NovelToon NovelToon

THUNDEROUS

COMING SOON!

Selamat datang kembali para penggemar UNLUCKY. kali ini kita biasakan dengan kata THUNDEROUS lagi ya, hehe. Bagaimana Akhir dari cerita UNLUCKY?! semoga tidak mengecewakan ya ... dibuat jadi open ending karena memang kisah yang akan terus berkelanjutan.

THUNDEROUS akan resmi saya UP pada tanggal 20 Agustus 2022. Tepat satu minggu setelah UNLUCKY tamat. Ingin istirahat seminggu saja dulu setelah menamatkan UNLUCKY. Tapi tenang saja, chapter season 2 sudah sedia hanya saja belum diterbitkan.

Saya ingin melanjutkan juga Novel 'PREMAN PERMEN' sedikit selama istirahat dari UNLUCKY. Entah kenapa saya tidak ahli kalau menulis cerita yang berbeda dalam waktu yang sama. Terkadang saya kehilangan feelnya dengan tokoh dan juga tidak tenggelam masuk dalam cerita. Karena teralihkan oleh cerita dan tokoh yang lain. Makanya saya hanya bisa fokus dengan satu cerita saja. Mendekatkan diri dengan karakter dan cerita yang sedang saya buat daripada menulis karakter baru dan cerita baru.

Jujur saya iri dengan penulis yang bisa menulis banyak cerita sekaligus. Karena bagi saya itu sangatlah sulit.

Okey, itu saja ... hehe.

Mungkin selama seminggu menunggu bisa membaca ulang UNLUCKY lagi atau mampir ke 'PREMAN PERMEN' juga bisa✌️😁

Sampai jumpa minggu depan ....👋🖐️

Chapter 1 : Soulmate

Bulu mata lentik berwarna hijau itu kelihatan bergerak seiring pergerakan dari bola mata yang masih tertutup kelopak mata. Pemilik mata indah itu adalah Felix, memang tidak sesuai dengan image dan ekspresi wajahnya yang judes.

Perlahan mata Felix dibuka, hal pertama yang dilakukannya adalah langsung menutupi dan melindungi matanya untuk menghindari sinar bulan dari jendela kamar yang bersinar begitu terang menyilaukan lebih dari matahari pagi.

Sejenak, Felix memang mengira kalau sedang ada di Mundclariss tapi setelah sepenuhnya sadar. Barulah Felix melihat sekeliling, "Aku di Mundebris?! kukira aku di Rumah Banks ...." Felix masih melihat ada sedikit butiran seperti debu berwarna hijau disekitarnya karena terkena cahaya bulan. Kamar itu terasa begitu asing bagi Felix.

Felix mulai bangun dari tempat tidurnya, memindahkan selimut yang entah berapa lapis karena begitu tebal dan menumpuk banyak seakan Felix tenggelam dibawah selimut tadinya. Felix duduk di pinggir tempat tidurnya dan merasakan nyeri yang menggelitik dikepalanya secara tiba-tiba.

Keadaan Felix yang dirasakan saat ini seperti komputer yang baru saja dinyalakan tapi sudah dipaksa melakukan banyak hal dan akhirnya semua proses melambat.

Jantung Felix dirasakan memompa begitu cepat, mengalirkan darah keseluruh tubuh seperti sedang lomba lari padahal jelas-jelas Felix sedang duduk. Napas Felix yang keluar terasa panas tapi keringatnya terasa dingin jika disentuh. Felix berpikir itu karena tangannya saja yang dingin.

Walau dengan keadaan yang tidak normal bagi Felix untuk rasakan, tetap saja dipaksakan untuk berdiri. Felix tidak mau menunggu dirinya terbiasa dengan tubuh barunya itu. Lebih memilih memaksa dirinya untuk praktek langsung tanpa latihan terlebih dahulu. Seakan bayi yang langsung sudah berjalan tanpa melewati tahap merangkak terlebih dahulu.

"Ini dimana?!" Felix masih belum bisa mengetahui dimana sekarang dirinya berada menjadi masalah utama baginya dibanding tubuhnya yang terasa asing.

Saat berjalan keluar kamar, Felix kesusahan menahan kakinya berjalan begitu cepat. Felix tidak tahu kalau untuk berjalan normal seperti biasanya begitu sulit dilakukan sekarang. Matanya juga tidak melihat seperti biasanya, seperti kamera berkualitas tinggi untuk memperbesar semua yang dilihatnya seketika itu juga. Tapi karena itu juga Felix merasakan pusing yang luar biasa dan sulit menjaga keseimbangan.

Rumah itu begitu besar dari yang dibayangkan Felix, untuk mencari jalan keluar saja dirinya kesusahan. Karena begitu banyak lorong dengan pencahayaan yang minim khas Mundebris. Tidak seperti di Mundclariss jika lampu menyala di malam hari begitu terang sehingga apapun bisa terlihat jelas disegala sudut tempat.

Mundebris yang hanya menggunakan batu permata yang bersinar atau Stelumina tanpa listrik tentunya sangat berbeda dengan Mundclariss yang serba menggunakan teknologi. Di Mundebris lebih memilih apa yang sudah tersedia di alam untuk digunakan.

Felix sudah mulai kehilangan kesabarannya, daritadi mengitari lorong dan belum menemukan jalan keluar juga. Seperti hanya terus berputar-putar di tempat yang sama dan Felix tidak suka perasaan itu. Menyesali diri kenapa tadi tidak melompat saja turun dari jendela kamarnya dan sekarang untuk pulang ke kamarnya juga dia sudah tidak tahu haru ke arah mana. Hingga akhirnya kaki Felix menabrak sesuatu, Felix kehilangan kesabarannya dan menendang dinding yang ada disampingnya.

Jalan keluar terlihat, Felix berhasil walau dengan cara yang salah dan juga tidak diduganya itu. Menghancurkan hampir setengah rumah hanya untuk menemukan jalan keluar menurut Felix itu berlebihan. Tidak menyangka kalau kekuatannya meningkat begitu pesat.

...****************...

Cain dengan baju tanpa lengan menenteng keranjang berisi buah-buahan tidak serasi dengan otot lengannya yang terekspos. Rambut pirangnya juga yang sudah mulai panjang terurai bagaikan perempuan kalau dari belakang tapi kalau dari samping, ototnya langsung merusak pemandangan. Usia tubuh fisiknya itu sangat tidak cocok dengan otot yang sekarang didapatnya.

"Bayar!" kata Pohon dengan nada dingin dan mengangkat tinggi-tinggi dahannya agar tidak disampai oleh tangan Cain.

"Cuma satu untuk dijadikan kipas juga, pelit ...." kata Cain mau mengambil satu daun yang ada di sebuah pohon karena kepanasan.

"Ambil yang jatuh saja!" kata Pohon itu tidak mau tahu.

"Mana bisa?! basah dan hancur tidak berbentuk begini?!" teriak Cain protes meninju batang pohon itu.

"Membujuk saja tidak akan menyelesaikan masalah apalagi kekerasan!" kata Pohon itu masih tidak mau mengalah.

"Hahh ...." Cain kesal bukan main, merasa sangat tidak adil. Kalau di Mundclariss bebas melakukan apapun pada tanaman dan hewan sesuka hati. Tapi di Mundebris, mereka hidup dan menentukan hak mereka sendiri juga seperti layaknya Quiris lainnya.

"Oh, itu ...." Pohon itu kelihatan teralihkan oleh sesuatu dan menurunkan pengawasannya hingga Cain menarik daunnya tanpa disadari oleh Pohon karena masih terpesona dengan apa yang dipandanginya itu.

Cain begitu senang bisa mendapatkan kipas yang diinginkannya dan melihat arah pandang Pohon itu. Penasaran apa yang membuatnya teralihkan begitu. Tapi setelah Cain melihat apa yang Pohon itu juga lihat. Daun yang tadi sangat diinginkannya itu dibuang begitu saja dan mulai berlari. Membuat buah-buahan di keranjangnya berjatuhan di jalan. Anaevivindote merasa mendapat keberuntungan karena melihat buah-buahan berjatuhan di jalan. Buah-buahan yang menggelinding di jalan itu segera menjadi rebutan oleh Anaevivindote. Disaat Cain masih terus berlari dengan kecepatan tinggi dan wajah yang berseri-seri. Sedangkan Plaevivindote mengeluh karena buah-buahan besar itu mengenai mereka.

Bulan purnama yang tadinya memiliki cahaya begitu redup kini terlihat begitu cerah dan bersinar begitu terang. Entah bagaimana Cain bisa melewatkan moment bersejarah itu. Terbangunnya Felix sebagai Caelvita Resmi setelah peperang besar pertamanya.

"Aku akan memeluknya sampai dia tidak bisa bernapas ...." kata Cain sudah tidak sabar karena melihat Rumah sudah ada di depan matanya.

Tapi ledakan terjadi dari dalam rumah, kepingan bangunan dari bagian rumah terlempar kesegala arah. Memperlihatkan Felix yang berada di pusat terjadinya ledakan itu. Tanpa diselidikipun, sudah bisa ditebak kalau Felix lah yang menyebabkan hal itu.

Cain membuang keranjang yang buahnya tinggal sedikit, "Tidak, aku akan membunuhnya saja!" Cain kesal bukan main melihat Felix baru bangun sudah menghancurkan rumah setengah, "KUBUNUH KAU!!!" teriak Cain terbang menuju tempat Felix berada.

Felix tidak bisa menolak ataupun melawan karena pada dasarnya dirinya memang bersalah, "Tunggu ... aku bisa jelaskan!"

"Jelaskan?!" Cain sudah melayangkan pukulan pada pipi Felix dan menarik kerah baju Felix untuk dilemparkan keluar rumah dimana bagian rumah banyak berserakan akibat ulah Felix sendiri.

"Cain ... aku tidak sengaja!" Felix mencoba meminta maaf tapi Cain tidak memberi kesempatan. Kali ini Cain melayangkan tendangannya pada perut Felix.

"Kau mau membuatku pingsan padahal baru saja sadar?!" Felix dengan suara menahan sakit.

"Ini rumah yang dibuat sendiri oleh ayahku untukku! bagaimana bisa kau merusaknya sementara baru saja bangun, hahh?!" Cain dipenuhi emosi.

"Ah, ini rumah ... pantas saja aku tidak kenali." Felix tidak bisa merangkai kalimatnya dengan baik antara masih menahan sakit dan baru memperhatikan rumah itu dengan baik dari luar, "Tapi tidak ada unsur Aluiasnya sama sekali ...."

"Sekarang kau malah mengomentari dan menilainya?!" Cain makin kesal saja.

Felix tidak ada niat seperti yang dipikirkan Cain. Tapi sepertinya Cain tidak akan mendengarkan apapun alasan dari Felix. Bahkan memberi waktu untuk Felix menjelaskanpun sepertinya mustahil. Tiap mulut Felix akan dibuka, Cain sudah melayangkan serangan.

"Apa-apaan ini?!" Ayah Cain datang ditengah-tengah mereka dan memukul mundur mereka berdua hanya dengan menggunakan ayunan tangan ringan di masing-masing dahi Felix dan Cain.

"Lihat apa yang telah dia lakukan?!" Cain heboh menunjuk rumah yang kelihatan hancur seperti rumah yang tidak layak huni lagi.

"Bisa diperbaiki juga ... apanya yang jadi masalah?!" kata Ayah Cain heran dengan sikap berlebihan Cain.

"Ayah memihak Felix?!" Cain berteriak heboh.

"Kalau iya memangnya kenapa? kau mau mengajakku berkelahi?!" tanya Ayah Cain melihat Cain yang begitu dipenuhi emosi dan tidak terkendali seperti sedang menantangnya tanpa takut sama sekali dengan tatapan dan suara yang tidak main-main.

...-BERSAMBUNG-...

Selamat datang kembali pembaca UNLUCKY!🤗

Seminggu menunggu, semoga terbayarkan dengan chapter pertama ini ya☺️

Kembali lagi deh perjuangan untuk kontrak dimulai, tapi rasanya bukan lagi mulai dari 0. Sudah terbiasa dengan menulis tiap hari. Seperti sudah menjadi kebiasaan, hobby yang menjadi healing dikala stres mengerjakan skripsi.

Walau kadang stuck juga sih, kehabisan ide. Tapi sudah tidak sesulit saat UNLUCKY dulu. Kali ini sudah lebih mudah, memang yang pertama itu yang sulit dan memulai juga yang sulit. Tapi setelah yang kedua dan sudah lama dijalani, semuanya terasa sudah menjadi kebiasaan.

Lagi-lagi, sepertinya menulis memang adalah jalan ninjaku🤣✌️

Chapter 2 : Markas Caelvita-119

Cain mulai meredakan emosinya dengan pertama-tama menstabilkan pernapasannya terlebih dahulu. Masih ditempat yang sama tanpa berpindah sedikitpun karena dilarang oleh Ayahnya.

"Kau tahu?! kau itu punya emosi yang sangat buruk sekali!" kata Ayah Cain sambil memunguti bagian rumah yang berserakan. Cain hanya duduk bersila dan bersedekap lengan cemberut mendengar hal itu. Felix ingin membantu tapi dilarang, "Tidak, Yang Mulia baru saja sadar ...."

"Informal saja, saya temannya Cain." kata Felix untuk pertama kalinya merasa sangat canggung disebut dengan gelar itu.

"Bagaimana bisa informal kalau yang menyuruh juga masih formal ...." kata Ayah Cain tersenyum.

"Ah, saya ... aku temannya Cain, kami satu panti dan juga satu sekolah ...." kata Felix masih canggung. Jujur Cain sebenarnya sangat ingin tertawa mendengar itu tapi ditahan sekuat tenaga.

"Aku sudah dengar soal itu, dia tidak berhenti menceritakannya. Bahkan semua kisah kalian sudah bosan kudengar karena dia sudah mengulang-ngulangnya dan akhirnya kehabisan bahan cerita. Bayangkan ... secerewet bagaimana dia sampai kehabisan bahan cerita dan mengulang cerita yang sudah diceritakannya." kata Ayah Cain dengan nada suara tidak beraturan karena sibuk memungut, memindahkan dan mengangkat bagian rumah yang hancur.

"Aku bisa dengar ...." kata Cain melempar pecahan kayu tepat menuju arah kepala Ayahnya tapi ditahan oleh Felix.

"Apa itu murni karena respon yang cepat atau kau sudah melihat ini terjadi?!" tanya Ayah Cain.

"Seharusnya kau menghentikan dirimu sendiri untuk menghancurkan rumah!" kata Cain sarkastik.

"Kekuatanku tidak berlaku seperti itu, hanya berlaku pada makhluk hidup saja yang akan terluka." kata Felix.

"Yang kau hancurkan itu berasal dari makhluk hidup juga tahu?!" Cain masih tidak menurunkan volume suaranya.

"Itu adalah kebiasaan buruk Caelvita, kekuatan itu bisa menguasai diri." kata Ayah Cain.

"Aku tahu, sudah lama aku hanya membiarkan beberapa hal kecelakaan kecil terjadi begitu saja walau aku tahu itu akan terjadi. Tapi, kali ini gerakanku lebih cepat daripada otakku yang melarang." kata Felix.

"Abaikan kekuatan itu! tidak baik menjadikannya kebiasaan dan mengontrol diri seperti mesin penyelamat sehingga teralihkan dan melepas tanggung jawab besar. Biarkan semuanya terjadi apa adanya ... sesuai takdir!" kata Ayah Cain.

Felix memang sudah memutuskan untuk mengabaikan kekuatannya yang terkadang bisa melihat seseorang apalagi yang memakai gelang buatannya yang akan terluka dalam beberapa waktu kedepan. Karena Felix sadar, dia bukanlah dewa yang bisa menyelamatkan semua orang. Sedangkan kali ini rasanya bukan hanya yang memakai gelangnya saja yang bisa dilihat. Bahkan Ayah Cain yang tidak menggunakan gelangnya pun bisa ia lihat masa depannya, "Sepertinya akan lebih merepotkan lagi kali ini ...." kata Felix dalam hati yang bahkan melihat sekilas masa depan seseorang yang tidak dikenalnya.

Terkadang semua hal harus dibiarkan mengalir begitu saja, itu adalah takdir. Membiarkan takdir berjalan sesuai yang diinginkan tidaklah selamanya buruk. Seperti mereka sudah tahu kalau Tan, Teo dan Tom akan meninggal mereka biarkan itu terjadi dan mengaturnya dengan rapi, "Rapi?!" Felix akhirnya tersadar setelah berpikir.

"Dimana Teo, Tan dan Tom?!" tanya Felix.

"Baru kau ingat juga dengan mereka?!" Cain masih tidak bisa diajak berbicara dengan ramah.

"Cain!" Felix menekankan bahwa sedang serius.

"Mereka masih di Rumah Banks, perlu perawatan lebih lagi. Belum sadarkan diri, sedangkan aku membawamu kesini karena Ayahku bilang kau akan cepat sadar kalau di Mundebris." kata Cain setengah hati melaporkan informasi yang Felix perlu tahu, "Kau tahu sulit sekali mencarikanmu tempat yang aman tapi kau malah menghancurkannya!" Cain masih belum berhenti marah, "Awas saja kalau kau membuat hujan sedangkan rumah sedang dalam keadaan seperti itu!" Cain mengancam.

Felix terdiam, bukan hujan yang ditakutkan oleh Cain yang turun tapi ternyata salju yang tiba-tiba turun.

"Anak ini!" Cain melepas sepatunya dan melemparkannya pada Felix.

"Itu juga karenamu! yang kau ucapkan dapat mengubah suasana hati Caelvita dan itu ikut mempengaruhi cuaca di Mundebris." kata Ayah Cain sudah menumpuk banyak bagian rumah yang hancur dalam satu tempat sehingga sudah terlihat lumayan bersih. Padahal hanya berselang berapa menit.

"Hentikan!" Cain bangun dan menggoyangkan tubuh Felix untuk disadarkan tapi masih saja tetap turun salju, "Apa yang harus kulakukan?!" Cain panik melihat salju yang sudah masuk kedalam rumah, Aaaaaa!" Akhirnya Cain memeluk Felix, tidak tahu kenapa tapi terlintas begitu saja kalau itu yang harus dilakukannya.

Salju berhenti turun, suhu dingin berubah menjadi hangat. Bunga bermekaran disekitar sana setelah mengerut karena suhu dingingin, "Okey, kita pertahankan cuaca ini. Ini yang paling pas! tidak dingin tidak panas." Cain melepaskan pelukannya.

Tapi Felix tidak melepas Cain, "Perang benar sudah berakhir melihat bagaimana kau ada disini ...." kata Felix.

"Tunggu sampai mereka bertiga sadar, baru kita bisa merayakannya. Aku tidak bisa membawamu ke Rumah Verlin, bagaimanapun disana adalah Markas Caelvita-118 sebelumnya. Sekarang sudah generasimu, tidak baik terus menumpang ditempat orang lain, Wow!" kata Cain yang kaget karena api tiba-tiba menyala begitu besar disampingnya.

Itu adalah Ayah Cain yang tidak habis pikir mereka baru saja saling adu pukul dan adu suara tinggi tapi Felix dan Cain sudah kelihatan akur. Makanya Ayah Cain langsung membakar bagian rumah yang ditumpuknya itu tanpa peringatan sebelumnya terlebih dahulu.

"Aku hampir saja terbakar!" teriak Cain.

"Kau bisa ke masa depan, kenapa tidak melihat ini terjadi. Yang disampingmu juga bisa melihat hal buruk terjadi, kenapa tidak menghindar." Ayah Cain sewot sendiri dan masuk ke dalam rumah.

"Ck, buat apa aku melihat hal kecil begini! buang-buang waktu saja ...." Cain sebal tapi terhenti dan menoleh pada Felix, "Kau tidak melihat ini terjadi?! atau kau sengaja membiarkannya terjadi?!" Cain menatap curiga.

"Tidak semuanya juga bisa kulihat, hanya acak dan terkadang aku bahkan tidak melihat apa-apa dalam waktu yang lama." kata Felix membela diri.

Cain percaya saja tapi tatapannya masih kelihatan menaruh curiga. Mereka berdua mengikuti Ayah Cain masuk juga ke dalam rumah yang setengah hancur itu, meninggalkan api unggun besar di depan halaman rumah yang bahan api unggun itu berasal dari bagian rumah sendiri yang sedang diinjak saat ini.

"Kenapa tidak menyewa penyihir saja untuk membetulkannya?! bahkan semuanya bisa kembali seperti semula tanpa perlu dibakar seperti itu." kata Cain.

"Kau sendiri yanf mengatakan ingin menjadikan ini sebagai markas Caelvita." kata Ayah Cain.

"Lalu, ada apa dengan itu?!" tanya Cain.

"Menggunakan sihir dengan rumah akan membuat pelindung tidak bisa berfungsi dengan baik. Rumah ini akan dengan mudah ditemukan kalau terus menggunakan sihir di dalamnya. Sehingga segala sesuatunya harus dengan cara biasa. Agar pelindung rumah ini bisa berfungsi dengan baik dan mengacaukan peta sehingga tidak bisa ditemukan oleh siapapun kecuali yang memang diizinkan." kata Ayah Cain.

"Jadi maksudnya ... kita harus memperbaiki ini semua dengan cara kuno?!" Cain kembali menatap tajam Felix penuh kebencian, "Kau sudah sehat kan?! bersiaplah untuk bekerja!" Cain memukul punggung Felix.

"Cara normal." Ayah Cain memperbaiki.

"Sudah berapa hari yang kulewatkan?!" tanya Felix.

"Jangan khawatir soal itu, kau bersama Sang Pemilik Waktu!" jawab Cain sambil mengedipkan mata dengan menyombongkan diri dengan bangga.

...-BERSAMBUNG-...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!