NovelToon NovelToon

Gala Asmara Cinta Segi Enam

1. Kecelakaan

Pagi itu Farel Bramantyo berangkat ke Karawang dalam rangka meninjau lokasi proyek yang baru. Tapi naas mobil Farel menabrak pembatas jalan, kondisi jalanan yang sepi membuat Farel kesulitan meminta pertolongan.

"Kenapa tidak ada yang lewat di jalanan ini? Sakit sekali rasanya," belum selesai apa yang akan dikatakan oleh Farel, tiba-tiba saja mobil yang dikendarai mengalami hilang keseimbangan dan jatuh ke sungai. Farel yang masih setengah sadar, meloncat dari mobilnya sebelum mobil itu meluncur dan kecebur lalu terbawa arus sungai.

Kemalangan Farel bukan hanya disitu. Karena panik, Farel asal meloncat saja, tidak sadar kalau tempat yang dia tuju adalah sebuah batu besar. Kepala Farel terbentur dan mengeluarkan banyak darah. Farel pingsan dan kehilangan kesadaran.

Saat itu, kebetulan seorang pemuda desa sedang memancing di sungai tidak jauh dari lokasi kecelakaan tersebut.

Saat akan pulang, tanpa sengaja pemuda bernama Rukmana itu melihat Farel yang pingsan. Karena merasa kasihan akhirnya dia meminta bantuan warga yang kebetulan lewat disana, untuk membawa Farel ke rumahnya.

Rukmana sebenarnya bekerja di Jakarta, dia sedang berlibur bersama majikannya. Pulang kampung. Berziarah ke makam ayah majikannya yang juga berperan sebagai sahabat masa kecilnya, Cansu Andini.

"Siapa itu Rukmana?" Cansu tampak panik, saat sopir pribadinya yang katanya mau mancing malah pulang membawa seorang pria yang pingsan dengan luka-luka dan berdarah di sekujur tubuhnya.

"Saya tidak tahu Cansu, saya menemukan dia pingsan di pinggir sungai. Kelihatannya dia jatuh dari atas tebing dan nyangkut di sungai. Kepalanya kebentur batu besar, banyak darah yang keluar, aku kasihan sama dia, jadi membawa dia pulang," Cansu menyuruh orang-orang itu meletakkan Farel di kamar samping, berdekatan dengan kamar Rukmana.

"Coba kau cari di saku baju atau celana, siapa tahu ada identitas pemiliknya," ucap Cansu sambil mengelap wajah Farel yang kotor dengan lap basah.

Cansu amat prihatin dengan nasib pria asing tersebut. Melihat luka yang banyak di sekujur tubuhnya, bisa di duga kalau dia pasti jatuh dari ketinggian.

Rukmana mengikuti perintah Cansu, namun tidak ada ditemukan apapun disana. Saat mengganti pakaian Farel, Rukmana berteriak di belakang.

"Cansu, lihatlah..." dia menunjukkan kerah kemeja yang sudah koyak itu ke arah Cansu.

"Farel Bramantyo, apa ini merek pakaian yang dia gunakan atau nama pemilik pakaian ini?" tanya Cansu heran. Rukmana yang ditanya hanya menggelengkan kepala tanda tidak paham.

"Biarlah kita pakai nama ini saja, daripada kita kesulitan memanggil namanya," Cansu lalu melanjutkan kegiatannya membersihkan badan Farel yang masih pingsan.

"Cucilah pakaiannya, lalu simpan baik-baik,nanti kalau dia sadar, kita bisa menggunakan pakaian itu untuk identifikasi pria ini," Cansu meminta Rukmana mencuci pakaian pria itu.

"Rukmana, cepat kau siapkan kepulangan kita ke Jakarta, aku besok ada meeting dengan klien penting!" Cansu meminta Rukmana untuk menyiapkan kepulangan mereka ke Jakarta.

"Tapi Cansu, apa yang harus kita lakukan dengan dia?" tanya Rukmana bingung sambil menatap pria asing yang masih tidak sadarkan diri.

"Kita akan membawa dia ke Jakarta, perawatan disana lebih bagus. Nanti minta Om Hendrawan untuk merawat dia," setelah selesai membersihkan darah serta luka Farel, Cansu memutuskan untuk istirahat.

Perjalanan kembali ke Jakarta sungguh melelahkan. Dia harus menyiapkan energinya untuk besok.

"Kau obati semampunya saja, atau panggilkan dokter di sekitar sini, aku mau istirahat dulu," Rukmana lalu pergi ke luar, mencari dokter yang mau dibawa ke kediaman majikannya.

"Lukanya sebenarnya lumayan berat, lebih bagus kalau dibawa ke rumah sakit besar, saya kwatir ada gegar otak atau hal yang lebih serius lagi," sang dokter menjelaskan kondisi Farel yang masih belum sadarkan diri.

"Besok akan kami bawa ke Jakarta Dokter. Ini sudah malam, kwatir kalau melakukan perjalanan jauh, apalagi dengan kita membawa seseorang pasien," Rukmana berusaha menjelaskan kondisi yang sebenarnya.

"Ini saya beri resep. Kalau bisa sekarang di tebus di apotek, supaya luka luarnya bisa segera di obati," setelah selesai dokter tersebut diantar kembali oleh Rukmana dan dia juga mampir ke apotek untuk membeli obat untuk Farel.

Setelah sampai ke rumah, Cansu sudah bangun.

"Bagaimana kata dokter?" Cansu yang masih agak mengantuk itu mendekati Farel yang masih belum siuman juga.

"Katanya harus dibawa ke rumah sakit besar, takut ada gegar otak," Cansu hanya manggut-manggut mendengarkan keterangan Rukmana.

"Kau istirahatlah, sudah malam, sini obat salepnya, biar aku bantu oleskan pada pria ini," Rukmana memberikan obat tersebut lalu dia pergi ke kamarnya. Dia memang harus istirahat, karena besok harus nyetir sampe ke Jakarta.

Pada saat mengoleskan obat, tanpa Cansu sadari, Farel ternyata sadar dari pingsannya. Dia menoleh ke sekeliling, mengamati wajah yang sangat cantik, seorang wanita yang sedang mengoleskan obat pada lukanya.

"Kamu sudah sadar?" Cansu yang menyadari hal itu merasa sangat bahagia. Dia memberikan air minum untuk Farel.

"Minumlah, kau pasti kehausan. Sudah hampir 8 jam kau pingsan," Farel yang kebingungan masih belum mampu mencerna keadaan dirinya.

"Aku dimana?" tanyanya sambil memegang kepalanya yang di perban oleh dokter tadi. Farel kesulitan saat berusaha untuk bangun dari tempat tidurnya saat ini.

"Kau di rumahku, Tenanglah. Besok sebelum ke Jakarta, kita akan ke kantor polisi dan menanyakan perihal pemeriksaan mobilmu yang kemarin berhasil di amankan oleh warga. Siapa tahu nanti kita dapatkan petunjuk mengenai kecelakaan yang menimpa kamu," Cansu memperlihatkan ponselnya.

Farel menatap foto mobilnya dengan tatapan nanar, mobilnya hancur bagian depan, sehingga menyulitkan identifikasi kendaraan, kerangka mobilnya saja sudah penyok di mana-mana. Terbawa arus sejauh 50 meter.

Rukmana sampai mengerahkan seluruh pemuda kenalannya di desanya. Untuk dapat mengevaluasi mobil Farel. Mobil tersebut di butuhkan untuk mencari penyebab kecelakaan tadi siang.

Cansu sudah menghubungi pihak kepolisian juga, team mereka sedang menyelidiki kasus itu. Cansu hanya tinggal menunggu laporan dari pihak kepolisian.

"Aku gak ingat perihal kecelakaan itu," Farel memegang kembali kepalanya yang berdenyut.

"Tenanglah, jangan memaksakan dirimu. Kamu di tempat aman, kami akan menjagamu." Cansu memijit kaki Farel, merasa kasihan padanya. Dari tadi dia memegangi kakinya dan merintih kesakitan.

"Aku ambilkan makan dulu untukmu, kau pasti lapar bukan?" tanpa menunggu jawaban, Cansu langsung pergi ke dapur dan membawakan nasi dan lauk Pauk untuk Farel.

Farel yang masih bingung dengan keadaan dirinya,

hanya bisa menurut pada Cansu yang dengan telaten menyuapinya dan menjaganya.

"Nama kamu siapa? Kenapa baik sekali. Membantu orang asing seperti saya," Farel yang masih belum stabil keadaannya, bicara terbata.

"Namaku Cansu, kamu sebaiknya jangan banyak bicara, nanti kamu kesakitan. Istirahatlah. Besok kita ke Jakarta untuk membawamu ke rumah sakit yang lebih besar," ucap Cansu sambil tersenyum manis. Farel terpesona melihat senyum tulus Cansu yang entah kenapa, menerbitkan gelayar aneh dihatinya. 'Apakah ini cinta?' bathin Farel.

"Aku baik-baik saja, hanya merasa pusing kepala. Apa kamu menemukan sesuatu pada tubuhku?" tanya Farel dengan tersipu malu sambil melihat sekujur tubuhnya yang saat ini sudah bersih dan menggunakan pakaian bersih yang dipinjamkan oleh Rukmana, kebetulan ukuran pakaian mereka sama, jadi tidak kesulitan memberikan pakaian.

Dia melihat pakaiannya sudah baru dan wangi. Kalau benar dia kecelakaan. Pasti seseorang telah mengganti pakaiannya. Memikirkan bahwa gadis cantik yang ada dihadapannya mengganti pakaian miliknya, seketika dia merasa malu sekali.

"Hei.. jangan kwatir, bukan aku, sopirku tadi yang menggantikan pakaian kamu, dia juga yang menolong kamu dari sungai, aku mana berani melakukan hal itu?" Cansu tertunduk malu. Wajahnya sudah memerah laksana tomat yang siap di masak. Sangking malunya.

"Aku pikir kamu yang mengganti pakaianku," Farel tersenyum malu, menyadari pikiran kotornya tadi.

" Saat ditemukan badanmu penuh dengan darah dan luka. Aku sudah ketakutan tadi, takut kamu tidak bisa selamat," Cansu menatap Farel dengan intens, mengagumi mahluk Tuhan yang tercifta begitu sempurna. Wajah tegasnya dengan sedikit jambang dan brewok, wajah khas ala-ala Timur Tengah dengan kulit putih bersih.

'Setelah dibersihkan wajahnya, ternyata dia tampan sekali. Badannya juga sangat bagus, dia pasti rajin olah raga dan gym,' monolog Cansu dalam hatinya.

Tiba-tiba ada desiran halus di hatinya. Saat melihat Farel yang terus menatap dirinya dengan intens. Baru kali ini Cansu dekat dengan pria sedekat itu. Rasanya sangat canggung.

Persahabatan dirinya sejak kecil bersama Rukmana tidak seintim itu, mereka hanya disatukan oleh keadaan yang mengharuskan mereka selalu bersama, hanya sewajarnya saja, selayaknya majikan dan pembantunya.

Visualisasi Cansu Anjani dan Farel Bramantyo

2. Kebersamaan

Keesokan harinya, setelah mendapatkan laporan dari pihak kepolisian bahwa mobil yang digunakan oleh Farel sengaja di potong kabel remnya, polisi menyimpulkan bahwa kecelakaan tersebut ada unsur kesengajaan, atau dengan kata lain, ada orang yang menginginkan kematian Farel.

"Siapa yang melakukan hal kejam ini kepadamu?" Cansu merasa kesal sendiri ketika mengetahui hal tersebut. Farel hanya diam dan merenung. Memikirkan kejadian sebelum dirinya Kecelakaan.

Walaupun berusaha mengingat masa lalunya tetapi rasanya sangat sulit sekali, selalu pusing dan sakit kepala.

"Sudahlah jangan dipaksakan untuk mengingat masa lalu kamu. Ayo kita bersiap untuk ke Jakarta. Nanti aku akan bawa kamu untuk periksa ke dokter terbaik di sana." Farel mengangguk dan mengikuti Cansu untuk segera bersiap.

"Cansu bagaimana dengan pakaian lama Den Farel?" Rukmana membawa pakaian Farel yang sudah dicuci bersih dan wangi.

Visualisasi Rukmana, Sahabatnya Cansu

Farel mengambil pakaian itu, dia juga melihat Nama Farel Bramantyo di kerah kemeja tersebut. Merasa heran sendiri.

"Jadi karena baju ini, kalian memanggil namaku Farel?" Cansu yang kebetulan lewat di depan kamar yang ditempati oleh Farel pun ikut bergabung bersama mereka.

"Nanti kalau kita sudah ke kota, kita bisa mencari asal usul kamu dengan pakaian itu. Kalau dilihat dari bahan dan modelnya, pakaian ini termasuk mahal dan ekslusif. Pasti akan sangat mudah menggali informasi tentang masa lalumu," Farel mengangguk setuju dengan pendapat Cansu.

"Ayo kita berangkat sekarang, nanti kemaleman di jalan malah bahaya," Rukmana yang sudah siap langsung masuk ke mobilnya. Mempersilahkan Cansu dan Farel untuk masuk di kursi belakang.

"Kita berangkat sekarang Cansu?" tanya Rukmana dengan semangat 45.

"Let go!!!!" Cansu merasa sangat bahagia karena liburan kali ini terasa sangat menyenangkan. Walaupun kehadiran Farel cukup menyita pikiran tapi dia merasa bersyukur karena Farel baik-baik saja. Walaupun dia mengalami amnesia, tapi Cansu yakin Farel akan segera membaik setelah mendapatkan pengobatan yang terbaik di Jakarta.

kring kring kring.

"Assalamualaikum, oh ya Mba. Apa kabarnya? Saya sudah dijalan ini, mau kembali ke Jakarta," Farel memperhatikan wanita cantik di sampingnya tersebut, hidung mancung dan mata yang sangat bening, kalau ibarat pribahasa Jawa sih namanya Damar kanginan. Sungguh cantik, laksana bidadari yang turun dari kahyangan.

Alisnya sungguh luar biasa, tiba-tiba terasa ada desiran halus dalam hatinya, saat melihat Cansu yang tampak fokus dengan panggilan yang entah dari siapa. Senyum ramahnya mampu menghipnotis dirinya.

"Iya Mba, masukan saja surat pengunduran dirinya ke staf Personalia, nanti saya tandatangani. Iya mba, gak apa-apa. Jaga dedek bayinya baik-baik ya, nanti kalau sudah senggang saya menengok ke sana," Cansu menutup panggilan tersebut setelah asistennya itu berpamitan.

"Kenapa? Apa ada masalah?" Farel melihat Cansu menghembus nafas berat setelah panggilan di akhiri. Kecantikan yang sungguh luar biasa, Farel Fix sudah jatuh cinta pada Cansu.

"Asisten pribadiku mengundurkan diri, karena mau melahirkan. Suaminya melarang dia kerja, disuruh fokus jagain dedek bayi," Cansu menyenderkan kepalanya ke kursi sambil memijit kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing.

"Rukmana, apa kamu bisa rekomendasi seseorang buat gantiin asistenku yang mengundurkan diri?" Cansu memejamkan matanya, sebenarnya dia agak kesal, kenapa mendadak begitu. Seharusnya memberi tahu satu bulan sebelumnya. Padahal besok dia ada pertemuan penting dengan klien besar. Banyak yang harus dipersiapkan, tetapi asistennya yang sudah lima tahun bekerja dengannya tiba-tiba resign.

"Nanti saya tanya kepala personalia, siapa tahu mereka ada gambaran," jawab Rukmana masih fokus dengan jalanan. Semalam hujan besar, jadi jalanan licin, makanya tidak bisa sembarangan. Kalau meleng sedikit saja bisa kecelakaan nanti.

"Apakah berat, pekerjaan sebagai asisten pribadimu?" tiba-tiba Farel angkat suara, agak ragu terdengar di telinga Cansu.

"Tergantung sih, tugas utamanya menyiapkan segala kebutuhan Cansu, mengikuti kemanapun dia pergi. Merangkap sebagai body guard juga, karena terkadang ada saja teror dari saingan bisnis," Rukmana mencoba mendeskripsikan tugas seorang asisten untuk Cansu.

"Apa aku boleh mencobanya? Siapa tahu aku mampu," Cansu menoleh ke samping dan menatap mata Farel, hanya memastikan saja. Siapa tahu kupingnya salah dengar.

"Kita tidak tahu siapa kamu, bagaimana kalau ternyata kamu seorang mata-mata industri? Yang sengaja di kirim saingan perusahaanku untuk mengacaukan perusahaan," Cansu menatap Farel dengan mata tajam, setajam silet.

"Aku serius loh lupa ingatan. Bagaimana mungkin aku jadi spy?" Farel meringis mendengar kekonyolan yang diungkapkan oleh Cansu.

"Kita bisa mencobanya Cansu, kasihan juga Farel kalau nanti tidak ada kegiatan. Anggap saja mengisi waktu luangnya," usul Rukmana.

"Pekerjaan seorang asisten Direktur Eksekutif bukan main-main ya, bagaimana bisa kamu memintaku untuk mencoba dia?" Cansu menampakkan wajah pesimis pada Farel.

"Kita coba sampai kamu nanti dapat kandidat yang lebih baik dari pada aku, bagaimana?" Farel masih mencoba membujuk Cansu agar menerima tawaran dirinya untuk bekerja sebagai Asistennya.

"Baiklah, kita coba besok ya. Semoga saja kamu gak bikin masalah. Aku gak minta banyak sih sama kamu, cukup jangan bikin aku pusing dengan kebodohan yang tak termaafkan," ucap Cansu pada akhirnya.

"Kebodohan yang tak termaafkan itu seperti apa?" tanya Farel tidak mengerti sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Ya.. kesalahan yang disengaja, nanti kamu paham maksudnya, kalau sudah mulai bekerja." Cansu tersenyum pada Farel yang malah jadi salah tingkah melihat senyum yang begitu cantik.

Setelah Farel diam selama beberapa saat, Cansu memilih untuk tidur saja, ngantuk rasanya. Tanpa sadar kepala Cansu bersandar ke dada bidang milik Farel. Farel menyangga kepala Cansu dengan merangkulnya. Debaran di dadanya semakin kencang, membuat Farel tersipu malu.

Rukmana yang melihat di kaca depan hanya tersenyum saja. Selama dia kenal dengan Cansu, tidak pernah ada laki-laki yang berani mendekati majikannya itu. Cansu selalu marah kalau dia memanggil dirinya dengan sebutan Nona.

Jadi Rukmana akhirnya selalu memanggilnya Cansu saja, tanpa embel-embel Nona. Cansu memang wanita yang selalu rendah hati dan baik hati kepada semua karyawannya.

Setelah sampai di mansion keluarga Cansu, Farel tidak tega untuk membangunkan Cansu yang masih terlelap dalam pelukannya.

"Bagaimana ini?" tanya Farel sambil menunjuk ke arah Cansu yang masih terlelap.

"Angkat saja sampai ke kamarnya, biar aku yang angkat koper ke kamar," Rukmana memberi perintah pada Farel yang tampak ragu-ragu mau menggendong Cansu.

"Sudah gendong saja, kalau di bangunkan nanti susah tidur lagi. Kasihan dia, besok pagi-pagi ada meeting dengan klien penting," karena desakan Rukmana Farel akhirnya berani untuk menggendong Cansu ala-ala Bridal style sampai ke kamar Cansu.

Mansion itu terdapat lima lantai. Sebab itu menggunakan eskalator untuk naik ke atas. Farel yang sudah dikasih tahu dimana kamar Cansu sebelumnya, langsung menekan angka lima. Kamar Cansu memang ada di lantai lima.

"Rumah ini sangat besar, tetapi kenapa sangat sunyi?" bathin Farel. Saat Farel sudah sampai ke kamar Cansu, dia meletakkan Cansu di kasur king size miliknya.

Tanpa sengaja kaki Farel menyandung karpet di dekat ranjang, sehingga tubuh Farel jatuh ke atas tubuh Cansu yang masih terlelap. Tanpa sengaja, bibir mereka menempel. Farel terkesiap sesaat. Merasakan hembusan nafas Cansu yang teratur.

Cansu yang memang kelelahan masih tertidur lelap. Tidak tahu kejadian tersebut, kalau tahu, bisa-bisa Farel hanya tinggal nama saja.

"Kamu sangat cantik sekali. Nanti kalau aku sudah menemukan identitas asliku. Aku akan datang untuk melamar kamu," ucap Farel sambil mencuri satu kecupan lagi.

Cansu yang sebenarnya hanya pura-pura tidur merasakan debar di hatinya saat mendengar janji yang tadi diucapkan oleh Farel.

Sejak pertama melihat Farel, memang ada sedikit ketertarikan terhadap Farel. Tapi selalu ditahan dan di tutupi. Bagaimanapun juga rasanya sangat canggung kalau baru ketemu sudah ada rasa yang tak biasa terhadap Farel.

Selama dekat dengan Rukmana sebagai seorang teman ataupun supir pribadinya, Cansu tidak pernah berhubungan terlalu dekat atau intens sebagai pria dan wanita dengan Rukmana.

Paman Cansu yang mengurus Cansu sejak kecil semenjak orang tuanya meninggal. Mereka selalu mengingatkan Cansu mengenai siapa Rukmana dan siapa dirinya. Sehingga hubungan mereka tercifta hanya sebagai atasan dan bawahannya.

3. Terungkapnya Misteri

Keesokan harinya Cansu meminta Rukmana untuk membawa Farel ke rumah sakit. Memeriksa keadaannya dan kesehatan mentalnya pasca mengalami kecelakaan kemarin.

"Kau bilang kita ada meeting penting hari ini?" tanya Farel mengingatkan Cansu.

"Bukankah aku sekarang bekerja sebagai asisten pribadimu? Jadi aku harus mengikuti kamu ke manapun, memastikan kebutuhanmu aman," Cansu menatap lekat mata Farel, memastikan keadaan pemuda tampan yang sejak kemarin mencuri perhatiannya.

"Apa kamu merasa sehat? Aku rasa lebih baik kamu ke rumah sakit dulu. Memastikan kesehatan dirimu itu jauh lebih penting. Aku bisa pergi dengan sekretaris ku nanti." Cansu sudah bersiap pergi ke kantor. Farel masih ingin protes tapi Cansu melotot melihat dirinya.

"Kau periksalah keadaan dirimu ke rumah sakit bersama Rukmana. Nanti bisa menyusulku di sana." Keputusan Cansu sudah bulat dan tidak bisa di ganggu gugat lagi.

"Benar Den Farel, bahaya kalau tidak di obati dengan benar, kita harus memastikan bahwa kamu baik-baik saja," mendengarkan penjelasan Rukmana yang masuk akal, Farel tidak bisa banyak rewel lagi.

"Baiklah. Kita ke rumah sakit dulu," Farel menatap Cansu dan memberikan senyum terbaiknya. Cansu menundukkan kepalanya.

"Kalau lama-lama dekat dia, jantungku bisa-bisa maraton terus ini," Cansu bermonolog sendiri.

"Kamu kenapa? Apa ada masalah denganku?" tanya Farel kebingungan melihat Cansu memegang dadanya sambil menggelengkan kepala. Tampak frustasi di matanya.

"Tidak apa-apa, Rukmana jangan lupa periksa semua aspek di tubuh dia. Pastikan tidak ada masalah, aku masuk dulu ke kantor. Nanti aku pergi dengan sekretarisku dan sopir perusahaan. Kamu baik-baik jaga Farel." Cansu keluar dari mobil setelah Rukmana membukakan pintu untuknya. Farel menatap gedung perkantoran yang sangat besar dan menjulang tinggi di hadapannya. Ada rasa takjub di hatinya.

"Kalian hati-hati, jangan ngebut. Utamanya adalah keselamatan." Cansu mengingatkan Rukmana sekali lagi.

"Oh ya, gunakan ini untuk membayar semua tagihan rumah sakit. Kalau membutuhkan rawat inap, pesankan kamar VIP, agar Farel merasa nyaman di sana." Cansu memberikan black card miliknya pada Rukmana.

"Baiklah, jangan kwatir kan dia. Pergilah nanti kamu terlambat." Rukmana pergi setelah melihat Cansu masuk ke gedung milik perusahaan keluarganya.

"Cansu memang majikan yang baik hati, kamu jangan heran dengan kepribadian dia," Rukmana menjelaskan pada Farel yang masih takjub dengan instruksi terkait dirinya pada Rukmana.

"Kemana orang tua Cansu? Aku lihat semalam, di mansion itu sangat sunyi." Rukmana menarik nafas pilu. Kehidupan majikannya memang penuh dengan liku dan kepedihan.

"Mereka sudah meninggal sejak Cansu masih berusia 15 tahun. Selama ini Cansu hanya hidup bersama denganku. Pamannya, adik dari papahnya selama ini yang mengurus perusahaan sampai usia Cansu 17 tahun." Rukmana menerangkan kepada Cansu pada Farel.

"Pasti dia sangat sedih. Dia wanita yang hebat. Walaupun tanpa orang tua, dia bisa tumbuh menjadi pribadi yang luar biasa. Tidak banyak loh, gadis kaya dengan hati emas seperti dia." Farel memuji Cansu yang selama dia bersama dengan Cansu, tidak pernah sekalipun melihat Cansu berteriak-teriak kepada pembantu atau Rukmana.

Bukankah biasanya Putri kaya selalu bertindak sesuka hati dan tidak menghargai bawahan mereka? Farel diam dan memilih tidur sampai mereka di rumah sakit.

"Dokter, dia baru saja mengalami kecelakaan mobil yang sangat parah. Mobil dia meluncur dari tebing dan kepalanya terbentur ke batu besar. Saat saya menemukan tubuhnya, banyak luka dan darah yang sangat banyak dari tubuhnya." Rukmana menjelaskan kondisi Farel pada dokter.

"Apa yang Anda rasakan saat ini?" tanya Dokter dan memeriksa badan Farel dengan seksama.

"Aku tidak ingat masa lalumu Dokter. Setiap mencoba mengingat sesuatu, kepalaku sakit dan pusing sekali." Farel memegang kepalanya yang masih di perban.

"Nanti kita periksa semuanya, saya rasa Anda mengalami Gegar Otak dan Amnesia. Kita akan lihat hasil pemeriksaan nanti. Untuk sementara jangan lupa obatnya di minum secara teratur." dokter menyerahkan resep pada Rukmana.

"Apa tidak perlu di rawat dokter? Mungkin ada tulang patah atau apa gitu. Saya kwatir dokter." Rukmana melihat Farel yang duduk dengan tenang di kursinya.

"Tidak perlu. Luka-lukanya sudah diobati dengan benar. Kepalanya juga sudah diobati dengan benar. Kita tunggu hasil pemeriksaan nanti, baru kita ambil keputusan apakah perlu rawat inap atau tidak. Kalau yang saya perhatian, pasien dalam keadaan baik dan kuat." Dokter tersenyum pada Farel yang saat itu kebetulan melihat dirinya.

"Baiklah Dokter. Terima kasih, kami permisi." Farel dan Rukmana ke apotek dan menebus obat yang diberikan oleh Dokter.

"Betul kamu gak mau di rawat?" tanya Rukmana.

"Betul! Aku baik-baik saja. Selain tidak ingat siapa aku. Yang lainnya baik-baik saja." Rukmana merasa lega mendengar pengakuan Farel.

"Sebaiknya kamu pulang ke rumah saja ya. Istirahatlah. Badanmu membutuhkan itu." saran Rukmana tapi Farel menolak. Dia ingin berada di samping Cansu. Entah kenapa, baru berpisah sebentar hatinya sudah merasa rindu.

"Ayo kita menyusul Cansu saja. Tadi kita janji bukan?" pinta Farel dengan keras kepalanya.

"Baiklah, tapi kamu kalau merasa sesuatu yang tidak enak, istirahat ya. Jangan memaksakan diri. Kami tidak menuntut kamu untuk kerja keras." Farel mengangguk dan merasa senang dengan perhatian Rukmana kepadanya.

Saat Farel tiba di tempat meeting, mereka sudah bersiap untuk pulang. Mereka dikejutkan oleh teriakan orang yang meeting dengan Cansu saat ini. "Pak Farel?" semua melihat ke arah pria paruh baya tersebut yang langsung memeluk Farel.

"Anda siapa yah? Apa kenal dengan saya?" Farel yang kebingungan berusaha melepaskan diri dari pelukan pria tersebut.

"Tentu saja saya mengenal Anda. Lihatlah," pria itu membuka hapenya dan memperlihatkan sebuah artikel di sana.

"Farel Bramantyo seorang CEO ternama dari Bramantyo Groups menghilang selama dua hari dan saat ini belum ada kabarnya." Farel mengambil ponsel pria paruh baya itu, lalu membaca artikel tersebut.

Seketika kepalanya merasa pusing dan dia jatuh pingsan. Rukmana dan Cansu panik dan langsung membawa Farel ke rumah sakit yang tadi mereka kunjungi. Bapak paruh baya yang bernama Arifin tersebut merasa panik juga. Dia ikut serta ke rumah sakit. Cansu yang merasa penasaran juga membaca artikel yang baru saja di tunjukkan oleh Pak Arifin barusan.

"Jadi dia adalah CEO dari Bramantyo Groups?" tanya Cansu kaget.

"Dari foto yang ada di artikel itu, kemungkinan 100% benar." ucap Pak Arifin di kursi depan.

Farel di pangkuan Cansu di kursi belakang. Sampai mereka di rumah sakit, Farel masih belum sadarkan diri. Farel dibawa ke ruang IGD dan menerima perawatan di sana.

Pak Arifin berpamitan karena istrinya dari tadi menelpon dirinya. Ada keperluan mendadak.

"Terima kasih informasinya Pak, berkat Anda kami jadi tahu identitas Farel yang sebenarnya." Cansu menjabat tangan kliennya tersebut.

"Semoga Pak Farel baik-baik saja Bu. Kasihan dia. Sejak kehilangan dia, perusahaan tampaknya kacau. Adiknya yang menggantikan sementara, sepertinya tidak sehandal Pak Farel." Cansu paham dengan perkataan Pak Arifin. Setelah Pak Arifin pergi Farel juga keluar dari ruang IGD dan masuk ke ruang perawatan.

Cansu menyiapkan kamar VIP untuk Farel. Bagaimana dengan identitas Farel yang baru dia ketahui, Cansu merasa tidak bisa berlaku sembarangan pada pemuda yang kemarin di temukan oleh Rukmana itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!