NovelToon NovelToon

Yuka (Hidup Kedua Demi Dendam)

Bab 01. Berpindah ke sebuah Novel

Estella, gadis remaja berusia 17 tahun. Besar dan tumbuh di tengah kekejaman dan peperangan dunia di pinggir jalan, tahun 1968. Kehidupan tersebut mengantarkannya kepada sifat kejam, tanpa hati dan membuat Estella rela menghabisi siapa pun kepada orang yang tak ia suka. Kecuali, anak kecil dan orang tua yang membutuhkan pertolongan Estella.

.

.

.

Swisssh!!!

Swisshhh!!!

Jluub!!!

10 pisau perak terselip di jari-jemari Estella, dengan cepat ia mengayunkan dan melayangkan pisau tersebut ke musuh yang mengelilingi seisi ruangan dengan pencahayaan redup. Sesuai dengan julukannya ‘Pembunuh tanpa bayangan’. Estella melayangkan aksinya dengan cepat tanpa terlihat oleh musuh.

Bibir dan tangan terus bergerak, Estella berucap pelan sambil menikmati permainan dengan suara jeritan lawan yang menurutnya sangat indah.

“1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20.” Ucap Estella menghitung pelan semua musuh yang mendapatkan satu-persatu pisau perak miliknya, membuat musuh berhenti bernafas. Estella kembali berucap di dalam hati sambil mengayunkan pisau perak yang ada di jari-jemarinya. ‘Aku harus memilikinya. Demi pabrik mainan yang baru saja di bangun, dan sudah cukup terkenal di kota ini. Tugas ini tidaklah sulit bagiku, aku tidak boleh gagal, setalah banyak perjuangan yang sulit aku lalui dengan susah payah.’ Kedua tangan terus mengayunkan pisau perak ke tubuh lawan.

Swwiissh!!!

Jluub!!

Swwwiissshh!!!

Jluuubb!!!

“Akh!”

20 anak buah dari lawan sudah terbaring tanpa nafas di atas lantai, lantai yang sangat indah dan mengkilap kini berubah menjadi genangan darah. Tinggal 1 orang yang sengaja tidak Estella lukai, pria tersebut adalah Bos dari saingan yang memberinya tugas. Pria bertubuh tinggi, rambut botak tengah, kumis lebat, dan sedikit melengkung di ujungnya. Pria tersebut sedang berdiri di tengah-tengah jasad anak buahnya, keringat jagung membasahi seluruh tubuhnya, tatapan waspada mengarah ke seluruh ruangan yang redup seperti kurang pencahayaan.

“Ba*jingan kecil. Berani sekali kamu menghabisi seluruh anak buahku. Di mana kamu! Cepat keluar.” Ucap pria tersebut sedikit meninggikan nada suaranya di kalimat terakhir. Tatapan liar dari kedua bola mata berselimut ketakutan mengarah ke sekeliling ruangan, namun dirinya tidak bisa menemukan keberadaan Estella.

Nyiitttt!!!!

Nyiiiittt!!!!

Nyiiitttt!!!

Estella duduk berayun di tengah lampu hias yang menggantung di tengah ruangan. Wajah di tutup dengan topeng angsa berwarna emas, sudut bibir tersenyum manis. Estella berdiri, tangan kanan memegang tiang penghubung lampu gantung ke plafon, pandangan ia arahkan ke bawah, menatap seorang pria paruh baya yang terlihat menyedihkan.

“Buat apa kamu menyuruhku keluar. Apa kamu akan membayar mahal jika aku menunjukkan wajah cantikku kepada kamu?”

Mendengar suara Estella dari atas kepalanya, pria paruh baya menengadah, sudut bibir bagian atas menaik, tangan kanan gemetar mencoba meraih sapu tangan dari dalam jas miliknya. Mengusap lembut keringat jagung yang terus mengalir memenuhi wajahnya.

“Ternyata hanya tikus kecil.”

“Oh! Tikus kecil, ya?” kedua kakinya di ajak melangkah memutari pinggiran lampu hias yang menggantung di tengah ruangan, pisau perak ia mainkan di sela-sela jari-jemari. Tak lupa senyum manis Estella pancarkan saat kedua mata dari balik topeng angsa menatap pria paruh baya yang mencoba menenangkan dirinya dari rasa takut.

Pria paruh baya menengadah kembali. Bibirnya tersenyum manis, kedua tangannya memegang senjata api mengarah ke atas, “Selamat tinggal, tikus kecil.”

Dor!!!

Dor!!!

Dor!!!

Pria paruh baya menghujani Estella dengan peluru dari bawah, sedangkan dari atas, kedua tangan dan tubuh Estella dengan cepat bergerak, menghindari anak peluru.

Melihat pria paruh baya kehabisan anak peluru, Estella memberikan ciuman manis dengan tangan kanannya dari atas. Tatapan heran dari pria paruh baya tersebut mengarah kepada Estella, tangan kanan Estella dengan cepat meraih tali yang terhubung dengan tiang lampu hias. Tangan kiri Estella memotong tali lampu bagian bawah yang hampir putus. Kedua kakinya mengayun kuat lampu hias ke arah pria paruh baya yang berada di bawahnya, tangan kanan Estella melambai manis, “Daaa. Sampai jumpa di neraka.”

“Dasar kau ba*jingan kecil.”

Baaamm!!!

Tarr!!

Lampu hias jatuh dan mendarat mulus sesuai sasaran Estella. Tu-buh yang terhimpit lampu hias mengeluarkan darah yang kini perlahan mengalir.

Setelah semua tugas selesai dikerjakan, kedua kakinya berjalan dengan santainya seperti Peragawati melewati gerombolan petugas yang baru saja sampai di depan gedung. Tangan kanan mengeluarkan mancis dari saku jaket kulit, membakar topeng angsa yang ia pakai. Rambut panjang Estella sibak mengikuti arah mata angin. Tangan kanan mengambil kaca mata hitam dari dalam saku jaket kulit, sudut bibir bagian atas menaik.

Kedua kakinya terhenti di atas trotoar jalan tak jauh dari gedung TKP. Dengan santai Estella berdiri di samping mobil Hot Wheels Toyota 2000 GT berwarna hitam. Terlihat dari kaca putih pria paruh baya memakai topi hitam duduk santai di bangku penumpang, tangan kanan memegang rokok cerutu.

Estella menyandarkan tubuhnya di badan mobil, tangan kanan mengetuk kaca jendela mobil.

Tak!

Tak!!!

Tatapan tajam dari balik kaca mata hitam mengarah pada pria berpakaian rapih seperti seorang bangsawan. Pria tersebut perlahan membuka setengah kaca jendela mobil, tangan kanan memegang gulungan kertas berpita merah sedikit keluar dari kaca jendela.

“God job. Sesuai janjiku, kamu mendapat upah sertifikat pabrik mainan baru yang kini sedang terkenal hampir di seluruh dunia, karena mainan yang di produksi oleh mereka banyak di gemari anak kecil. Maka ini menjadi milik kamu.”

Estella segera mengambil sertifikat, memasukkannya ke dalam saku jaket kulit bagian dalam. Setelah mendapat apa yang ia mau, Estella segera berbalik badan. Hanya senyum manis yang ia pancarkan kepada bangsawan tersebut.

Bangsawan tersebut menepuk bagian belakang bangku kursi supir, “Jalan.” Ucapnya kepada anak buahnya untuk meninggalkan gedung, kedua mata menatap tajam ke arah Estella yang sedang tersenyum manis.

Kedua kaki Estella pun ia pacu meninggalkan gedung yang kini sudah ramai dengan para awak media dan pihak yang berwajib.

Tak!

Tak!!

Kedua kakinya terus berjalan di atas trotoar menuju pusat kota. Ada 100 meter Estella berjalan, kedua matanya tak sengaja tertuju pada seorang gadis kecil berusia 9 tahun sedang duduk di sudut pertokoan. Tangan kanan memegang kalo buah berisi beberapa komik dan novel yang masih terbungkus rapih. Estella mempercepat langkah kakinya untuk mendekati gadis tersebut. Sesampainya di tempat gadis kecil tersebut, Estella berjongkok, tangan kanan perlahan membuka kaca mata hitam.

“Kamu kenapa duduk di sini?”

Meski Estella seorang gadis remaja yang terbilang tanpa hati pada tahun 1968, karena sifat pembunuh. Tapi Estella masih memiliki sisi baik kepada manusia yang terlihat lemah dan butuh pertolongannya.

Gadis kecil tersebut menengadah, air mata memenuhi seluruh pipinya, kedua tangannya menyeka air mata, “Ta-tadi, aku pergi mengambil novel dan komik baru di rumah Paman botak. Saat aku berjalan menuju pulang ke rumah, aku di hadang beberapa pemuda. Mereka mengambil semua uangku, padahal uang itu buat pengobatan Ibu.” Ucap gadis tersebut lirih, suara serak akibat menahan tangis.

Ucapan dari gadis kecil membuat Estella terlihat marah, kedua matanya tak sengaja melihat kedua lutut gadis kecil tersebut terluka dan berdarah. Estella mengarahkan jari telunjuk tangan kanan ke salah satu lutut gadis kecil tersebut, “Pasti lutut yang terluka itu sakit. Kenapa kamu tadi tidak berteriak, dan meminta tolong kepada orang-orang yang berjalan?”

Gadis kecil menundukkan wajahnya, jari telunjuk menggambar lingkar pakai tusuk gigi di atas trotoar, “Ta-tadi, aku sudah berteriak. A-aku juga sudah melawan mereka, kak. Ta-tapi tidak ada menolongku karena para pejalan kaki takut pada mereka. Luka yang aku dapatkan karena para kumpulan pria tersebut mendorong tubuhku, membuat aku tersungkur dengan kedua lutut menyentuh trotoar jalan.”

Dahi Estella kembali mengerut hingga memunculkan kerutan halus di setiap lekukan. Tatapan suram dan tajam mengarah ke pejalan kaki yang terus berlalu lalang tanpa menoleh. Estella tak ingin membuang waktunya, dirinya yang masih berjongkok memutar badan membelakangi gadis kecil, kedua tangan ia letakkan kebelakang, kedua mata sedikit melirik ke gadis kecil yang masih diam memandangnya heran. Seluruh jari-jemari ia gerakkan, “Mari aku antar kamu pulang ke rumah. Naiklah ke kedua tanganku, aku akan menggendong kamu dan membawa kamu berjalan seperti sedang naik pesawat terbang.”

"Baik, kak."

.

.

Setelah 20 menit berlari akhirnya mereka sampai di rumah gadis kecil berpagar kayu tepat pinggir jalan. Estella berjongkok, perlahan menurunkan gadis kecil dari gendong belakang, “Sudah sampai. Benar ini rumah kamu, ‘kan?”

“Iya. Terimakasih, kakak cantik.”

Estella berdiri, menghadap gadis kecil yang tersenyum manis kepadanya. Estella sedikit membungkuk, tangan kanan membelai puncak kepala gadis kecil tersebut, “Sama-sama. Mulai sekarang kamu harus menjadi gadis yang kuat. Jangan mudah ditindas oleh siapapun. Paham.”

“Paham.” Sahut gadis kecil semangat.

Estella meraih 1 kantung kecil koin emas yang tersimpan di dalam saku jaket kulit, meletakkan 1 kantung kecil koin emas ke dalam keranjang buah berisi komik dan novel milik gadis kecil tersebut. Estella berbalik badan, tangan kanan melambai, wajah sedikit menoleh ke gadis kecil yang masih terdiam.

“Aku pulang. Uang yang aku berikan untuk pengganti uang yang di ambil mereka. Pergunakan uang tersebut buat membawa kamu dan Ibu kamu berobat.”

“Tunggu.” Tahan gadis kecil memegang pinggiran bawah jaket kulit Estella. Tatapan serius memandang wajahnya, “Aku punya novel terbit keluaran terbaru kak.” Gadis tersebut mengambil novel dari dalam keranjang buah, “Ini novel berjudul “Yuka (Hidup Kedua Demi Dendam)”, kisah ini mengenai gadis berusia 12 tahun yang memiliki kehidupan miris, gadis ini juga meninggal di tangan Paman dan Bibinya. Kekejaman yang terjadi pada zaman modern di tahun 2022.“

Ingin rasanya Estella menolak, tapi dirinya bisa saat melihat tatapan polos dari wajah gadis kecil yang masih lugu. Terpaksa Estella mengambil novel dari tangan kanan gadis kecil tersebut, karena tak ingin membuang waktu.

“Terimakasih. Daaa.”

Kedua kaki terus Estella ajak berjalan hingga rumah gadis tak terlihat lagi. Tangan kanan membolak-balik novel yang ada di dalam genggamannya, “Tahun 2022. Emang ada zaman yang lebih kejam daripada tahun 1968. Dan apa bedanya kekejaman di tahun 1968 dengan tahun 2022?” tanya Estella sendiri. Merasa penasaran dengan isi dari novel "Yuka (Hidup Kedua Demi Dendam)", Estella membuka plastik yang masih tersegel di novel. Karena jarak rumah masih cukup jauh, Estella membaca isi dari novel tersebut. Kedua matanya terus fokus membaca sampai bab 05, bibirnya terus mengumpat kesal, “Tahun yang cukup modern memang. Tapi kenapa pemeran utama wanitanya sangat lemah. Bibi dan Pamannya juga macam Iblis. Cerita apaan ini.”

Dor!!!

Dor!!!

Belum sempat Estella mengumpat puas, punggungnya malah dihujani anak pe-luru. Estella yang sudah tidak bisa berjalan harus terhenti, tangan kanan masih menggenggam erat novel "Yuka (Hidup Kedua Demi Dendam)", ia menengadah, kedua mata membulat sempurna menatap langit mendung di atas kepala, “Akkh!!” keluhnya, bibir sedikit mengeluarkan darah. Kedua kaki melemah, tubuhnya perlahan ambruk ke depan.

Bam!!

“Si-al. Si-apa ya-ng be-rani melakukan ini pa-daku?”

Tap!

Tap!

Kuping yang masih berdengung akibat mendengar suara tembakan, mendengar sayup-sayup langkah tapak sepatu pansus pria berjalan ke arahnya.

Pandangan yang mulai memudar terpaksa ia arahkan ke seorang pria berjongkok di sisi kirinya, pria paruh bayah berstelan jas berwarna putih. Pria tersebut ternyata adalah seorang bangsawan yang baru saja memberi Estella tugas dan upah besar.

“Hahaha. Tikus busuk seperti kamu memang pantas tinggal di Neraka. Kamu juga seharusnya tidak pantas menerima upah pabrik mainan baru yang cukup terkenal di dunia ini.” Tangan kanan pria bangsawan menjelajahi setiap kantung baju dan jaket yang Estella kenakan. Mengambil sertifikat pabrik mainan yang sudah bercampur darah dari dalam saku jaket kulit bagian dalam. Pria tersebut mengulas senyum tipis, tangan kanan yang memegang sertifikat pabrik yang sudah bercampur noda merah mengayun ke kanan/kiri, “Terimakasih sudah menjalankan tugas, dan terimakasih sudah menjaga sertifikat ini.”

Merasa kecewa melihat perbuatan bangsawan mengkhianati dirinya, dan membuat hidupnya berakhir dengan tragis. Estella mengulurkan tangan kiri yang sudah kehabisan tenaga. Bibir mengeluarkan darah berkata, “Pe-ngkhianat ka-mu Caprio. Ji-jika aku hi-hidup kem-bali, a-aku akan men-cari ka-kamu, a-aku pastikan ka-kamu akan menerima hu-kuman yang le-bih pa-rah da-riku.” Sumpah Estella di kalimat terakhir sebelum kedua mata terpejam untuk selamanya.

Melihat Estella sudah tak berdaya lagi, anak buah bangsawan yang bernama Caprio membawa jasad Estella ke dalam mobil. Mobil pun melaju dengan kecepatan tinggi, sesampainya di tepian jurang, anak buah Caprio dan Caprio berdiri di tepian jurang. Kemudian membuang jasadku begitu saja.

.

.

.

💫💫Di tempat lain💫💫

Kedua mata Estella terbuka, sesak yang masih tersimpan di dalam dada masih ia rasakan. Tubuh terasa perih, dan banyak bercak memar memenuhi seluruh tubuh mungilnya. Estella duduk, kedua mata menatap sekeliling kamar, kamar yang begitu asing baginya.

“Dimana ini?” Estella mengalihkan pandangan, menatap kedua tangan yang terlihat lebih kecil dan kurus dari tubuhnya yang dulu, serta kulit putih di penuhi memar, “Kenapa aku menyusut?”

Penasaran dengan perubahan bentuk tubuhnya, perlahan Estella membawa kedua kakinya turun dari ranjang keras. Kedua kaki tak bertenaga ia paksa berjalan menuju cermin besar. Kedua matanya membulat sempurna saat melihat pantulan wajah kurus dan kecil bukan seperti wajahnya. Kedua tangannya menepuk kedua pipi tirusnya, kedua mata ia arahkan dari ujung kaki sampai ujung rambutnya.

Tubuh tersebut adalah tubuh gadis berumur 12 tahun yang berada di dalam novel "Yuka (Hidup Kedua Demi Dendam)".

“Tidak. Tubuh ini sangat kurus, lemah, dua gunung kembar hanya sebesar buah tomat. Umurnya juga masih sangat kecil.” Teriak Estella, kepala menengadah.

...Bersambung...

Bab 02. Siapa Yuka?

Ruh Estella berpindah tempat ke tubuh gadis lemah pemeran protagonis utama wanita di novel yang berjudul, “Yuka (Hidup Kedua Demi Dendam)". Bukan hanya tubuh saja yang lemah, gadis ini juga memiliki berat badan 30 kg, dan memiliki beberapa luka memar hampir memenuhi seluruh tubuh mungil dan kurusnya.

Estella duduk menyudut di sudut kamar, wajahnya ia simpan di kedua kaki yang ia tekuk. Bibirnya terus mengumpat kesal, “Tidak berguna. Kenapa aku harus terjebak di dalam tubuh lemah ini. Sungguh menyebalkan.” Estella menengadah, menatap langit kamar di penuhi sarang laba-laba. Antara kesal, cemas dan marah menjadi satu di dalam hatinya, membuat Estella meluapkan dengan tertawa, “Ha ha ha.” Estella terus tertawa kuat tanpa henti, membuat air mata mengalir sedikit dari ujung ekor matanya.

Mendengar tertawa nyaring dari Estella, seorang wanita berumur 45 tahun masuk ke dalam kamar. Wanita tersebut menatap tajam dirinya yang masih terus tertawa. Kedua kaki wanita tersebut terhenti di depan Estella, tangan kanannya menggenggam erat rambut panjang yang lepek bagian atas.

Meski raganya bukan lagi asli milik Estella, tapi dirinya bisa merasakan sakit pada genggaman tangan wanita tersebut.

“He! Dasar anak tidak berguna. Sudah mau mati, masih bisa tertawa puas seperti ini kamu.”

Estella menghentikan tawanya, tatapan aneh ia arahkan ke wanita tersebut, “Bukannya gadis kecil ini sudah mati karena ulah kalian.” Sahut Estella, bibir tersenyum lebar seperti seorang psikopat.

Wanita tersebut terkejut, ia melepaskan genggaman tangannya dari rambut Estella, kedua kakinya mundur 2 langkah, jari telunjuk tangan kanan mengarah pada Estella, “Su-sudah gila kamu, Yuka.”

“Apa! Yuka. Ha ha ha. Y U K A.” Sahut Estella sedikit meninggikan nada suara saat menyebut nama ‘Yuka’. Bibir Estella terus tertawa renyah.

Pintu kamar kembali terbuka, terlihat seorang pria berumur 47 tahun berjalan masuk, tatapan suram dan tajam mengarah pada tubuh kecil yang kini Estella kuasai.

“Ada apa ini?”

“Yu-Yuka sudah tidak waras.” Ucap wanita tersebut gugup, jari telunjuk tangan kanan mengarah pada tubuh gadis yang bernama Yuka yang kini di kuasai oleh jiwa Estella.

Pria tersebut berbalik badan, menundukkan sedikit tubuhnya, tangan kanan ia layangkan tepat di kedua pipi gadis kecil yang bernama Yuka.

Plaak!!! Plaak!!

Tamparan keras memang mendarat pada kulit Yuka. Namun yang merasakan sakitnya tetap Estella yang menguasai tubuh gadis tersebut. Merasa semakin di injak-injak oleh pria dan wanita yang lebih tua darinya, Estella marah, dahinya mengerut, tatapan tidak suka ia tunjukan kepada wanita dan pria yang berdiri di hadapannya.

“Sakit sekali. Dasar manusia tidak tahu…”

Pria tersebut menggenggam erat rambut bagian atas kepala Estella, membuatnya menengadah, “Masih punya tenaga kamu memberontak dan memaki kami seperti ini?” tanya pria tersebut menekan nada suaranya.

Estella hanya diam, ia tidak bisa banyak memberontak kepada pria dan wanita yang memiliki tenaga lebih kuat dan besar dari dirinya. Ia hanya bisa membiarkan wanita dan pria tersebut mengganggap dirinya adalah Yuka, gadis kecil yang lemah yang mudah ditindas.

Pria tersebut semakin mengeratkan genggaman tangannya di puncak rambut Estella, mendekatkan bibirnya di daun telinga kanan dan berbisik, “Harta sudah tiada, Nyawa pun sudah di ujung tanduk. Apa perlu aku mengakhirinya dengan cara instan.” Bisik pria tersebut lembut.

‘Tidak bisa dibiarkan, bisa-bisa aku mati konyol untuk yang kedua kalinya di tangan manusia tidak bermanfaat seperti mereka. Jika aku masih ingin bernafas, sebaiknya aku harus patuh dan diam seperti karakter gadis bodoh pemilik tubuh ini.’ Batin Estella mengingat dirinya yang kini memakai tubuh bagis protagonis utama wanita dalam novel, "Yuka (Hidup Kedua Demi Dendam)" yang ia baca.

“Patuhi Bibi dan Paman-Mu, jika kamu masih ingin bernafas dalam kesakitan.” Ucap wanita tersebut.

Setelah berkata seperti itu, Paman dan Bibi pemilik pergi. Estella berdiri, kedua tangannya memegang erat perut yang terasa perih, kedua kaki yang lemah ia ajak berjalan menuju kamar mandi. Sesampainya di dalam perlahan Estella membuka baju kotor yang melekat di tubuhnya. Perlahan-lahan Estella menurunkan pandangannya, menatap liar seluruh tubuh kecil penuh bekas luka dan lebam. Kedua tangannya terhenti di kedua gunung kembar hanya sebesar buah tomat.

“Haaa!!! Bagaimana bisa gadis remaja ini hidup dengan kedua gunung kembar hanya sebesar buah tomat, dan….tubuh apa ini, kenapa kecil sekali, dan kenapa hanya kulit di balut tulang. Dasar lemah.” Keluh Estella merasa kesal melihat tubuh gadis bernama Yuka sesedih ini. Tangan yang gemetar karena kehilangan tenaga mencoba meraih tombol shower, saat air dingin mulai jatuh membasahi seluruh tubuh Yuka, saat itu juga Estella meronta kesakitan, “Adduhhh!! Sakit sekali. Bagaimana bisa dia bertahan dengan luka sesakit ini?”

Selesai mandi Estella berdiri di depan cermin besar yang ada di dalam kamar. Tubuh kecil yang masih polos berdiri di depan cermin, rambut hitam panjang, kedua bola mata coklat sangat indah di pandang. Namun, kehidupan kejam membuat Yuka harus merenggang nyawa akibat perlakuan yang di buat oleh Paman dan Bibinya.

“Rasa sakit yang gadis ini alami mengingatkan aku pada rasa sakit saat kematian ku. Rasa sakit ini pula membuatku akan tujuan untuk balas dendam kepada bangsawan Caprio. Aku harus segera menaikkan berat badanku dan aku harus memulihkan seluruh tubuh gadis ini. Siapa tadi nama gadis ini! entahlah, aku tidak perduli. Yang jelas aku tetap Estella, sih ‘pembunuh tanpa bayangan’ yang menyasar ke dalam novel dan berdiam diri di tubuh yang tak berguna ini.”

.

.

Hari-hari pahit mulai Estella jalani seperti kehidupan gadis remaja tanggung pemilik tubuh. Setelah mendapat perlakuan tak enak dari Paman dan Bibi, barulah Estella diberi makan. Bukan makanan bergizi yang diberikan oleh Paman dan Bibi, makanan yang diberikan hanyalah nasi putih dan garam.

Demi menambah berat badan, Estella harus memakan apa pun yang diberikan Paman dan Bibi. Estella juga diam-diam belajar bela diri di dalam kamar demi memulihkan kekuatan miliknya. Awalnya memang sakit karena tubuh gadis remaja tanggung ini di penuhi banyak luka yang membuat Estella sulit bergerak. Namun, seiring berjalannya waktu Estella mulai terbiasa memakai tubuh gadis remaja tanggung ini, dan dirinya juga perlahan menyembuhkan luka dengan berbagai macam tumbuhan herbal yang terdapat di belakang rumah. Meski tidak semua bekas luka dapat hilang dengan sempurna.

Waktu berjalan begitu cepat, hari ini tepat 2 minggu Estella memakai tubuh gadis remaja tanggung. Tubuh juga sudah merasa siap untuk bertarung kembali. Estella mulai merencanakan tentang balas dendam kepada bangsawan Caprio yang masih hidup tenang di tahun 1968. Estella mulai mencari informasi di Koran hangat setiap paginya bagaimana cara agar dirinya bisa kembali ke tahun 1968, tapi informasi yang ia inginkan tidak pernah ia dapatkan.

Saat Estella mencari Informasi di Koran pagi ini, sayup-sayup ia mendengar keributan dari ruang bawah. Estella yang penasaran diam-diam melangkah keluar kamar, kedua kakinya terus berjalan dengan ujung kakinya mendekati anak tangga yang langsung terhubung pada ruang tamu. Namun saat Estella hendak melangkah menuruni anak tangga nomor 4, Estella terkejut. Estella terkejut melihat 10 orang bertubuh besar, tegap dan berwajah sangar sedang mengayunkan kepalan tinju dan yang lainnya ke tubuh Paman dan Bibi. Adegan ini membuat Estella senang, dirinya perlahan duduk, bibirnya mengulas senyum tipis menonton adegan tersebut.

“Bagaimana rasanya jika kulit dan tulang menerima beberapa tindakan yang tidak mengenakkan dari tubuh yang lebih besar dari kalian berdua. Perlakuan yang sering kalian buat kepada gadis pemilik tubuh ini selama kurang lebih 4 tahun. Aku pikir kalian Paman dan Bibi yang cukup kuat, ternyata kalian hanya pecundang lemah yang beraninya dengan anak kecil. Untung ruh gadis remaja tanggung ini sudah tenang di Surga, kalau dirinya masih hidup, mungkin dirinya akan berlari dan membiarkan tubuh kecilnya menutupi pukulan yang diberikan hanya untuk kalian berdua.” Ucap Estella sendiri pelan.

Merasa bosan menonton pertunjukan kecil yang sering ia lakukan di tahun 1968, Estella berdiri, kedua kakinya berjalan kembali menuju kamar.

.

.

💦💦Di ruang tamu 💦💦

10 orang yang memberi pelajaran pada Paman dan Bibi, kini berdiri di teras rumah, berganti dengan 5 pria bertubuh tegap dan berwajah sangar, stelan jas rapih, topi, kaca mata hitam dan rokok cerutu terselip di sela jari-jemari masing-masing dari tangan 5 pria tersebut. 5 pria tersebut berdiri di depan pintu menghadap Paman dan Bibi yang sedang sujud di depan mereka.

Pria yang ada di tengah berjalan mendekati Paman dan Bibi, menempatkan tapak kaki sepatu pansus tebal di punggung Paman, hingga terdengar suara tulang yang rapuh.

Kreek!!!! Kreek!!

“Aakh!” keluh Paman merasa sakit di setiap tulang punggung yang di tekan.

“Kalau minggu depan kalian masih ingin bernafas lega, maka cepat lunasi hutang-hutang kalian pada kami. Jangan mau enaknya saja kalian menikmati uang haram dari kami. Ingat! Masing-masing dari kami para rentenir yang sudah berbelas kasih meminjamkan uang kepada kalian sebesar 100 juta rupiah, itu belum termasuk bunga sebesar 50 juta rupiah di tiap bulannya. Jika minggu depan tidak bisa mengembalikannya, maka kalian berdua harus merelakan setiap organ yang masih tersusun rapih menjadi milik kami.”

Dengan susah payah Paman dan Bibi menelan saliva setelah mendengar ancaman dari pria tersebut. Wajah lebam menengadah dengan salah satu mata yang bengkak. Rasa takut terlihat saat Paman dan Bibi menatap 5 pria tersebut yang berdiri di hadapan mereka.

Bibi berjalan dengan kedua lututnya mendekati pria yang baru saja memberikan ancaman manis. Kedua tangan bibi memegang kedua betis pria tersebut, dan bersujud, “Ka-kami janji akan segera melunasinya. Ka-kami berjanji.”

Pria tersebut melepas paksa genggaman dari kedua tangan Bibi, “Baiklah, kalau begitu kami tunggu janji kalian berdua. Kalau tidak, bersiap saja.” Ucap pria tersebut dengan nada dingin.

Dengan serentak kelima pria tersebut berbalik badan dan melangkah pergi meninggalkan rumah Paman dan Bibi.

Melihat kelima pria beserta anak buahnya sudah pergi jauh dari rumah Paman dan Bibi. Paman berdiri, kedua tangan mengepal erat, tatapan tidak senang terus menatap mereka yang sudah pergi naik mobil meninggalkan halaman rumah.

Bibi yang takut segera berdiri, kedua tangannya menggenggam erat lengan kanan Paman.

“Gimana ini?”

“Kamu tenang saja. Sore nanti aku akan pergi ke Kota untuk mendapatkan uang.”

“Bagaimana caranya kamu bisa mendapatkan uang di Kota?”

“Berisik. Aku pusing.”

...Bersambung...

Bab 03. 2 Triliun

🌹Keesokan harinya, pukul 12:30 siang🌹

.

.

Dengan langkah terburu-buru, Paman yang baru saja turun dari angkutan umum terus berlari menuju rumah.

Paman berdiri di depan pintu rumah, nafas terengah-engah, tangan kanan memegang tiang pintu, tatapan mengarah pada Bibi yang duduk di sofa ruang tamu.

“Ada kabar bagus.” Ucap Paman dengan nafas berat.

Mendengar ucapan Paman, Bibi langsung berdiri, meletakkan majalah di atas meja, “Kabar apa?”

Paman berjalan mendekati Bibi, membawa Bibi duduk kembali. Tatapan Paman mengarah ke lantai 2, “Apa Yuka berada di atas?” tanya Paman untuk memastikan Yuka memang berada di dalam kamar atau tidak, karena ada hal penting yang ingin ia bicarakan kepada Bibi.

“Iya, mau dimana lagi selain di dalam kamar.”

“Bagus. Kamu mau tahu tidak kabar baiknya apa?”

“Katakan saja.”

“Kemarin malam sesampainya di kota, aku duduk di dalam bar, aku tidak sengaja mendengar dari beberapa pemuda berkata jika di kota ini akan diadakan pelelangan ilegal buat kalangan atas. Tepatnya 2 hari dari sekarang.”

“Tunggu dulu, jangan-jangan…..kamu?”

“Iya, benar. Kamu pasti sudah tahu maksudku bukan? Yuka itu gadis kecil yang memiliki wajah cantik, kedua mata indah, dan rambut yang cantik. Gimana menurut kamu?”

“Aku setuju. Berarti kita masih ada kesempatan untuk melunasi hutang-hutang kita.” Sahut Bibi mendekatkan wajahnya. Bibi memegang kedua lengannya, dan kepala menggeleng, “Aku tidak mau jika mereka mengacak-acak…..Ah! seram.” Sambung Bibi teringat dengan ancaman kelima rentenir kepada mereka.

“Karena kamu sudah setuju, maka aku akan mendaftarkan nama Yuka.” Ucap Paman mengambil benda pipih dari dalam saku celananya, membuka ‘TELE’ dan mengirim nama atas ‘Yuka’. Setelah melakukan pendaftaran, Paman dan Bibi senyum-senyum sendiri.

Entah apa yang mereka pikirkan setelah mendaftarkan nama ‘Yuka’.

Bibi menghentikan pikirannya. Ia berdiri, tatapan mengarah ke lantai 2, “Mulai hari ini aku akan mengganti makanan penuh gizi buat gadis lemah itu. Aku juga akan merawat kulitnya biar lebih lembut lagi sebelum hari H.”

“Baiklah. Cepat lakukan sebelum hari itu tiba.” Sahut Paman menyetujui tindakan Bibi.

Bibi melangkah pergi menuju dapur, memasak makanan yang enak buat makan Yuka. Setelah semua masakan bergizi di letak di atas meja, Bibi memanggil Yuka, mengajaknya makan bareng bersama dirinya dan suaminya.

.

.

🍃🍃Di ruang makan🍃🍃

Bibi berdiri di samping Yuka, tangan kanannya terus menambah sayur dan lauk di piring milik Yuka yang hampir penuh. Wajah Bibi memancarkan aura kegembiraan. Tangan yang tidak biasa menyentuh Yuka dengan ramah, kini membelai lembut puncak kepala Yuka.

“Yuka.”

“Siapa Yuka?” tanya Estella spontan.

“Kamu dong, siapa lagi. Mulai hari ini kamu harus makan banyak dan makan yang bergizi, karena dua hari lagi Paman dan Bibi akan mengajak kamu pergi ke Kota Jakarta, mengajak kamu jalan-jalan ke Mall untuk membeli baju bagus. Kamu mau, 'kan?” tanya Bibi berwajah manis dan suara lembut.

Dahi Estella mengerut, tatapan serius ia edarkan ke Paman dan Bibi terlihat penuh banyak pertanyaan. ‘Kesambet setan Alas apa mereka berdua, pertama memanggil nama dengan salah, kedua mau mengajak aku ke Mall. Ah, bodoh amat. Kata mereka ingin mengajak aku pergi ke kota, berarti ini kesempatan emas buatku mencari informasi bagaimana cara untuk kembali ke tahun 1968. Kalau begitu aku setujui saja ajakan mereka.’ Batin Estella.

“Bagaimana Yuka, apa kamu mau ikut dengan Paman dan Bibi?” tanya Paman memecah pikiran Estella.

Estella mengangguk, tangan kanannya terus menciduk makanan begitu lezat yang hampir 2 minggu tidak merasakan makan enak seperti ini. Tubuh kurus, kecil dan lemah, biasa disajikan nasi putih di campur garam, untuk siang berbeda pula menunya. Menu untuk siang biasanya Estella hanya di kasih sisa makanan dari Paman dan Bibi.

.

.

2 hari memang sangatlah singkat. Rasanya baru 2 hari yang lalu Estella dijanjikan Paman dan Bibi untuk pergi ke Mall yang berada di kota Jakarta. Dan pagi ini Estella, Paman dan Bibi bersiap untuk pergi ke kota Jakarta.

Bibi tidak membiarkan Estella pergi dengan wajah polos begitu saja, dirinya dihiasi dengan mack up natural untuk menutupi beberapa bekas luka yang sulit di hilangkan memakai dempul. Kini Estella, Bibi dan Paman menunggu di depan gerbang rumah. Menunggu taksi online yang sudah di pesan dari subuh.

20 menit kemudian, Estella, Paman dan Bibi sudah berangkat dengan taksi online yang mereka pesan menuju kota Jakarta. Estella sengaja duduk di pinggir karena dirinya ingin menikmati pemandangan penuh polusi, dan gedung pencakar langit yang tidak pernah ia lihat di tahun 1968.

‘Begini rupanya kehidupan di tahun 2022. Banyak mobil bagus, semua bangunan menjulang tinggi ke atas awan, banyak debu dan macet sepanjang jalan. Sangat keren.’ Batin Estella.

Saat Estella masih menikmati pemandangan, dari belakang menyelinap tangan yang terselip sapu tangan kecil dan berhenti tepat di hidung mancung Estella.

‘Sial. Obat bius.’ Batin Estella mengetahui jika sapu tangan tersebut sudah diberi obat bius, membuat pandangan Estella memudar.

Tidak tahu berapa lama Estella tertidur, yang jelas saat ini dirinya terbangun di tepat yang berbeda. Estella terbangun di tengah pentas, tubuh yang tadinya menyandar di kursi santai kini duduk tegak, tatapan yang masih memudar ia arahkan ke depan pentas yang terdapat banyak bangku diisi berbagai macam manusia.

Banyak pasang mata memandang Estella penuh maksud, tapi hal itu tidak dipedulikannya. Dengan santai Estella kembali menyandarkan tubuhnya di kursi santai, menikmati pemandangan yang jarang ia lihat. Cuman ada tatapan yang sampai sekarang membuat dirinya bergidik ngeri, tatapan dari seorang pemuda tampan yang duduk di tengah kursi pengunjung.

5 menit kemudian keluar seorang pria memakai stelan jas, berwajah tampan berdiri di sisi kanan Estella. Sejenak wajah itu membuat Estella terlena, sampai dirinya tidak ingin mengalihkan pandangannya. Suara hiruk-pikuk mulai ramai, membuat pemuda yang berdiri di sisi kanannya mengulurkan mic yang ia pegang ke bangku pengunjung.

“Apa kalian sudah siap?”

“Sudah.” Sahut serentak para pengunjung yang hadir.

“Karena ini adalah hal yang langkah. Namun banyak peminat. Tanpa berlama-lama lagi aku akan buka harga dari 50 juta rupiah, atas nama ‘Yuka’.” Ucap pria tersebut sedikit meninggikan nada suara saat memanggil nama ‘Yuka’.

Para pengunjung mulai memasang harga. Masing-masing tangan memegang papan yang sudah diberi kode sambil menyebut nama ‘Yuka’. Tawar-menawar yang sengit terus berlangsung, hinga terakhir pada seorang pemuda yang sedari tadi menatap Estella tajam dan suram.

“2 triliun.” Ucap pemuda tersebut tanpa menaikkan papan kode miliknya.

Sempat terjadi perkelahian kecil di tengah bangku pengunjung karena pemuda tersebut membuat harga terlalu tinggi dan tidak ada yang bisa melampaui dirinya.

Estella memalingkan wajahnya ke sisi kanan, “Apa hebatnya gadis yang bernama ‘Yuka’, dan kenapa mereka terus mengangkat tangan dan memegang papan konyol itu. Bukan itu saja, mereka juga sempat berkelahi. Ha ha ha. Lucu sekali manusia di zaman ini.”

Di saat Estella terus tertawa atas dirinya sendiri, ia langsung teringat dengan nama ‘Yuka’, nama yang sering disebut Paman dan Bibi pemilik tubuh yang ia pakai. Estella melirik perlahan dari ujung ekor mata ke tengah bangku pengunjung, terlihat seorang pemuda yang terus menatap dirinya tajam. Estella kembali memalingkan wajahnya, bibirnya kembali mengumpat, “Sial. Bukannya nama ‘Yuka’ itu adalah nama gadis pemilik tubuh ini. Berati itu aku! Si-siapa, siapa yang berani mendaftar aku dalam acara seperti ini. Akh! Sudah pasti mereka.” Merasa penasaran bagaimana wajah pemuda yang berhasil mengambilnya, Estella kembali melirik dari ujung ekor matanya, menatap pria yang masih menatap dirinya tajam dari bangku tengah pengunjung. Estella kembali menarik tatapannya, “Pedofil.”

Acara akhirnya selesai. Sambil menunggu mobil mewah menjemput, Estella kini berdiri di sisi kanan pemuda tampan yang telah mengambil dirinya, seorang Presdir muda berumur 27 tahun. Pria yang terus menatapnya tajam dan suram sampai detik ini juga.

Setelah acara selesai Estella tidak lagi melihat Paman dan Bibi. Ingin rasanya Estella menghabisi Paman dan Bibi yang tidak tahu diri itu saat ini juga, tapi Estella tidak mampu karena dirinya sekarang belum pulih 100%. Estella hanya bisa mengikuti Presdir muda tersebut.

Mobil mewah yang di tunggu-tunggu berhenti di hadapan Estella dan Presdir muda tersebut, dari pintu supir keluar seorang pria berwajah tampan tak kalah tampannya dengan Presdir muda. Pria tampan tersebut mengantarkan Estella dengan lembut ke bangku penumpang bagian belakang, memasang seatbelt ke tubuh mungil Estella.

“Perkenalkan nama saya Bobby. Gadis cantik. Saat ini Anda sudah resmi menjadi bagian dari tuan Valdes. Mulai saat ini juga Anda akan tinggal di kediaman tuan Valdes. Apakah Anda tidak keberatan dengan penawaran dari tuan Valdes?” Bobby memperkenalkan dirinya dan bertanya Tanya dengan sopan.

Estella melipat kedua tangan di depan dada, wajah cemberut terlihat imut Estella palingkan ke sisi kanan, “Terserah. Lagian aku juga tersiksa hidup bersama dengan mereka.”

Kedua mata Valdes membulat sempurna saat mendengar jawaban Estella, begitu juga dengan Bobby yang masih berdiri di depan pintu mobil, tatapan serius mengarah pada Valdes yang duduk di sisi kiri Estella. Tidak tahu kode apa yang baru saja mereka lakukan, yang jelas kini Bobby mengangguk. Bobby kembali menatap Estella dengan senyum tulusnya, tangan kanan perlahan menutup pintu mobil.

.

.

.

3 jam sudah kami berkendaraan. Mobil yang kami naikin akhirnya memasuki pagar rumah menjulang tinggi yang terbuka secara otomatis, terlihat rumah mewah seperti Istana dengan pemandangan indah walau ada di pinggiran kota. Bukan hanya pemandangan indah yang Estella lihat. Estella juga melihat beberapa anak buah berlari kecil mengikuti mobil Valdes. Di depan pintu rumah yang terbuka lebar juga terlihat beberapa pelayan berdiri tegak, kepala sedikit menunduk seperti sedang menyambut kedatangannya.

Mobil kami terhenti tepat lurusan teras rumah. 2 anak buah membuka pintu mobil Estella dan Valdes. Estella turun dengan bibir yang menganga, kedua mata masih terpanah melihat besarnya rumah Valdes.

“Wah! Apakah ini Istana?” tanya Estella kepada Bobby yang berdiri di sisi kanannya.

“Tidak, ini hanya rumah sederhana milik tuan Valdes. Mulai sekarang nona muda akan tinggal di sini bersama kami semua, menjadi bagian hidup dari tuan Valdes.”

“Rumah sederhana katamu? Apa! Nona muda. Panggil aku Estel…” Sangking semangatnya menjawab ucapan Bobby, Estella hampir keceplosan menyebut dirinya adalah Estella.

Bobby hanya membalas dengan senyum manis kepada Estella, “Maaf, di sini tidak boleh membantah keputusan tuan Valdes.”

...Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!