Terlihat seorang gadis cantik berlari dari kamarnya karena sudah kesiangan untuk datang ke kampus. Rambutnya yang masih sedikit berantakan, dan wajah yang belum di make up sama sekali, namun masih terlihat begitu cantik.
Sampai di lantai bawah, tampak semua keluarganya sedang sarapan bersama.
“Rhea, duduklah, Nak. Mama ambilkan sarapan untuk kamu ya,” tutur Mama Erina, dengan suaranya yang begitu lembut seperti biasa.
Gadis bernama Rheana itu menggeleng, tangannya mengambil roti milik adiknya yang baru saja selesai diolesi selai.
“Kakak, itu punya gue!!!” teriak Ryan, putra bungsu keluarga Chandrama.
“Yailah, lo bikin lagi. Yang ini buat gue dulu, udah telat nih!” sahut Rheana menunjukkan jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya.
Chandarama, atau yang kerap disapa Rama hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah anak-anaknya.
“Sudah-sudah, Ryan. Biarkan itu untuk kakak kamu dulu, kasihan dia harus berangkat ke kampus.” Ucap Papa Rama menengahi.
“Dan kamu, Rhea. Makan sambil duduk, kamu bukan kambing kan.” Tambah Papa Rama.
Rheana kikuk, ia langsung duduk disebelah kakak dan adiknya lalu memakan roti dengan terburu-buru.
“Pelan-pelan kenapa sih, Rhe. Emangnya sudah terlambat banget sampai buru-buru gitu?” tanya Velia, putri sulung Chandrama.
Rheana mengangguk-angguk sebagai jawaban. Mulut dan tangannya tetap sibuk memakan roti milik adiknya.
“Banyakin aja maraton drakor lo, Kak. Telat kan, sukurin.” Ejek Ryan yang langsung mendapat jeweran di telinga kanannya.
“Kamu, sama kakak nggak boleh ngomong gitu.” Ucap Mama Erina seraya mengencangkan jeweran di telinga putranya.
Ryan meringis, ia merengek kepada sang papa yang selalu membelanya.
“Ma, sudahlah. Kasihan dia lagi sarapan, nanti dia telat juga.” Ucap Papa Rama dengan lembut.
Mama Erina menghela nafas, ia akhirnya melepaskan jeweran pada telinga putranya.
“Oh ya, Papa mau bicara sama kamu dan Rheana, Vel.” Ucap Papa Rama pada kedua putrinya.
Rheana menenggak segelas susu hingga tandas, ia menatap sang papa yang ingin bicara.
“Pa, bicaranya nanti saja ya? aku sudah sangat terlambat ini?” rayu Rheana memelas.
“Nggak, duduk dulu sebentar.” Tolak Papa Rama tegas.
Rheana akhirnya duduk kembali, daripada terkena omelan dari sang papa. Bisa mati dia jika papa Rama sudah marah.
“Ada apa, Pa?” tanya Velia menyudahi sarapannya.
“Nanti malam kalian temani Papa ke pesta rekan Papa ya, Mama kalian nggak bisa ikut karena harus mengawasi Ryan yang sebentar lagi ujian kelulusan.” Pinta Papa Rama.
“Pesta dengan keluarga Dharmawan, Pa?” tanya Velia, yang dijawab anggukkan kepala oleh sang papa.
"Kenapa Mama harus mengawasi Ryan, Pa. Ryan janji bakal belajar kok, nggak main game." Ucap Ryan memelas.
"Cih, model kaya lo aja belajar. Ujungnya juga main game, katanya doang mau jadi dokter, padahal belajar aja males." Sahut Rheana menyenggol bahu adiknya.
"Apaan sih, Kak!" sahut Ryan tidak terima.
"Sudah-sudah!" lerai Mama Erina.
"Rheana, sudah jangan ganggu adikmu terus, sana berangkat sebelum terlambat." Ucap Mama Erina lagi.
Rheana bangkit dari duduknya, ia menyalami tangan mama dan papanya bergantian, lalu sang kakak. Kini giliran ke adiknya.
"Cium tangan gue biar berkah ujian lo." Ucap Rheana ketus.
Ryan mendengus. Dengan malas-malasan ia mencium tangan kakaknya yang super reseh itu.
Rheana pun akhirnya pergi meninggalkan rumah. Ia benar-benar harus ke kampus dan menemui dosen pembimbing untuk menanyakan judul skripsi yang sudah ia ajukan.
Hal yang sama pun dilakukan oleh kakak dan adiknya, mereka semua pergi melanjutkan aktivitas masing-masing, sebelum nanti malam pergi ke pesta.
Rheana memilih untuk naik ojek online daripada mobil pribadi keluarganya. Menurut Rheana itu bisa membuatnya menghemat waktu.
"Abang, ayo sat set sat set. Biar saya cepat sampai, bisa habis saya kalo terlambat." Ucap Rheana sambil menepuk-nepuk bahu Abang ojol.
"Iya sabar, Neng." Sahutnya tidak terdengar jelas karena angin.
Kampus Rheana tidak terlalu jauh, ataupun terlalu dekat, ya di tengah-tengah lah sehingga ia hanya membutuhkan waktu 40 menit untuk sampai.
Usai membayar ojolnya, Rheana pun segera berlari menuju ruangan dospem nya. Saking terburu-buru, ia sampai lupa mengetuk pintu dan langsung masuk saja.
"Rheana, waalaikumsalam." Ucap dosen itu geleng-geleng kepala.
Rheana mengatur nafasnya lalu manggut-mangut.
"Maaf, Pak. Assalamualaikum," salam Rheana setelah nafasnya stabil.
Dosen itu mempersilahkan Rheana untuk duduk. Beruntung sekali karena pembimbing yang dia dapatkan bukan dosen killer, malah seperti teman baginya, namun jika Rheana telat atau membuat kesalahan, tetap saja ia kena marah.
"Jadi gimana, Pak?" tanya Rheana pelan.
Dosen bernama Tito itu menganggukkan kepalanya, menandakan bahwa ia menerima judul yang Rheana ajukan, dan Rheana bisa mulai menyusun skripsinya.
Rheana lega. Setidaknya lega untuk sesaat saja, sebelum mulai berperang dengan penyusunan skripsinya.
"Mati deh gue." Gumam Rheana menepuk jidatnya sendiri.
***
Malam harinya, seperti yang papa Rama ucapkan pagi tadi. Malam ini Rheana dan Velia menemani papa mereka datang ke pesta keluarga Dharmawan.
Mereka berdua di perkenalkan ke banyak pengusaha, dan tidak jarang kebanyakan dari mereka memuji kecantikan dua putri Chandrama.
"Cantik-cantik sekali putri anda Pak Rama." Ucap salah satu rekan bisnis papa Rama.
Papa Rama terkekeh mendengarnya, ia juga tidak menyangkal bahwa putrinya memang cantik.
Lalu papa Rama mengajak mereka untuk bertemu dengan seorang pengusaha muda yang sedang jadi perbincangan hangat karena menjadi yang tersukses dan termuda.
"Permisi Pak Cakra." Sapa Papa Rama.
Orang yang dipanggil itu menoleh, membalik badan dan kini berharapan dengan Papa Rama beserta kedua putrinya.
Mulut Rheana spontan terbuka saat melihat sosok gagah dan tampan di hadapannya, benar-benar rupawan.
"Pak Rama, apa kabar?" sapa pria bernama Cakra dengan sopan.
Papa Rama tersenyum. "Saya baik, saya kesini ingin memperkenalkan anda dengan kedua putri saya." Ucap Papa Rama.
Tatapan Cakra lalu beralih kepada Velia dan juga Rheana. Ia tersenyum lalu menjabat tangan Rheana dan Velia bergantian.
Tangan Rheana tampak gemetar saat bersentuhan dengan kulit pria itu, namun Velia terlihat biasa saja. Mungkin karena sudah sering bertemu banyak orang.
"Saya Cakra." Ucap Cakra memperkenalkan diri.
"Saya Velia, dan ini adik saya, namanya Rheana." Jawab Velia menyahut.
Mereka bertiga pun mengobrol, sementara papa mereka lanjut menemui rekan yang lain.
Rheana lebih banyak diam, bukan karena tidak suka topik pembicaraan, melainkan bibirnya gemetar karena terlalu mengagumi sosok Cakra.
Rheana tidak menyangka jika akan ada pria setampan Cakra di dunia ini. Sudah tampan, gagah, berwibawa, sukses pula.
Nikmat mana lagi yang kau dustakan.
Rheana benar-benar jatuh hati pada sosok Cakra meskipun baru pertama kali melihatnya. Hatinya yang biasanya seperti batu kini malah melunak hanya melihat senyuman pria tampan itu.
Karena hari semakin malam, Papa Rama mengajak kedua anaknya pulang. Mereka tentu saja berpamitan dengan Cakra dulu yang cukup lama mereka ajak berbincang.
Saat sampai di rumah. Rheana langsung lari ke kamarnya untuk mencari tahu tentang Cakra, ia yakin pengusaha muda dan sukses seperti pria itu akan memiliki akun media sosial.
Dan benar saja, ia menemukan akun Instagram Cakra dengan puluhan ribu followers. Rheana nge stalk akun tersebut, bahkan ia juga mengikutinya.
"Aduhhh pak Cakra ganteng banget sih!!!" celetuk Rheana tersenyum seorang diri.
HAIII, KETEMU LAGI SAMA AKU 🤗
Jangan lupa untuk like, dan komen positif ya🌹
BERSAMBUNG ........................
Tampak seorang gadis tengah menyemprot parfum di beberapa titik tubuhnya, lalu tidak lupa berkaca diri sebelum bergegas pergi ke kampus.
Hari ini Rheana sedikit santai untuk datang ke kampus, namun alasan ia bangun pagi-pagi sekali adalah ia harus ke mall untuk mencari buku referensi dan melakukan riset mendalam tentang judul skripsi yang ia ambil.
Rheana melangkah menuju meja makan. Ia yang biasanya selalu terlambat datang untuk sarapan, hari ini justru ia yang paling awal datang.
“Eeeee … Nona cantik sudah bangun, tumben nih datang awal ke meja makan.” Ucap Bi Jumi, asisten rumah tangga yang cukup akrab dengan Rheana.
Rheana tertawa mendengarnya. Ia mengacungkan ibu jarinya disertai dengan cengiran manis di wajahnya.
“Biasa, Bi. Putri tidur aku lagi cuti, makanya hari ini aku bangun pagi. Hahaha!” sahut Rheana dengan asik.
Asisten rumah tangga itu hanya geleng-geleng kepala dengan tingkah nona mudanya. Nona mudanya yang satu ini sangat ramah, bahkan receh jika dengan pekerja di rumah. Berbeda dengan Velia, gadis itu bersikap lembut, dan tegas. Jarang sekali Velia mau berbaur dengan para pekerja seperti Rheana.
Sementara dengan Ryan, ia mengikuti jejak Rheana yang suka berbaur dan bersenda gurau dengan art disana.
Kursi meja makan yang awalnya kosong, kini mulai terisi oleh seluruh keluarga Chandrama. Tidak ada yang bicara saat makan, kecuali Ryan.
“Kak, tumben banget lo bangun pagi?” bisik Ryan meledek.
Rheana berdecak, ia mengangkat tangannya denga ancang-ancang memukul, namun tidak benar-benar ia lakukan. Mana berani Rheana melakukan itu kepada anak laki-laki bungsu yang sangat dimanja mama dan papa.
“Berisik lo.” Sahut Rheana ketus.
“Rhe, Ryan. Makan dengan benar!” tegur Mama Erina, menatap kedua anaknya bergantian,
Rheana dan Ryan langsung kikuk, mereka lanjut makan dengan tenang karena takut dengan tatapan mama Erina yang hangat, namun mengandung banyak ancaman.
“Bagaimana dengan belajar Ryan semalam, Ma?” tanya Velia seraya melahap sarapannya.
“Lumayan, Kak. Ya walaupun masih kaya anak tk yang belajar saja harus di dikte dulu orang tua dulu,” jawab Mama Erina.
Rheana tertawa meledek, ia memukul pelan adiknya yang tampak tertunduk malu dengan ucapan sang mama barusan.
“Jangan meledek Ryan, Rhe. Dulu kamu juga sama bandelnya dengan Ryan, bahkan kami sampai pernah dipanggil ke sekolah karena kamu bertengkar.” Timpal Papa Rama yang balik meledek putrinya.
“Aaaa … Papa membuka kartuku, aku kan sedang meledek dia.” Rengek Rheana membuat semuanya tertawa.
Rheana menekuk wajahnya, ia melirik jam tangan yang melingkar cantik di pergelangan tangan. Rheana bangkit, ia meraih tas nya kemudian mencium punggung tangan papa dan mamanya bergantian.
“Dih, lo ngambek Kak?” tanya Ryan masih asik mengganggu kakaknya.
“Ryan, kakak kamu mau berangkat ke kampus. Sudahlah, jangan mengganggunya.” Tegus Velia tegas.
“Iya, Kak.” Balas Ryan nurut dan langsung diam.
“Emang reseh dia tuh.” Timpal Rheana kemudian menyalami tangan Velia dan Ryan bergantian.
Rheana pun bergegas untuk pergi ke mall. Karena tidak terlalu buru-buru, alhasil Rheana minta diantar oleh sopir pribadi keluarganya. Ingin Rheana naik ojol saja, namun saat tahu sopirnya akan dipecat karena ia tidak digunakan jasanya apalagi di rumahnya sudah ada 2 sopir, Rheana akhirnya mau naik mobil.
Rheana tidak bisa memberikan pekerjaan yang lebih kepada sopirnya yang sudah berumur itu, namun setidaknya ia masih bisa mencegah pak Joko agar tidak dipecat.
“Pak, udah sarapan?” tanya Rheana.
“Sudah, Non. Tadi dikasih roti sama bi Jumi.” Jawab pak Joko sopan.
Rheana manggut-manggut. Sarapan roti saja tidak cukup, sehingga Rheana mengorder makanan yang outletnya ada di mall yang akan ia datangi.
Saat sampai, Rheana mengambil pesanan nya. dan memberikannya kepada pak Joko, sebelum akhirnya ia masuk ke dalam mall.
“Baik banget memang non Rhea.” Ucap pak Joko sambil menatap makanan yang Rheana berikan.
Rheana pergi ke lantai 3, dimana toko buku yang akan ia datangi ada disana.
“Perasaan tadi baru jam delapan, waktu jalan apa lari sih!” gerutu Rheana seraya terus memperhatikan detik jam yang berjalan. Bukan apa, tapi Rheana merasa bahwa waktu cepat sekali, ia saja baru sampai di toko, belum cari-cari.
Rheana yang terus melihat jam tangannya, menjadi tidak fokus dengan langkahnya. Kesalahan itulah yang membuat Rheana menabrak orang tiba-tiba sampai ponsel milik orang yang ia tabrak jatuh ke lantai.
“Aduh … maaf, Pak. Saya tidak memperhatikan jalan saya, saya benar-benar minta maaf.” Ucap Rheana seraya memungut ponsel orang itu.
“Rheana, kamu Rheana kan?” tanya orang itu tiba-tiba.
Rheana pun bengkit dengan ponsel yang sudah ia pungut itu.
“Pak Cakra, anda disini?” tanya Rheana tampak berbinar. Entah takdir atau bagaimana, tetapi Rheana akan menganggap ini sebagai pertemuan yang kemungkinan jodoh.
“Ya, saya iseng saja. Melihat-lihat dan memilih buku di toko sudah lama tidak saya lakukan.” Jawab Cakra seraya mengantongi sebelah tangannya di celana kerjanya.
Rheana melongo melihat penampilan Cakra yang begitu rapi. Setelan jas yang melekat di tubuhnya tampak begitu pas, bahkan mencetak jelas dada bidang pria itu.
“Kamu sendiri kenapa ada di sini?” tanya Cakra
balik.
“Ketemu anda, Pak.” Jawab Rheana spontan. “Eh, maksud saya mencari buku.” Ralat Rheana sangat malu, bisa-bisanya ia keceplosan.
Cakra terkekeh, bahkan tangan pria itu refleks mengusap kepala Rheana pelan.
“Umur kita memang beda, tapi setidaknya jangan panggil saya pak.” Ucap Cakra pelan.
Rheana terkekeh, melihat profil Cakra semalam membuat Rheana tau bahwa Cakra dan dirinya beda 5 tahun. Rheana yang 23 tahun, sementara Cakra 28 tahun.
“Baiklah, Kak. Saya harus segera mencari buku atau saya akan terlambat datang ke kampus.” Ucap Rheana teringat pada waktu.
“Buku apa yang kamu cari, siapa tau saja saya bisa bantu?” tanya Cakra menawarkan diri.
Rheana pun mengatakan bahwa ia mencari buku referensi untuk skripsinya, dan siapa sangka jika mereka dari prodi yang sama. Fakultas bisnis, prodi manajemen bisnis.
“Wahh, ternyata saya ketemu alumni kampus saya nih.” Celetuk Rheana karena mereka juga berasal dari universitas yang sama.
Cakra mengejar S-1 nya di Indonesia, sementara S-2 nya dilanjutkan ke London.
“Ya, saya juga tidak menyangka sama sekali bisa bertemu dengan adik tingkat saya. Jadi bagaimana dengan dosen pembimbing kamu?” tanya Cakra lagi.
Mereka pun asik berbincang, bahkan tampak keduanya sama-sama tertawa hanya karena hal sepele. Baik Cakra maupun Rheana merasa nyambung untuk bicara satu sama lain.
Cakra dengan mudah menemukan beberapa buku yang menurutnya sesuai dengan judul skripsi Rheana, ia juga tentu sudah bertanya kepada Rheana sendiri.
“Wahh, jadi dulu cumlaude nih?” tanya Rheana meledek.
“Jelas, saya ini mahasiswa pintar.” Jawab Cakra sombong, atau lebih tepatnya hanya bergurau.
Rheana menunjukkan kedua ibu jarinya, ia tentu setuju dengan apa yang Cakra ucapkan barusan.
Usai membayar buku yang dibeli, mereka pun bergegas keluar dari toko buku. Rheana pamit untuk pergi ke kampus, dan Cakra menawarkan untuk mengantarnya karena arah kantornya sama dengan Rheana.
Awalnya Rheana menolak, namun ujungnya ia mau juga. Penolakan Rheana diawal agar ia tidak terlihat menginginkan sekali, padahal jelas ia ingin satu mobil dengan pria pujaan hatinya.
DITUNGGU KOMEN POSITIFNYA :)
Bersambung ........................
Sepulang dari kampus, Rheana berniat untuk meminta jemput sopirnya, namun saat ia hendak menghubungi sang sopir, tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti di depannya.
“Hai!” sapa orang yang ada di dalam mobil, duduk di kursi kemudi dengan gagahnya.
Rheana tentu saja terkejut saat melihat Cakra ada disana, bahkan pria itu kini keluar untuk menghampirinya.
Di Sore hari yang sangat cerah ini, Rheana bisa melihat wajah tampan Cakra yang diselimuti rasa lelah, namun malah menambah kesan tersendiri bagi Rheana yang melihatnya.
Astaga, nikmat Tuhan mana lagi yang Rheana dustakan.
“Kak Cakra, anda disini?” tanya Rheana keheranan.
Cakra mengangguk. “ Tadi kebetulan lewat, dan saya melihat kamu makanya berhenti.” Jawab Cakra.
Rheana tersenyum simpul. Ia jadi membayangkan adegan novel dimana si pria yang lebih dewasa menjemput kekasihnya di kampus, sehingga mengundang tatapan iri dari orang sekitar.
“Kenapa kamu belum pulang?” tanya Cakra seraya melirik jam tangan mahal miliknya.
Rheana tertawa renyah, ia menunjukkan ponselnya yang kini sedang menghubungi sopirnya.
“Saya sedang minta jemput, Kak. Tapi anda tiba-tiba memanggil, jadi saya gagal fokus.” Jawab Rheana.
Cakra tersenyum melihat gadis di depannya ini tertawa.
“Ya sudah, lebih baik saya antar kamu pulang saja.” Ucap Cakra, namun dibalas gelengan kepala oleh Rheana.
“Tidak usah, biar saya dijemput sopir saja, Kak. Saya sudah merepotkan anda sejak pagi!” tolak Rheana, kali ini penolakannya benar-benar pure ia tidak enak hati, bukan sekedar pura-pura.
“Tidak merepotkan sama sekali, lagipula kita kan teman.” Balas Cakra lalu membukakan pintu untuk Rheana.
Rheana akhirnya tidak menolak, gadis itu masuk ke dalam mobil Cakra dan duduk di samping kursi kemudi. Rheana memperhatikan Cakra yang mengitari mobilnya. Saat Cakra masuk, buru-buru Rheana memalingkan wajahnya.
“Baiklah, dimana rumah kamu?” tanya Cakra seraya mulai menjalankan mobilnya.
Rheana memberitahu arah rumahnya, mereka juga berbincang dengan hangat bahkan sesekali terdengar tawa dari keduanya. Rheana dan Cakra terlihat seperti pasangan kekasih, namun harus di garis bawahi adalah Cakra hanya menganggap Rheana sebagai temannya.
Jalanan yang cukup macet membuat Rheana dan Cakra menghabiskan waktu di jalan, sehingga saat sampai di kediaman rumah Chandrama, hari sudah mulai gelap.
“Kak, masuklah dulu, kita makan malam sama-sama. Kak Velia dan papa pasti senang melihat anda.” Tawar Rheana dengan harapan Cakra mau menerima tawarannya.
Cakra diam sejenak, mendengar nama Velia membuatnya jadi tidak bisa menolak. Alhasil Cakra mengangguk dan ikut Rheana masuk ke dalam rumahnya.
Saat mereka baru saja masuk, mama Erina datang karena sejak tadi sudah menunggu kepulangan putrinya itu.
“Rhea, darimana saja, Nak?” tanya Mama Erina terlihat khawatir.
“Kejebak macet, Ma.” Jawab Rheana tersenyum lebar.
Mama Erina menghela nafas seraya menggelengkan kepalanya. Tatapannya lalu beralih kepada pria yang diajak masuk oleh Rheana.
“Dia siapa, Rhe. Mama kok nggak asing ya sama wajahnya?” tanya Mama Erina pelan.
“Iya, Ma. Dia Pak Cakra Dharmawan, putra keluarga Dharmawan yang terkenal sukses di usia muda.” Jawab Rheana membuat Cakra terkekeh karena Rheana terlalu berlebihan memperkenalkan dirinya.
“Malam, Nyonya. Saya Cakra, temannya Rheana dan juga Velia,” ucap Cakra memperkenalkan dirinya sendiri.
Mama Erina manggut-manggut, kini ia ingat pernah membicarakan pemuda ini dengan suaminya beberapa hari lalu.
“Oh iya, saya mengingatnya. Mari silahkan duduk,” tutur Mama Erina mempersilahkan Cakra.
Cakra duduk di sofa dengan ditemani berbincang oleh Mama Erina, sementara Rheana tadi pamit untuk mandi dan bersih-bersih. Ia tentu tidak mau kelihatan dekil oleh pria yang menjadi pujaan hatinya.
Saat Mama Erina dan Cakra sedang asik berbincang, papa Rama dan Velia pun datang setelah seharian bekerja di kantor.
“Lho, Cakra. Kau disini?” tanya Papa Rama tampak terkejut dengan kehadiran Cakra di rumahnya.
Velia pun tidak kalah terkejut melihat pria tampan dan mempesona itu kini ada di rumahnya, namun ia bingung, bagaimana Cakra bisa tahu alamat rumahnya dan datang tanpa memberitahu sebelumnya.
Mama Erina dan Cakra ikut bangkit, membuat Papa Rama langsung mendekat begitu pula dengan Velia.
“Apa ada masalah sampai-sampai kau datang kesini, saya benar-benar kaget tadi.” Ucap Papa Rama seraya duduk di sebelah istrinya.
Cakra terkekeh mendengar ucapan papa Rama. Kepalanya menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaan ayah dari Rheana itu.
“Semua baik-baik saja, Pak. Saya datang kesini karena tadi mengantar Rheana pulang, kami tidak sengaja bertemu di kampusnya.” Jelas Cakra.
Papa Rama manggut-manggut, sementara Velia hanya menjadi pendengar saja.
“Jadi dia kesini dengan Rheana.” Batin Velia.
“Wahh, saya bersyukur jika kalian bisa akrab, Velia juga senang katanya bisa mengenalmu.” Sahut Papa Rma.
Cakra senang saat tahu Velia juga senang bisa kenal dengannya. Setidaknya ini adalah langkah awal untuk mengenal gadis itu lebih jauh.
Tidak lama kemudian Rheana dan Ryan turun bersama untuk makan malam. Mereka semua pergi ke meja makan, dan tentunya mengajak Cakra juga.
Di meja makan, bukan hanya dentingan sendok yang terdengar, melainkan obrolan dari papa Rama dan Cakra juga.
“Ya, perusahaan Y katanya akan memperluas cabang baru, sehingga kemungkinan persaingan semakin ketat sekarang.” Ucap Velia mulai berkomentar atas obrolan Papa Rama dan juga Cakra.
“Itu sudah biasa, asal susunan strategi kita bagus maka semuanya lancar.” Sahut Cakra.
Velia tersenyum sambil mengangguk, ia setuju dengan pendapat Cakra yang selalu mempertahankan posisinya dalam dunia bisnis.
“Kak, nanti ajari aku fisika ya. Demi Tuhan sulit sekali soalnya, kakak kan pandai.” Ucap Ryan kepada Velia.
“Maaf ya, kakak nggak bisa. Nanti malam kakak ada acara mengisi seminar online, jadi nggak bisa bantu kamu.” Balas Velia lembut.
Rheana memukul lengan adiknya.
“Udah sama gue aja, jangan ganggu kakak.” Ucap Rheana dengan cepat.
“Ah, belajar sama lo berasa belajar sama dosen killer.” Balas Ryan menekuk wajahnya.
Semua yang ada disana terkekeh mendengar ucapan Ryan, namun tidak dengan Rheana. Gadis itu malah melotot mendengar ucapan adiknya.
“Justru belajar sama dosen killer itu cepat tangkap loh,” ucap Cakra menyahut.
“Memang iya, Kak. Tapi bersama Kak Rhea, bukan hanya harus kuat mental, tapi kuat fisik juga.” Sahut Ryan menghela nafas kasar.
“Sudah tidak apa-apa, daripada tidak belajar sama sekali.” Timpal Mama Erina.
Usai makan malam, Rheana pamit kepada Cakra untuk mengajarkan Ryan. Cakra tentu saja mengiyakan, ia juga sudah ingin pulang karena semakin malam.
Cakra diantar oleh Velia sampai ke depan rumah saja.
“Terima kasih atas kunjungannya ya, Pak Cakra.” Ucap Velia mengulurkan tangannya dengan maksud berjabatan.
Cakra tersenyum lalu membalas jabatan tangan gadis itu.
“Sama-sama Nona Velia.” Balas Cakra.
“Oh iya, boleh saya minta nomor anda untuk jaga-jaga apabila saya ada perlu?” tanya Cakra berdalih.
Velia memberikan kartu namanya kepada Cakra. Usai saling bertukar nomor, Cakra pun langsung pergi dari rumah kediaman Chandrama.
YUUHUUUU, DITUNGGU LIKE NYA :)
Bersambung......................
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!