NovelToon NovelToon

MISS BILLIONAIRE (Aku bukan wanita Penghibur)

Jengah

Silvia menutup telinganya dengan bantal, mencoba menetralkan suara lak*at yang selalu dia dengar setiap malam, suara-suara de**** yang terdengar samar-samar dari kamar sang ibu yang berada tepat di sebelahnya.

Hal ini memang sering dia dengar, dan Via biasa gadis itu di panggil, benar-benar jengah dengan sang ibu yang selalu membawa pelanggannya ke rumah untuk dilayani.

Malam ini kesabarannya benar-benar di ujung tanduk, Via yang sudah menahan selama ini akhirnya keluar dari dalam kamar, lalu menggedor pintu kamar sang ibu dengan hentakan keras.

Trok ... Trok ... Trok ...

''Mom ... BERISIK ...'' teriak Via.

Bruk ...

Dia bahkan menendang pintu keras, membuat sang ibu akhirnya membuka pintu kamarnya. Dona sang ibu berdiri di depan pintu dengan hanya menutup sembarang tubuh polosnya dengan kain tipis, membuat Silvia benar-benar marah dan semakin di buat kesal.

''Ada apa, Via? Mommy lagi melayani pelanggan. Apa kamu butuh uang, hah ...? Mommy lagi kerja,'' teriak Dona kesal.

''Apa gak bisa Mommy bawa pelanggan Mommy dari sini? aku jengah mendengar suara-suara lak*at tiap malam, dan apa gak bisa Mommy nyari kerjaan selain kerjaan yang seperti ini, hah ...?'' teriak Via berurai air mata.

''Silvia ...''

''Aku benci sama Mommy, BENCI ...!''' Teriak Silvia lagi, lalu segera berbalik dan keluar dari rumah sederhana yang sudah lebih dari 20 tahun dia tinggali itu.

''SILVIA ... MAU KEMANA KAMU?''

''AKU MAU PERGI DARI RUMAH INI, AKU BENCI MOMMY ...'' Teriak Silvia sebelum dia benar-benar keluar dari dalam rumah.

Blug ...

Pintu rumah pun dia banting dengan keras, Silvia pun berjalan menyusuri gang kecil di depan rumahnya, dadanya terasa sesak dengan mata yang benar-benar berair, buliran air mata pun berjatuhan begitu derasnya membasahi wajah cantiknya.

Rambut panjang semampai'nya pun nampak tergerai dan sedikit berterbangan tersapu angin malam, hingga dinginnya udara malam pun bagai menusuk setiap helai kulitnya hingga menembus daging tipis yang membalut tubuh kurusnya.

Silvia memang memiliki tubuh langsing, lebih tepatnya kurus kerontang membuat tubuh tingginya terlihat seperti angka satu dengan pinggang kecil dan pipi tirus.

Dia pun terus berjalan dengan wajah penuh kesedihan, hatinya benar-benar dipenuhi rasa kecewa, kekecewaan yang selama ini dia pendam selama bertahun-tahun.

Mengapa dia harus terlahir dari seorang ibu yang merupakan wanita penghibur? kenapa dia harus dilahirkan tanpa seorang ayah? bahkan sedikitpun tidak pernah merasakan kasih sayang dari sosok laki-laki yang seharusnya dia panggil dengan sebutan ayah.

Langkah gontai Via tiba-tiba berhenti saat dia melihat beberapa orang berpakaian rapi menghampiri dirinya dengan tatapan mengarah tajam ke arahnya membuat Via memasang ancang-ancang, lalu sedetik kemudian ....

Silvia pun memutar badan dan segera berlari kencang mengira bahwa laki-laki yang saat ini ikut berlari mengejar dirinya adalah salah satu pelanggan sang ibu yang memang selalu mengejar dirinya, mengira bahwa Silvia pun sama seperti ibunya.

''Sialan, kenapa mereka mengejar sengala si? aku bukan wanita penghibur sama seperti Mommy,'' gumam Via di sela-sela lari kencangnya.

Via yang memang memiliki tubuh kurus tentu saja kekuatan yang dia miliki tidak sebanding dengan kekuatan yang dimiliki oleh beberapa orang yang mengejarnya itu, dengan cepat mereka bisa mengejar membuat Via akhirnya menyerah dan menghentikan langkah kakinya.

Dia pun memutar badan dan memasang kuda-kuda, merentangkan kedua kakinya dengan tangan kecilnya di kepalkan di depan, matanya nampak menatap satu-persatu laki-laki yang berjumlah tiga orang itu lalu siap untuk menyerang.

''Kesini kalian kalau berani, aku sudah bilang aku bukan wanita penghibur, aku berbeda dari ibuku, dasar kalian kurang ajar,'' teriak Via dengan suara cempleng, membuat ketiga laki-laki itu mengerutkan keningnya merasa tidak mengerti.

Tidak lama kemudian, datang satu orang laki-laki lain, laki-laki berpakaian rapi dan terlihat lebih dewasa dan kebapa'an, dia berjalan melintasi tiga anak buahnya dan kini berdiri tepat di depan Silvia, lalu membungkukan tubuhnya memberi hormat.

''Selamat malam, Nona. Apakah benar anda Nona Silvia putri dari ibu yang bernama Dona?'' tanya pria tersebut ramah dan berkarisma.

''Betul, tapi aku berbeda dengan ibuku, aku bukan wanita panggilan seperti dia, jadi jika kamu berharap minta dilayani, jangan harap. Karena aku wanita baik-baik,'' jawab Via tegas masih posisi memasang kuda-kuda.

'Apa ...? wanita panggilan? apa Dona masih bekerja sebagai wanita penghibur' ( batin pria tersebut )

''Oh, maaf Nona Silvia, saya datang ke sini bukan untuk minta dilayani. Sebelumnya perkenalkan dulu, nama saya Ridwan, saya utusan dari mendiang ayah Nona. Saya sudah mencari keberadaan kalian selama 20 tahun lebih, dan saya datang kemari untuk membawa Nona pulang,'' ucap Ridwan lemah lembut.

''Ha ... ha ... ha ... Kamu pasti salah orang, aku gak punya ayah? aku bahkan gak tau ayahku dimana atau siapa,'' jawab Silvia.

''Sebaiknya Nona ikut dengan saya sekarang juga, bos kami sudah menunggu kedatangan anda. O iya, ibumu dimana?''

''Ada di rumah, lagi melayani pelanggan,'' jawab Via datar.

Ridwan pun mengusap wajahnya kasar, dia pikir wanita itu sudah tidak bekerja sebagai wanita panggilan lagi, tapi nyatanya dia menerima kenyataan lain.

''Hmm ... Tapi aku gak mau ikut kalian, kalau ternyata kalian penculik gimana? nanti di jalan aku per****** ramai-ramai oleh kalian gimana? gak ... aku gak mau ikut. Aku takut ...''

''Ha ... ha ... ha ... Itu sama sekali tidak mungkin Nona. Kami membawa kamu untuk menyerahkan warisan yang ditinggalkan oleh mendiang ayahmu, kamu akan jadi Miss Billionaire, kaya raya. Bahkan harta yang ditinggalkan oleh mendiang ayahmu gak akan habis 7 turunan.'' Jawab Ridwan tertawa lucu melihat wajah polos Silvia.

Silvia pun terkejut seketika, dia tidak bisa mencerna apa yang dikatakan oleh pria paru baya yang mengaku bernama Ridwan tersebut.

'Apakah ini mimpi? ha ... ha ... ha ... Aku akan menjadi miliarder? akh aku gak percaya,' ( batin Silvia )

''Jangan bercanda, Om. Gak mungkin aku tiba-tiba kaya raya, apa tadi om bilang 'Miss Billionaire'? ha ... ha ... ha ... Aku gak percaya.'' Jawab Silvia tertawa terbahak-bahak.

''Baiklah, kalau Nona tidak percaya, saya akan menelpon Bos saya dulu, biar Nona sendiri yang bicara sama dia.''

Ridwan meraih ponsel dari dalam saku celananya, lalu menelpon seseorang.

Tut ... Tut ... Tut ...

Suara Telpon yang belum dia angkat.

📞 ''Halo, bos Daniel. Nona Silvia menolak di bawa, sepertinya anda harus membujuk dia sendiri.'' Ucap Ridwan sesaat setelah Daniel mengangkat telpon.

Ridwan menyerahkan ponsel miliknya, dan Silvia menerima ponsel tersebut lalu berbicara dengan Daniel. Entah apa yang di katakan oleh Daniel, setelah menutup telpon, wajah Silvia mendadak sumringah, raut kesedihan yang tadi terlihat jelas di wajahnya mendadak hilang.

''Bawa aku bersamamu, Om. Aku memang sudah benar-benar jengah hidup miskin dan dihina setiap sehari,'' pinta Silvia sesaat setelah dia menutup telpon.

❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️

Istana

📞 ''Halo ...'' sapa Silvia ragu-ragu berbicara dengan Daniel.

📞 ''Kamu Silvia?''

📞 ''Iya, betul. Anda siapa?''

📞 ''Perkenalkan, saya Daniel. Kakakmu.''

📞 ''Kaka ...? ha ... ha ... ha ...! jangan bercanda, sejak kapan aku punya Kaka, ngaco ...'' tawa Silvia merasa tidak percaya.

📞 ''Ceritanya panjang, kalau kamu penasaran, kenapa gak datang aja ke sini? aku juga sudah siapin rumah yang besar untuk tempat tinggal kamu, dan juga uang sebesar Triliunan milikmu masih tersimpan baik di bank. Apa kamu tidak tergiur? uang itu milik kamu lho.''

Silvia terdiam sejenak. Apa ini mimpi? dirinya akan benar-benar menjadi orang kaya, jadi Miliarder? Akh ... rasanya Via masih merasa tidak percaya.

📞 ''Anda tidak sedang membodohi aku 'kan? apa aku mendadak kayak raya seperti yang ada di film-film itu? gadis miskin yang tiba-tiba dapat warisan dan berubah jadi gadis kaya raya bergelimang harta, begitu?'' tegas Via dengan suara yang terdengar terbata-bata.

📞 ''Hmm ... Seperti itulah ...''

📞 ''Ha ... ha ... ha ... Aku sama sekali gak percaya, mana mungkin hal seperti itu benar-benar terjadi sama aku?''

📞 ''Terserah, tapi kalau kamu gak mau, aku bisa sumbangkan semua uang ini ke panti asuhan, dan kamu akan tetap hidup miskin, kamu mau seperti itu?''

📞 ''Tidak, Om. Eh ... Kaka ... Duh ... Tadi anda bilang, anda kaka aku 'kan?''

📞 ''Hmm ... Gimana?''

📞 ''Iya, aku ke sana sekarang. Semua uang yang tadi kakak sebutkan itu jangan disumbangin ke panti asuhan dulu.''

📞 ''Ya sudah, aku tunggu sekarang juga.''

Silvia pun langsung menutup telpon.

''Bawa aku, Om. Aku sudah jengah hidup miskin seperti ini.'' Pinta Silvia, menyerahkan ponsel kepada Ridwan.

''Baik, Nona. Silahkan ikut saya,'' Ridwan merentangkan satu tangannya.

''Oke ...''

Silvia pun berjalan dengan diikuti oleh Ridwan dan ketiga anak buahnya.

''Tunggu, Nona Silvia. Gimana dengan ibumu? kita harus mengajak dia juga.'' Pinta Ridwan.

''Nggak usah, dia lagi sibuk?'' jawab Via datar.

''Tapi, Nona. Dia pasti mencari kamu nanti.''

''Gak bakalan, aku lagi malas ketemu sama Mommy.''

''Tapi ... Nona Silvia?''

''Udah, nanti juga aku balik lagi buat ajak dia, kalau Mommy udah gak sibuk.'' Via datar.

Mereka pun sampai di depan mobil mewah berwarna hitam, dan Ridwan segera membukakan pintu mobil untuk Silvia.

Via hanya terdiam mematung, menatap mobil yang akan dinaikinya itu membuat matanya begitu terpukau, bukannya langsung naik ke dalamnya, dia malah berputar dengan mengusap mobil tersebut dengan tangannya.

''Ini mobil aku, Om? waaaah ... bagus banget, mewah, aku gak pernah naik mobil kayak gini?'' ucap Via dengan mata yang berbinar.

''Bukan, Nona. Ini mobil saya ...''

Silvia pun merasa malu seketika, dia merubah raut wajahnya yang semula tersenyum begitu lebarnya, kini merapatkan kedua bibirnya merasa malu.

''Kita berangkat sekarang,'' pinta Via langsung masuk ke dalam mobil dengan wajah yang memerah.

Ridwan hanya bisa tersenyum lucu, gadis bernama Silvia ini benar-benar unik, lucu, dan satu lagi udik. Mungkin karena dia tumbuh dilingkungan miskin membuat kepribadian terlihat polos dan juga kampungan.

Di perjalanan Silvia nampak hanya terdiam, tatapan matanya menatap ke arah luar jendela kaca mobil seolah menatap pemandangan yang ada di luar sana, tapi sebenarnya, via melayangkan tatapan kosong, pikirannya melayang memikirkan sang ibu yang dia tinggalkan sendiri di sana, di rumah sederhana yang biasanya dia tinggali berdua.

'Maafin Via, Mom. Karena via pergi tanpa pamit, tapi via janji bakal balik lagi dan bawa Mommy bersama via ke sana, ke tempat yang via sendiri tidak tau dimana,' ( Batin Silvia )

Malam yang semakin larut membuat pemandangan di luar sana terlihat begitu gelap, pekat, hanya diterangi beberapa buah lampu jalanan namun, tidak cukup untuk menyembunyikan kegelapan yang memang terlihat lebih mendominasi.

Sinar lampu berwarna oranye itu hanya terlihat seperti titik samar membuat jalanan malam itu terlihat sedikit berwarna. Lama larut dalam dalam lamunan, akhirnya Via pun tertidur seketika.

❤️❤️

Setelah menempuh perjalanan panjang selama lebih dari 7 jam, akhirnya mobil yang ditumpangi Silvia sampai di halaman rumah luas membentang, Ridwan pun segera membangunkan gadis bernama Silvia.

''Nona Silvia, bangun. Kita sudah sampai,'' pinta Ridwan seraya membuka pintu mobil.

Silvia yang memang tidur pulas sekali, mulai mengedipkan matanya perlahan, mulutnya pun nampak dibuka lebar menguap, dengan kedua tangannya direntangkan panjang, lalu mulai membuka mata sempurna.

''Huaaaa ... Apa kita sudah sampai?'' tanya Via menatap sekeliling dengan membulatkan bola matanya seketika.

''Iya, Nona. Silahkan turun, ini adalah rumah Nona, rumah milik mendiang ayah Nona.''

''Mendiang ayah? itu berarti ayahku sudah benar-benar meninggal? sayang sekali, padahal aku ingin sekali bertemu dengan dia,'' gumam Via mulai melangkahkan kakinya keluar dari dalam mobil.

''Huaaaaa ... Ini rumah apa hotel, Om?'' tanya Via menatap bangunan tinggi empat lantai yang berada di hadapannya.

''Ini rumah, rumahmu sekarang Nona Silvia ...''

''Tunggu, Om. Aku ingin memastikan dulu kalau ini bukan mimpi.''

Via dengan sengaja menampar pipi kiri bahkan pipi kanannya juga keras membuat dirinya meringis kesakitan.

Plak ...

Plak ...

''Argh ... sakit ...! ternyata ini beneran bukan mimpi lho. Ya Tuhan ... aku baru tau ada rumah sebesar ini, sebenarnya ini rumah apa istana?''

Ridwan kembali terkekeh menyaksikan sikap kampungan Silvia.

''Mari masuk, Nona. Bos Daniel sudah menunggu di dalam.''

Silvia mengikuti Ridwan memasuki rumah besar milik kediaman mendiang Richard, matanya nampak menatap takjub sekeliling halaman yang terlihat begitu luas membentang lengkap dengan rumput hijau dengan tanaman hias yang berjejer, membuat halaman luas itu terlihat seperti taman bunga yang begitu asri dan rindang.

Ceklek ...

Pintu rumah pun di buka, Ridwan masuk ke dalam rumah, begitupun dengan Silvia yang masih mengikuti dari arah belakang, dia bahkan menyimpan sandal jepitnya di depan pintu layaknya seseorang yang sedang bertamu.

''Waaaah ... Ini si gila. Rumah ini benar-benar seperti istana,'' Via menatap takjub sekeliling rumah.

''Silahkan duduk, Nona.'' Pinta Ridwan.

''Ba-baik ...'' jawab Via duduk di karpet yang membentang di bawah kursi.

''Aduh Nona, kenapa duduk di bawah? duduk di kursi dong,'' pinta Ridwan tertawa.

''Oh ... Maaf. Kursinya bagus sekali soalnya. Aku takut kursinya kotor soalnya aku dari kemarin belum mandi,'' jawab Via dengan begitu polosnya.

''Astaga Nona Silvia, kamu benar-benar ya ... ha ... ha ... ha ...'' Tawa Ridwan terdengar begitu renyah tidak tahan lagi untuk tidak menertawakan gadis bernama Silvia itu.

''He ... he ... he ...'' Via pun tertawa mengikuti tawa Ridwan.

Tidak lama kemudian, seorang pemuda keluar dari dalam lift, wajahnya yang begitu tampan rupawan dengan kaos oblong berwarna putih lengkap dengan celana jeans pendek selutut, dengan rambut yang dibiarkan sedikit berantakan tanpa di sisir, membuat penampilannya terlihat santai namun tetap tampan dengan kulit putih bersih.

Pemuda itu nampak menatap Silvia dari ujung rambut sampai ujung kaki yang terlihat lusuh dan juga kampungan dengan tatapan datar.

''Dia siapa, Om? apa dia pelayan baru di rumah kita?'' tanya Damien santai.

❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️

Miss Billionaire

''Dia siapa, Om? apa dia pelayan baru di rumah kita?'' tanya Damien, masih menatap Silvia dari ujung kaki hingga ujung rambut, dengan tatapan datar, membuat Silvia merasa tidak nyaman.

''Apa ...? Pelayan ...?'' ketus Via tidak terima.

''Terus ...? emangnya kamu siapa?''

''Aku pemilik rumah ini, perkenalkan Miss Billionaire baru, panggil aku dengan sebutan Nyonya besar.'' Ketus Via lagi.

''Apa ...? Pemilik rumah? sejak kapan rumah ini di jual? Miss Billionaire ...? ha ... ha ... ha ... Ngarang ... Mana mungkin gadis kucel kayak kamu jadi Miss Billionaire? Lagian Papi gak bilang kalau rumah ini di jual.''

''Tenang dulu, Damien. Apa yang dia katakan itu benar, Nona Silvia ini akan tinggal di sini.'' Ujar Ridwan.

''Sebagai Pelayan 'kan?''

''Bukan ...''

''Lalu ...?''

''Semua yang dikatakan oleh Nona Silvia tadi itu benar, dia adalah pemilik rumah ini juga. Selamat ya Damien, kamu gak akan kesepian lagi tinggal di sini,'' jawab Ridwan sedikit cengengesan.

''Ha ... ha ... ha ... Om bercanda 'kan? dia ...? gadis kucel, Kumal, lihat kakinya aja nyeker, masa tinggal di sini sama aku. Nggak ... aku gak setuju, beda lagi kalau dia jadi pelayan, baru aku setuju,'' ejek Damien semakin membuat Silvia merasa kesal.

''Om Ridwan, tadi Om bilang aku pemilik rumah ini 'kan?'' tanya Via menatap tajam wajah Ridwan.

''Betul, Nona.''

''Kalau gitu, sebagai pemilik rumah yang sah, aku ingin pemuda sombong, songong dan so ganteng ini di usir dari rumah ini,'' pinta Via menunjuk satu jarinya ke arah Damien seraya menatapnya dengan tatapan sinis.

''Hey ... Ya gak bisa dong, aku udah tinggal di sini duluan, punya hak apa kamu ngusir aku kayak gitu, hah ...? yang ada aku yang akan usir kamu dari sini,'' teriak Damien tidak terima, dia berjalan menghampiri Via dan menarik tangan kurusnya.

''Hey ... mau apa kamu? gak sopan banget si sama pemilik rumah,'' Via berteriak kencang saat tubuh kurusnya di tarik paksa.

''DAMIEN ...'' tiba-tiba terdengar suara Daniel memanggil putranya, berjalan mendekat dengan tatapan mata mengarah tajam ke arah putranya tersebut, membuat Damien sontak menghentikan langkah kakinya.

''Papi ...? cepat usir dia dari sini, dia ngaku-ngaku sebagai--''

''Yang dia katakan itu benar, Damien.''

''Maksud Papi ...? Papi menjual rumah ini sama gadis kucel kayak dia? mana mungkin dia punya uang sebanyak itu buat beli rumah ini? lagian kenapa Papi gak bilang kalau rumah ini akan di jual?'' tanya Damien masih menggenggam erat pergelangan tangan Silvia.

''Cukup ... Nanti Papi jelasin. Sekarang lepasin dulu tangan kamu, kasian dia kesakitan.''

''Argh ...'' Sontak Via meringis kesakitan, entah hanya berpura-pura atau hanya mencari perhatian, Via menggerakkan tangannya sedemikan rupa agar lingkaran tangan Damien bisa terlepas.

''Heuh ...'' Damien menghempaskan kasar tangan Silvia.

''Dasar, arogan. Sakit tau ... Argh ...'' ringis Via lagi.

''Silvia ... Ikut saya sekarang.'' Pinta Daniel.

''Tunggu, anda orang yang tadi nelpon saya 'kan? yang mengaku sebagai kakak saya? tapi sepertinya anda lebih cocok sebagai ayah saya, ketuaan kalau ngaku-ngaku sebagai kakak saya,'' celetuk Via membuat Daniel terkekeh seketika.

''Ya ... Ya ... Kamu boleh memanggil dengan sebutan ayah kalau kamu mau.''

''Papi ...? gak bisa gitu dong, aku gak mau punya adik jelek kayak dia, apa dia anak yang selama ini Papi sembunyikan? jangan-jangan selama ini Papi selingkuh sampai punya anak kayak dia,'' teriak Damien kesal.

''Damien ... Papi bilang 'kan diam dulu, nanti Papi jelaskan semuanya sama kamu, kalau kamu ngomong lagi, Papi bakalan cabut semua pasilitas kamu yang selama ini kamu pakai, mau ...?'' tegas Daniel, membuat Damien sontak merapatkan kedua bibirnya dan tidak mengatakan apa-apa lagi.

'Awas kamu cewek kampungan, aku gak akan biarin kamu betah tinggal di sini, kamu udah ngebuat Papi bentak-bentak aku kayak gitu,' ( Batin Damien )

"Silvia, ikut saya sekarang juga, kita bicara di atas, sekaligus, saya akan menunjukkan kamar dimana kamu akan tinggal di rumah ini, kamu juga ikut Om Ridwan,'' pinta Daniel.

''Tunggu ... Kak, eh ... Om ... Eu ... Duh ... aku harus manggil anda dengan sebutan apa?'' jawab Via terbata-bata.

''Terserah kamu aja, kalau kamu merasa canggung dengan sebutan kakak, kamu bisa panggil saya dengan sebutan Om ... Atau Papi juga boleh.''

''Gak boleh, sebutan Papi hanya untuk aku ...'' Protes Damien tidak terima.

''Damien ...''

Damien kembali merapatkan bibirnya, karena mendapatkan tatapan tajam dari ayahnya lagi. Sementara Silvia, dia menjulurkan lidahnya meledek Damien, membuat pemuda itu semakin merasa kesal.

''Ya udah kalau gitu, karena putra anda yang songong ini gak terima jika saya memanggil anda dengan sebutan Papi, saya akan memanggil anda dengan sebutan Om, kayaknya panggilan itu lebih cocok.'' Ujar Via polos.

''Sekarang mari ikut saya, Nona.'' Pinta Ridwan merentangkan satu tangannya, menunjukan jalan menuju lift dan hendak naik ke lantai empat.

Daniel pun berjalan di depan, diikuti dengan Ridwan dan Silvia.

Tut ...

Pintu lift pun terbuka.

''Ini apa, Om ...?'' tanya Via heran, menatap ruangan sempit di dalam lift.

''Masuk saja.''

''Nggak, gak mau ... Masa ruangan sempit kayak gini di isi bertiga? tadi katanya kita bicara di atas? tapi kenapa malah di ruangan sempit kayak gini?'' tolak Via, menatap Daniel dan Ridwan yang sudah berada di dalam lift.

''Ya Tuhan, Nona Silvia. Ini namanya lift, alat yang akan membawa kita ke lantai empat,'' ucap Ridwan, tertawa lucu.

''Lift ... Eu ... Apa itu?''

''Naik aja dulu, nanti kamu juga tau.''

''Ta-pi ...?''

Merasa gemas, Ridwan pun menarik begitu saja tangan Silvia hingga dia benar-benar masuk ke dalam lift dan berdiri di pojokan, pintu lift pun seketika tertutup membuat Via terkejut dan berdiri mematung tanpa bergerak sedikitpun dengan wajah tegang.

Tut ...

Lift pun berhenti dan pintu lift pun seketika terbuka.

Daniel dan Ridwan segera keluar dari dalam lift, sementara Silvia masih diam di pojokan dengan mengigit ujung kuku jempolnya, wajahnya pun terlihat pucat pasi, merasa gugup karena merasa takut berada hanya bertiga di sana, membuat pikiran negatifnya seketika memenuhi otaknya.

'Mau apa mereka berdua bawa aku ke sini? jangan-jangan mereka mau--' ( Batin Silvia )

''Nona Silvia. Kenapa diam saja di situ? cepat keluar.'' Pinta Ridwan terkekeh.

''Hmm ...''

Akhirnya, mau tidak mau Via pun hendak keluar dari dalam lift, dia mengulurkan satu kaki yang memang tidak memakai alas kaki itu keluar dari dalam lift lalu masuk kembali, melakukan hal itu secara berkali-kali, membuat Ridwan harus menarik paksa tangan gadis itu dengan tertawa.

Seketika, mata Silvia menatap penuh rasa kagum, ruangan luas membentang dengan kaca jendela yang memanjang di sepanjang temboknya.

mulutnya nampak di buka lebar, dengan mata yang berbinar.

''Ini ...?''

''Iya, ini tempat tinggal kamu, Silvia.'' Jawab Daniel.

''Huaaaa ...'' Silvia pun langsung berlari ke arah kamar lalu naik ke arah ranjang berbaring terlentang, merasakan empuknya kasur baru yang akan menjadi tempat tidur barunya mulai sekarang.

❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!