NovelToon NovelToon

Peperangan Antara Hati

Prolog

Pernahkah kalian berpikir akan pergi ke Jepang hanya untuk suatu hal, seperti yang diperintahkan atas dasar sesuatu yang menurut orang tidak akan jelas apa? Ya, itu yang dialami oleh Hana. Meskipun dengan terpaksa, bagaimana melihat keadaan sekarang gadis itu harus melakukan itu. Ia hanya bisa mendesah ketika akhirnya pesawat lepas landas menuju negara samurai tersebut.

"Saya harap kau bisa melakukannya, Hana. Jangan sampai identitas aslimu terbongkar. Jika itu terjadi, bukan hanya kau yang hancur.Tetapi, kami ju-"

"Aku tahu. Jadi, berhentilah bicara!" Pria berjas hitam yang duduk di sampingnya seketika bungkam dengan apa yang gadis itu katakan, ia tahu bagaimana dirinya.

Hana sungguh malas mendengar ocehan yang tidak berfaedah, lagi pula ia juga tahu apa yang harus ia lakukan dan ingatlah kalau Hana tidak sebodoh itu. Ayolah, lakukan saja dan segera selesaikan semua agar Hana bisa menjalani hidup normal layaknya remaja lainnya. Ia malas harus melakukan ini sebenarnya. Tetapi, mau bagaimana lagi?

Setelah beberapa jam berlalu begitu cepat, pesawat sudah mendarat ke tanah tujuan mereka. Hana dan pria itu turun dari pesawat layaknya orang lain pada umumnya. Netra gadis itu beredar ke seluruh penjuru bandara, mengamati hal yang tentu saja berbeda dengan negara asalnya.

"Kita akan langsung ke markas." Hana hanya berdehem, kemudian masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu sejak tadi.

Sekitar pukul tujuh pagi, gerbang sekolah menengah ke atas dipenuhi para siswa. Beberapa di antara mereka ada yang berbincang dengan teman-temannya.

Tetapi, tidak jarang ada yang memilih menyendiri menghindar dari keramaian. Seperti Hana, gadis itu melangkah masuk ke dalam area sekolah yang ramai dengan headset. Matanya menatap ke segala arah, semua tampak baik-baik saja, tidak jauh berbeda dengan negara asalnya.

Sesampainya di koridor sekolah, pemandangan tak jauh berbeda, para murid yang mendominasi, tidak jarang tukang bersih-bersih juga ada di sana. Ketika Hana tengah melangkah maju, ada sebuah kerumunan keramaian di depan mading sekolah membuatnya penasaran, Hana pun mendekat dan melihat apa yang ada di sana. Kedua netra itu tertuju pada beberapa lembaran foto yang menunjukkan sesuatu yang tidak senonoh. Tetapi, ia hanya diam lagi pula Hana tidak tahu apa-apa, maksudnya siswa menempelkan semua gambar kotor itu?

Bagaimana tidak disebut tidak senonoh? Dalam foto tersebut, tampak gadis yang dilucuti pakaiannya dan hanya menyisakan dalaman dan rambut yang acak-acakan yang membuat siapa saja akan merasa iba dengannya, bahkan tidak jarang ada yang menatap jijik. Namun, siapa sangka seorang gadis berlari tergesa-gesah ke arah mading? Lantas dia melepaskan semua foto itu dari masing agar murid-murid tidak melihat foto itu.

"Siapa yang menempelkan foto ini di sini?" Gumang gadis itu yang terlihat menyedihkan.

Hana yang berdiri tak jauh dari gadis itu hanya bergeming memperhatikan gadis itu melepaskan semua foto yang menempel di mading. Tidak seorang pun yang berniat membantu melepas foto itu atau sekedar membantunya. Bukan waktu Hanya ikut campur , lagi pula itu hari pertama ia menjadi murid baru dari Angkatan 11 di sekolah tersebut. Sampai tiba-tiba, gerombolan murid laki-laki dengan berpenampilan terpandang tapi nakal.

"Apa yang kau lakukan, Ra? Kau merusak pemandangan yang lain. Biarkan mereka melihat betapa murahnya dirimu itu."

Gadis itu tampak mematung ketika lelaki itu menghampirinya, sedangkan Hana menatap mereka berdua dengan tatapan menyelidik. Apa yang dimaksud oleh lelaki itu? Lantas kedua netra Hana jatuh kepada name tag yang terpasang di dada kanan lelaki itu.

'Watanabe Haruto?'

"Apa kamu yang menempelkan semua ini? Tapi kenapa kau melakukannya?" Bukan jawaban yang gadis itu dapatkan, seringai penuh arti dari lelaki yang sedang melangkah maju ke arahnya.

Hana melangkah mundur bersama siswa yang lain melihat pemandangan tersebut, ada tujuan lain yang membuat Hana masih berada di sana, memperjelas semua pertanyaan yang berada di otaknya sekarang.

"Kau tau, Sakura. Kau memang cantik, aku akui.Tetapi, sayangnya kau terlalu rendah, wow! Semua orang tau itu, benar bukan teman-teman." Kalimat yang dikatakan oleh Haruto yang begitu keras terdengar oleh semua orang yang berada di sana. Tidak ada yang keberatan akan itu.

"Tentu saja benar."

"Dia begitu pasrah."

"Dia bahkan rela diperkosa."

"Tidak punya etika."

"Aku tidak yakin jika orang tuanya masih ada."

Semua yang dikatakan oleh teman-teman Haruto jelas membuat gadis itu menunduk menahan rasa sakit di dadanya, gadis itu tidak bisa melakukan apa pun.

Ia rasa melawan lelaki sejenis dengan Haruto mustahil untuk dirinya. Haruto bukan tandingannya untuk melakukan pembalasan. Kalau gadis itu melawan akan sama saja, dia dikeluarkan dari sekolahan dan ia tidak mau hal itu terjadi.

"Kenapa diam saja? Kau tidak menamparku seperti kemarin? Atau kau sudah kalah dalam perdebatan ini."

"Kenapa kau tega sekali?Apa salahku kepadamu? Kenapa?" Haruto justru tertawa cukup keras seperti orang yang kehilangan akal. Hana bahkan sempat ngeri dengan suara tawa lelaki itu. Suara beratnya membuat hampir semua orang terdiam karenanya.

"Salahmu? Salahmu adalah mencintaiku, berhenti mencintaiku karena aku tidak sudi dengan wanita ****** seperti dirimu. You're nothing more than a *****." Ucapnya seraya tersenyum, kemudian ia melangkah meninggalkan semua orang berada di sana. Di ikuti teman-temannya di belakang, Hana menatap punggung lelaki itu. Dan mengalihkan perhatian ke arah Sakura. Nama gadis itu.

Menatap gadis itu dengan tatapan datar tanpa ada ekspresi. Sakura juga hanya menangis seraya menatap foto dirinya yang tidak patut di lihat oleh orang-orang. Satu persatu orang bubar meninggalkan Sakura tidak terkecuali Hana sekali pun.

"Berhenti menangis. Tidak ada gunanya kau melakukan itu." Ucapnya sebelum meninggalkan gadis itu menatap ke arah Hana dengan tatapan nanarnya. Tidak ada yang akan membelanya sekarang.

•••

Hana berada di kantin, sebenarnya Hana malas ke sana karena ramai orang. Tetapi, perutnya tidak bisa dikondisikan dengan terpaksa Hana ke kantin, makanan sudah tertata rapi di sebuah wadahnya tinggal mengambil saja.

Ketika Hana sudah mengambil makanan dan memilih tempat yang menurutnya sepi, baru saja hendak duduk seseorang dengan sengaja mengandung kaki gadis itu dan nyaris saja terjatuh. Tetapi, sayangnya bukan Hana yang jatuh, tapi nampan makanannya. Hana merotasi bola matanya malas, apa lelaki itu sudah menjadikan Hana target karena ia murid baru di sekolah itu?

Dengan langkah malas Hana langsung meninggalkan tempat itu, soal makanannya yang jatuh semua dan tercecer di mana-mana masa bodoh baginya.

"Hey! Kau tidak membersihkan bekas makananmu atau kau harus menjilatnya agar jauh lebih bersih." Ucapnya disusul oleh suara tawa dari teman-temannya dan seisi kantin itu.

Hana tidak menanggapinya, berhenti melangkah dan berdiri di sana. Sebenarnya Hana sudah terpancing emosi, apa lagi dikatakan untuk menjilat lantai? Yang benar saja. Hana membersihkan lantai saja pernah bagaimana bisa jilat lantai?

"Kalau kau mau, kau bisa menjilat lantainya." Ucapan Hana yang cukup terdengar keras ke penjuru kantin, membuat seketika suasana menjadi sepi. Hana tidak perduli dan segera meninggalkan kantin itu. Masalah perut, tidak apa ia akan makan di rumah nanti.

Haruto menatapnya tajam, ia melangkah angkuh ke arah Hana , kemudian ia meraih rambut gadis itu tanpa ampun. Hana hanya sekolahan karena reflek rambutnya ditarik oleh Haruto. Hana meliriknya sinis dengan tatapan datar tidak dapat dibaca.

Lelaki itu menendang kakinya, membuat badannya terjatuh ke lantai. Ayolah, Hana sedang malas melakukan sesuatu untuk hari ini, sampai sebuah cairan menyiram ke atas kepala Hana membuatnya terdiam karena terkejut. Semua orang tertawa ketika Haruto menyiramkan air ke atas kepalanya, yang benar saja. Apa sudah di mulai? Sepertinya memang belum.

"Berani kau main-main denganku, murid baru. Kau baru saja di sini tetapi kelakuanmu seperti jagoan." Ucapnya dan kemudian menarik kerah seragam Hana, seolah ia ingin gadis itu menatapnya dan tetap Hana memasang wajah datar seolah benar-benar tidak perduli dengan apa yang Haruto lakukan sekarang.

"Apa kau bisu?"

"Sepertinya kau mendengar suaraku tadi, apa kau tuli?" Semua orang langsung berbisik-bisik. Kenapa bisa Hana berani itu dengan Haruto? Secara dia adalah anak pemilik sekolahan? Apa Hana tidak takut akan dikeluarkan dari sekolah? Tentu saja tidak, malah bagus ia dikeluarkan saja dari tempat aneh ini.

"Jaga ucapanmu, *****!" Hana hanya tertawa dan suaranya menggelegar di seluruh koridor. Haruto masih setia menatapnya tajam dan tangannya masih mencengkram kerah seragam Hana tanpa ada niat melepaskannya. Bahkan satu pukulan pun melayang ke wajahnya. Tetapi, benar-benar tidak ada rasa sakit.

"Menganggap semua perempuan itu ******? Apa itu caramu? Wow! Cara yang bagus, kembangkan tingkah gilamu itu, Tuan Watanabe."

Hana menepis tangan Haruto dengan kasar, kemudian berdiri dengan tegak dan kemudian berjalan ke arah lain lebih tepatnya ke arah toilet. Untung saja tadi Hana membawa baju ganti jadi tidak perlu repot-repot memakai baju basah dan mengeringkannya.

Di sisi lain, seseorang menatap kegaduhan itu dengan tatapan datar. Ia benar-benar tidak perduli dengan keadaan di sekitarnya , ia bahkan masih santai menyantap makanannya sendiri seraya mendengarkan musik di telinganya. Tetapi, ia lumayan penasaran, nyaris semua korban bullying Haruto tidak berani melawan atau melontarkan kata-kata seperti itu.

Lelaki itu terus menatap kerumunan tersebut sampai seseorang menepuk bahunya membuat lelaki itu menoleh menatap satu temannya yang duduk di sampingnya.

"Kau memperhatikan apa?"

"Tidak ada." Ucapnya singkat dan kembali makan. Tetapi, memiliki rasa penasaran tersendiri, ia penasaran sekali. Tetapi, ia mencoba untuk tidak perduli dengan sekitarnya.

Chapter : 1

Karena memang tidak ada kerjaan apa pun, Hana memilih untuk pergi jalan-jalan dengan motor yang baru saja ia beli sengaja agar tidak jalan kaki. Hana malas sekali harus jalan kaki dengan jarak jauh seperti ini.

Melajukan kendaraannya membelah jalanan besar kota Tokyo dengan tenang tanpa halangan, ketika Hana tengah berhenti di lampu merah dan lampu pejalan kaki menyala. Hana tidak sengaja melihat Sakura berjalan dengan langkah tergesa-gesah ke arah sebuah gang.

Hana menahan diri agar tidak penasaran. Namun, raut wajahnya itu sukses membuatnya penasaran. Ketika lampu menunjukan kendaraan boleh melaju kembali, Hana membelokan motornya ke arah gang kecil di mana Sakura pergi tadi. Jujur Hana curiga dengan gadis itu.

Ketika Hana mematikan mesin motornya dan melepas helm yang ia pakai, mengikuti Sakura karena dia masuk ke gang yang lebih kecil di sana. Sampai ketika di sana mengejutkan bagimu, ternyata gang kecil itu memasuki sebuah gerbang kecil dan terlihat sebuah mansion tersembunyi di sana.

Hana pun melangkah cepat ke arah sana dan mengintip di balik lubang gerbang tersebut. Sakura masuk ke mansion itu, Hana memeriksa apakah ada CCTV atau tidak ternyata tidak ada apa-apa. Karena merasa sudah aman, Hana masuk diam-diam ke gerbang itu. Dan berjalan dengan pasti tidak mengeluarkan suara, menutupi sebagian wajahnya dengan topi hitam yang Hana pakai kemudian mengintip ke arah jendela besar yang berada di salah satu ruangan. Dan benar semua orang ada di sana, meskipun tadi Hana agak panik ketika bodyguard sempat curiga. Tetapi, untungnya Hana bisa sembunyi.

Melihat di dalam sana ada Sakura yang memberikan sesuatu kepada Haruto, seluruh teman teman lelaki itu ada di sana duduk santai di setiap sofa di sana. Sakura berdiri dan menghadap ke arah Haruto. Samar-samar Hana mendengar sesuatu di dalam.

"Masih berani kau datang kemari, Sakura?" Gadis itu menunduk sepertinya dia tengah mencari jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan lelaki itu.

"Aku hanya ingin memberikan hadiah itu untukmu." Ucapnya dengan nada pelan, Hana hanya membuang nafas kasar.

Gadis bodoh, sungguh siapa pun akan merasa kalau Sakura benar-benar bodoh. Dia sudah dipermalukan di mata siswa sekolah dengan foto tidak senonoh dan sekarang dia masih berharap jika Haruto akan menerimanya, yang benar saja dia bukan bodoh tetapi lebih dari kata bodoh.

Haruto membuka hadiah tersebut yang terbungkus oleh kertas kado, kemudian membuang kertasnya ke sembarang arah dan membuka kotak tersebut. Dan ia terdiam ketika melihat apa yang berada di dalam kotak tersebut, lelaki itu terlihat memasang raut wajah yang aneh. Tersenyum miring melirik ke arah Sakura.

"Yang benar saja! Kau benar-benar ****** murahan." Semua langsung melihat isian kotak itu dan tersenyum sinis ke arah Sakura. Hana tidak melihat apa isi kotak tersebut.

'Memangnya apa yang ada di dalam kotak itu?'

Haruto menunjukan isi kotaknya dan Hana tercengang ketika melihat apa yang ada di dalam kotak itu.

"Mau apa kan benda ini? Kau benar-benar memintaku setubuhi mu? Ada jaminan itu pertama kalinya untukmu atau ada orang lain yang sudah menyentuh tubuh murahanmu itu, *****?"

Sakura mengangguk dan sukses membuat seluruh teman teman Haruto tertawa, berbeda dengan salah satu dari mereka yang hanya diam memasang wajah datar seolah ia tidak menanggapi apa pun, tangannya memegang sebuah gelas berisikan alkohol.

"Kau akan memperkosanya, Haruto? Dia pasrah sekali denganmu."

"Mari kita mulai permainan ini, jangan salah kan aku jika kau mati dengan keadaan telanjang." Ucapnya kemudian berjalan ke arah anak tangga dan Sakura mengikuti dari belakang.

'Gadis itu benar-benar gila.'

Ketika Hana hendak berjalan mundur, tanpa sengaja Hana menginjak ranting pohon membuat suara lumayan keras. Tentu saja orang yang berada di dalam ruangan menoleh, dan lelaki itu menangkap keberadaannya. Riki meletakan gelasnya dan berjalan cepat ke arah pintu. Hana dengan segera mencari tempat bersembunyi di sana agar tidak ketahuan. Lelaki itu keluar dari ruang tengah memeriksa keadaan depan, ia yakin melihat seseorang di sana dan sekarang menghilang.

"Ada siapa di luar, Riki?" Lelaki itu menoleh ke arah teman-temannya sekilas dan kemudian melihat ke seluruh penjuru taman depan mansion tidak menemukan apa pun, benar-benar sepi. Hanya ada kendaraan mereka saja di sana.

"Ada siapa Rik? Sepertinya ada orang lain selain kita di sini."

"Tidak ada orang di sini bodoh." Ucap Riki kemudian kembali masuk ke dalam rumah dan meninggalkan temannya berdiri di sana dengan keadaan bingung.

'Aku yakin tidak salah lihat. Siapa dia?'

•••

Pagi ini agak aneh pasalnya semua orang tampak sangat pucat sekarang seolah melihat sesuatu, Hana baru saja berangkat dan akan menuju kelas. Namun, seketika langkahnya berhenti, kenapa ada banyak orang di kelasnya sekarang? Hana pun membelah kerumunan tersebut dan menemukan sesuatu yang tidak Hana bayangkan sebelumnya.

"Apa ini?" Beberapa orang menangis bahkan pingsan melihat. Sosok mayat yang berposisi duduk di salah satu bangku dan Hana tau siapa dia. Kashimura Yuni.

Gadis yang duduk di kelas 11 itu terduduk kaku di sana dengan kepala hampir putus, menghadap ke atas kelas. Bahkan mulutnya yang seolah tidak mempunyai rongga mulut lagi, wajahnya nyaris hancur dengan sayatan di wajahnya seperti dikuliti. Bahkan darahnya masih menetes ke lantai meskipun tidak deras.

Hana menatap mayat itu, baru kemarin melihat gadis itu tertawa seperti yang lain bahkan bercanda dan sempat mengajak Hana berkenalan. Namun, Hana mengacuhkannya karena tidak suka dengan orang asing. Bukan penyesalan. Tetapi, hanya heran bagaimana bisa gadis sebaik Yuni meninggal dalam keadaan mengenaskan seperti ini?

"Siapa yang melakukan ini?Tuhan! Kembalikan sahabatku! Kenapa harus dia? Kenapa!"

"Bersabar lah, mungkin ini memang sudah takdirnya. Tenanglah jangan seperti ini." Gadis di sampingnya membantu menenangkan dia, seperti yang Hana tau kalau. Kirana adalah sahabat baik Yuni, meskipun hanya beberapa hari melihat mereka pun sudah ketara karena kedekatan mereka memang sangat lekat.

Sekarang bukan masalah itu, Hana kembali meneliti mayat itu dan berjalan mendekat. Baru beberapa langkah Hana berhenti seolah ditahan oleh seseorang dan ternyata seorang guru, dia guru di sekolah yang Hana tempati sekarang.

"Jangan mendekat, Nak. Biar kan pihak berwajib yang menangani ini. Kamu yang sabar ya." Hana hanya diam tidak mengatakan apa pun dan kembali menatap mayat itu yang tengah diangkat kemudian dimasukan ke sebuah kantung mayat.

Tentu saja untuk diotopsi memperjelas kenapa dia bisa meninggal sekaligus mencari tau banyak hal, meneliti apakah di badannya ada jejak pelaku atau tidak itu sangat penting sekali.

Hana memilih meninggalkan kerumunan dan melewati lorong yang lumayan ramai, mungkin karena penemuan mayat teman satu kelasnya itu memang sukses membuat semua murid di sana merasa merinding, bagaimana kalau membunuhnya mencari korban lagi? Atau mungkin salah satu dari mereka akan menjadi mangsanya dalam beberapa waktu dekat?

Tidak paham dengan keadaan. Hana mulai mengambil ponsel yang ia simpan di sakunya dan segera menghubungi seseorang. Menunggu panggilannya tersambung kepada seseorang dan tidak lama tersambung juga.

"Dia sudah beraksi."

•••

"Sudah ada korban baru rupanya. Kau sudah melihat sesuatu atau sebuah kode?" Hana duduk di kursi tepat di depan pria yang berada di depannya sekarang.

Hana yang tengah memakan permen tengah berpikir. Namun, terlihat sangat santai ,untuk apa terburu-buru? Lagi pula jika kalian semua gegabah maka 'dia' akan tau dan merasa kalau dirinya benar-benar diintai. Tentu saja akan menggagalkan rencana kalian semua untuk mengungkap sekaligus menangkap pelaku, psychopath gila itu.

"Aku rasa sebelum aku datang sudah ada korban, karena yang aku dengar sudah hampir 5 siswa di bunuhnya dengan cara berbeda dan tempat yang berbeda juga."

"Dia sudah gila." Hana memikirkan banyak hal, siapa yang bisa membunuh seseorang bahkan tanpa meninggalkan jejak sama sekali? Bukankah dia sangat hebat? Jika Hana bertemu dengannya Hana bisa menebak apa ekspresinya nanti.

Hana belum mendapatkan seseorang yang mencurigakan sama sekali, semua orang terlihat sama saja.Namun, yang ia curigai ada satu orang yang tampak misterius. Baginya. Tetapi, bukan berarti Hana menuduhnya sebagai pelaku pembunuhannya.

"Apa yang kau pikirkan?" Hana hanya diam dan melirik ke arah pria yang bernama, Yuta. Dia yang membawanya ke Jepang karena urusan yang begitu rumit di negara Sakura tersebut. Mau tidak mau memang.

"Aku mendapati satu orang-"

"Siapa? Katakan cepat siapa? Barang kali kita memang harus benar-benar mengawasinya." Satu orang yang berada di benaknya dan menjadi dugaan, hanya dugaan saja karena dia sangat aneh dan bisa di bilang paling jarang muncul dipublikasikan di sekolah. Hana melihatnya sekali saja, dia yang berada di mansion milik Haruto.

"Aku tidak tau namanya, tapi aku pernah mendengar jika namanya adalah-" Yuta masih menunggu dan sampai Hana mulai menatap pria itu dengan tatapan serius.

"Riki. Watanabe Riki."

Chapter : 2

Kurangnya apa yang ada di dalam diri kita sepertinya adalah sebuah kekurangan. Tetapi, sebuah kekurangan justru mampu mendorong kita menuju sesuatu yang jauh lebih baik dan juga lebih maju. Tentu saja, kebanyakan orang tidak mau terlahir mempunyai kekurangan atau bahkan tidak semua manusia mau.

Tetapi, hidup tidaklah terus mengalir bagaikan air laut, kehidupan ini pasti akan ada hambatannya, entah hambatan itu bisa diartikan dalam berbagai makna. Seperti menyuruh kita berhati-hati atau menjadi orang yang lebih bersabar atau semacamnya.

Seperti pemuda ini, Riki. Dia baru saja pulang dari tempat Haruto, tidak lain adalah saudara tirinya. Riki dan Haruto hanya terpaut usia satu tahun, lebih tua Haruto dari pada Riki. Namun, karena terbiasa ia memanggil Haruto langsung dengan sebutan nama tanpa ada embel-embel kakak. Menjadi rahasia besar kalau ternyata dua pemuda tampan yang semua adalah primadona sekolah itu adalah saudara, Riki terlahir di keluarga yang kurang jelas.

Riki akui dirinya memang tidak memiliki apa-apa ketimbang Haruto yang mempunyai segalanya, apa yang tidak Riki punya Haruto memilikinya? Iri? Tentu saja tidak, Riki tidak memiliki emosional apapun, bahkan melihat orang kesakitan atau bahkan menangis seolah dirinya benar benar sudah 100℅ mati rasa.

"Riki!" Seseorang memanggilnya, Riki tidak langsung menoleh karena ia tau siapa yang memanggilnya.

Dirinya duduk di taman belakang rumah dengan mata terpejam menikmati hembusan angin malam dengan harapan beban pikirannya berkurang setidaknya hanya sedikit saja.

"Apa kau tidak mendengar panggilanku? Dasar anak kurang ngajar!!" Seseorang itu menjambak rambut halus itu membuat sang pemilik agak terjungkal ke belakang karena kerasnya tarikan tersebut.

Tubuhnya tumbang di atas rumput hijau, yang menjadi saksi kehidupan kelam seorang Riki. Seorang Riki yang dingin, kaku, tidak mempunyai perasaan apa pun atau bahkan emosional yang biasa dimiliki manusia normal pada umumnya. Seseorang yang menarik rambutnya tidak lain adalah, bibinya sendiri. Dimana wanita itu memanfaatkannya karena harta, keluarga Watanabe adalah keluar kaya raya yang paling di hormati di Jepang.

Dan karena keluarga itu menginginkan seorang anak laki-laki lagi, memutuskan mengadopsi Riki sejak kecil dan sang bibi menekankan kepada Riki untuk menjadi lebih dari keturunan asli berdarah Watanabe.

Tetapi, apa lah sebenarnya Riki tidak perduli. Asalkan dirinya diberikan kasih sayang seperti kebanyakan anak-anak lain ia akan menurut, bahkan ia rela diperlakukan seperti robot. Seingin itu Riki memiliki orang tua.

"Apa yang bibi inginkan? Aku sudah memberikan semua saham ku kepadamu."ucap Riki tanpa ekspresi apa pun. Bahkan hatinya tidak mengatakan apa-apa, jika orang lain di posisinya mungkin sudah mengamuk dengan keserakahan bibinya itu.

"Kau pikir itu cukup? Aku menyuruhmu mengambil separuh Riki, kau paham tidak hah?!" Tidak ada yang tau sifat asli bibinya, yang mereka ketahui jika Bibinya sangat baik. Tetapi, kenyataannya berbalik dengan realitanya.

Sekejam itu dunia sekarang? Tentu saja, dunia sekarang tidak seperti dulu, hampir semua penghuni memikirkan diri sendiri bukan orang lain yang di luar sana lebih menderita dari kita. Tentu saja karena dunia ini memang sudah benar-benar hilang akal sehat.

"Aku hanya mendapatkan itu, lagi pula jika bibi mau, kenapa tidak bunuh saja semuanya agar bisa mendapatkan apa yang bibi mau?" Ucap Riki dan kemudian pemuda itu meninggalkan wanita itu yang tengah memikirkan saran Riki tadi.

"Kau benar, aku harus membunuh semuanya."

Riki masih melangkah menjauhi wanita itu. Namun, ia mendengar jelas apa yang dikatakan bibinya tadi. Sepertinya bibinya tengah mempertimbangkan sarannya tadi, namun di balik itu pemuda itu. Menyeringai lebih arti.

•••

"Kau serius dengan pertimbangan mu itu?" Hana hanya diam memikirkan banyak hal ketika pertanyaan melayang ke arahnya. Jujur Hana ragu di tambah orang yang ia tuduh sebagai tersangka adalah seseorang yang terkenal acuh.

Hana tau, karena beberapa orang sempat ia kuras semua informasinya untuk mengetahui, siapa dia? Mereka mengungkapkan jika orang yang Hana tuduh adalah tipe orang yang tidak perduli dengan sesuatu, di kenal dia sangat menjaga semua sahabatnya dan kebutuhan persahabatan. Agak ragu ketika mendapatkan informasi yang malah melenceng seperti itu.

"Aku juga tidak yakin.Tetapi, aku yakin dia yang-"

"Jangan asal tuduh, Hana. Dari yang aku tau dia adalah salah satu anggota keluar besar dari keluarga konglomerat Watanabe, keluar itu di kenal dengan Identitasnya tidak banyak di ketahui. Didikannya yang kebanyakan berbeda dari keluarga lain, dalam arti membunuh dihalalkan oleh keluarga itu dan paling penting adalah, keluarga itu menerapkan peraturan. Jika ada debu keluar sedikit apa pun, maka harus dibakar sampai semuanya habis tidak tersisa."

Mendengar penjelasan Yuta tentang keluarga konglomerat tersebut membuatnya ragu. Namun, ketika menatap wajahnya saja Hana sudah yakin sekali, apakah hanya firasat konyolnya saja? Atau bagaimana? Hana menatap ke arah layar komputer yang mencoba membobol data tentang sosok bernama, Watanabe Riki.

Hampir puluhan orang mencari identitas pemuda itu, tidak ada dan nyaris tidak bisa. Entah karena keluarga konglomerat itu menutup akses itu atau ada hambatan lain atau kejanggalan yang membuat situs itu seketika menjadi eror. Hana menatap lekat foto pemuda bernama Riki itu yang terpampang jelas di layar.

Didalam hati Hana ragu sekaligus bimbang. Namun, di sisi lain Hana yakin. Tetapi, benar apa kata Yuta, jangan menuduh di tambah orang yang Hana tuduh adalah anggota keluarga Watanabe.

'Aku akan mencari tau semuanya.'

•••

Hampir 10 orang lebih berjalan menulusuri koridor sekolah bersamaan dengan banyak pasang mata yang menatap mereka semua kagum, dalam banyak arti. Namun, salah satu atau bahkan beberapa hanya menanggapinya dengan tatapan datar seolah tidak perduli dengan situasi yang biasa mereka hadapi ketika berada di sekolah tersebut.

"Dimana ****** itu?"

"Kau mencari nya? Biasanya kau membuangnya ketika dia ada di depan matamu, Tuan Muda Watanabe." Ucap gurau temannya Yu-ki. Teman satu angkatannya itu memang sangat santai dengan Haruto di tambah mereka sudah lama dekat sejak sekolah dasar. Jadi wajar jika keduanya menang saling tau satu sama lain.

"Ck! Kau pikir aku betah memandang wajahnya. Wajah murahannya itu sangat memuakkan."

Yu-ki terkekeh ketika mendengarkan alasan seorang Haruto. Tetapi, pemuda itu tidak mau membicarakan gadis itu lebih panjang karena topik itu terlalu umum untuk mereka.

Di tambah siapa yang tidak mengenal Sakura? Dia adalah gadis dari beberapa gerombolan gadis yang menyukai Haruto dengan cara nekat, bahkan satu kelompok Haruto mengenal gadis itu.

"Tapi dia cukup manis bukan? Kau tidak tertarik dengannya Haruto." Haruto malah tertawa meremehkan, di dalam hati dan otaknya sungguh merendahkan gadis bernama Sakura tersebut.

Mereka semua tau apa yang ada dipikiran Haruto, semuanya. Namun, hanya satu yang mengabaikan semua itu. Siapa lagi kalau bukan Riki, pemuda itu menatap datar ke segala arah seolah ia menghindar untuk dijadikan tontonan banyak orang. Haruto sibuk bergurau dengan teman-temannya. Namun, ketika ia tidak sengaja menangkap kehadiran seseorang yang menurutnya paling ditunggu-tunggu.

"Heh! Kau melihat apa?" Haruto terpaku dengan gadis itu, ia hanya kerasa heran saja. Bagaimana bisa gadis itu melawannya? maksudnya dalam arti mempunyai nyali besar membantahnya? Haruto hanya tersenyum tipis.

"Gadis itu misterius." Mereka semua lantas menatap ke arah di mana Haruto sejak tadi tatap. Mereka semua mengangguk setuju kecuali Riki.

Pemuda itu ikut menatap ke arah di mana semua orang menatap ke sosok gadis yang tengah membeli susu coklat di kantin. Riki memang terpaku sama seperti yang lain. Namun, dalam arti lain.

"Aku dengar namanya adalah Ayako Hana. Kelas 11 sama seperti kita hanya saja dia kelas Geografi."

"Kau tau dari mana Cio?"

"Aku sekelasnya bodoh!" Ucap lelaki yang di panggil Cio itu memberikan pukulan ke kepala sahabatnya yang tidak lain adalah, Naka.

Tidak memperdulikan kegaduhan antara kedua sahabat mereka, justru kedua pemuda dengan satu keluarga itu menatap satu sosok yang sama dalam arti berbeda di antara keduanya.

Entah dalam arti apa? Namun, masing-masing dari mereka menyeringai terutama Haruto, sedangkan Riki menatap penuh menyelidik seolah mencari sesuatu dari Hana yang mulai menghilang ditelan gerombolan murid di kantin.

Haruto menatap punggung itu sampai menghilang, entah kemana? Namun, didalam hati ia tersenyum senang.

'Setelah sekian lama, aku bertemu denganmu lagi. Apa kau sudah melupakanku?'

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!