Tak pernah ada kisah, penyesalan datang di awal masalah. Mungkin, sebagian orang telah menyadari akan kesalahannya lebih awal dan memperbaiki segalanya. Sayangnya, hanya segelintir orang yang mengalaminya. Bukan karena kemalangan atau nasib seseorang, melainkan karena kebodohan mereka yang selalu menuruti ego mereka, tidak mau intropeksi atas kesalahan sendiri yang hanya akan berujung pada sebuah penyesalan yang mendalam.
"Hai, mas Eren. Aku harap kamu memiliki waktu untuk membacanya. Maaf... Maaf aku belum bisa menjadi istri terbaik untukmu waktu itu. Maaf, aku belum bisa menjadi sosok yang selalu kamu idam-idamkan. Dan maaf untuk sikap dinginku dan tolakan yang Aku lontarkan saat kamu memintaku tuk kembali, namun percayalah aku masih mengharapmu. Namun, sekarang sudah tak sempat lagi.
Aku ucapkan terimakasih untuk segala memory yang telah kau berikan untukku. Kita yang awalnya bertemu dengan cara yang menyebalkan dan berakhir disebuah pernikahan kontrak diatas kertas. Terimakasih atas rasa yang telah kau berikan kepadaku, rasa manis dalam hidup, rasa pahit dan rasa yang benar-benar tidak akan pernah aku temui dalam hidupku. Namun, Aku melihat Aku bukanlah bahagiamu, sebaliknya kamu bahkan terlihat sangat tertekan bersamaku. Jika bahagiamu adalah kematianku, maka aku rela untuk mati karenamu. Kau tahu mengapa? Karena Aku sangat mencintaimu. Aku mencintai sosok pria yang hatinya takkan pernah Aku miliki.
Mungkin saat kamu membaca Surat ini adalah saat aku sudah tidak Ada lagi didunia ini, tapi Mencintaimu adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan untukku. Mungkin ini adalah saat yang tepat untuk mengucapkan selamat tinggal kepadamu dan kepada semua. Jaga Lauren dan Karen baik-baik. Selamat tinggal, Eren. I love you so much."
Pesan terakhir yang ditinggalkan oleh Kaira masih membekas dalam hati Eren hingga saat ini. Menyesal, dia sungguh menyesal akan perbuatannya di masa lalu. Namun, semua itu telah terlambat, Kaira tidak akan pernah bisa lagi kembali dalam peluknya. Setelah kejadian hari itu, Eren menjadi sosok pria yang merenung. Tiada lagi senyum di wajah tampannya, tiada canda tawa dan bahkan ocehan manjanya. Semua telah sirna ikut terkubur di dalam tanah bersama dengan Kaira disana, menemaninya dalam kegelapan dari rumah keabadian.
Eren menjadi pria yang dingin dan kejam ke semua orang. Salah sedikit, dia akan langsung memecatnya. Dia tak mampu berpikir rasional.
Hingga suatu hari, dia memutuskan untuk tidak akan pernah lagi berhubungan dengan seorang wanita dan meminangnya tuk menjadi istrinya. Dia ingin fokus kepada kedua buah hatinya dan menebus semua kesalahannya. Pria itu benar-benar tersiksa seumur hidupnya.
...*....*...
Sepuluh tahun kemudian...
Hari ini adalah tepat dimana kejadian terburuk sepanjang hidup Eren dan keluarganya itu terjadi. Kejadian dimana mereka harus kehilangan sosok Kaira yang sangat mereka sayangi, sosok wanita yang tak pernah merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya dalam hidup. Namun, saat ini dia telah bahagia dialam sana, bertemu dengan para pangeran tampan dan tersenyum menatap kedua buah hatinya yang mulai tumbuh besar.
Eren, kedua orangtuanya, Lauren, Karen, Wisnu, Clara dan tak lupa Sasa pun terlihat disana. Mereka berdoa bersama mengharap pengampunan dosa yang diperbuat oleh Kaira semasa hidupnya kepada sang maha pencipta. Suasana kembali sendu, redup dan gelap seakan segala bayangan kelam itu kembali begitu saja.
Ara, hari ini adalah tepat ketiga belas tahun kamu meninggalkanku. Apa kamu tidak merasa kasihan denganku? Tapi tak apalah kamu pasti sudah bahagia disana. Aku rindu kamu Ara, rindu sekali. Lihat, Lauren dan karen sudah besar. Karen mirip sekali denganmu. Ceria walau ada badai menghantamnya, dia akan selalu begitu. Sedangkan Lauren, dia benar-benar tumbuh menjadi pria yang dingin. Kamu pasti bangga dengan mereka.~Batin Eren.
Tak terasa sebuah tetesan air mata jatuh membasahi pipinya. Selalu begitu saat dirinya mengingat masa-masa yang telah ia lalui bersama dengan wanita itu. Masa-masa yang hilang akibat kebodohannya dan masa-masa yang tidak akan pernah terulang kembali.
Ga kerasa ya. Sepuluh tahun yang lalu, kamu selalu berada disisiku, tinggal bersamaku selama lima tahun lamanya, namun kamu sama sekali tidak bisa melupakannya. Aku dulu pernah sesayang itu kepadamu, mungkin hingga sekarang. Namun, takdir tidak berpihak pada kita. Yang tenang ya kamu disana~Batin Wisnu.
Aku sungguh menyesali perbuatanku, Kaira. Maafkan aku. Karenaku, kamu kehilangan nyawamu. Sekali lagi aku minta maaf...~Batin Clara.
Wanita itu sudah sadar sepenuhnya.
Namun, ditengah-tengah suasana yang sangat keramat itu, tiba-tiba Clara merasakan seluruh badannya tiba-tiba lemas. Dia pun merasakan sakit kepala yang luar biasa sakitnya. Dia bahkan tak bisa berdiri tegak. Hidungnya mulai mengeluarkan darah segar yang tak ada hentinya. Bajunya pun tak luput dari noda tersebut.
"Ma? Mama gapapa?" Tanya Clarissa saat mendapati mamanya sedang tidak baik-baik saja.
Suasana sendu kini berubah menjadi panik dan khawatir. Terlebih saat Clara tiba-tiba tidak sadarkan diri.
"MAMA!!!" Jerit Sasa.
"Clara, hey. Kamu kenapa? Sadar," Panggil Wisnu berulang kali, namun tak ada respon darinya.
"Wisnu, sebaiknya kalian membawa Clara sesegera mungkin ke rumah sakit. Aku takut sesuatu terjadi padanya," Ucap Eren memberi saran.
"Kau benar juga. Lalu, bagaimana dengan..." Kata-katanya tertahan..Namun, itu sudah cukup bagi Eren untuk menyimpulkannya
"Ga perlu khawatir. Kaira pasti akan memahaminya," Jawab Eren meyakinkan Wisnu.
"Baiklah, Aku akan membawanya pergi," Ucap Wisnu sambil berlalu pergi.
Wisnu dan Clarissa pamit pulang meninggalkan Eren, Lauren dan Karen disana.
...*....*...
New York-Presbyterian University Hospital of Columbia and Cornell, New York
Wisnu bersama dengan Clarissa turun dari mobil mewah miliknya. Dia menggendong Clara dan meletaknya pada sebuah ranjang rumah sakit disana.
"Berikan penanganan terbaik untuknya. Berapa pun biayanya, akan saya bayarkan," Ucap Wisnu kepada seorang suster disana.
"Baik pak, silahkan bapak tunggu di depan," Jawab Suster tersebut sambil mendorong tubuh lemah milik Clara disana.
Clara sesegera mungkin mendapatkan penanganan.
Hingga setengah jam lamanya...
"Dokter kemana sih? Kenapa lama sekali?" Gumam Wisnu cemas.
Seorang pria berpakaian serba putih keluar dari ruangannya.
"Adakah keluarga pasien?" Tanya Dokter itu.
"Saya suaminya dok. Gimana keadaan istri saya?"
"Mari ikut saya," ucap dokter. Pria itu menunjuk jalan kepada Clarissa dan Wisnu menuju ruangannya. Mereka berdua duduk di kursi yang telah disediakan.
"Istri bapak sepertinya, ibu telah lama memendam penyakitnya atau mungkin menyepelekannya," Jawab Dokter membuat mereka berpikir sejenak, saling bertatapan.
"Terus dok, mama saya sakit apa?" Tanya Clarissa.
"Saya belum dapat memastikannya. Namun, melihat dari gejalanya, sepertinya..." kata-katanya terhenti sejenak, membuat mereka seakan hampir mati penasaran.
"Sepertinya kanker Leukemia dan sepertinya sudah mulai menyebar ke seluruh tubuhnya," Jawab dokter.
Mereka berdua saling bertatapan untuk yang kedua kalinya. Syok? Pasti. Mereka tidak menyangka hal ini akan terjadi.
"Kanker dok? Lalu, apa yang harus saya lakukan?" Tanya Wisnu
"Kami akan melakukan tes lebih lanjut untuk mengetahui seberapa ganas kanker yang ada pada dirinya dan metode paling efektif untuk penyembuhannya," Ucap pihak rumah sakit.
"Baik, lakukan yang terbaik saja. Berapapun biayanya akan saya bayarkan," ucap Wisnu untuk yang kedua kalinya.
Setelah mendapatkan persetujuan dari Wisnu, pihak rumah sakit sesegera mungkin melakukan tindakan dan tes pun dapat dilakukan dengan segera.
Empat hari kemudian...
Wisnu telah menerima telepon yang mengatakan bila hasil tes Clara telah keluar. Tentu saja, Wisnu sesegera mungkin untuk datang ke rumah sakit.
"Gimana dok hasil tes dari istri saya?" Tanya Wisnu pada dokter.
"Benar seperti apa yang kita prediksi, nyonya Clara mengidap penyakit leukemia," Jawab sang dokter
"Ini adalah hasil uji lab yang akurat," Lanjut dokter tersebut sembari menyodorkan dokumen di tangannya.
Wisnu mengambil kertas tersebut dan membacanya dengan saksama.
"Jadi, Clara mengidap kanker stadium dua?" Pekik Wisnu terkejut setelah membaca isi dari lembaran di tangannya.
"Benar pak. Untuk saat ini, metode kemoterapi dapat dicoba untuk diterapkan kepada nyonya," Ucap sang dokter.
"Baiklah, lakukan apapun yang terpenting istri saya sembuh,dok." Wisnu menaruh harapan besar demi kesembuhan istrinya.
"Bapak harap bersabar dan menunggu panggilan selanjutnya untuk memulai kemoterapi."
Tanpa kata, Wisnu meninggalkan ruangan tersebut dan membawa Sasa beserta sang istri untuk pulang ke rumah.
...*....*...
Sesampainya di rumah...
"Hei, om Wisnu," Sapa Karen.
"Karen, Lauren? Kalian ngapain disini? Kalian sendiri?" Tanya Wisnu saat mendapati kedua anak sahabatnya berada disana.
"Tidak, ayah menumpang ke kamar mandi dan menyuruh kami menunggu disini," jawab Karen dengan polosnya.
Sedangkan Lauren masih bergeming di tempatnya. Dia sibuk membaca buku yang ada di genggamannya.
"Hai Olen, kamu lagi apa? Tante boleh lihat?" Sapa Clara berusaha mendekati bocah lelaki disampingnya.
"Hmmm," Respon Lauren dingin.
Clara yang dulu akan selalu bertindak kasar kepada seorang anak kecil yang berani mengabaikannya pun, kini dengan sabarnya dia mengelus kepala Lauren.
"Ga boleh dingin seperti itu. Lauren tidak ingat apa yang diucapkan mama Lauren?" Tanya Clara lembut.
"Ingat dan selalu ingat," Jawab Lauren dingin.
Hingga Eren datang ditengah-tengah mereka.
"Hei, kalian kemana saja?" Tanya Eren kepada kedua pasangan dihadapannya.
"Kami habis dari rumah sakit dan memeriksakan kondisi Clara." Jawab Wisnu.
"Sakit apa?" Tanya Eren.
"Hanya sakit biasa. Tidak apa-apa. Btw, untuk apa kalian kemari?" Tanya Wisnu.
"Om, Aku dan kakak Lauren akan memasuki ke jenjang universitas. Sebenarnya, hanya kak Lauren,tapi aku juga mau," Jawab Karen.
"Ha? Bukankah seharusnya kalian masih harus mendaftar di SMA?" Tanya Wisnu setengah terkejut.
"Lauren menolaknya. Dia mengatakan semua itu begitu membosankan. Jadi, dia memaksa melakukannya. Ga nyangka ternyata Karen menginginkannya," Jelas Eren
"Ohh begitu, Lauren dan Karen. Tetap semangat ya," Ucap Wisnu menyemangati kedua bocah di hadapannya.
"Terus kamu sendiri, Kak Sa. Kamu mau daftar dimana? Ga mau kayak aku sama kak olen?" Tanya Karen kepada sahabatnya, Clarissa.
"Tidak. Aku akan sekolah sesuai prosedur saja," Jawab Clarissa tanpa berpikir panjang.
"Prosedur? haha kayak mau minum obat saja," timpal Karen.
Lauren saat serius... Dia tampan sekali.~Batin Clarissa sambil menatap lekat Lauren yang masih serius pada buku dilengannya.
"Ada apa? Mengapa menatapku begitu?" Tanya Lauren dingin mengejutkan Clarissa yang dengan spontan menarik diri menjauh darinya.
Dughhh
"Auhh!" Pekik Clarissa saat kepalanya membentur sesuatu.
"Kak Sasa, kak Sasa gapapa?" Tanya Karen sambil membantu Clarissa merapikan dirinya.
"A-aku... aku gapapa," Ucap Clarissa dengan pipi yang memerah.
"Kak Sasa panas? Kenapa merah sekali?" Tanya Karen dengan polosnya.
"Sttt. Jangan begitu. Aku jadi malu...," Ucap Clarissa lirih kepada Karen.
Karen terkekeh pelan menandakan dia mengerti maksud wanita disebelahnya itu.
"Kak Sasa suka sama Kak olen ya?" Bisik Karen.
Clarissa hanya menanggapinya dengan anggukan yang dibarengi oleh senyuman malu-malunya.
"KAK LAUREN!!! KAK SASA SUKA SAMA KAKAK!!!" Celetuk Karen tiba-tiba.
"Karen!!!" Seru Clarissa malu-malu.
"Hahaha. Kakak lucu," Ucap Karen.
...*...*...
Beberapa lama sudah Karen, Lauren dan Eren berada disana. Kini saatnya bagi mereka untuk berpamitan pulang.
"Tante, Om, Kak Sasa, kami pulang dulu ya. Aku sama Kak olen harus mempersiapkan untuk ujian minggu depan. Doakan kami lolos ya," Ucap Karen.
"Pasti. Kalian semangat ya. Tunggu aku di universitas dua tahun lagi," Ucap Clarissa kepada mereka.
"Bye bye semua." Pamit Karen sambil melambaikan tangan kepada mereka semua yang masih berdiri di pintu pagar mereka.
Karen dan keluarganya telah berlalu pergi. Mereka bertiga pun masuk ke dalam rumahnya. Muka Clara terlihat semakin pucat, bahkan wanita itu pun tak sanggup jika harus berjalan sendiri.
"Clara? Kamu gapapa?" Tanya Wisnu saat mendapati Clara yang hampir saja terjatuh. Beruntung dia berada disampingnya dan dengan sigap menolongnya.
"Aku gapapa. Aku hanya tiba-tiba merasa lemas saja. Bisakah kamu memapahku ke kamar?" Jawab Clara.
"Tentu. Sasa, buatkan vitamin yang diberikan oleh dokter dan buah-buahan untuk mama," titah Wisnu.
"Baik, pa." Sahut Clarissa.
Beberapa saat kemudian...
Clarissa telah selesai dalam melakukan tugasnya. Gadis berusia 15 tahun itu membawakan makanan spesial untuk ibundanya.
"Pah, mah Sasa sudah membawakan buah-buahan untuk mama. Mama cepat sembuh ya biar bisa jalan-jalan lagi sama Sasa dan papa," Ucap Clarissa menyemangati sang ibunda.
"Terimakasih Sasa. Sasa anak baik," Balas Clara dibarengi dengan kecupan di kening Clarissa.
...*...*...
Hari demi hari telah berlalu. Clarissa telah bersekolah selayaknya biasanya. Dia berangkat bersama teman sebangkunya yang bernama jasmine.
Jasmine adalah anak dari petani dari desa sekitar perumahan Clarissa di New York, Amerika Serikat. Gadis cantik yang sederhana itu selain memiliki paras yang cantik, dia juga baik hati, polos dan sangat menggemaskan. Jasmine adalah gadis paling cerdas disekolahan mereka dan terkenal sangat pendiam dikelasnya. Dia sering sekali dihina sebagai wanita cupu oleh rekan-rekannya seperjuangan.
Ting tong ting tong
Jasmine menekan bel yang tersedia di pintu gerbang rumah milik Clarissa dan menunggunya di depan.
Gradak
Seseorang membuka gerbang pintunya.
"Iya dek? Cari non Clarissa ya?" Tanya satpam rumah Wisnu.
"Iya paman. Sasa sudah siap?" Tanya Jasmine berbasa-basi.
"Jasmine, I'm here!" Seru Clarissa dari belakang satpam.
"Hai Sasa. Morning. Skuyy kita berangkat sebelum telat," Ucap Jasmine.
"Eits, jangan buru-buru. Kali ini, om dan tante yang akan nganterin kalian berdua, ya kan ma?" Sahut Wisnu tiba-tiba.
Clara hanya mengangguk menyetujui permintaan sang suami.
"Tumben. Papa ga ke kantor?" Tanya Clarissa.
Wisnu tersenyum dan menggeleng pelan.
"Enggak. Papa mau temenin mama ke rumah sakit untuk terapi," Jawab Wisnu.
"Jasmine dan Clarissa bantu doa buat Tante ya biar cepat sembuh," Ucap Clara.
"Tante memangnya sakit apa?" Tanya Jasmine.
"Sttt. Anak kecil ga boleh tahu. Yang terpenting Jasmine bantuin doa ya," Sahut Wisnu.
Mereka hanya terdiam disepanjang perjalanan. Canggung pun semakin terasa diantara mereka hingga mereka pun tiba si sekolahan mereka.
Jasmine dan Clarissa bersalaman dengan Wisnu dan Clara.
"Pa, ma(tante, om) kami masuk dulu," Ucap Jasmine dan Clarissa bersamaan.
Clarissa melambaikan tangan kepada kedua orang tuanya sambil berlalu pergi
"Hati-hati ya nak," ucap Wisnu.
Jasmine dan Clarissa memasuki sekolahan dan duduk dibangku mereka.
...*.....*...
"Ting tung ting tung. Jam istirahat telah tiba. Para siswa dipersilahkan untuk istirahat."
Bel jam istirahat pun telah berbunyi. Suara para siswa yang telah sangat bosan dengan segala aktivitas akademik di dalam kelas pun bersorak gembira mendengarnya. Senyum diwajah mereka menggambarkan betapa bahagianya mereka saat yang dinanti-nanti telah tiba. Semua orang berhamburan keluar untuk melakukan segala aktivitasnya.
"Guys, kalian tahu, sebentar lagi kita ga ada pelajaran lho. Ada pertandingan basket. Skuyy kita lihat. Gue mau dukung Tristan," Ucap seorang gadis yang diketahui sebagai bos geng disana.
"Asyik dong kalau begitu. Skuyy kita kesana bareng-bareng sekelas," Sahut gadis disebelahnya.
"Heh dua culun, kalian ikut lihat ga?" Tanya bos geng.
"Tentu saja. Siapa yang akan melewatkan kesempatan langka." Clarissa menatap mereka tajam.
"Cihh, dasar wanita miskin. Sok-sokan ngelawan padahal ga ada nyali," Ucap bos geng meremehkan.
"Ohh..."
"SEMUANYA DENGAR SINI!!! ULANG TAHUN KU SEBENTAR LAGI AKAN TIBA. AKU AKAN MENGADAKAN PESTA ULANG TAHUN DI RUMAH KALIAN TEPAT PADA TANGGAL 12 AGUSTUS JAM 19.00. JANGAN LUPA DATANG YA!!!" Seru Clarissa jengkel dengan penghinaan yang dilakukan oleh geng zalang itu.
Jasmine menarik-narik baju Clarissa yang sedang berdiri di atas meja.
"Sa, sabar. Mama kamu lagi sakit. Kalau kek gini, apa ga ganggu kesehetan beliau?" Bisik Jasmine lirih.
Astaga, kenapa aku bisa melupakan hal sepenting ini? Bagaimana ini?~Batin Clarissa.
Sepanjang perjalanan ke lapangan basket, wanita itu terus memikirkan bagaimana caranya untuk membatalkannya tanpa harus malu.
Satu bulan kemudian...
Karen dan Lauren diterima di dua universitas yang berbeda, karena memang mereka memilih jurusan yang berbeda. Karen mengambil jurusan International Relations di Harvard University yang terletak di kota Massachusetts, sedangkan Lauren mengambil jurusan bisnis, lebih tepatnya MBA di MIT Sloan School of Management. Alasan Lauren lebih memilih MIT University dibandingkan dengan Stanford University adalah karena dia tidak ingin berada di kota yang berbeda dengan adiknya. Hal tersebut yang menyebabkan mereka berdua harus terpisah, namun juga masih didekatkan oleh jarak. Eren pun yang tidak rela meninggalkan kedua anaknya sendirian, harus ikut pindah rumah ke dekat dengan kedua universitas tersebut.
"Kalian berdua anak-anak papa yang terhebat. Mama pasti bangga. Kalian belajar yang serius ya," Ucap Eren kepada kedua anaknya.
Lauren dan Karen telah bersiap dengan pakaiannya. Lauren terlihat sangat tampan dan gagah, sebaliknya Karen malah berdandan layaknya seorang wanita kutu buku.
"Btw, Karen kenapa tidak dandan yang cantik?" Tanya Eren.
"Universitas itu kejam kata teman-teman Karen dulu. Karen tidak ingin terlihat mencolok sebagai anak papa. Jadi, Karen mending nyamar aja," Ucap Karen berterus terang kepada sang Ayah.
Eren mengantarkan kedua buah hatinya ke kampus mereka masing-masing. Mulai dari Karen yang memang jarak kampusnya lebih dekat dibandingkan dengan kakaknya.
"Pa, Alen turun disini aja." Karen menepuk pundak Eren untuk menyuruhnya berhenti.
"Lho kenapa? Kan papa bisa antar sampai pintu gerbang?" Tanya Eren.
"Enggak pa. Kan Alen mau nyamar. Kalau sampai depan gerbang, ga jadi dong. Mobil papa terlalu keren," Jawab Karen jujur.
"Baiklah, kamu hati-hati ya jalannya." Eren menyodorkan tangannya, sedangkan Karen tidak lupa menyalaminya dengan sopan. Karen masih mengingat semua ucapan dan ajaran Kaira dimasa lalu.
"Dada papa, kak olen. Hati-hati dijalan!" Seru Karen kepada mereka. Gadis itu melambaikan tangannya ke arah Eren dan Lauren hingga mobil itu tak terlihat lagi.
...*....*...
Karen menyusuri jalan sekitaran kampus hingga dirinya tiba di gerbang kampus. Kampus yang megah nan mewah itu membuatnya mengerjapkan mata berkali-kali tanda rasa kagum sekaligus bangga dengan apa yang telah dicapainya. Walau hasil tesnya kemarin tidak sebaik bahkan jauh dari Lauren, setidaknya dia dapat diterima di salah satu perguruan tinggi terbaik di dunia. Itu adalah prestasi yang sangat patut untuk dibanggakan.
Karen menarik nafas dalam-dalam saat dirinya telah berada di dalam pintu gerbang. Gedung-gedung yang menjulang tinggi, pepohonan hijau nan rindang dan pemandangan yang tak pernah ia lihat di luar sana, serta hiruk pikuk kehidupan kampus terasa di depannya.
"Welcome to our new campus," Gumam Karen kepada dirinya sendiri.
Sayangnya, kenikmatan itu tak berlangsung lama saat sebuah motor keren bewarna merah melaju dengan kencangnya dan membuyarkan lamunannya.
Swoshhh...
Angin berhembus dengan kencangnya membuat Karen terpelanting hingga jatuh ke tanah.
"SIAL!!!" Umpatnya.
"SIAPA YANG NAIK MOTOR BARUSAN?!! KENCENG BANGET. GA NGERTI SOPAN SANTUN KAH?!!" Pekik Karen mengundang perhatian semua orang disana.
Pria yang dimaksudkan olehnya pun memarkirkan motornya dan turun dari sana, membuka helm dan memakai kacamatanya serta merapikan jasnya. Dia terlihat cool, namun juga arogan.
"Gue. Kenapa? Ga terima?" Ucap pria itu dengan gayanya yang arogan.
"Kamu ya. Sudah salah malah nyolot. Ga pernah diajarin tata krama apa? Lu sekolah bolos terus ya?!!" Ucap Karen sedikit meninggi. Tentu saja, gadis itu tak mau kalah darinya.
"Maaf. Saya adalah anak orang kaya. Mana level sekolah di sekolahan biasa. Home Schooling dong," Ucapnya menyombongkan diri.
"Kamu?!!" Pekik Karen sambil menahan emosi.
"Sudahlah, aku capek berurusan sama kamu. Bye." Karen berlalu meninggalkan pria itu sendiri disana.
"Yeee. Siapa juga yang mau ngobrol sama cewek jelek, cupu kek lu!!" Teriak pria itu kepada Karen yang telah berjalan jauh darinya.
"Bodo!!" Timpalnya.
"Vid, ayo kita balik kelas. Ga mood gue disini," Ucap pria itu kepada sahabatnya.
David hanya mengangguk dan mengikuti kemauan dari sahabatnya itu.
Sedangkan itu, disisi lain...
"Huh, sebal sebal sebal!!! Bisa-bisanya hari pertama kali gue ke kampus bertemu dengan pria setidak tahu malu seperti dia. Sombong amat jadi orang." Karen memaki peia itu dalam gumamannya.
Karen berjalan menyusuri seisi kampus dan dia mendapati tulisan yang mengarahkannya ke aula utama untuk meletakkan barang-barang yang dibawanya.
"Setelah meletakkan barang-barang, dimohon untuk segera berkumpul dilapangan," Ucap seorang wanita yang diduga merupakan anggota BEM disana.
"Baik kak." Jawab para mahasiswa baru serentak.
...*....*...
MIT Sloan School of Management, United States of America.
Lauren telah tiba di kampusnya. Berbeda dengan Karen, pria itu disambut hangat oleh para gadis cantik di pinggiran pintu gerbang. Mereka begitu lihat nama "Lauren William" langsung mengerti siapakah dia. Anak lelaki dari keluarga William yang sangat terkenal cerdas dan tampan dengan reputasi yang sangat baik dan tinggi di kalangan para gadis seusianya, dibawah usianya maupun diatasnya. Namun, hingga detik ini, tidak ada seorang wanita pun yang dikencani olehnya.
"Pa, Olen masuk dulu ya. Papa hati-hati." Lauren berpamitan kepada papanya dengan cara yang sama.
"Jangan nakal dan belajar yang rajin. Papa akan jemput kamu tepat pukul 5," Balas Eren.
Lauren hanya mengangguk sekali dan menunggu Ayahnya pergi berlalu begitu saja. Setelah melihat Ayahnya telah menghilang dibalik gedung-gedung didepan sana, pria itu berbalik dan berjalan memasuki gedung kampusnya.
"Selamat pagi tuan muda William," Sapa para gadis bersamaan.
Lauren tak menghiraukannya. Dia menatap dingin kearah mereka seakan acuh. Namun, para penggemar gilanya pun malah menganggap itu adalah hal yang mengagumkan.
"Ahh tuan muda tampan sekali," Ucap seorang gadis yang berdiri diantara barisan itu.
"Iya iya. Setelah melihatnya, dia bahkan lebih tampan dibandingkan di fotonya," Timpal temannya.
"Tapi katanya, dia adalah tipe pria yang sistercon lho," Ucap seorang gadis yang tiba-tiba datang ditengah-tengah mereka.
"Oh iya, aku bahkan tidak pernah melihat wajah adiknya. Di sosial medianya, adiknya selalu disensor atau diburamkan. Kenapa ya? Apa karena siscon?"
"Entahlah," Ucap gadis tersebut sambil berlalu pergi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!