Zheza Zaskia adalah seorang bunga desa di kampungnya, saat ini tengah duduk di bangku kelas XI di sebuah SMA Negeri.
Zheza adalah gadis yang periang dan pintar, ayahnya juga salah seorang orang terkaya di kampung tersebut.
Sejak masih SMP orang tua Zheza sudah memilihkan jodoh untuknya, seorang lelaki putra dari orang paling kaya di kampung mereka.
Lelaki yang akan di jodohkan oleh ayahnya Zhezha adalah seorang mahasiswa kedokteran. Seorang calon dokter. Namun, Zheza tak pernah melihat seperti apa wajahnya, ia hanya melihat pria tersebut dari foto. Meski Zheza masih berusia belia, ternyata perjodohan itu telah di sepakati kedua belah pihak.
Bahkan rencananya setelah lulus SMA Zheza akan langsung di nikahkan oleh sang ayah dengan pria yang bernama Rendy tersebut.
Sudah biasa terjadi di kampung mereka, Jika ada penduduk kampung memiliki anak gadis berusia lima belas tahun, maka mereka segera akan mencarikan jodoh untuk putri mereka. Konon, katanya jika wanita memasuki dua puluh tahun itu sudah jadi perawan tua, dan di kampung mereka wanita yang berumur di atas dua puluh tahun akan kesulitan mencari jodoh.Karena mereka percaya ada sebuah kutukan yang menghantui warga desa, jika anak gadis mereka tak menikah di atas usia dua puluh tahun, gadis tersebut akan menjadi perawan tua.
Memang ada beberapa contoh di antara mereka, ada seorang wanita yang telah berusia empat puluh tahun. Namun,tak juga dihampiri jodoh karena wanita tersebut lebih memilih mengejar karier.
Dari sanalah berhembus kabar yang semakin membenarkan mitos tersebut.
Oleh karena itulah kampung itu sulit di temui gadis yang masih perawan, karena rata-rata mereka menikah di usia lima belas tahun. Dan pernikahan di usia muda bukanlah sesuatu tabu atau terlarang di desa tersebut.
Bahkan menurut mereka, seorang perempuan tak penting memiliki pendidikan yang tinggi ,yang terpenting bagi seorang gadis adalah jodoh. Karena itu hanya beberapa anak gadis yang melanjutkan sekolahnya ke jenjang SMA. Meski banyak perceraian akibat menikah muda, nyatanya tak membuat penduduk menjadi jera.
Begitupun dengan Zhezha. Setelah lulus ia harus siap menjadi istri dari seorang lelaki yang tak ia kenal sama sekali.
Hari ini rencananya, Zheza akan dilamar secara resmi. Ayah Zheza juga tak keberatan jika Zhezha tak sampai menyelesaikan pendidikannya, yang penting putrinya tersebut bisa menikah sebelum usianya menginjak dua puluh tahun.
***
Zhezha sudah menangis di dalam kamarnya. Zhezha di paksa untuk menggunakan kebaya dan sanggul. Ia curiga jika hari ia akan dinikahi oleh orang tuanya. Bukan hanya sekedar pertunangan.
Pak Yanto menggedor pintu kamar Zhezha dengan kencang sambil memanggil-manggil namanya.
"Zheza! Zheza! " panggilan tersebut diiringi dengan suara gedoran pintu yang kuat. Namun, Zheza tetap tak mau membukakan pintu untuk ayahnya. Zheza sendiri sudah memiliki pacar. Lagi pula ia tak ingin menikah di usia muda. Ia masih ingin tetap bersekolah.
Setelah beberapa kali memanggil-manggil Zheza! Yanto pun mendobrak pintu.
Bruk! pintu terbuka dengan kasar.
"Zhe! Kamu denger gak sih ayah yang memanggil-manggil kamu! " teriak Yanto.
Zheza menangis telungkup di atas tempat tidurnya. "Aku gak mau nikah Yah! Aku masih mau sekolah! hiks," Tubuh Zheza berguncang menahan tangisnya.
Pak Yanto menghempas napas beratnya.
"Jadi itu alasannya?! " Yanto menarik kerah kaos yang dikenakan oleh Zheza.
"Berdiri! " sambil menarik Zheza.
"Dengar Zhezha, setelah menikah kamu juga masih bisa sekolah ! Ini semua juga demi masa depan kamu ! Ayah ngak mau kamu dekat-dekat dengan si Yoga. Apa kamu tahu jika orang kampung semua tengah membicarakan tentang kamu dan Yoga! Untuk itulah Ayah segera mempercepat pernikahan kamu! "
"Aku tetap gak mau Yah! "
"Aku cinta sama Yoga! Kalau ayah mau,biar Zhezha nikah sama Yoga saja Yah. Sebentar lagi Yoga juga sudah tamat sekolah, dan kami berniat untuk menikah setelah Zheza selesai, hiks."
Dengan mata yang berkaca-kaca Zhezha mengutarakan keinginannya.
"Apa ,Yoga anak miskin itu?!"
"Cuih Ayah tak akan pernah menyetujui hubungan kalian. Mau makan apa kamu jika menikah dengan Yoga!"
"Tapi Zhezha gak mau menikah dengan orang lain selain Yoga, Titik! "
Zhezha tetap bersikeras. Yanto yang emosi langsung menarik rambut Zheza, kemudian mendorong nya.
"Cepat pakai baju kamu ! tak ada alasan bagi kamu untuk menolak lagi! "
Yanto meninggalkan kamar Zhezha. Sementara Zhezha tetap tak mau mengenakan baju pengantinnya.
Meli sang ibunda hanya bisa menangis melihat Zheza di paksa untuk menikah. Ia sendiri tak berdaya, untuk melawan kehendak suaminya tersebut.
***
Beberapa orang sudah hadir memenuhi undangan pernikahan Zhezha. Pak Yanto sengaja tak mengundang orang banyak untuk pernikahan mendadak putrinya tersebut.
Hubungan antara Zheza dan Yoga sudah
sangat meresahkan Yanto. Hingga ia meminta agar keluarga Rendy segera melamar putrinya.
Kebetulan saat itu Rendy sedang liburan dan berada di kampung mereka. Jadi pernikahan pun diadakan secara mendadak.
Selang berapa lama, Keluarga Rendy pun tiba, mereka semua juga sudah membawa hantaran untuk lamaran dan pernikahan Zhezha.
Keluarga Rendy pun disambut oleh baik oleh Yanto.
Karena belum pernah bertemu calon istrinya, Rendy ingin melihat sang calon istri. Karena ia ingin memastikan apakah calon istrinya secantik di foto yang dikirimkan oleh pak Yanto.
Yanto pun menyuruh seseorang untuk memanggil Zhezha.
Beberapa saat Zhezha keluar dari kamar.
Bukan main terkejut Rendy ketika melihat dandanan Zhezha seperti orang gila dengan rambut yang acak-acakan. serta wajah yang dirias dengan asal-asalan. Zhezha juga berpura-pura berperilaku layaknya orang gila.
"Ayah he he, mana calon suami ku yang katanya ganteng itu he he. "Zhezha tertawa-tawa tak jelas, sambil menghampiri keluarga Rendi.
He he he he
Melihat Zheza yang seperti orang gila,
Pak Yanto menjadi berang.Sementara Rendy seketika menjadi ilfil melihat gadis yang di jodohkan dengannya ternyata tak waras.
"Zhezha. apa-apaan kamu ini?! ganti baju kamu dan bersikaplah yang sopan ! " bentak Yanto.
"Hi Hi , oh ini ya, calon suamiku yang ganteng itu. Hi Hi Hi. Ehm. "Zheza langsung memeluk Rendy. Tapi Rendy menepis.
Keluarga Rendy pun naik pitam melihat kelakuan memalukan dari Zhezha.
"Pak Yanto, ternyata anak yang kau jodohkan pada kami adalah gadis gila! Kau juga sudah gila rupanya! Mana pantas anak ku seorang dokter mendapat jodoh seorang gadis yang tak waras ! Pernikahan dan perjodohan ini batal! "
"Tapi Pak?! Ini hanya sandiwara Zhezha saja, agar perjodohan ini batal! "
Keluarga Rendy terus saja berlalu meninggalkan Yanto dan keluarga.
"Tapi Pak, Zheza itu hanya pura-pura dia itu tak gila sebenarnya. "
"Alah, sudah aku tak sudi punya menantu seperti dia! "
Keluarga Rendy terus berlalu. Sementara Yanto menjadi murka. Ia pun menghampiri Zheza dan menampar nya.
Plak..satu tamparan keras mendarat di pipi Zhezha.
"Puas sudah bikin malu ! Sekarang tak akan ada pria yang mau menikahi mu karena menganggap kau gila !Lihat saja Zhezha, ayah tak akan pernah merestui hubungan kamu dan Yoga. Lebih baik kamu jadi perawan tua seumur hidup dari pada harus menikahi pria miskin seperti Yoga! "
"Hiks, tapi Yah. Apa salah Yoga. Apa karena Yoga bukan orang berada hingga ayah segitu bencinya pada Yoga? " tanya Zhezha meminta penjelasan.
"Iya karena dia miskin makanya ayah tak setuju dengan hubungan kamu dengan Rendy. "
"Ayah tega sekali, Saat ini Yoga memang miskin Yah, Tapi mungkin suatu saat ia akan lebih sukses dari ayah,"cetus Zhezha
"Terserah! " pak Yanto pun berlalu dari mereka.
Bersambung dulu gengs, berikan like, komennya, love you sekebon.
" Zhe! "seru Yoga. Ia pun berlari menghampiri Zhezha.
"Ada apa Mas? " tanya Zhezha.
"Aku dengar semalam kamu di lamar orang ya Zhe? "
"Iya Mas. Kamu tau gak aku ngapain semalam? " tanya Zhezha dengan santai.
"Ngapain? "tanya Yoga balik.
" Aku pura-pura gila Mas. Jadi pria yang ingin menikah dengan ku tersebut jadi ketakutan. Mereka semua kabur dan segera membatalkan pernikahan kami ha ha ha, " tawa Zhezha renyah.
Yoga tersenyum. "Lalu kamu ditampar oleh ayah kamu kan? " tanya Yoga seraya menyibak rambut Zhezha yang sengaja terurai.
Yoga melihat ada luka memar yang coba ditutupi oleh Zhezha.
Keduanya pun terdiam.
"Iya Mas, aku di pukuli sama ayahku, dimaki-maki. Tapi tak apalah yang penting, aku bisa membatalkan perjodohan itu. Aku akan setia menunggu kamu Mas. "
"Tapi Zhe, Bagaimana jika ayahmu tak pernah merestui kita? " tanya Yoga.
"Belum usaha, belum tahu kan? Siapa tahu suatu saat , jika kamu berhasil dan hidup dengan mapan, mungkin ayah aku akan setuju. " Zhe zha.
"Iya Zhe, Rencana aku akan melanjutkan kuliah di Yogyakarta dan tinggal bersama pamanku. Sambilan di sana aku kerja part time, " tutur Yoga sambil merangkul pundak Zhezha.
"Iya Mas kamu tenang saja, aku janji akan selalu menunggu kamu. " Zhe zha.
"Tapi bagaimana jika ayahmu memaksamu untuk menikah dengan pria lain Zhe? "
"Aku gak akan mau Mas. Pokoknya aku akan menunggu sampai kamu datang melamarku. "Zhe zha.
"Iya Zhe. Aku pasti akan datang untuk mu, terkecuali aku mati," ucap Yoga dengan tatapan berbinar ke arah Zhezha.
"Janji ya Mas, kamu akan datang untuk aku, " ucap Zhe zha sambil menyodorkan jari telunjuknya ke arah Yoga.
"Janji Zhe." Yoga menautkan kelingking mereka.
Keduanya pun menaut jari kelingking mereka, sambil melemparkan senyum penuh cinta. Kemudian mereka berjalan dengan kedua telapak tangan yang saling menggenggam.
'Hari ini hari yang tak akan pernah aku lupakan dalam hidup ku. Aku mencintaimu mas Yoga. 'batin Zhe zha seraya tersenyum kearah Yoga.
***
Waktu terus berlalu.
Yoga tengah mempersiapkan keberangkatan nya. Setelah mengepak barang, ia bermaksud menemui Zhezha.
Yoga keluar dari kamarnya kemudian ia dihampiri sang ibunda.
"Mau kemana kamu Yoga? " tanya Sumi.
"Yoga mau menemui ZheZha, Bu. "
"Untuk apa kamu menemui dia Nak, kamu tahu sendiri, bagaimana sikap ayahnya terhadap kita." Sumi berusaha melarang Yoga.
"Ini yang terakhir kalinya Bu, sebelum aku berangkat, " ujar Yoga tanpa melihat ke arah lawan bicaranya.
"Aku pergi dulu Bu, " ucap Yoga sambil mencium punggung tangan Bu Sumi.
Yoga keluar dari rumahnya. Sementara Sumi menatap punggung putranya yang perlahan menghilang di balik pintu.
Sekitar lima belas menit berjalan kaki, ia pun tiba di rumah Zhezha.
Baru saja tiba di depan halaman rumah Zhezha, Yoga sudah mendapatkan tatapan sinis yang mengarah kepadanya.
"Permisi Pak, saya ingin bertemu dengan Zhezha. "
"Zhezha? Ada urusan apa?! " tanya pak Yanto sambil berkacak pinggang.
Yoga menggaruk kepalanya yang tak gatal.
" Boleh saya masuk Pak? Saya ingin bicara pada Bapak," tawar Yoga.
Pak Yanto menatap sinis ke arah Yoga. " Silakan masuk "
Yoga segera naik ke teras rumah mereka kemudian langsung masuk menuju pintu.
Tanpa disuruh duduk, Yoga segera duduk di atas sofa yang ada di ruang tamu.
"Ada apa? " tanya pak Yanto dengan sinis.
Yoga terlihat nervous, lidahnya terasa kelu untuk mengatakan hal ini.
"Begini pak, Saya dan Zhezha saling mencintai pak. Sebentar lagi saya akan berangkat. Saya minta agar bapak menjaga Zhezha untuk saya, sampai saya kembali, " ucap Yoga dengan hati-hati.
"Apa?! haha. Memangnya kamu siapa?! Sehingga bisa bicara seperti itu. Kamu punya apa Yoga?! Orang miskin seperti kamu, jangan bermimpi untuk bisa menikahi putri ku, " cecar pak Yanto tanpa belas kasihan.
Yoga menatap sinis ke arah pak Yanto yang menghinanya,tapi ini bukan yang pertama kalinya ia dihina dan direndahkan seperti itu.
Bahkan tak hanya Yoga, sang ibunda dan mendiang ayahnya pun sering mendapatkan penghinaan dari keluarga Zhezha.
Tapi mau bagaimana, ia dan Zhezha sudah saling mencintai.
"Iya pak, mungkin saat ini saya memang tak berguna, tapi suatu saat akan saya buktikan jika saya pantas untuk Zhezha pak. "
"Silahkan saja kamu bermimpi Yoga,saya ingin melihat, orang seperti kamu akan jadi apa. ha ha. "
Tawa jahat tersebut seolah-olah semakin menghina Yoga.
"Sudahlah kamu pergi saja! Jangan harap kamu bisa menikah dengan Zhezha. Mungkin kamu memang akan jadi orang sukses, tapi setelah saya mati mungkin ha ha. " Yanto semakin mengejek Yoga.
"Sadar diri Yoga. Kamu mau melamar anak ku! Ngaca kamu! Orang seperti kamu tak pantas mendampingi putriku ! ini sudah miskin ,kumuh, tak sadar diri pula. " Yanto tak berhenti - henti menghina Yoga agar ia menyerah.
Yoga hanya diam mendengar semua penghinaan tersebut, ia harus berbuat apa, demi cintanya pada Zhezha, ia harus bertahan.
"Lebih baik anak ku jadi perawan tua daripada menikah dengan pria miskin yang culas seperti kamu! Kamu dan ayahmu itu sama. Taunya cuma ngemis! Gak mau bekerja dan berusaha!" cecar Yanto dengan bangga karena bisa merendahkan Yoga.
Yoga semakin menundukkan wajahnya, coba menahan air matanya.
"Aku tahu kamu menikahi Zheza pasti karena ingin hidup senangkan? Tanpa bekerja keras pun kamu bisa makan dari hasil penjualan kebun kelapa sawitku, cih jangan mimpi! "
Yoga masih tertunduk, ia sudah kenyang dengan hinaan dari keluarga pak Yanto.
" Ayah ! " seru Zhezha yang datang dari arah kamarnya. Zhezha sudah tak tahan dengan hinaan yang diucapkan oleh ayahnya.
Pak Yanto menatap kerah Zhezha yang keluar dari kamarnya.
"Sekali lagi ayah menghina Yoga, Zhezha akan lari rumah ini. Zhezha cuma cinta sama Yoga! Jadi Ayah jangan pernah menghina Yoga lagi, " Ancam Zhezha
Yanto berdiri menghampiri Zhezha
"Apa yang kamu harapkan dari lelaki seperti dia Zhezha?! Dia itu tidak mencintai kamu! Dia hanya menginginkan kamu karena kamu anak Ayah, agar hidupnya tak lagi menderita! " cecar Pak Yanto.
"Astaghfirullah, "Yoga meneteskan air matanya. Penghinaan tersebut semakin membuat terluka ia pun tak bisa lagi berdiam diri.
"Saya memang miskin Pak, tapi saya masih punya harga diri. Saya berniat mengadu nasib di kota, agar saya bisa membuktikan pada bapak, jika saya cukup layak untuk Zhezha Pak, " tutur Yoga dengan berlinang air mata. Baru kali ini ia menangis karena mendengar hinaan yang begitu menyakitkan.
"Ayah memang kejam! lihat saja apa yang Zhezha lakukan jika Ayah tak merestui kami! Setidaknya beri waktu pada Mas Yoga untuk membuktikan dirinya Yah! " ancaman Zhezha.
Pak Yanto mengkerut keningnya, sebenarnya ia malas berdebat. Jadi untuk sementara waktu, ia mengalah, yang penting, saat ini Yoga pergi dari Zhezha. Setelah Yoga pergi, ia akan membujuk Zhezha kembali untuk menikah dengan pria pilihannya..
"Baiklah Yoga, saya beri waktu kamu lima tahun, untuk kamu bisa membuktikan kepada saya, jika kamu pantas untuk Zhezha."
Akhirnya pak Yanto memberi kesempatan bagi Yoga selama lima tahun, untuk membuktikan jika ia bisa jadi orang sukses supaya pantas bersanding dengan putrinya.
Kedua pasangan tersebut pun saling melemparkan senyum, karena sudah mendapatkan lampu hijau.
Bersambung guys, seperti biasa mohon dukungannya ya, lope u sekebon.
Setelah mendapatkan lampu hijau dari ayahnya Zhezha, Yoga kembali pulang ke rumahnya. Yoga sedikit merasa tenang, meskipun Zhezha tak bisa mengantarkannya stasiun kereta api.
Setidaknya,masih ada harapan bagi Yoga untuk bisa bersama dengan wanita yang ia cintai.
"Assalamu'alaikum, " ucap Yoga seraya melepaskan sendal yang ia kenakan di depan pintu rumahnya.
"Waalaikumsalam. " Sumi segera menghampiri putranya.
"Bagaimana Yoga, kamu sudah bertemu dengan Zhezha? " tanya Sumi.
"Sudah Bu dan Alhamdulillah pak Yanto bisa merestui hubungan kami Bu. Beliau memberi waktu bagi Yoga, selama lima tahun, untuk Yoga bisa membuktikan diri agar bisa jadi orang sukses." Yoga.
"Alhamdulillah, semoga itu bisa jadi semangat untuk kamu Ga, kuliahlah dengan benar, mumpung kamu masih diberi kesempatan untuk kuliah, oleh pak De mu. "
"Iya Bu, Insya Allah, suatu saat nanti Yoga akan jadi anak yang ibu banggakan.Yoga berjanji jika Yoga sukses nanti, Yoga akan bawa ibu naik haji, " ucap Yoga sungguh-sungguh.
Sumi menatap putranya dengan bola mata yang berembun, di rabanya wajah sang putra yang begitu tampan.
"Iya Ga, doa ibu selalu menyertai mu. " Sumi mencium kening putranya.
"Terima kasih Bu. " Yoga.
Kemudian Sumi melepaskan cincin di jari manisnya.
"Yoga, ini cincin satu-satunya peninggalan ayahmu, bawalah, hanya ini yang bisa ibu berikan sebagai bekal untuk mu. Maaf Nak, ibu hanya bisa berikan ini. " Sumi meletakan cincin tersebut di atas telapak tangan Yoga, kemudian ia menutup telapak tangan Yoga, agar ia menggenggam telapak tangannya.
Yoga menggenggam cincin pemberian sang ibunda. Hanya itu bekal yang akan dibawa olehnya, selain tiket kereta api dan uang saku lima puluh ribu.
"Terima kasih Bu, Yoga janji tak akan menyia-nyiakan pengorbanan ibu, "ucap Yoga dengan sunguh-sungguh.
Sumi mengangguk seraya tersenyum. Yoga meraih tas ranselnya, kemudian ia menarik tangan sang ibunda dan mencium punggung tangannya.
"Yoga pamit Bu, jaga kesehatan ibu Ya. Nanti seminggu sekali Yoga telpon. "
"Iya Nak jangan lupa untuk selalu menghubungi ibu. Maaf kali ini, ibu gak bisa nganter, karena kaki ibu yang sakit, " tutur Sumi dengan sedih.
"Tak apa Bu, Sebenarnya Yoga berat meninggalkan ibu dalam keadaan seperti ini.Namun, jika Yoga tetap berada di kampung ini, Kecil harapan bagi Yoga untuk bisa berhasil, " ucap Yoga dengan sedih, karena berat rasanya meninggalkan sang ibunda yang sedang sakit.
"Iya Nak, pergilah. Hati-hati di jalan, doa ibu, akan selalu menyertaimu. "
Setelah memunggungi tas ranselnya, dengan berat hati Yoga keluar. Dengan menggunakan ojek, Yoga menuju stasiun kereta api.
***
Zhe zha menatap sedih kepergian Yoga.
"Zhe masuk! " seru Pak Yanto.
Zhezha tanpa bisa melawan segera masuk ke dalam kamarnya, setelah menutup pintu kamarnya, langsung saja ia menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur.
"Huh, bagaimana caranya agar aku bisa mengantar Yoga ke stasiun kereta api? "gumamnya sambil menatap langit-langit kamar.
Tiba-tiba Zhezha mendengar suara mobil pak Yanto yang menyala.
"Sepertinya ayah akan pergi, Ehm tak tunggu saja sampai beliau pergi, barulah aku keluar dari kamar ini. "
Benar saja, tak berapa lama Zhezha mendengar suara mobil menjauh dari pekarangan rumahnya.
"Yes! pasti ayah sudah pergi. "
Zhezha langsung bangkit dari tempat tidur untuk meraih tas selempang, kemudian berlari dari kamar menuju pangkalan ojek.
" Huh! Semoga aku tak terlambat. "
Sekitar dua puluh menit menempuh perjalanan dengan menggunakan roda dua, ia pun tiba di stasiun kereta api.
Kebetulan sekali, setelah turun dari ojek dan membayar ojek tersebut, Zhezha mendapati Yoga yang juga baru tiba dengan menggunakan ojek.
Betapa senang hatinya, karena masih sempat melihat Yoga untuk yang terakhir kalinya sebelum ia berangkat.
"Zhe! Kamu datang kemari? " tanya Yoga.
"Iya Mas, aku mencuri waktu untuk bisa bertemu dengan mu. " Zhezha.
Keduanya pun saling melemparkan senyum bahagia, dengan tatapan penuh cinta.
***
Stasiun kereta api di penuhi hilir mudik penumpang dan pengunjung.
Zheza dan Yoga bergandengan tangan melewati koridor. Mereka mengobrol ringan, bicara tentang harapan dan mimpi mereka ketika bertemu.
"Mas, berapa lama kamu akan pulang lagi? " tanya Zhezha.
"Entahlah, mungkin jika aku sudah sukses, baru aku pulang. " Yoga.
"Kamu gak kangen ya sama aku, sama ibu kamu juga ? " tanya Zhezha.
"Pasti kangen Zhe, tapi kalau pulang gak bawa uang, percuma juga kan? " Yoga.
"Gak gitulah Mas, sesekali datanglah menjenguk ibumu, aku juga pasti kangen sama kamu. " Zhezha.
"Iya Zhe, kadang aku berpikir, apa aku bisa jauh dari kamu dan ibu. Kalian berdua adalah orang-orang yang aku cintai di dunia ini, " tutur Yoga.
"Untuk mewujudkan sebuah impian, kita memang harus berkorban Mas, tapi aku yakin kamu pasti bisa, " ucap Zhe seraya mengangkat kedua tangan mereka.
"Semangat! " serunya.
"Iya, semangat! "
Yoga merangkul tubuh Zhezha, mereka berjalan dengan saling bergandengan melewati koridor, hingga tibalah waktunya mereka berpisah, karena kereta dengan tujuan Yogyakarta sebentar lagi akan berangkat.
***
Zhezha mengantar Yoga sampai di pintu kereta. Waktu perpisahan itu pun tiba.
Zhezha meneteskan air matanya karena merasa sedih di tinggal Yoga. Mereka pun melepaskan genggaman tangan mereka.
Zhezha dan Yoga berdiri saling menghadap.
"Zhe, kamu jaga diri ya. Tunggu aku Zhe, aku pasti datang untuk melamar kamu, " ucap Yoga sambil meraba wajah Zheza yang terlihat sedih.
"Iya Mas, aku akan selalu menunggu kamu sampai kamu berhasil mengejar cita-cita kamu, " ucap Zhe dengan bibir yang gemetaran menahan tangisnya.
"Terima kasih Zhe, akan ku buktikan pada ayahmu. Jika aku memang pantas mendampingimu Zhe. " Yoga mencium lekat kening Zheza, sebelum mereka berpisah.
"Aku mencintaimu Zhe. Sampai kapan pun akan mencintaimu. Aku harap kau pun begitu. Tunggulah aku pasti datang untuk melamarmu, "ucap Yoga dengan bulir bening yang menetes di pipinya.
Zhezha meraih tangan Yoga kemudian menciumnya.
"Aku Juga mencintaimu Mas, Aku akan selalu setia menunggu kamu di sini, " ucap Zhezha dengan terbata-bata karena menahan tangisannya.
Yoga tersenyum seraya menyelipkan rambut ke daun telinga Zheza.
"Sampai Jumpa Zhe, " ucap Yoga sambil menghambur memeluk Zhezha.
Keduanya pun kembali menangis haru. Beberapa saat kemudian mereka harus mengurai pelukannya karena kereta api sudah akan berangkat.
" Sampai Jumpa Zhe, " ucap Yoga lagi.
Yoga melambaikan tangannya dengan setitik bulir air mata yang menetes, ia pun mulai melangkah menjauhi Zheza dengan langkah gontai menuju kereta cepat.
"Sampai jumpa Mas," sahut Zhezha lirih dengan suara parau.
Hiks, Zheza terisak dengan tubuh yang berguncang . Rasanya tak sanggup melepaskan kepergian sang kekasih. Air matanya mengalir semakin deras menatap langkah Yoga yang perlahan menghilang di balik kereta.
***
Yoga duduk di di dalam kereta sambil memangku tas ranselnya. Tak ada koper atau tas berharga lainya. Dengan menjual cincin sang ibu, Yoga berniat mengadu nasibnya di kota besar.
Kebetulan sang Paman juga bersedia membiayai kuliahnya.
Masih terngiang di telinga Yoga caci maki pak Yanto, ayah dari Zhezha.
Sadar diri Yoga. Kamu mau melamar anak ku ! Ngaca kamu! Orang seperti kamu tak pantas mendampingi putriku ini. Sudah miskin kumuh tak sadar diri pula.
Lebih baik anak ku jadi perawan tua daripada menikah dengan pria miskin yang culas seperti kamu! Kamu dan ayahmu itu sama. Taunya cuma ngemis! Gak mau bekerja dan berusaha.
"Aku tahu kamu menikahi Zheza pasti karena ingin hidup senangkan? Tanpa bekerja keras pun kamu bisa makan dari hasil penjualan kebun kelapa sawitku. "
Cecaran demi cecaran harus diterima Yoga. Selama ini pak Yanto tak pernah memandang niat baik Yoga. Sayangnya Yoga sudah terlanjur cinta pada Zheza hingga meskipun dihina, Yoga tetap bertahan. Yoga memeluk ranselnya kemudian menangis sedih. Perpisahan ini sungguh menyakitkan, tapi apa daya, segala sesuatu memang harus di perjuangkan.
Zhezha melambaikan tangannya ke arah kereta yang perlahan meninggal stasiun.
Setelah kereta tak lagi terlihat ia pun bergegas meninggalkan stasiun tersebut, sambil menghapus sisa-sisa aira matanya.
Bersambung gengs, jangan lupa like komen, gift dan dukungan lain, dukungan kalian moodbooster bagi otor receh ini. See you, 😍😍😍😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!