Aku tidak menyangka bahwa disaat umurku sudah menginjak angka 25 tahun, yang mana sudah di kategorikan umur yang matang untuk menikah, aku malah di putuskan oleh pacarku. Sial*n… Dimana orang-orang sibuk mempersiapkan acara pernikahan mereka dengan kekasih tercinta, disini aku hanya duduk nelangsa di atas kasurku menangisi mengapa hal ini bisa terjadi pada hubunganku yang sudah berjalan 8 tahun lamanya dengan lelaki itu.
Aku tidak paham apa yang ada di pikirannya, apakah semudah itu dia melupakan semua pahit manis perjalanan yang telah kami lalui selama ini, apa yang membuat dia begitu cepat meninggalkan ku?
Pertanyaan demi pertanyaan setiap hari melintas di otak cantikku, dia adalah satu-satunya orang yang aku percaya, satu-satunya orang yang aku cinta dan satu-satu orang yang membuatku mau kalah.
Entahlah apapun alasannya, menurutku dia adalah orang yang paling jahat yang pernah ku temui. Tapi meskipun begitu, kadang ada secuil rasa rindu yang aku rasakan untuk nya.
Jika kalian tanya apa aku masih mau atau tidak bertemu dengan nya, jawaban nya adalah TIDAK. Walupun hanya sekedar mata bertemu mata tanpa adanya satu kata yang keluar dari masing-masing mulut kami.
Ada banyak alasan mengapa aku tidak ingin melihatnya walaupun hanya sedetik, bukan karna aku dendam, bukan karna aku benci, bukan karna aku sakit hati.
Ada beberapa hal yang sampai detik ini tidak bisa aku terima, tentang tangan yang selama ini aku genggam namun kini telah menggenggam tangan lain, tentang pundak kokoh tempatku bersandar kini dia menyingkirkan kepalaku demi untuk menyandarkan kepala orang lain, tentang perhatian yang selalu aku dapat namun kini telah di berikan kepada orang lain.
Sekarang semua itu bukan milikku lgi.
Lantas, atas dasar apa aku bisa berdiri di atas perasaan yang sama namun ragamu sudah bukan milikku lgi?
Huft… aku benar-benar tidak menyangka, kita yang dulunya sedekat Maghrib ke Isya, kini kita sejauh Isya ke Maghrib.
Ohh Hai semua, Astaga maaf sepertinya aku sudah terlalu panjang menulis kata pembuka. Perkenalkan namaku Airin Rahayu Sudirja, seorang gadis berumur 25 tahun, yang merupakan anak tunggal di keluargaku.
Hidupku bisa di katakan mulus seperti jalan tol yang baru di bangun, tanpa hambatan dan tanpa tangisan. Tapi, entah mengapa akhir-akhir ini hidupku menjadi agak drama, dimana aku selalu di rundung kesedihan, masalah pertamanya ialah masalah putusnya aku dengan dia, dan masalah selanjutnya ikut turut hadir menghiasi hari-hari ku yang suram.
Tapi tenang saja, cerita ini bukan tentang dirinya dan diriku lagi, bukan juga tentang bagaimana dia memutuskan ku dengan tega. Ini adalah tentang aku dan kehidupanku yang baru.
Pagi ini aku bangun dengan sangat bersemangat, pasalnya hari ini adalah hari dimana aku di undang untuk wawancara kerja di salah satu perusahaan besar di Ibukota. Perusaan yang selama ini aku impikan, tidak sembarangan orang bisa masuk kesana, harus melewati seleksi ketat jika ingin menjadi bagian dari perusahaan tersebut.
Ku poles sedikit pewarna di bibir mungilku, dan ku sapukan secuil bedak tabur di wajahku agar tidak terlalu tebal.
“Selesai, duh gugup banget ni gue” ucapku seraya memegang dada ku yang di gedor dari dalam oleh detakan jantungku. Pasalnya aku sangat gugup untuk menghadapi hari ini, ini adalah hari yang aku tungu-tunggu sejak lama jadi aku tidak boleh melakukan kesalahan sedikitpun.
*
“Tiiiiinnnnnn… Tiinnnnnnn…Tiiiiiiinnnnnn” sahutan demi sahutan kendaraan di jalan raya sungguh sangat memekakkan telinga, sudah terhitung 30 menit sejak aku berangkat dari rumah menuju tempatku wawancara kerja, jalanan pagi ini sangat padat di penuhi kerumunan kendaraan yang ingin menuju tempat masing-masing.
“Buset dah, kalo gini caranya bisa telat ni gue” ucapku gusar,
“Bang nyalip dikit kek ke sono, saya takut telat ini” ucapku pada abang ojek online pesananku.
“Yaelah mbak, kalo mau cepet ya lari jangan naik ojek” balas abang ojek itu ketus.
Aku memberengut kesal mendengar jawaban itu, pasalnya aku sudah hampir telat.
20 menit berlalu kini aku sudah berdiri di depan gedung yang menjulang tinggi bertuliskan “PRANATA’S COMPANY”.
Aku segera melesat menuju pintu lobi dan bertanya kepada resepsionis yang berjaga di depan.
“Mbak, maaf saya mau tanya, ruang interview karyawan baru dimana ya?” Tanya ku seraya memegang dadaku yang berdegup kencang karna lelah berlarian di campur dengan gugup.
“Eh.. d-di lantai 15 mba” ucap resepsionis seraya menunjuk elevator di sudut ruangan.
“Makasih ya mba” ucapku dan langsung berlari menuju pintu lift yang sebentar lagi akan tertutup.
“Tapi… mba… mba tunggu” teriak resepsionis itu padaku, entahlah mengapa dia meneriakiku, yang terpenting sekarang aku harus segera sampai di lantai 15.
Ting…..
Pintu lift terbuka, aku segera berlari menuju ruangan yang di maksud mba resepsionis tadi.
“Aduhh… ruangannya yang mana dah, ni pintu banyak banget, gue ketuk satu-satu apa gimana ni?” Gumamku karna bingung pintu mana yang harus ku ketuk.
Aku mondar mandir di depan sebuah pintu besar di hadapanku, “yang ini bukan sih, apa gue langsung masuk aja ya? Tapi kok disini sepi” tanyaku pada diri sendiri seraya mondar mandir tidak karuan.
Bughhhh….
“Auuuhh, duh mas kalo jalan liat-liat dong, Sakit ni kaki gue” aku menggerutu kesal karena baru saja di tabrak oleh dua orang yang entah siapa.
Aku menatap orang tersebut dengan sengit, “kalau anda mau cari kendaraan umum, di luar bukan disini!” Sergap salah satu dari mereka yang mukanya paling datar diantara dua orang tersebut.
“Maksudnya lo apa sih? Gue mau interview bukan mau cari ojek, lagian apaan sih sok banget jadi cowok” ocehku pada orang itu karna aku tidak mengerti apa yang dia katakan.
“Kamu…” tunjuk pria itu geram, lalu perkataannya langsung di potong oleh pria di sampingnya.
“Mba itu helm nya di copot dulu kali, ngapain interview pake helm. Emangnya mau interview sama alat berat hahaha” ucap orang yang satunya lagi.
Seketika aku memegang kepalaku, ASTAGA Airin! Kenapa ceroboh sekali sih, pantas saja mba resepsionis tadi meneriaki ku, sepertinya dia mau memberi tahuku pasal helm sialan ini.
“Astaga Dragon… sorry mas tadi saya buru-buru jadi lupa lepas helmnya muehehehe” ucap ku cengengesan.
“Eh mbakk… helm saya kenapa di bawa sih, saya capek naik ke sini mana kaga di kasih tips lagi” ucap abang ojek yang baru saja sampai di hadapan ku bersama mba resepsionis yang tadi.
“Hehehe maaf bang, tadi saya buru-buru banget jadi lupa lepas helmnya, maaf ya bang. Nanti tips nya saya kasih lewat aplikasi” ucapku meminta maaf kepada abang ojek seraya menyodorkan helm kepadanya.
“Bener ya mbak, saya tunggu loh” ucapnya
“Iyaaa, elahhh bawel banget ni abang-abang” ucapku kesal.
“Tadi saya mau ingetin mba kalo helmnya masih nyangkut di kepala, tapi mba nya udah ngacir duluan ke lift” ucap mba resepsionis tadi.
“Iya mba makasih ya” ucapku padanya.
Dua orang yang menabrakku tadi hanya diam melihat interaksi kami lalu berlalu pergi dengan tatapan datar.
“Dih sok banget mukanya” ucapku kesal melihat eksperesi salah satu dari mereka.
Lalu aku beralih menatap resepsionis tadi “ohiya mba, ruang interviewnya di sebelah mana ya?” tanyaku.
“Itu mba, di sudut sebelah kiri” tunjuk resepsionis tersebut.
Aku ber-oh ria mendengar nya “trus kalo yang pintunya segede gerbang sekolah ini ruangan apa ?” tanyaku sambil menujuk ruangan berpintu besar bak pintu istana yang sejak tadi membuatku penasaran.
“Itu ruangan CEO kami mba, jangan coba-coba mendekat ke sana, nanti panjang urusannya” ucap resepsionis tersebut agak berbisik.
“Emangnya kenapa?” Tanyaku penasaran.
“Em.. nantilah mba pasti tau sendiri kalo udah jadi karyawan sini” ucapnya.
Aku hanya mengangguk ngangguk mendengar perkataannya lalu seketika tersadar akan tujuanku datang ke tempat ini. “Astagaaa.. mba sayakan mau interview, aduhhh mati gue, saya permisi duluan ya mba” ucapku seraya melesat menuju pintu yang di tunjuk resepsionis itu sebelumnya.
***
Hallo semua…
Ini novel terbaru aku, jangan lupa like, komen dan vote ya.
Berkomentarlah dengan kata-kata positif❤️
Next ga nih ??
Aku berdiri di depan sebuah pintu berwarna coklat gelap tempat interview berlangsung. entah kenapa aku begitu gugup, rasanya lebih gugup daripada akan di lamar seseorang.
Cih… boro-boro di lamar, di putusin iya.
Aku segera mengetuk pintu itu dan mendorongnya perlahan, ku sembulkan kepalaku untuk melihat suasana di dalam ruangan itu terlebih dahulu.
“Silhkan masuk Airin” ucap seorang pria yang sedang berdiri di samping sebuah kursi single besar yang sedang si putar ke belakang, mungkin kursi tersebut ada yang mendudukinya, entahlah akupun tidak tahu karna kursi itu sangat besar dan tinggi.
“Eh” aku kaget melihat pria tersebut, pasalnya tadi sebelum masuk kesini kami sudah bertemu diluar dan ku putar kembali ingatanku ketika aku berdebat dengannya, ternyata dia adalah interviewer nya.
“Silahkan duduk” ucap pria itu lagi.
“Terimaksih pak” ucapku pelan karna nyaliku sudah ciut.
“Santai aja Airin tidak usah tegang, saya ga gigit kok” ucap pria itu, sepertinya dia orang yang ramah dan mudah bergaul dengan orang baru.
“I-ya pak, sebelumnya saya mau minta maaf atas kejadian yang di luar tadi, maaf karna saya sudah berbicara tidak sopan” ucap Airin tulus.
“Tidak masalah, hal tersebut sudah biasa apalagi sedang buru-buru” ucap pria itu.
“Perkenalkan nama saya Rey, Asisten pribadi CEO perusahaan ini” ucap pria tersebut akhirnya memperkenalkan diri.
“Jadi apa motivasi kamu melamar di perusahaan ini?” Pertanyaan klise yang selalu akan keluar dari interviwer.
Aku menjelaskan secara detail motivasi dan keinginanku bekerja di perusahaan Pranata’s Company ini. Ya sebenarnya simple saja, karna perusahaan ini selevel dengan perusahaan internasional, sehingga aku bisa merasa keren jika bekerja disini, apalagi posisi yang aku lamar sebagai Sekretaris CEO. Namun, tentu saja aku tidak mengatakan yang sebenarnya, nanti bukannya malah di terima tapi malah di lempar dari lantai 15 ini.
Kata demi kata aku rangkai sedemikian rupa dan berusaha berbicara dengan percaya diri yang penuh agar aku bisa lolos menjadi karyawan disini, tapi sebuah kalimat dengan satu tarikan nafas membuatku seketika tercekat.
“Baru interview saja sudah terlambat, bagaimana jika sudah bekerja disini, TIDAK DISIPLIN !” Ucap seseorang yang tiba-tiba memutar kursi single tadi sehingga menghadap tepat di depan wajahku.
“Tidak disiplin dan tidak sopan !” Lanjut pria tersebut dengan menekankan kata tidak sopan.
Wajahku seketika pias ketika melihat wajah pria yang sedang menatapku dengan tajam itu, dia adalah pria bermuka datar yg sempat beradu mulut dengan ku di luar tadi.
Apa dia CEO disini, lancang sekali aku sudah marah-marah kepadanya tadi, aduhhh bodoh sekali kau Airin.
“Ma-maaf pak, saya tadi terjebak macet dijalan dan mohon maaf atas kelancangan mulut saya pak, tadi saya benar-benar sedang terburu-buru menuju kesini” ucapku menyesal, hanya itu yang bisa ku katakan padanya, tidak ada bantahan-bantahan kecil yang bisa ku keluarkan karna semua ini murni kesalahanku.
“Kamu tidak di terima bekerja disini, silahkan keluar!” Ucap pria itu dengan lantang.
Aku diam mematung mendengar perkataan pria yang baru aku baca namanya di papan nama di atas meja “ARYA SENA PRANATA” seorang CEO muda di Pranata’s Company, laki-laki tegas dan dingin dengan semua orang tanpa pandang bulu, tak tergapai dan tak tersentuh. Sebenarnya aku pernah mendengar namanya dari orang di sekitarku, tapi aku tidak tau bagaimana wajahnya.
“Tolong kasih saya kesempatan pak, saya akan buktikan kalo saya layak bekerja disini” aku memohon pada pak Sena.
Bukannya aku sok kenal tiba-tiba menyebutnya pak Sena, itu karena aku pernah mendengar orang-orang menyebut nama Sena sebagai CEO sekaligus pewaris tunggal dari perusahaan ini, namun lagi-lagi aku tidak tau bagaimana bentuk wajahnya.
“Tidak, saya tidak suka karyawan yang tidak disiplin. Rey usir dia” ucap Pak Sena mutlak.
“Tapi pak apa tidak sebaiknya kita pertimbangkan dulu, mengingat kita belum mewawancarainya secara mendalam.” Ucap Pak Rey membelaku.
“Bawa dia keluar” ucap pak Sena.
Aku menunduk dan segera beranjak dari kursi menuju pintu keluar, “saya permisi pak” ucapku lemah.
Aku berjalan menelusuri lorong di lantai 15 itu tanpa terasa air mataku menetes, karena kebodohanku sendiri sengingga aku tidak bisa melanjutkan wawancaraku yang sudah ku nanti-nanti selama ini.
Aku memilih duduk terlebih dahulu di sebuah kursi tunggu di depan sebuah ruangan, aku terlalu lemah untuk turun kebawah dan mencari angkutan amum.
*sementara di sebuah ruangan*
“Sen lu coba dulu lah si bocah helm, siapa tau dia berkompeten kan kita kaga tau, lu maen suruh pegi aja tu bocah” ucap Rey pada sahabatnya Sena.
Rey dan Sena sudah bersahabat sejak mereka SMA, Rey adalah orang yang selalu ada di jatuh bangunnya perjalanan karir Sena. Jadi jika ada orang yang paling mengerti sifat Sena itu adalah Rey, bahkan kedua orang tua Sena pun tidak begitu paham dengan sikap dingin anak semata wayang mereka.
Hal tersebut karena kesibukan kedua orang tua Sena, Sena tidak begitu dekat dengan mereka karena sejak kecil Sena sering di tinggal untuk perjalanan bisnis ke luar negeri, sehingga Sena sering di tinggal bersama pengasuhnya saja.
“Gue gak suka sama orang yang kurang ajar” ucap Sena
“Yaelah, dia gitu karena buru-buru kali, lo aja kalo lagi buru-buru trus di tabrak pasti marah, iyekan?” Ucap Rey terus membela Airin.
“Potensi seperti apa yang harus kita gali lebih dalam dari perempuan bawel seperti itu” ucap Sena karena dia benar-benar tidak suka pada gadis itu.
“Ada satu hal penting yang belum gue sampaikan ke lo” ucap Rey menggantung.
“Apa” ucap Sena penasaran.
“Dia adalah kandidat terakhir yang berhasil sampai di tahap interview dengan CEO, jadi otomatis ga ada lagi yang dateng interview besok. Kita coba dulu lah, yang gue liat dari cara dia menjelaskan motivasinya tadi kayanya cocok jadi sekretaris lo, ngomong nya tegas, lugas dan kata demi katanya juga jelas. Ayolah gue cape nyariin sekretaris buat lo, mana kaga dapet-dapet lagi, mereka pada kabur setelah lo bentak mereka” jelas Rey yang sudah hampir frustasi mencarikan sekretaris yang cocok untuk bosnya itu.
Sena menimbang-nimbang apakah gadis bawel itu akan cocok untuk jadi sekretarisnya, tapi melihat dia sudah menjelaskan dengan sangat bersemangat dan langsung di patah kan oleh Sena tadi rasanya ada rasa sedikit kasian.
Memang benar Sena mengakui kelugasan Airin dalam menjawab semua pertanyaan Rey, saat dirinya belum memunculkan wajah datarnya tadi.
“Yasudah kita coba dulu 1 bulan, kalau kinerjanya tidak bagus langsung pecat dia” ucap Sena memutuskan.
Rey mengangguk lalu segera berlari keluar ruangan untuk mengejar gadis itu, sepertinya dia belum begitu jauh, atau bahkan masih di dalam lift.
Rey menyusuri lorong di lantai 15 mencari keberadaan Airin, langkahnya terhenti ketika melihat seorang gadis sedang duduk sambil menyapu air matanya.
“Airin” panggil Rey pada gadis itu.
Airin mendongakkan kepalanya melihat asal suara itu, “eh pak Rey maaf pak saya akan segera pergi, tadi saya cuma numpang duduk sebentar, permisi” ucap Airin seraya beranjak dari kursi tunggu itu.
“Tunggu” tangan Rey menahan pergelangan tangan Airin.
“Kamu di terima bekerja di perusahaan ini” ucap Rey yang membuat mata Airin berbinar.
“Hah, Yang bener pak? Tapi tadi kata Pak Sena saya tidak di terima” ucap Airin antara percaya dan tidak percaya.
“Beliau berubah pikiran, kamu dapat kesempatan untuk uji coba selama satu bulan, kalau kinerja kamu bagus kontraknya akan di perpanjang. Besok kamu sudah bisa mulai bekerja, datanglah tepat waktu” ucap Rey dan segera berlalu dari hadapan Airin.
Rey minggalkan Airin dalam keadaan mulut menganga untuk beberapa saat. Tanpa sadar Airin melompat kegirahan dan meninju angin kosong di hadapannya.
“Yes… yes… yesss…., ini beneran ni? Gue di terima kerja disini? Gue mimpi gak sihh?” Tanya Airin pada dirinya sendiri.
“Awww” Airin mencubit lengannya sendiri untuk memastikan dia tidak sedang bermimpi. “Sakit banget, Eh berarti ini beneran dong, Terimakasih Semesta. Uhuyyyyy” teriak Airin kegirangan seraya menadahkan tangannya setinggi kepalanya seperti sedang berdoa.
Sedangkan diruangan tempat Sena berada, dia sedang melihat ke monitor yang menampikan rekaman CCTV yang sedang berlangsung saat ini, dia memperhatikan semua pergerakan Airin di layar itu.
“Dasar orang aneh” cibir Sena dan segera mematikan komputernya.
***
Gimana guys kalian suka ga?
Maaf ya kalau agak aneh cerita nya atau kalian ga suka.
Berkomentarlah dengan kata-kata positif❤️
Disebuah caffe tak jauh dari Pranata’s Company duduk seorang wanita masih dengan setelan untuk wawancara kerja sedang bercengkrama dengan seorang wanita sebayanya.
“Gila Yur gilaaa, ini adalah hari yang paling membahagiakan di hidup gue” ucap Airin dengan sangat menggebu-gebu.
“Apaan si lo ga jelas banget, kesambet apaan lo” ucap Yuri sahabat Airin sejak kecil.
Mereka sudah bersahabat sejak mereka berumur 10 tahun, rumah mereka dulunya bersebelahan, tapi 5 tahun setelahnya Yuri pindah rumah. Tapi, meskipun begitu mereka tetap rutin bertemu dan bermain bersama, mereka juga satu kampus saat kuliah dulu. Saat ini Yuri bekerja di perusahaan fashion terbesar di Jakarta.
“Gue…. Di terima kerja…. Diiiiiii” ucap Airin putus-putus agar Yuri penasaran setengah mamp*s.
“Dimana? Jangan buat penasaran lah anjir, gua tabok juga lo” ucap Yuri jengkel.
“Coba tebak” ujar Airin sok misterius.
“Ribet banget si lo, dimana sih? Counter HP?” Yuri mencoba menebak.
“Ish… yang srius dong nebaknya” ucap Airin.
“Ya dimana, gue ngga tauu, buruan kasih tau” desak Yuri yang sudah penasaran dari tadi.
“Di PRANATA’S COMPANY!!!!” ucap Airin setengah berteriak dan melakukan gerakan heboh ala cewek-cewek pada umumnya sehingga banyak pengunjung caffe tersebut menoleh padanya.
Mendengar itu Yuri membulatkan matanya dan menutup mulutnya dengan terlapak tangan nya sendiri.
“OMG… serius lo? Lo ga lagi halukan ?” Tanya Yuri kaget dan setengah tidak percaya. Karena setahunya untuk masuk ke Perusahaan itu sangatlah sulit.
“Enggaklah gila ini beneran, sumpah gue seneng banget Yur, mimpi gue bener-bener jadi kenyataan” ucap Airin lagi-lagi dengan senyum bahagianya.
“Alhamdulillah deh kalo gitu, lo jadi ga nganggur lagi dan ga ngerecokin gue pas lagi kerja” Yuri sebal jika sahabatnya ini sudah memaksa untuk menemaninya pergi, sedangkan dia masih ada jam kantor.
“Kaga lagi deh Yur, lo bebas sekarang” ucap Airin.
“Yar Yur Yar Yur, masih aja ya lo manggil gua Yur, jijik gue dengernya. Panggil nama gue dengan lengkap, YURI” tegas Yuri karena dia sudah sangat muak mendengar Airin memanggil dirinya dengan menghilangkan satu huruf dari namanya.
“Yaelahhhhhh, biar cepet kali,” kilah Airin tak mau kalah.
“Pala gue yang cepet meledak ngadepin lo” ucap Yuri sudah benar-benar frustasi.
“Eh tapi Rin, lo udah tau belom gosip tentang CEO nya?” ucap Yuri setengah berbisik.
Airin mendekatkan wajahnya ke Yuri guna mempermudah perghibahan mereka yang sebentar lagi akan segera berlangsung.
“Gosip apaan?” Tanya Airin penasaran.
“Emang lo ga cari tau dulu soal CEO nya? Banyak kali di akun lambe lambean soal Pak Sena yang suka main gila sama cewek.” Yuri memberitahu apa yang dia lihat di media sosial mengenai Sena.
“Kaga, gue kaga tau. Lagian ni Yur gue ga peduli dia mau main gila sama cewek kek, main gila sama cowok kek, banci kek, gue kaga peduli. Yang penting gue dapet kerja, biar ga jadi beban keluarga lagi” jelas Airin yang sama sekali tidak perduli dengan gosip yang beredar, yang terpenting baginya dia sudah mendapatkan pekerjaan, ya walaupun masih dalam masa uji coba.
“Yakin lo? Nanti kalo lo yang di incer gimana? Kan masuk ke sono kaga gampang Rin, nah lo kok bisa mudah banget masuk ke sana” ujar Yuri yang masih meyakinkan Airin.
“Mudah pala lo empuk, gue kudu harus musti nangis dulu biar bisa masuk ke sono” kilah Airin tidak terima, karena dia selama ini sudah berusaha keras untuk melewati tahapan demi tahapan seleksi masuk ke perushaan itu, dia harus rela menghabiskan waktu weekand nya demi untuk belajar dan terakhir dia harus nangis karena kebodohannya sendiri sampai akhirnya dia diterima.
*
Pagi ini aku sudah bangun sebelum adzan subuh berkumandang. Aku tidak mau mengambil resiko terlambat lagi seperti kemarin. Setelah mandi dan sholat subuh aku langsung bersiap pergi ke kantor tempatku bekerja sekarang.
Aku sudah duduk dibonceng oleh abang ojol dan untungnya jalanan pagi ini tidak begitu padat seperti kemarin. Setelah sampai di kantor tidak lupa aku memberikan ongkos beserta helm kepada abangnya, takut nanti kejadian kemarin terulang kembali.
Setelah mengurus semua keperluan kontrak kerja di bagian HRD aku segera bergegas naik ke lantai 15 untuk menemui CEO Perusahaan ini.
Harus ku akui bahwa aku lumayan gugup untuk menjalani hari pertama kerja ku, seperti ada tangan yang mengetuk- ngetuk dadaku dari dalam.
Aku sudah sampai di depan pintu berukuran besar yang penuh dengan ukiran bernuasa emas, ku ketuk lalu ku dorong perlahan hingga terbuka sedikit, aku melongokkan kepalaku untuk melihat suasana di dalam.
“Silahkan masuk” ucap Pak Rey yang sedang berada di dalam ruangan tersebut, disana tentu saja dia bersama Pak Sena yang mukanya selalu saja datar seperti papan karambol.
‘Ya Allah kenapa muka Pak Sena serem amat ya’ gumam ku dalam hati karena tatapan Pak Sena begitu mengintimidasi.
“Selamat datang Airin, ayo aku tunjukkan ruang kerjamu” ajak Pak Rey menuju ke sudut ruangan besar ini. Akupun membungkukkan badanku guna meminta izin kepada pak Sena terlebih dahulu untuk mengikuti pak Rey.
Ruang CEO ini bisa di ibaratkan sebuah rumah berukuran 20x30, Ya luas sekali. Dan ruang kerjaku berada di ujung ruangan ini, sebuah ruangan mini yang di lapisi kaca bening sehingga saat aku mengupilpun dapat terlihat dari meja kerja Pak Sena.
“Nah kamu bisa menempati ruangan ini, segala keperluan sudah tersedia semua, jadi kamu tinggal menempati saja. Saya akan menjelaskan sedikit tentang pekerjaan kamu” ujar Pak Rey.
Aku mengguk dan sangat berkonsentrasi mendengarkan penjelasan beliau, agar tidak terjadi miskomunikasi nantinya. Untuk berjaga-saja saja, karna aku belum mengenal pasti seperti apa Pak Sena yang sebenarnya, mengingat sikapnya begitu dingin dan perkataannya sangat menusuk hati. Huft…. Sepertinya aku harus benar-benar menyiapkan mental untuk ini.
“Yang pertama, tugas kamu setiap pagi adalah memberi tahu kepada Pak Sena tentang apa saja jadwal beliau pada hari itu, lalu kedua buatkan kopi dengan takaran 1:1, ingat jangan lebih dan jangan kurang” ucap pak Rey mengigatkan yang ku jawab dengan anggukan saja.
“Ketiga jika ada meeting di luar kantor kamu harus menyiapkan segala keperluan yang akan di bawa, lalu siapkan makan siang pak Sena, dan ingat beliau tidak menyukai makanan yang ada daun seledrinya, jika kamu sampai lupa maka jangan salahkan saya jika pak Sena akan murka” aku meringis mendengar penuturan Pak Rey, apakah hanya karna daun seledri bisa membuat seseorang menjadi murka.
“Ba-baik pak, saya akan sebisa mungkin menjalankan semua tugas saya dengan baik” ucap ku terbata karena sudah lemas duluan mendengar wejangan pak Rey.
“Hmm bagus kalo kamu sudah mengerti, kamu hanya perlu nurut Airin maka hidupmu akan tenang saat bekerja disini” ucap pak Rey agak berbisik.
Aku mengerutkan dahi, tenang? Apa maksudnya. Memangnya aku akan merasakan guncangan seperti apa saat berada disini. Ya terlepas dari sikap Pak Sena yang dingin itu sih.
“Rey” suara berat menggema di penjuru ruangan, yaa itu suara pak Sena yang memanggil asistennya. Sepertinya kami sudah terlalu lama berbincang sehingga pak Sena lelah menunggu.
Pak Rey segera keluar menuju meja kerja pak Sena, aku tidak tau apa yang mereka bicarakan karena aku sibuk menata meja kerjaku dan menghidupkan tablet yang berisi jadwal-jadwal yang akan di jalankan oleh Pak Sena.
***
Maaf ya kalo kurang menarik, tetep dukung ceritaku ya.
Berkomentarlah dengan kata-kata positif❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!