketika hendak membuka pintu mobil untuk masuk ke dalamnya.
"Bagaimana rencana pernikahan anda dengan Ceo Bramasta?"
Sang dokter langsung terdiam dengan pertanyaan wartawan tersebut, dengan menarik nafasnya dalam - dalam dan pada akhirnya sang dokter mencoba menjawab pertanyaan tersebut.
"Dalam waktu dekat kami akan mengumumkan kepada media untuk masalah pernikahan, kami berjanji tidak akan menjalani pernikahan diam - diam, dan kami berjanji akan mengundang semua awak media yang ada saat ini."
"Saya rasa sudah cukup untuk setiap sesi pertanyaan hari ini, terima kasih."
Dengan tersenyum sang dokter mengatakan hal tersebut lalu masuk ke dalam mobil.
"Jalan pak."
"Baik mbak Luisa."
Dokter cantik tersebut memberikan perintah kepada supir pribadinya untuk menjalankan mobil yang sejak tadi sudah setia menunggu kepulangan dokter cantik tersebut.
"Luisa, kenapa kau begitu sabar menjawab setiap pertanyaan para wartawan itu? terkadang ada beberapa hal yang tidak perlu kita jawab."
Satu wanita muda yang kini duduk di samping dokter Louisa di dalam mobil mengatakan hal tersebut sambil mengunyah makanannya di dalam mulut.
"Franda, sudah tugas kita sebagai dokter dan juga publik figure untuk menjawab setiap hal yang ingin diketahui oleh para awak media."
"Kau tau dengan berita yang mereka dapat tersebut, mereka bawa pulang ke redaksi mereka dan dari sanalah mereka bisa mendapatkan gaji bulanan untuk menghidupi dirinya dan juga mungkin juga keluarga yang mereka miliki."
"Ya, ya sejak dulu kau memang selalu peduli terhadap orang lain, bahkan karena kepedulian mu itu terkadang membuat mu harus kehilangan banyak hal."
Dokter Luisa yang mendengarkan perkataan Franda hanya bisa tersenyum kepadanya.
"Ya kau benar, mungkin aku terlalu bodoh untuk hal ini, namun aku percaya segala sesuatu yang aku lakukan itu hanya hal - hal kecil yang aku bisa."
"Baiklah, jika hal itu membuat mu bahagia, sebagai manager pribadi mu aku hanya bisa mengingatkan mu."
"Terima kasih Franda."
Dokter Luisa mengatakan hal tersebut sambil memeluk Franda sang asisten pribadinya.
"Isst, kebiasaan, lepaskan pelukan mu dokter Luisa."
Franda mengatakan hal tersebut sambil menyingkirkan tangan dokter Luisa.
"Jadi bagaimana dengan acara talk show di televisi swasta tadi, apakah ada kekurangan atau kau merasa kurang puas?"
Dokter Luisa langsung menggelengkan kepalanya saat Franda sang manager pribadi kembali menanyakan hal tersebut kepadanya.
"Aman Franda, semua pertanyaan yang diberikan sudah aku kuasai, dan semuanya berjalan dengan baik."
"Baiklah sebagai manager aku juga harus memastikan jika artis ku ini tetap nyaman."
"Aku bukan artis Franda, aku hanya seorang dokter biasa saja."
"Ya, ya selebritis dokter lebih tepatnya."
Franda mengatakan hal tersebut sambil tersenyum ke arah dokter Luisa.
"Jadi makan siang kali ini kau akan di antarkan kemana?"
"Hmm, mas Bram meminta aku untuk menunggu di restoran ujung jalan layang itu."
"Ah baiklah, terkadang aku lupa jika kau sudah memiliki tunangan, kesibukan kalian yang luar biasa membuat kalian hampir tidak pernah terlihat bersama, bahkan sampai semua awak media menanyakan kondisi hubungan kalian ini."
Dokter Luisa hanya tersenyum dengan semua hal yang dikatakan oleh Franda.
"Aku tidak pernah peduli dengan apa yang dikatakan oleh orang - orang tentang hubungan ku dengan mas Bram, bagiku yang terpenting mas Bram dan aku saling percaya, kami bukan anak kecil yang menjalin cinta tanpa rencana kedepan."
"Ya aku tau Luisa, ini restoran yang kau minta bukan?"
Franda mengatakan hal tersebut karena saat ini mobil mereka telah berhenti tepat di depan salah satu restoran Jepang yang sangat mewah.
"Ya ini restoran yang aku maksudkan, terima kasih Franda."
Setelah mengatakan hal tersebut, dokter Luisa membuka pintu mobil dan keluar dari dalam mobil langsung masuk ke dalam restoran untuk menuju ke ruang VVIP yang telah di pesan.
"Atas nama Bramasta."
"Ya dokter Luisa telah di tunggu pak Bramasta di dalam ruangan."
Satu pelayan mengatakan hal tersebut kepada dokter Luisa yang kini hendak masuk ke dalam ruang VVIP tersebut.
"Terimakasih mbak."
Senyum manis kembali tersungging dari bibir dokter Luisa ketika mengatakan hal tersebut kepada salah satu pelayan.
"Luisa, sudah lama aku menunggu mu sayang."
Satu laki - laki tampan dengan rambu hitam langsung berdiri dari tempat duduknya begitu melihat dokter Luisa masuk ke dalam ruangan tersebut.
"Mas Bram, maafkan aku, tadi acara talk show nya ada kendala dan.
"Sssst, sudah jangan membicarakan pekerjaan ketika kita bertemu, kau tau aku begitu merindukan mu sayang."
Bramasta mengatakan hal tersebut sambil mengangkat dagu sang dokter.
"Mas, jangan, ini tempat umum."
Dokter Luisa mengatakan hal tersebut kepada Bramasta karena kini dirinya sudah berada di dalam dekapan laki - laki bertubuh kekar tersebut.
"Tapi aku sengaja memesan ruangan VVIP ini untuk lebih dekat dengan mu lagi sayang."
Dan setelah mengatakan hal tersebut Bramasta langsung menyambar bibir dokter Luisa dan menjelajahi bibir mungil tersebut dengan sangat ahli.
Tangan Bramasta yang tidak bisa diam mulai menjelajahi lekuk tubuh indah sang dokter yang kini sudah di buat tidak berdaya dengan setiap sentuhan demi sentuhan maut Bramasta.
"Permisi maaf menganggu, kami hendak mengantarkan makanan."
Semua aktivitas Bramasta dan dokter Luisa mendadak berhenti karena tiba - tiba beberapa pelayan masuk ke dalam ruang VVIP untuk mengantarkan makanan.
Dengan cepat dokter Luisa segera menutup dua kancing bajunya yang sudah mulai terbuka akibat ulah dari Bramasta
Maafkan kami pak Bram jika kami menganggu anda dengan dokter Luisa."
Sang pelayan yang telah melihat kejadian tersebut langsung membungkukkan badan sambil mengatakan permintaan maafnya kepada Bramasta dan juga dokter Luisa...
"Its' oke, letakan saja semua makanan ini di atas meja."
Bramasta mengatakan hal tersebut kepada pelayan sambil mengajak dokter Luisa untuk kembali duduk dengan tenang di kursi.
"Terima kasih mbak."
"Sama - sama dokter Luisa, kami akan melayani anda sebaik mungkin, karena dokter Luisa dan juga pak Bramasta adalah salah satu pelanggan masakan di restoran kami ini."
Dokter Luisa kembali menganggukkan kepalanya dan membiarkan para pelayan pergi meninggalkan ruangan VVIP.
"Luisa, ayo makan, aku lapar sekali."
Bramasta mengatakan hal tersebut kepada dokter Luisa sambil mengambil sumpit untuk bersiap memakan sushi yang sudah ada di depannya.
"Iya mas Bram, terima kasih."
Dokter Luisa mengatakan hal tersebut karena Bramasta mengambilkan beberapa sushi dan menaruhnya tepat di depan dokter Luisa.
Hening seketika, ketika Bramasta dan dokter Luisa sama - sama sedang menikmati makan siang mereka.
Sesekali dokter Luisa melirik ke arah tunangannya tersebut dan tetap menguyah sushi yang saat ini masih berada di dalam mulutnya.
"Mas Bram."
"Iya, ada apa Luisa?"
"Maaf Bram tidak marah kan kepada ku?"
Dokter Luisa mengatakan hal tersebut sambil menatap tajam ke arah Bramasta.
"Marah? untuk apa aku marah kepada mu Luisa?"
"Maafkan Luisa mas."
Kata - kata maaf yang pada akhirnya keluar dari dokter cantik tersebut.
"Untuk apa kau meminta maaf kepada ku?"
"Maafkan Luisa, karena sampai sekarang Luisa belum bisa memberikan hal itu kepada mas Bram."
Deg
Bramasta langsung meletakkan sumpit dan memandang tajam ke arah Luisa.
"Kau sadar juga akhirnya."
Dengan tersenyum sinis Bramasta mengatakan hal tersebut kepada dokter Luisa.
"Maafkan Luisa mas, Luisa belum siap untuk melakukan hal itu mas Bram."
Dan seketika itu juga Bram kembali tertawa dengan sinis ketika mendapatkan jawaban yang selalu sama keluar dari mulut dokter Luisa.
"Kau tau perkataan mu ini sudah merusak selera makan ku saja."
"Luisa, sebenarnya aku sudah tidak ingin membahas masalah ini, tapi baiklah karena kau sendiri yang mengingatkan aku, maka aku akan membahasnya sekarang juga."
Bramasta mengatakan hal tersebut dengan memandang tajam ke arah dokter Luisa.
Dengan berat Bramasta pada akhirnya menarik nafasnya dalam - dalam untuk mencoba mengatakan beberapa hal kepada dokter Luisa.
"Kau tau, aku adalah laki - laki normal, lima tahun kita pacaran, satu tahun kita sudah bertunangan, aku sama sekali belum pernah tidur dengan mu."
"Kau sendiri mengetahui, bahwa selama ini aku serius pada mu, aku selalu setia kepada mu, dan aku sangat menjanjikan kepada mu bahwa aku akan menikah dengan mu."
"Semua harta yang aku miliki kau juga tau, semua harta yang aku miliki akan aku serahkan kepada mu, kasih sayang ku, pengertian ku dan apapun yang kau minta aku akan selalu memenuhi nya dengan baik."
"Dan hanya satu hal yang aku minta dari mu Luisa, satu hal, dan kau sama sekali tidak bisa memenuhinya."
"Apa ini yang kau namakan kau mencintai aku? apa ini yang kau namakan bahwa kau tidak akan meninggalkan aku?"
"Malam pertama? masih percaya kau dengan hal - hal seperti itu? bagiku mau di lakukan sekarang atau nanti itu sama saja, karena kita akan melakukan dengan orang yang sama."
Bramasta mengatakan hal tersebut dengan berapi - api, dan dokter Luisa hanya bisa menundukkan wajahnya ketika mendengarkan apa yang telah di katakan oleh tunangan nya tersebut.
"Tapi mas, asal mas tau aku sangat mencintaimu mas."
"****! cinta kau bilang? hei kita ini sudah dewasa, laki - laki dan wanita menjalin cinta dewasa, bukan cinta remaja."
"Mana aku percaya dengan cinta mu itu Luisa, jika kau tidak bisa memberikan sesuatu hal yang kau anggap berharga itu kepada ku."
Dokter Luisa kembali hanya bisa menundukkan wajahnya ketika Bramasta mengatakan hal itu kepadanya.
"Maafkan Luisa mas."
"Sudahlah, habis kan makan siang mu, aku sudah tidak berselera lagi, nanti setelah selesai makan, akan aku antarkan kau pulang."
"Kau tau, untuk menemui mu seperti ini, aku harus membatalkan rapat penting yang bernilai milyaran rupiah dan sampai disini aku hanya mendapatkan ini!"
Dengan nada marah Bramasta mengatakan semua hal tersebut kepada dokter Luisa yang kini juga sudah meletakkan sumpitnya.
"Kenapa kau juga sudah tidak berselera makan?"
Dengan cepat dokter Luisa langsung menganggukkan kepalanya.
"Ya sudah ayo aku antarkan kau pulang."
Dan setelah mengatakan hal tersebut Bramasta langsung beranjak dari tempat duduknya dan keluar dari ruangan VVIP tersebut tanpa memperdulikan lagi dokter Luisa yang masih duduk dan menatap kepergian nya.
Mas Bram, maafkan aku yang sampai saat ini tidak bisa memberikan apa yang kau minta, masalahnya bukan hanya sesederhana itu mas, rumit mas, sangat rumit, maafkan aku yang belum berani untuk menceritakan hal ini kepada mas Bram.
Di dalam duduknya dokter Luisa hanya bisa mengatakan hal tersebut di dalam hati saja, dan pada akhirnya dokter Luisa hanya bisa menarik nafasnya dalam - dalam dan beranjak dari tempat duduk mengikuti kepergian Bramasta.
"Ah maaf, maaf!"
Keluar dari pintu ruang VVIP dokter Luisa menabrak seorang laki - laki yang duduk di kursi roda.
"Maafkan saya pak, maafkan saya."
Dengan cepat Luisa langsung mengambil sapu tangan dari dalam tasnya dan langsung membersihkan kemeja laki - laki tersebut.
"Mas Ronald, anda baik - baik saja?"
Satu orang laki - laki berlari menghampiri laki - laki yang masih duduk di kursi roda tersebut.
"Aku baik - baik saja Rico."
"Ah syukurlah."
Dokter Luisa yang masih sibuk membersihkan kemeja laki - laki tersebut sampai tidak mendengarkan apa yang diucapkan Rico.
"Maaf mbak, terima kasih telah membantu atasan saya pak Ronald, tapi biarkan saja saya yang membersihkan ini."
Rico mengatakan hal tersebut sambil menepuk - nepuk bahu dokter Luisa.
"Ah ya mas, maafkan saya, tadi saya tidak sengaja."
Dokter Luisa kembali mengatakan hal tersebut sambil membungkukkan badannya.
"Its oke, semua orang pernah berbuat kesalahan, termasuk kesalahan kecil seperti ini."
"Terima kasih pak, saya izin permisi terlebih dahulu."
"Pergilah."
Dan setelah laki - laki tersebut mengatakan hal itu kepada dokter Luisa, dengan segera dokter Luisa bergegas meninggalkan pria tersebut.
Sang pria masih menatap tajam ke arah dokter Luisa yang kini punggungnya semakin menjauh.
"Siapa dia Rico?"
"Maaf mas Ronald saya kurang tau."
Dan Ronald yang tidak puas dengan jawaban Rico langsung mencari cara untuk mengetahui siapa wanita yang baru saja di jumpai itu.
Pelayan."
Ronald yang melihat pelayan melewatinya langsung memanggil pelayan tersebut dengan suara lantang.
"Ya pak Ronald, ada yang bisa kami bantu?"
"Siapa wanita yang baru saja keluar itu?"
Ronald mengatakan hal tersebut dengan menunjukkan tangannya kepada pintu keluar.
"Wanita itu bernama dokter Luisa pak, tunangan dari bapak Bramasta pemilik Brawijaya Corp."
"Terima kasih mbak."
"Sama - sama pak Ronald."
"Rico, kau lihat kan cara ku untuk bisa mendapatkan informasi dengan cepat?"
Dari dalam kursi roda, Ronald mengatakan hal tersebut kepada Rico asisten pribadinya.
"Ya mas Ronald, maafkan aku."
"Sudahlah, tidak perlu kau minta maaf, aku sudah lapar, ayo kita makan."
"Baik mas Ronald."
Rico pada akhirnya mendorong kembali kursi roda Ronald untuk menuju ruangan VVIP.
Sementara itu kini di dalam mobil terjadi keheningan antara Luisa dan juga Bramasta.
Ketegangan di dalam ruangan VVIP di dalam restoran, ternyata masih terasa hingga berada di dalam mobil.
"Mas Bram hati - hati."
Luisa yang telah sampai di apartemen mengatakan hal tersebut kepada Bramasta yang masih ada di dalam mobil.
Namun tidak ada balasan kata - kata apapun dari Bramasta untuk Luisa.
Dengan diam Bramasta menutup kembali kaca mobilnya dan langsung melajukan mobil tersebut dengan sangat kencang.
Di depan lobby apartemennya Luisa hanya bisa menatap mobil Bramasta dengan perasaan nanar.
"Mas Bram, maafkan aku, maafkan aku mas."
Dengan menatap mobil Bramasta yang semakin menjauh Luisa mengatakan hal tersebut dengan perlahan.
Dengan langkah gontai Luisa segera melangkahkan kakinya untuk menuju lift, namun belum sempat Luisa masuk ke dalam lift tiba - tiba saja ponselnya berbunyi.
"Ya bi, ah Jovan sakit, baiklah aku akan segera kesana, terima kasih bi untuk informasinya."
Setelah mengatakan hal tersebut melalui pembicaraan di ponsel, Luisa yang hendak masuk ke dalam lift segera berjalan dengan cepat menuju ke parkiran mobil apartemen.
Luisa masuk ke dalam mobil dan langsung mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi keluar dari parkiran apartemen.
Sementara itu di restoran Jepang, setelah Ronald selesai makan siang.
"Mari mas Ronald."
Rico mengatakan hal tersebut sambil bersiap-siap untuk mendorong kursi roda Ronald, namun Ronald meminta untuk tetap disana dengan sentuhan tangannya pada pundak Rico.
"Ada apa mas Ronald?"
"Aku minta kau selidiki bapak Bramasta."
Rico langsung mengernyitkan dahi ketika Ronald memintanya untu melakukan hal itu.
"Untuk apa mas Ronald? kita sedang tidak ada persaingan bisnis dengan Brawijaya Corp."
"Ya aku tau hubungan kita dengan Brawijaya Corp saat ini sedang sangat baik - baik saja, namun aku ingin mengetahui saja kehidupan pribadi laki - laki itu seperti apa."
Rico yang masih tidak paham dengan perintah dari Ronald kembali hanya terdiam saja.
"Ayolah Rico, terkadang kita tidak perlu mengetahui semuanya bukan untuk menjalankan perintah ku?"
"Aku hanya meminta mu untuk mencari tau segala informasi tentang Bramasta Ceo dari Brawijaya Corp itu, aku tidak meminta mu untuk membunuhnya bukan?"
"Iya mas Ronald, aku mengerti, aku hanya mencemaskan saja keadaan mas Ronald."
Rico mengatakan hal tersebut sambil memandang tajam ke arah Ronald.
"Ya aku tau Rico kau melakukan hal itu karena rasa cemas mu yang berlebihan, sudahlah aku baik - baik saja, kau tidak perlu khawatir."
Ronald mengatakan hal tersebut sambil menepuk - nepuk bahu Rico untuk lebih menenangkan nya lagi.
"Ayo Rico, kita harus segera kembali ke kantor."
"Ah baiklah mas Ronald."
Hari itu berakhir dengan Rico tidak bisa menolak permintaan dari Ronald.
Sementara itu menjelang sore hari mobil Luisa telah sampai di sebuah desa di provinsi Jawa Barat.
Mobil Luisa kini terparkir di depan satu rumah tua yang kondisi nya yang masih terawat.
Dengan cepat Luisa turun dari dalam mobil dan berlari masuk ke dalam rumah tua tersebut.
"Mbak Ayu, dedek Jovan demam."
Satu wanita paruh baya mengatakan hal tersebut kepada Luisa.
"Iya bi, Ayu mengerti."
Dengan cepat Luisa masuk ke dal kamar Jovan dan nampak satu anak kecil sedang tertidur di atas kasur.
"Sayang, ini mama, sayang maafkan mama akhir - akhir ini mama jarang menjenguk mu."
Luisa mengatakan hal tersebut sambil memeluk pelan satu anak kecil laki - laki yang saat ini tertidur dengan lelap.
"Mbak, Jovan baru saja tertidur, seharian ini Jovan menangis, dan menyebut nama mbak Ayu."
Wanita paruh baya tersebut masuk ke dalam
Jovan sambil membawakan teh hangat untuk Luisa.
"Iya bi, maafkan Ayu ya bi, kegiatan Ayu akhir - akhir ini sangat padar sekali, jadi Ayu belum ada waktu untuk kemari."
"Iya mbak Ayu, bibi mengerti, ini teh nya mbak Ayu."
"Terima kasih bi."
Sama - sama mbak Ayu."
"Bi ada hal yang ingin Ayu tanyakan kepada bibi."
"Katakan saja mbak Ayu."
"Bi kenapa masih memanggil Luisa dengan sebutan nama Ayu? Ayu itu nama ibu Luisa."
Sang wanita paruh baya langsung tersenyum ketika mendapatkan pertanyaan tersebut dari Luisa.
"Ya mbak, karena wajah mbak Ayu sama persis dengan wajah ibu, begitu pun dengan semua perilaku mbak Ayu."
"Terima kasih bi atas kejujuran nya ini."
"Sama - sama mbak Ayu."
Dan setelah mengatakan hal tersebut sang wanita paruh baya tersebut segera keluar dari dalam kamar Jovan.
"Sayangnya mama, cepat sehat yah nak."
Luisa kembali mengatakan hal tersebut sambil menciumi pipi Jovan.
"Tuhan, maafkan aku yang masih belum berani mengungkapkan siapa sebenarnya Jovan di depan semua orang."
"Maafkan aku Tuhan yang sampai saat ini masih mengaku dengan status gadis, maafkan aku ya Tuhan."
Air mata Luisa mengalir dengan deras ketika di dalam permohonan doanya Luisa mengatakan semua hal tersebut.
"Mas Bramasta seandainya mas tau alasan ku yang sebenarnya, kenapa aku tidak pernah bisa memenuhi apa yang mas Bram mau, karena, karena sampai saat ini mas Bramasta tidak pernah tau bahwa status ku adalah wanita dengan satu orang anak tanpa pernikahan."
Sungguh sesak dada Luisa ketika dia berani mengatakan hal tersebut di depan putra kesayangannya Jovan.
"Aku terlalu malu untuk mengakui di depan umum untuk status ku yang sebenarnya, mungkin aku terlalu pengecut."
Luisa kembali menangis ketika dirinya mengingat harus menyembunyikan Jovan untuk sementara waktu.
Tidak ada satu media pun yang mengetahui keberadaan Jovan, bahkan Franda manager nya pun tidak pernah mengetahui rahasia besar ini.
"Mas Bram, aku berjanji suatu saat aku akan menceritakan semua kebenaran ini mas, bahwa aku bukan lagi seorang gadis, namun aku adalah ibu muda dengan satu orang anak, pasti mas apapun resikonya."
Luisa mengatakan hal tersebut sambil berusaha untuk menghapus setiap air matanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!