Seorang pria 26 Tahun tengah mengayuh sepedanya begitu cepat kala itu, dengan menghiraukan peluh serta lelah yang di rasanya, pemuda tersebut menyusuri jalan kota dengan sebuah tas berisi makanan yang ingin di antarnya.
Bram, merupakan nama pemuda tersebut, dengan wajahnya yang dapat dikatakan tampan di tambah badannya yang tinggi serta proposional. Segera memarkirkan sepedanya di depan sebuah apartement yang ia rasa tidak asing, dari alamat yang diketahuinya sebagai tempat tinggal dari pemesan makanan dari restoran sayuran fresh tempatnya bekerja.
“Hey, singkirkan sepeda gembelmu dari sana!"
Klakson terdengar kala itu, sebelum pria muda seumuran Bram, keluar dari sebuah mobil SUV dengan warna mengkilap jelas merupakan keluaran terbaru.
Bram, yang sebelumnya baru ingin memasuki apartement, segera menghentikan langkahnya harus berjalan kembali ke arah sepeda miliknya.
Bram mengerutkan dahinya kala itu, sadar bila jalanan masih lenggang di depan apartement. Berpikir mengapa pria tersebut mempermasalahkan sepedanya yang telah terparkir dengan benar, terbukti dari bagaimana ada tanda sepeda di tempat sepedanya terparkir.
“Hey, menunggu apa kau? Cepat singkirkan!"
Pria tersebut, tidak sabar melihat Bram, yang malah diam bahkan setelah seruannya.
Apa yang terjadi di sana, segera menjadi perhatian orang yang lalu lalang. Sehingga bahkan harus membuat satpam yang menjaga apartement tersebut, ikut campur akan situasi tersebut.
Sang satpam dengan segera menghampiri pemilik mobil SUV, sebelum terjadi sedikit pembicaraan diantara mereka.
Di mana setelahnya satpam dengan segera menyingkirkan sepeda milik Bram, dari tempatnya, sebelum membiarkannya dalam kondisi terjatuh dari sana.
“Hey, itu sepedaku. Mengapa memindahkannya secara sembarangan juga membiarkannya terjatuh begitu saja seperti ini." Bram, segera menghampiri satpam saat itu yang baru melempar asal sepedanya.
“Sepeda busukmu ini mengganggu mobil anak pemilik apartement, jangan salah paham nak. Bila kau tidak senang kau bisa pergi saja dari sini."
Ucapan satpam di sana, pada Bram yang hanya bisa menatap tanpa kata.
“Tetapi di mana tempat sepedaku terparkir telah benar, bagaimana bisa kau secara sembarangan melakukan ini." Bram, meminta penjelasan saat itu, jelas tidak mau menerima apa perlakuan yang diterimanya begitu saja.
Pemilik SUV nampak berjalan mendekat saat itu setelah memparkirkan mobilnya di tempat sepeda Bram, sebelumnya berada sembari mendengar pembicaraan yang terjadi antara Bram dengan sang satpam dirinya berjalan dengan senyum di wajahnya.
“Hey gembel, siapa sangka kau begitu menyedihkan hingga menanyakan alasan yang telah jelas apa jawabannya."
Pria tersebut, sebelum menyuruh satpam di sana pergi. Ingin seorang diri mengurus Bram, atau lebih jelasnya mempermalukan.
“Ryan? Kau?"
Bram saat itu, mengenali siapa pria pemilik SUV. Sebagai anak dari pemilik restoran cepat saji tempat dirinya bekerja.
“Hey gembel, baru sadar siapa aku?" Ryan, dengan senyum meledeknya.
Bruk!!!
Sepeda milik Bram, ditendang Ryan saat itu hingga terjatuh, di mana Bram hanya bisa menatap dalam diam. Sadar, tidak akan baik bagi dirinya memperpanjang masalah dengan Ryan cukup mengetahui bagaimana tempramen pemuda tersebut.
“Apa? Kau tidak terima? Kalau begitu sini maju bocah menyedihkan, kenapa hanya diam? Benar seperti itu, tetaplah diam dan terima saja semuanya karena memang itu yang tidak memiliki apa-apa dapat lakukan."
Ryan sebelum melengos memasuki apartement, meninggalkan Bram seorang diri di sana.
Bram hanya bisa menghela nafas panjang saat itu, tidak mengerti mengapa Ryan selalu saja memperlakukannya seperti itu. Padahal kesalahan tidak pernah Bram buat ulah, seperti hal yang dilakukan Ryan padanya, sehingga apa yang Bram terima di rasa ia benar-benar tidak adil, walau tidak dapat berbuat apa-apa untuk itu.
Bram sendiri segera membetulkan posisi sepedanya yang kembali jatuh setelah menerima tendangan Ryan, seraya telinganya mendengar kala itu pembicaraan dari mereka yang sedang berlalu lalang di depan apartement tersebut.
Di mana kebanyakan dari mereka bukan kasihan atau iba melihat perlakuan yang Bram terima dari Ryan, melainkan helaan nafas lega karena Bram lah yang menerima perlakuan itu bukan mereka.
Begitu ditakutinya memang Ryan di sana, di mana sudah menjadi rahasia umum bila Ryan sering mempermalukan seseorang yang tidak di sukanya. Tetapi tidak ada yang bisa korban lakukan, akibat keluarga Ryan yang cukup terpandang serta memiliki kedudukan di mana amat penting di kota tersebut untuk memiliki semua itu.
“Generasi kedua keluarga kaya? Lalu kenapa? Apa itu berarti bisa memperlakukan orang lain seenaknya?" gumam Bram, sedikit tidak setuju akan pendapat mereka yang ada di sana.
Di mana tidak ada satupun dari mereka yang menyalahkan perbuatan Ryan yang jelas salah, memilih lebih menyalahkan nasib buruk yang Bram, miliki sehingga harus menerima perlakuan seperti itu.
Menaiki lift, Bram naik kala itu ke lantai atas apartement tersebut. Dengan berbekal alamat di aplikasi dalam handphone miliknya, akhirnya ia sampai di depan salah satu kamar.
Mengerutkan dahi, Bram mencoba memastikan lagi apa kamar yang ditujunya telah benar sebelum menyadari tidak ada kesalahan di sana.
Satu hal yang membuat Bram amat ragu kala itu, yaitu kamar apartement tempat dirinya berada merupakan tempat tinggal Elea, pacarnya.
“Apa Elea sedang mendapat tamu atau apa, hingga memesan makanan sebanyak ini?"
Bram, sebelum mengeluarkan makanan-makanan di tas khusus miliknya. Seraya berpikir tidak mungkin sepertinya makanan-makanan itu Elea beli untuk dirinya konsumsi seorang diri.
Memencet bel, Bram menunggu kala itu di depan pintu apartement. Sebelum seorang pria membukanya, di mana hal tersebut segera membuat emosi serta kekecewaan besar menyambangi Bram.
Bagaimana tidak, Ryan kini yang ada di dalam apartemen Elea. Belum lagi tidak ada pembicaraan antara mereka terkait apa hubungan pacarnya kala itu dengan Ryan. Segera membuat pikiran jelek menghampiri Bram.
“Yang!!! Apa kau memesan makanan?!!" Ryan dengan senyum kecil, setelah menyadari Bram lah yang datang.
“Aku segera memesannya ketika mengetahui kau akan datang memangnya kenapa......" Elea saat itu, menghentikan ucapannya setelah mengetahui Bram ada di sana.
"Bram, kau kerja sampingan?" ujar Elea.
"Heuuumph! ini pesanan anda, sayuran fresh box, buah dan daging segar." ujar Bram.
Siapa di sana?! mengerutkan dahi seorang pria paruh baya, berambut sedikit putih. Pasalnya ia tahu, dia adalah teman putrinya beberapa waktu ia melihatnya, tapi ia tak menyukainya jika putrinya dekat dengan teman pria sepertinya.
"Ayah, dia Bram. Yang aku ceritakan." ujar Elea.
"Bram, kamu jangan salah paham. Ryan dia datang, karena anak teman ayahku sedang bertamu." jelas Elea menatap Bram.
"Heuuh! tidak ada teman laki laki yang bisa mudah mendekati anak perempuanku satu satunya! Elea masuklah sekarang!!"
"Tapi Ayah..."
"Putriku lulusan oxford kimia. Harus bersanding dengan pria kotor, bau asam. Pengantar box seperti ini. Mustahil aku restui! pergilah, setelah mengantar selesai!" ujar Hermawan berlalu mengajak Elea masuk dengan paksa.
"Kau dengar, Elea akan mudah aku dekati. Karena aku ka-ya! jadi tetaplah menjadi karyawan kumel papaku." ledek Ryan dan berlalu menutup pintu dengan tawa kemenangan.
Beberapa Saat Kemudian.
Bram mengayuh sepedanya saat itu dengan pikiran ruwet, begitu kacau pikirannya. Apalagi bila mengingat bagaimana seseorang yang begitu dicintainya, ternyata memiliki hubungan dengan pria lain selama dirinya bekerja begitu keras mencoba mencari uang.
Walau tidak banyak sebenarnya uang yang Bram bisa hasilkan dari pekerjaannya sebagai pengantar box sayuran dan makanan saji, tetapi setidaknya semua itu Bram hasilkan dari keringatnya sendiri.
Membuat Bram berpikir apakah memang identitas keluarga sepenting itu, bahkan hingga Elea meninggalkannya memilih bersama Ryan, yang telah jelas siapa keluarganya, juga betapa kayanya Ryan.
Karena pikiran yang tengah penuh masalah, Bram tidak sadar kala itu, klakson terdengar keras. Sebelum merasa seperti ada sesuatu yang menghantam sepedanya begitu keras dari belakang.
Membuat Bram terpelanting, sebelum terjatuh dengan badannya yang menyeret aspal meninggalkan luka yang begitu dalam di beberapa bagian tubuhnya.
Lengkap sudah kini seolah penderitaan yang Bram terima, karena bukan hanya dalam tubuhnya saja kini yang terasa sakit tetapi juga luarnya, hasil dari luka yang dirinya terima setelah jatuh dari sepeda.
Bram menoleh kala itu, ingin melihat siapa yang menabraknya. Sebelum melihat sebuah sedan hitam, berhenti sebelum wanita muda keluar dari sana.
Seorang wanita dengan tubuh mulus semampai tanpa celah, dengan wajah yang dianggap Bram begitu sempurna.
Mata yang lebar bewarna kebiruan, serta bibir tipis dengan rambut panjang bewarna perak yang dibiarkan tergerai. Menambah kesempurnaan menurut Bram yang memandangnya.
“Hey kau!!! Aku sudah mengklakson begitu keras tetapi kau bahkan tidak menepi, apa-apaan kau. Kau sengaja karena ingin memerasku ya!!!" Wanita tersebut, memaki Bram yang bahkan belum berdiri dari posisinya.
Tbc.
Yuks simak kelanjutan Bram. Jejak, hadiah dan vote bolehlah.
Author cuma mau jelasin, novel ini sesuai tema system Delivery yang di ikut sertakan sesuai tema lomba. Jadi untuk cerita nganu, romance berlebih memang tidak ada!
Berkomentarlah sebaik mungkin, agar tidak menjatuhkan mental author! Ini adalah novel perdana system author yang setiap misi akan mendapat balasan misterius.
--- Happy Reading All ---
Mendengar ucapan wanita tersebut, Bram kian sadar setelah sempat terpana sebelum merasa ada sesuatu yang janggal di sana.
“Tetapi kau yang menabrakku. Uhuuuk uhuuk."
Bram mencoba berdiri dari posisinya. Ia menahan perih yang di rasa kedua kakinya di mana memang ada luka dari goresan aspal tepat di kedua betisnya.
“Aku menabrakmu karena rem mobilku blong, juga seperti apa yang diriku katakan sebelumnya. Apa kau sengaja dengan tidak menghindar?!!" Wanita tersebut, tidak menurunkan nada bicaranya.
Bram segera membuka mulutnya saat itu, mempertanyakan jalan pikiran wanita tersebut. Lagipula siapa yang ingin dengan sengaja di tabrak begitu kencangnya, di mana mati merupakan salah satu ganjaran yang bisa diterima dari hal tersebut.
“Huh!!! Siapa yang tau memang apa yang orang sepertimu pikirkan, jadi berapa yang kau inginkan?" Wanita tersebut, setelah menatap lekat Bram dari atas hingga bawah. Sembari mengeluarkan dompetnya, membuat emosi segera memuncak saat itu Bram rasakan.
“Nona, tidak semua masalah bisa diselesaikan hanya dengan uang. Kalau nona memang benar memiliki niat baik untuk mempertanggungjawabkan apa yang nona lakukan, maka antar aku kerumah sakit itu cukup." Bram, entah mengapa benar-benar muak kala itu harus kembali mendengar sebuah nominal.
Seolah dunia ini akan berhenti berputar saja bila uang tidak ada, atau setidaknya tidak di bahas, belum lagi setelah bagaimana Bram merasakan bagaimana pandangan jijik yang wanita tersebut arahkan padanya.
Membuat Bram segera pergi saja dari sana, setelah tidak ada kata-kata lagi yang wanita tersebut lontarkan setelah perkataan Bram.
Memang Bram saat itu ingin mengetes sebesar apa mau dari wanita tersebut mempertanggung jawabkan perbuatannya, sebelum tidak ada sama sekali. Bram rasa kemauan dari gadis tersebut membawanya ke rumah sakit. Sehingga Bram tidak lagi peduli atau tetap di sana membuang waktunya.
“Orang aneh." Wanita yang sebelumnya menabrak Bram, setelah Bram mulai berjalan menjauh, berpikir Bram hanyalah orang tidak tau di untung hingga menolak niat baiknya.
Bram sendiri jalan terpincang dengan sepeda yang dituntunnya, karena sepeda tersebut telah begitu ringsek untuk dapat ia kayuh.
Namun tiba saja, jalannya yang sedikit pincang. Segera ditarik paksa, oleh dua pria besar tinggi dan menghajar beberapa kali tubuh Bram, saat ia mencoba pergi ke resto tempatnya bekerja.
"Tinggalkan Elea, dia tidak pantas untukmu. Jadi ini peringatan untukmu pria miskin!" ujar dua pria itu, membuat Bram pening bersandar di batang pohon besar.
'Hooh, lagi lagi pembatas hubunganku dengan Elea, rumit tapi aku tidak boleh menyerah. Jika dia masih jodohku, maka akan ku pinang dia dengan kesuksesanku kelak.' batin Bram, yang amat mencintai kekasihnya itu.
Beberapa Jam Kemudian.
Di mana sepanjang perjalanan Bram kembali ke restoran cepat saji tempatnya bekerja, ada banyak pasang mata yang kala itu memandanginya dari mereka yang berlalu lalang.
Di mana Bram sempat mendengar ada perkataan tidak mengenakan dari orang-orang tersebut padanya, mengatakan Bram sebagai biang masalah, tukang berkelahi dan semacamnya.
Bram sendiri hanya dapat menghela nafas panjang, mendengar bagaimana orang menilainya hanya dari apa yang mereka mau lihat tanpa peduli apa kebenaran yang terjadi.
Padahal bila dilihat dari bagaimana kondisi yang Bram alami di tambah kondisi sepedanya, akan lebih masuk akal bagi mereka bila menganggap Bram terjatuh.
Hingga tidak mengerti Bram bagaimana ada anggapan yang begitu melenceng muncul dari mereka orang-orang yang tidak sengaja melihatnya, di mana anggapan itu muncul begitu saja.
"Apakah pria miskin sepertiku membuat mereka jijik, salahku apa? siapa yang melahirkan aku, harusnya aku tidak perlu dilahirkan." teriak Bram, dalam hatinya merasakan perih luka luar dalam, akibat tabrakan dan pukulan ancaman orang suruhan beberapa jam tadi.
Tling! Tak lama, sebuah pesan membuat Bram sedikit penasaran. Apa arti dari slot timun emas.
'Antar timun emas, dapatkan slot dan hasil uang yang kau dapatkan dari berjualan timun emas. Jual tertinggi dan antarkan pada pemesan.' secarik pesan, terlihat juga jejak kertas berwarna perak, dengan tulisan yang sama.
Bram, seakan mimpi yang rumit dan aneh, ia mengambil secarik kertas berwarna perak itu, yang terhitung sembilan kertas perak hingga Berakhir di bawah pohon kapuk.
'Slot timun emas, kamu adalah orang yang beruntung! Pelajarilah, kembangkanlah! timun emas ini bukan timun emas biasa, jika kamu menyetujuinya. Segera datang! Jangan terlambat aku menunggumu, memberi kesempatan pada orang yang beruntung sepertimu.'
Lagi lagi secarik kertas, Bram pungut dan ia masukan kedalam tasnya. Bram berusaha kembali ke resto, mengantar setoran uang sayuran fresh yang ia berikan pada kasir pemilik resto.
Sambil memikirkan slot timun emas sepanjang jalan. 'Apa Slot Timun Emas, bisa cepat menjadi kaya?'
Bram kembali menatap box pesanan, terlihat jelas penerima bernama Qi Ruslan. Timun emas yang dimaksud apakah mirip seperti timun suri untuk desert, atau pencuci mulut yang disediakan restoran cepat saji. Tapi jika Bram perhatikan warnanya terlihat perak bercampur emas kekuningan seperti emas batangan. Baru kali ini, Bram melihatnya dan itu membuat Bram lebih penasaran lagi.
Tanpa pikir panjang, ia segera menuju lokasi untuk mengantar pesanan. Agar ia bisa kembali ke restoran, dan mendapat bayaran lebih serta cepat pulang.
'Tidak boleh mengeluh. Meski rasa sakit ditubuh ini bekas pukulan beberapa orang tadi.' batin Bram.
"Paket! box delivery sayuran fresh datang!" teriak Bram.
"Paket! box delivery sayuran fresh datang!" teriak kedua kalinya Bram.
Took! Took.
Lima belas kemudian.
"Terimakasih, ah tapi saya hanya butuh dua saja. Ini timun emas untuk kamu yang telah menunggu ya!" ujar kakek tua, sedikit pucat segera masuk menutup gerbang kayu.
"Makasih pak." senyum Bram, ia segera mengayuh sepedanya lagi.
Matahari pun amat terik. Dua puluh menit kemudian, Bram lapar ia pun berhenti sebentar, lalu membelah timun emas.
Seolah haus dan lapar sebagai pengganjal perut. Akan tetapi terkejut kala saat buah timun emas itu dibelah, terdapat seuntai kertas dengan plastik dengan gulungan.
'Selamat cek satu milyar untuk orang baik. Masukan kode dan slot timun emas agar kamu mainkan, segera kamu bisa mendapatkannya! Ingat waktumu 24 jam.'
"Apa, ..?" syok.
Bram kembali ke rumah tadi meski lelah, akan tetapi saat dibuka ia tidak mendapati kakek itu.
Yang ada hanya seorang pemilik rumah itu, ia bicara jika di rumah ini tidak ada yang tinggal dengan nama Qi Ruslan dan tidak pernah memesan timun emas, yang orang pikir si Bram kurir sayuran aneh dan membual.
"Maaf, sepertinya anda salah alamat dek! Ruslan memang ada, tapi kakek itu dua tahun lalu telah meninggal. Makamnya sekitar lima kilometer di dekat pohon kapuk, ada nisan dari batu besar. Kami pemilik baru, yang membeli rumah ini baru saja tiba, dan tidak memesan paket." jelasnya.
Gleuk! "Benarkah? Apa saya salah alamat."
Bram rasanya tak percaya, cek yang ia temukan seolah bagai durian runtuh. Tapi ia sembunyikan sambil mencerna, apakah itu asli atau palsu. Dan bagaimana ia mengembalikannya pada kakek itu atau sekedar memainkan slot timun emas yang dikatakan tulisan tadi.
"Bagaimana mungkin orang mati, memesan timun emas dan jelas memberikannya padaku salah satunya, berjualan timun emas ajaib. Apa aku mimpi ..?" benak.
"Bagaimana caranya aku masukan kode slot timun emas ini?" lirih Bram, menatap ponsel.
Tbc.
Bram sendiri hanya dapat menghela nafas panjang, mendengar bagaimana orang menilainya hanya dari apa yang mereka mau lihat, tanpa peduli apa kebenaran yang terjadi.
Padahal bila dilihat dari bagaimana kondisi yang Bram alami, di tambah kondisi sepedanya, akan lebih masuk akal bagi mereka bila menganggap Bram terjatuh.
Hingga tidak mengerti Bram, bagaimana ada anggapan yang begitu melenceng muncul dari mereka orang-orang yang tidak sengaja melihatnya, di mana anggapan itu muncul begitu saja.
Mereka utarakan pendapat mereka tentang Bram, tanpa peduli apa atau bagaimana kebenaran semestinya. Itulah yang Bram rasa dari mereka yang melihatnya, sehingga entah mengapa mulai mempertanyakan cara pikir masyarakat saat ini yang menurut Bram telah begitu kacau.
“Dari pada menebak seperti itu, mengapa tidak datang dan menanyakannya langsung padaku?" gumam Bram, tidak berharap mereka dengar. Tetapi setidaknya dengan seperti itu, Bram tidak terlalu memendam pendapatnya.
Mencoba menghiraukan, Bram memilih terus berjalan. Hingga sebuah restoran cepat saji tidak terlalu besar tampak di daerah tengah kota.
Sebelum sebuah telepon berdering dari handphone milik Bram, membuat dirinya menghentikan langkah untuk mengangkatnya terlebih dahulu.
“Halo Bram, kemana saja kau? Mengapa belum sampai, tuan Tio mencarimu."
Suara seorang wanita, yang Bram ketahui sebagai rekan kerjanya terdengar. ( Ingat yang rekan Kerja bram, si wanita bukan Tio! )
“Aku? Aku sudah tidak terlalu jauh dari restoran, tunggu saja sebentar lagi aku sampai."
Bram menjelaskan, bila tidak butuh waktu lama untuk dirinya tiba di sana, melihat dari restoran cepat saji yang memang telah begitu dekat.
“Baguslah, lebih cepat lebih baik. Tuan Tio nampaknya tengah begitu murka, jadi kuharap kau tidak terlalu terkejut saat datang nanti."
Sambungan telepon terputus setelahnya, membuat Bram bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi hingga Tio yang Bram ketahui sebagai penanggung jawab sekaligus anak pemilik restoran cepat saji tempatnya bekerja marah. Dimana Tio adalah kakak dari Ryan, yang ia lihat belum lama ini.
Di mana Bram, dengan segera mempercepat langkahnya saat itu, sebelum dengan segera memarkirkan sepeda miliknya di halaman restoran, di mana perasaan buruk segera Bram rasakan setelahnya.
Bagaimana tidak, Bram melihat mobil SUV yang begitu mirip saat itu dengan mobil milik Ryan di tambah dengan mobil sedan hitam mewah, yang menabrak sepedanya sebelumnya tengah terparkir di parkiran restoran.
Di mana normal sebenarnya bila perasaan Bram segera memburuk saat itu, bahkan hanya karena berpikir bagaimana bila dirinya harus menghadapi dua orang pemilik mobil yang telah meninggalkan penderitaan begitu dalam hari itu, secara bergantian. Di mana jelas, Bram tidak akan sanggup bila itu benar-benar terjadi.
Bram berjalan saat itu memasuki restoran, sebelum diarahkan oleh Kian teman wanita satu pekerjaan yang sebelumnya menelpon! untuk memasuki ruangan tempat Tio menunggunya.
Di mana tepat setelah Bram memasuki ruangan milik Tio, perasaaan buruk yang sempat Bram rasakan kini bukan hanya perasaan buruk saja, melainkan kenyataan dari apa yang ditakutkannya.
“Lihat siapa yang telah membuatku menunggu begitu lama." Tio, setelah kedatangan Bram.
Bram sendiri hanya diam saat itu, ketika ternyata telah ada Ryan dengan pacarnya Elea tengah duduk bersebelahan menebar mesra. Jelas seolah sengaja, agar Bram melihatnya.
Di tambah wanita pemilik Sedan hitam mewah juga tengah ada di sana, di mana Bram ketahui bernama Via dari pembicaraan yang sempat terjadi di sana.
“Jadi dirinya yang merusak bemper depan mobilmu Vi?" Tio, pada Via yang tengah menatap Bram tajam.
“Benar, karyawanmu ini yang menolak menyingkir, bahkan setelah diriku klakson berkali-kali. Entah apa maksudnya." Via, tidak lepas pandangannya saat itu dari Bram yang tengah tertunduk.
Bram sendiri, dengan segera mengangkat alisnya, mempertanyakan maksud dari perkataan Via padanya. Di mana jelas bukan dirinya yang salah di sana.
“Aku tidak bisa menyingkir karena kau yang mengemudikan mobilmu terlalu kencang, sehingga diriku tidak sempat menghindar, lagipula aku mengayuh sepedaku di sisi jalan di mana memang sudah seharusnya sepeda berada di sana." Bram, jelas tidak ingin di salahkan akan sesuatu yang memang bukan salahnya.
“Hey, siapa yang menyuruhmu berbicara? Tutup mulutmu!" ujar Ryan, menunjuk.
Tak lama pak Harta datang, pemilik resto saji itu melihat karyawan yang ia percaya, tengah berdebat dengan kedua putranya yang menjabat.
"Ada apa ini? kalian sedang keroyok, atau sedang berdebat soal target penjualan karyawan yang minus?"
"Pah, karyawan kesayangan papa ini tidak tau diri, dia menabrak mobil tunangan kak Tio." ujar Ryan.
"Cukup! pembahasan internal selain pekerjaan, tidak diperkenankan disini! Tio, jika kau sebagai manager tidak tau tempat. Maka turunlah dari jabatanmu! bisa lihat cctv di lampu merah, siapa yang salah. Enyahlah kalian dari restoran ini!" ujar Harta.
Hartawan, menatap tajam sebagai papa dari kedua putranya itu.
Terlihat Elea menatap Bram kekasihnya, sejujurnya ia tidak ingin memperlihatkan dirinya berjalan dengan Ryan, karena ia seolah dijebak. Tapi nahas Elea yang ingin menjelaskan pada Bram, ditarik oleh tangan Ryan dan mau tidak mau, ia menuruti. Seolah membuat hati Bram panas.
'Bram, maafkan aku tidak berdaya. Aku melukai hatimu saat ini, percayalah aku pun terjebak.' batin Elea yang ingin pergi dari pandangan Bram, tapi tertahan tangan Ryan.
Bram seolah tak peduli, ia menyetor jerih payahnya hari ini pada pemilik Resto, dan berusaha untuk pulang dengan sepeda lusuhnya. Melupakan goresan cintanya yang menyedihkan.
***
Sesampai Di Rumah.
Bram kembali menatap kode timun emas. Ia kembali mendownload sebuah kode dalam sandi di akun emailnya. Sehingga tampilan itu tercetak dalam layar yang membuat Bram terpana untuk memasuki kode tersebut, sesuai petunjuk kertas perak yang ia temukan tadi.
10 ... 40 ... 80 Loading!
Wuuuush! ...
Nama : Bram Hartanto.
Umur : 28 Tahun.
Hobi : Menjadi Kaya Dalam Sekejap.
Keberuntungan : Mendapat Keberuntungan System.
Tling !!
[ Selamat Tuan Anda Mendapatkan Kekuatan System Dalam Sekejap, Maka Lakukanlah Sebuah Misi Untuk Hidupmu Menjadi Jutawan Setiap Hari Tanpa Batas! Dengan satu hal, naik level dengan misi yang berbeda ] pesan system.
XF56879000XXXBMEMAS1M
Slot pragmatic ialah Gates of Olympus yang bertema kerajaan Zeus, tergolong type slot timun emas. 'Silahkan tunggu beberapa saat!'
Bram pun, memutar Free Spin didalamnya yang berarti memutar dengan gratis, ia pun membaca keterangan itu perlahan dengan pelan dan terus mengikuti petunjuk selanjutnya.
Taruhan mu adalah uang dari tiap-tiap pemain yang dihimpun sebagai bonus permainan timun emas yang kamu dapatkan. Setelah menjualnya, bagikan kode yang kamu berikan pada pembelimu, rekrut dan dapatkan kode timun emas agar semakin banyak hasil yang kamu dapatkan.
Beberapa saat pun tiba, tangan Bram bergetar gugup kala matanya melihat nominal 1miliar, dengan kode yang ia masukan tadi. Apalagi kata kata mirip games atau bahasa kuno yang Bram masih kebingungan.
10 .. 40 .. 80 Loading ...
[ Misi System! Gunakanlah uang ini sebaik mungkin menolong orang! ]
Nama : Bram Hartanto
Misi : Menjalankan Misi Delivery Mendapat Bantuan System.
Tling! ...
Selamat @BramHero, kode akun xxxBRSuperHero! Ayo lanjutkan, permainan kode slot timun emas. Selangkah lagi menuju level tertinggi, ini adalah tahap awal kamu memenangkan hadiah sebesar 1.000.000.000 cek secara berkala dalam 24 jam, tarik dan proses uang akan dikirim ke akun bank dalam waktu 7hari.
"Tidak mungkin, apa ini mimpi. Timun emas yang aku jual, apakah ini sebuah permainan legal. Atau ..?" terdiam.
Tling!
You Go Mail. "Dering email."
Email masuk, benar itu adalah saldo akun di email akun Bram. Dengan uang tunai satu miliar yang harus ia proses agar bisa dicairkan.
Dari sinilah Bram bersemangat menjalani sampingan bisnis hariannya, ia berjualan sebagai pengantar sayuran box fresh, dengan menjual timun emas sambil merekrut kode timun emas kepada pembelinya. Siapa sangka sebuah timun memiliki emas 24k yang tak ada di zaman modern. Tentunya karena sebuah System Delivery ia mendapat keberuntungan. Emas di dalamnya bisa ia jual dengan harga fantastis, setiap misi pun ia akan mendapatkan imbalan bentuk tips rasa terimakasih.
Tling! ...
...Pesan System Tampil....
"Ayo Bram! ini adalah awal kehidupanmu lebih baik." Bram kala itu, menatap layar ponsel.
Tbc.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!