Badai petir yang tersambung dengan lebatnya hujan di daerah terpencil di malam itu. Nampak sebuah gubuk kecil di atas bukit yang lumayan tinggi yang sedang terjadi fenomena umum bagi setiap seorang wanita yang sedang hamil untuk segera melahirkan.
Anjani yang saat itu sedang berjuang untuk melahirkan anak pertamanya. Nampak juga seorang wanita tua yang membantu untuk proses persalinan itu.
" Ayo nduk... Dorong terus nduk.... Dorong.... Sudah terlihat kepalanya, " ucap wanita tua itu.
" Huhhhj.... Huhhh..... Hugggghhhhh..... Hahhhh... Hhhaaaahhhhhhh, " erang Anjani yang terus berjuang untuk melahirkan sesegera mungkin karena rasa sakit yang dia rasakan dan juga mulesnya proses melahirkan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
" Hakkk ciiiinggh... Oooeeeggghhh... Ooeeeekkk, " suara seorang bayi mungil yang sedang bersin dan langsung disusul dengan tangisan keras dan juga disusul oleh suara petir yang menggelegar di atas langit yang mana seolah olah tau kalau bayi yang baru saja terlahir itu adalah bayi yang akan menanggung beban yang sangat berat.
" Alhamdulillah..... Ndukkkk.... Selamat yaaa.... Uhhh... Uhhh..... Laki-laki ndukkk, " ucap wanita tua itu yang langsung menggendong seorang bayi laki-laki yang masih berlumuran darah dari sang ibu.
" Alhamdulillah..... Hikss.... Hikkssss, " ucap Anjani yang sangat bersyukur atas kelahirannya sang putra pertamanya.
Wanita tua itu dikenal dengan nama Mbah Pahing, tidak ada yang tau nama asli beliau kecuali Anjani anak kandungnya.
Setelah itu Mbah Pahing segera membersihkan si jabang bayi itu. Setelah selesai Mbah Pahing langsung memberikannya kepada Anjani selaku ibunya.
" Ini nduk, " ucap Mbah Pahing.
Anjani pun langsung menerima bayi laki-laki itu dan langsung meletakkannya di atas dadanya.
Nampak sang jabang bayi yang sangat lucu, kulit yang kuning langsat, hidung yang mancung dan juga yang membuat Anjani terkejut adalah ditangan kanan sang bayi terdapat sebuah tanda lahir berbentuk segitiga yang sangat jelas.
" Mbok.... Apa simbok tau tanda lahir ini....? " tanya Anjani kepada Mbah Pahing yang duduk di samping kiri Anjani.
Segera Mbah Pahing memegang tangan bayi tersebut dan melihatnya dengan serius.
" I-ini... Ta-tanda aksara.... Nduk.... Anakmu, " ucap Mbah Pahing yang terkejut melihat tanda lahir dari sang bayi.
" Kenapa mbok, " tanya Anjani penasaran.
" Jaga baik-baik anakmu nduk... Kelak anakmu akan menjadi orang yang hebat dimasa depan... Nduk ini adalah tanda lahir aksara... Bapakmu juga punya tanda ini dipunggung nya tapi tanda aksara milik anakmu lebih jelas dan lebih terang.... Nduk kelak anakmu akan menjadi seorang aksara.... Tidak... Sang Hyang Aksara, " jawab Mbah Pahing yakin dengan itu.
" Sang Hyang Aksara? Apa itu mbok, " tanya Anjani.
" Nduk apa kamu lupa bapakmu itu orang hebat dan disegani orang-orang? Itu karena bapakmu adalah seorang aksara nduk.... Seorang aksara bisa melakukan hal yang tidak bisa orang-orang lakukan... Sihir dan pemanggilan... Jika seorang jawara itu bertarung dengan kekuatan fisik tapi untuk seorang aksara bertarung dengan menggunakan spiritualnya atau kebatinannya, " jawab Mbah Pahing.
" Ahhh.... Iya mbok aku ingat sekarang kalau bapak bahkan bisa membentuk suatu sihir dengan tulisan-tulisan jawa, " ucap Anjani.
" Nduk jangan sampai orang-orang tau kalau anakmu memiliki tanda itu, " ucap Mbah Pahing.
" Baik mbok," ucap Anjani.
" Nduk... Siapa nama si kecil ini....? " tanya Mbah Pahing.
Anjani ingat mendiang suaminya sebelum dia berpulang karena tugasnya sebagai seorang aparat yang ditugaskan di perbatasan negara bagian timur yang terjadi pemberontakan. Mendiang suaminya pernah berkata kalau anak itu lahir berilah nama....
" Guntur Samudra, " ucap Anjani dengan tersenyum dan mengeluarkan air matanya.
" Guntur Samudra, "ucap Mbah Pahing sambil memejamkan matanya.
Mbah Pahing langsung tersadar dan sangat tau akan arti nama itu karena bagaimana pun dia juga seorang aksara walaupun tidak sekuat suaminya tapi tidak bisa dipungkiri kalau Mbah Pahing juga seorang aksara.
Tapi sayangnya Mbah Pahing dan suaminya tidak menurunkan semua itu kepada Anjani dan malah menurunkan kepada sang cucu.
" Nduk... Semoga anak ini bisa dan sanggup untuk menanggung semua beban dari nama itu, " ucap Mbah Pahing.
" Iya mbok... Itu adalah nama yang diberikan ayahnya sebelum dia berpulang mbok, " ucap Anjani.
Sebenarnya Mbah Pahing tau kalau suami anaknya itu bukan orang sembarangan.
Suami anaknya itu adalah anak dari salah satu legenda Jawara dan anaknya itu seorang jawara hebat yang berhasil meraih berbagai penghargaan dalam dan luar negeri hanya saja Anjani tidak tau akan hal itu dan itu karena suami anaknya itu tidak mau kalau istrinya tau semuanya tentangnya dan sangat berbahaya jikalau musuh-musuhnya tau kalau dia mempunyai seorang istri.
Mereka pun kembali teringat dengan kejadian beberapa bulan yang lalu. Tanpa terasa air mata mereka menetes begitu derasnya.
Anjani memeluk erat si kecil yang mana sedang menyusu kepada ibunya sedangkan Mbah Pahing terduduk di samping kiri mereka sambil mengelus kepala Anjani.
***
Suami Anjani bernama Panji Samudra. Di samping itu Panji seorang aparat akan tetapi Panji juga terlahir dari keluarga yang berada.
Bahkan untuk urusan di bidang bisnis keluarga Panji bisa dibilang sangat sukses yang telah menempati urutan 2 besar di negara ini.
Sebenarnya Panji adalah calon penerus kepala keluarga yang akan menggantikan ayahnya karena Panji sangat mumpuni dalam bidang itu.
Di samping dia sangat pintar dan bijak dalam menyelesaikan suatu permasalahan dia juga mempunyai kharisma dan juga wibawa tersendiri.
Maka dari itu ayahnya menyerahkan semua asetnya kepadanya akan tetapi Panji menolak, di samping dia adalah seorang jawara dia juga tidak minat untuk terjun ke dunia bisnis dan memilih untuk menjadi aparat untuk mengabdikan dirinya kepada Negaranya.
Anjani pun tidak tau banyak tentang suaminya karena pernikahannya yang sangat sederhana dan juga hanya keluarga Anjani saja yang mana hanya Mbah Pahing dan suaminya yang bernama Mugiman sebagai wali.
Yang terpenting sah untuk negara dan juga agama sudah membuat Panji dan Anjani sangat bahagia saat itu.
Setelah sehari mereka menikah, Panji mendapatkan tugas ke daerah ujung timur negaranya untuk melawan para pemberontak.
Sebagai seorang prajurit negara dengan adanya panggilan tugas seperti itu mau tidak mau haruslah mau untuk melaksanakannya.
Anjani sang istri pun tidak bisa berbuat banyak untuk mencegah atau sekedar mengulur waktunya bersama suami tercintanya.
Akan tetapi siapa sangka kalau itu yang membuat pertemuan terakhir mereka untuk menjadi sepasang kekasih.
Setelah 1 bulan Panji ditugaskan ke bagian ujung timur negaranya, Anjani ternyata hamil yang hanya sekali tusuk saja bersama suaminya.
Sangat subur, itulah yang dipikirkan Mbah Pahing dan juga Mugiman.
Panji yang mendapat surat dari istri tercintanya yang mengatakan kalau dirinya hamil pun tidak bisa membendung air mata kebahagiaannya.
Ingin sekali Panji pulang sebentar untuk sekedar memeluk istrinya akan tetapi semua itu tidak bisa dia lakukan karena tugas dari negaranya dan juga posisi di daerah tempat dia bertugas sedang masa genting.
Panji membalas surat dari istrinya itu yang mana mengungkapkan rasa bahagianya dan kondisinya saat itu dan yang terpenting dia berjanji setelah tugasnya selesai dia akan segera pulang.
Anjani pun sangat bahagia mendapati surat dari suaminya itu kalau akan segera pulang kalau tugasnya sudah selesai.
Akan tetapi angan tetaplah angan, begitulah yang dirasakan Anjani saat usia kandungannya menginjak 5 bulan.
Anjani mendapatkan kabar dari komandan suaminya melalui surat kalau Panji suaminya telah gugur melawan para pemberontak dengan 5 peluru yang tersangkut ditubuhnya guna melindungi kawan seperjuangannya yang terancam bahaya.
Walaupun Panji adalah seorang jawara akan tetapi melawan sekian banyak pemberontak dan rata-rata menggunakan senjata laras panjang tetap saja kalah dan juga mustahil bagi seorang jawara untuk menang melawan senjata-senjata itu.
Walaupun menggunakan ilmu-ilmu jawara mereka terkecuali jika ada seorang aksara yang mendampingi para jawara barulah seimbang untuk melawan senjata mereka karena seorang aksara mampu membuat aray atau pelindung untuk keamanan mereka dan juga partner mereka.
Pecah sudah tangis duka Anjani saat itu mendengar itu semua.
Mbah Pahing dan suaminya pun tidak luput dari rasa duka.
Tiga bulan setelah Panji berpulang Mugiman juga menyusul untuk berpulang.
***
Batavia
Nampak keluarga Samudra yang sedang ditelpon oleh komandan regu dari regu yang Panji menjalankan tugasnya, keluarga Samudra yang mana itu adalah keluarga Panji untuk memberi kabar tentang gugurnya Panji.
Keluarga Panji pun juga tidak luput dari rasa dukanya apalagi sang ayah dan juga sang ibu setelah mendengar kabar gugurnya sang putra mereka.
Komandan regu yang memimpin regu Panji pun juga menceritakan semuanya dan dikuburkan di sana karena ada beberapa hal, dan sang komandan juga menceritakan kalau anaknya Panji sudah menikah dan istrinya sedang mengandung usia 5 bulan.
Seketika itu juga sang ayah dan ibunya sangat terkejut akan kabar itu karena Panji sendiri tidak pernah bercerita tentang hal itu.
Sang ayah mendesak sang komandan untuk menceritakan tentang istrinya guna untuk mencarinya akan tetapi sang komandan pun tutup mulut karena sudah berjanji dengan Panji untuk tidak memberitahukan tentang istrinya karena banyaknya musuh dari keluarganya dan juga para jawara yang tidak terima akan kekalahannya dahulu sebelum menjadi seorang prajurit.
Hanya ingin melindungi keluarga kecilnya dari bahaya Panji sampai berfikir sejauh itu.
Komandan pun akhirnya mengatakan sedikit saja tentang istri Panji karena tidak tega dengan ayah dan ibunya Panji yang sedang dilanda duka yang mendalam.
Komandan menceritakan kalau istrinya Panji itu tinggal disebuah bukit terpencil di daerah kota tengah pulau jawa.
Komandan juga memberi tahu ayah dan ibunya Panji kalau istrinya itu anak dari salah satu Legenda Aksara yaitu Mugiman.
Seketika itu ayah dan ibu Panji sangat terkejut mendengar nama itu disebutkan karena dulu jika bukan karena beliau keluarga Samudra tidak seperti sekarang ini dan juga sang ayah yang bernama Aji Samudra itu bersahabat dengan Mugiman, begitu juga dengan Lastri istri Aji Samudra dan juga Mbah Pahing.
Mereka tau kalau Mugiman itu sangat terkenal dan disegani semua orang karena dirinya adalah seorang Aksara tersohor pada jamannya dan Aji Samudra sebagai seorang Jawara tersohor pada masanya dan masa tersohornya Aji Dan Mugiman itu sama.
Akan tetapi Mugiman tiba-tiba menghilang tanpa jejak pada saat itu tanpa ada orang yang tau dan tanpa sebab.
Maka seketika itu pun Aji Samudra mengutus semua anak buahnya untuk mencari keluarga sahabatnya itu dengan segera, akan tetapi sampai sekarang dimana cucunya terlahir di dunia ini pun belum ada harapan yang berarti untuk menemukannya.
Walau seperti itu Aji Samudra tidak menyerah sedikitpun untuk tetap mencarinya walau kesempatan bertemu pun hanya sebesar biji sawi.
_***_
20 tahun kemudian...
Di sore hari dimana sang surya memundurkan dirinya untuk berganti dengan sang rembulan, banyaknya hewan dan makhluk hidup lainnya sudah menetap pada rumahnya masing-masing.
Disana nampak seorang pemuda tampan yang sedang duduk di teras gubuknya yang jauh dari kata mewah.
Dengan kulit kuning langsat, rambut lurus panjang yang hampir sepinggang dengan warna hitam legam, hidung mancung, alis yang tebal, mata yang tajam dengan pupil hitamnya, bibir yang tidak tebal maupun tipis serta gigi gingsul dan lesung pipinya serta sedikit berewok menghiasi muka dari sang pemuda itu yang mana menjadikan seorang pemuda itu ibarat seorang pangeran suatu kerajaan dengan tubuh yang tegap berisi.
Karena latihannya bersama sang neneknya yang terus digembleng secara fisik dan spiritualnya serta batinnya untuk menjadikannya seorang laki-laki yang tangguh dan juga seorang Aksara sekaligus Jawara yang hebat.
Sang nenek tidak tanggung-tanggung untuk melatih sang pemuda itu bahkan tidak kenal waktu dan hanya diberikannya waktu 4 jam saja untuknya beristirahat.
Siang hari sang nenek melatih fisiknya agar menjadi kuat untuk menjadi seorang jawara yang hebat sedangkan malam harinya sang nenek melatih spiritual dan batinnya untuk menjadi seorang Aksara yang tangguh.
Sudah hampir semua ilmu yang neneknya kuasai itu diberikan kepada sang cucu.
Dari mulai pondasi sampai pada penyusunan aksara agar bisa terwujud nyata entah itu elemen-elemen di dunia ini sampai pada penggabungan elemen pun diajarkannya bahkan aksara pemanggilan pun ikut diajarkannya hanya tinggal 1 ilmu lagi dimana itu sebagai puncak seorang aksara yaitu kekuatan mata.
Kekuatan mata itu tergantung individu seorang aksara namun sebagai urutan kekuatan mata itu tergantung warna dari perubahan mata dari seorang aksara yaitu...
- Merah
- Kuning
- Hijau
- Ungu
- Biru
- Hitam
- Putih
Jika ada seorang aksara yang sudah bisa merubah pupil matanya menjadi warna-warna tersebut bisa dikatakan kalau orang tersebut sudah menjadi seorang master atau guru aksara.
Mbah Pahing hanya mampu merubah warna pupil nya menjadi merah sedangkan Mugiman berwarna hitam.
Dalam sejarah seorang aksara yang mampu merubah warna pupil nya menjadi warna putih itu hanyalah sang raja pertama kerajaan di kotanya sebagai derajat dan tingkatan kekuatan mata tertinggi yang dimiliki oleh seorang aksara dan itu sudah ratusan tahun yang lalu.
Karena ada campuran darah antara seorang jawara dan juga aksara maka sang nenek tidak nanggung-nanggung untuk melatihnya.
Karena Mbah Pahing seorang aksara maka hanya yang dia ketahui saja yang dia ajarkan kepada cucunya karena tidak tau banyak tentang ilmu-ilmu jawara.
Seorang jawara harus kuat secara fisiknya bahkan naluri dan instingnya serta mentalnya harus kuat beserta refleknya sebagai penyeimbang.
Sedangkan seorang aksara harus kuat dalam spiritual dan batinnya maka dari itu untuk menjadi seorang aksara harus kuat dalam segi tirakatnya dalam hal apapun seperti nafsu, amarah, dendam, iri hati, tamak, sombong, dan angkuh, harus bisa ditekan atau dihilangkan dari dalam diri seorang aksara.
Semua itu adalah syarat untuk menjadi seorang aksara.
Maka dari itu seorang aksara sangatlah susah untuk ditemukan karena syaratnya yang sangat sulit untuk dilakukan dari pada seorang jawara.
Bahkan sang pemuda pun sangat rajin untuk berpuasa daud.
Sebagai seorang yang beragama yang taat sang pemuda dan juga keluarganya tidak pernah melupakan ibadahnya.
" Guntur... Yuk nak kita sujud dulu sebentar lagi maghrib, " ucap sang ibu yaitu Anjani.
" Sendiko ibu, " ucap sang pemuda yaitu Guntur Samudra.
" Guntur jangan lupa setelah itu buat deresan untuk hari ini, " ucap sang nenek yaitu Mbah Pahing.
" Sendiko eyang, " ucap Guntur dengan patuh.
Deresan dalam bahasa jawa adalah setoran berupa hafalan kitab suci alquran jadi di samping semua itu keluarga Guntur sangat taat pada agamanya.
Apalagi sang ibu yang dari kecil usia 5 tahun dirinya sudah dititipkan di suatu pondok pesantren sampai usia 18 tahun untuk menikah dengan Panji.
Karena pertemuannya di suatu majelis ilmu untuk umum yang diselenggarakan pondok pesantren tempat dimana Anjani menimba ilmunya.
Di sanalah Panji yang bertugas untuk menertibkan para tamu yang membeludak.
Saat itu Anjani yang sudah hafal kitab suci alquran dan juga beberapa kitab-kitab kuning yang dia pelajari.
Setelah pertemuan itulah Anjani langsung jatuh cinta pada Panji begitu juga dengan Panji yang saat itu umurnya menginjak 25 tahun.
Sebenarnya Guntur pada usia 7 tahun sudah hafal alquran tetapi untuk menjaga hafalannya guntur tetap setoran kepada ibunya begitupun dengan ibunya pun setoran kepada sang anak guna menjaga hafalannya juga.
Sedangkan sang nenek tidak mampu untuk menghafal semuanya jadi hanya hafal yang mampu dia hafal saja.
Setelah sebulan Guntur terus melakukan pelatihan yang diberikan oleh neneknya pada akhirnya disaat malam jumat kliwon, Guntur menerima ilmu terakhir dari neneknya.
" Guntur... Malam ini nenek akan memberikan ilmu terakhir seorang aksara kepadamu, " ucap Mbah Pahing sambil duduk di samping kiri cucunya itu.
" Huh.... Nek... Apa tidak terlalu cepat ya nek kalau aku menerima ilmu terakhir? Umurku baru 20 tahun nek, " ucap Guntur.
" Tidak Guntur... Apa kamu tidak sadar kamu sudah melahap semua ilmu aksara dengan rakus? Di usiamu yang sekarang ini kamu sudah menguasai semua ilmu aksara kecuali ilmu terakhirnya.... Guntur... Jangan menunda terlalu lama, nenek berbicara seperti ini karena nenek tau kalau kamu sudah siap dengan itu, " ucap Mbah Pahing meyakinkan cucunya.
" Hmm.... Baiklah nek, " ucap Guntur.
Biasanya seorang aksara akan menerima ilmu terakhir diumur 30 tahun lebih dikarenakan susahnya syarat untuk menjadi seorang aksara akan tetapi untuk kasus Guntur yang bisa dikatakan sangat cerdas dan juga fisik serta spiritualnya yang sangat mumpuni diumur 20 tahun.
" Kalau begitu... Ikut nenek, " ucap Mbah Pahing sambil berdiri dan berjalan kearah hutan.
Guntur tidak berkata-kata lagi karena Guntur bisa dibilang tipe orang yang banyak diamnya, bukan berarti dingin atau irit suara tapi Guntur hanya menjaga lisannya saja dan berbicara seperlunya saja walaupun rasa penasarannya sangat tinggi.
" Kenapa menjauh dari area rumah... Sebenarnya mau dibawa kemana aku, " pikirnya sambil mengikuti neneknya.
Setelah berjalan sekitaran 30 menit akhirnya Guntur tau kalau neneknya membawanya ke sebuah air terjun yang tidak jauh dari rumahnya.
Air terjun itu tidak banyak orang yang tau karena tempatnya yang sangat tersembunyi dan medannya juga sangat sulit untuk didaki tapi akan berbeda dengan para jawara dan aksara dengan kemampuan mereka sangat mudah untuk menemukan air terjun itu.
" Disinilah ujian terakhirmu le.... Air terjun semanggi, " ucap Mbah Pahing dengan jelas.
" Sekarang bersemedi lah di batu depan air terjun itu dan temukan aksara mu sendiri, " jelas Mbah Pahing yang begitu tegas.
" Huh.... Hmm.... Baiklah, " ucap Guntur patuh.
Mau bagaimanapun Guntur akan patuh kepada neneknya asalkan itu baik.
" Nenek akan menjagamu disini, " ucap nenek.
Guntur segera melompat ke batu yang dituju oleh neneknya dan tanpa menunggu lama lagi Guntur bersemedi di atas batu itu.
" Le... Semoga kau lulus jika kau gagal maka semua yang telah kau pelajari selama ini akan menjadi sia-sia, " gumam Mbah Pahing dengan lirih.
Setelah itu Mbah Pahing duduk di atas pohon untuk mengawasi cucunya.
***
Ditempat keluarga Samudra.
Aji yang sedang bekerja di ruangan kerjanya di rumah terkejut karena pintu kantornya diketuk oleh anak buahnya yang telah mencari keluarga sahabatnya.
Tok tok tok....
" Masuk, " ucap Aji dengan tenang.
Segera anak buahnya masuk dan melaporkan tugasnya.
" Maaf mengganggu pekerjaan bapak, " ucap anak buah kepercayaannya itu dengan sopan.
" Ragil.... Ada apa... Apa sudah ada kabar tentang sahabatku, " tanya Aji dengan penuh harap.
" Maaf pak... Tapi saya ada kabar buruk tentang keluarga Mugiman, " ucap Ragil.
Ragil sebenarnya juga seorang jawara dengan gelar Sewu Bayangan. Dia ahli dalam penyamaran dan mencari informasi tapi untuk mencari keluarga Mugiman dia sangat kerepotan dan juga butuh waktu yang lama karena Mbah Pahing telah memasang segel aksara di daerah tempat tinggalnya. Segel itu sangat kuat yang mana segel itu bisa membuat orang-orang yang memiliki niat tertentu akan tersesat dan bingung dan juga Mbah Pahing membuat segel aksara ilusi yang membuat daerah itu hanya terlihat sebagai hutan saja.
" Ehh.... Katakan Ragil.... Kabar buruk apa yang kamu bawa, " ucap Aji yang terkejut dengan ucapan anak buahnya.
" Maaf pak.... Saya mendapat informasi yang akurat dari orang-orang yang pernah Mugiman tolong dan tau tentang beliau didaerahnya... Kalau Mugiman, " ucap Ragil terhenti karena susah untuk mengatakan kelanjutan laporannya.
" Ragil... Katakan dengan jelas, " ucap Aji sambil menatapnya tajam.
" Saya harap bapak untuk tetap tenang dan ikhlas.... Mugiman telah berpulang sejak 20 tahun silam.... Maaf pak, " ucap Ragil yang ikut merasakan kesedihan majikannya.
Aji pun langsung terdiam, tidak lama setelah itu matanya memerah dan mengalir lah air matanya dengan deras.
" Kau benar-benar keterlaluan kang.... Kau... Keterlaluan.... Aaaaaarrrggghhhh, " teriak Aji dengan keras.
Seketika dengan tidak sadar aura Jawara yang mana sudah menjadi legenda itu meledak. Semua yang ada di ruangan itu berhamburan bagai tertiup angin yang sangat kencang, kaca-kaca diruang itu langsung pecah dan aura itu terus menyebar bahkan sampai dikawasan terdekat dari kediamannya pun ikut merasakan bagai mana aura itu meledak. Aura seorang jawara yang sudah menjadi legenda itu sangat kuat bahkan orang-orang ikut merasakan dan tercekat serta merinding akan aura itu. Rasa takut menyelimuti orang-orang itu.
Ragil yang mana tepat didepan majikannya yang auranya meledak itu tidak berkutik dan bergerak bahkan sampai jatuh tersungkur didepan majikannya itu.
" Pak... Bapak... Tenang pak... Pakk.... Istighfar pak, " ucap Ragil yang sedang ketakutan.
Rasa duka yang dirasakan Aji melebihi apa yang dia rasakan pada saat mendengar kabar anaknya Panji yang telah sedang bertugas selamanya. Mugiman dimata Aji bukan hanya sekedar sahabat akan tetapi lebih dari itu. Panutan serta seorang guru dan penyelamatnya. Maka dari itu Aji sangat terpukul akan kabar itu.
" Tega kamu kang.... Harusnya kamu menungguku.... Bukannya pulang sendiri seperti itu... Ancuukk, " ucap Aji.
Braaakkkkk......
Aji langsung memukul meja kerjanya sampai terbelah menjadi beberapa bagian.
Disaat yang sama dengan ledakan aura legenda itu terdapat seorang aksara yang sedang lewat dikawasan terdekat kediaman Aji.
" Aura yang sangat mengerikan... Huh... Sang legenda mulai menampakan sosoknya kembali, " ucap seorang aksara itu sambil melihat sebuah rumah yang tinggi itu.
Disisi lain tepatnya di air terjun Semanggi.
Mbah Pahing yang sedang mengawasi cucunya terkejut merasakan aura yang dia kenali itu padahal jarak antara daerah Mbah Pahing dengan sahabatnya Aji itu sangatlah jauh tapi dikarenakan aura seorang legenda yang mana tingkatannya sudah mentok dan juga berhasil ketahap maksimal serta melebihi batas normal seorang jawara.
Untuk mereka yang seorang jawara atau pun aksara dengan jarak yang jauh sekalipun akan tetap merasakan aura itu hanya saja mereka yang sudah pada tingkatan atau membuka pintu ke 5 pada serang jawara ataupun aksara. Mereka yang sudah membuka pintu ke 5 akan sangat sensitif dan sangat peka terhadap apapun.
Jawara ataupun Aksara memiliki tahapan atau pintunya sendiri-sendiri yaitu pintu pertama sampai pintu ketujuh yang mana setiap pintu yang mereka buka akan sangat berpengaruh pada dirinya. Selain kekuatan yang melonjak jauh di setiap pintu yang terbuka akan tetapi daya sensitifnya juga melonjak lebih kuat serta instingnya.
" Huh... Kenapa tiba-tiba dia meledakkan auranya begini... Ada apa sebenarnya... Semoga tidak terjadi apa-apa dengan orang itu, " batin Mbah Pahing.
Dikediaman keluarga Samudra.
Istri Aji yang mana juga seorang jawara pun langsung jatuh tersungkur dilantai dapurnya karena sebelumnya dia sedang memasak makan malam untuk suaminya yang dibantu oleh pembantunya. Begitu juga dengan pembantunya juga tersungkur dilantai dapur.
" Astaghfirullah Mas, " teriak istri Aji yang bernama Lastri.
Dengan sekuat tenaga Lastri bangkit dari lantai dapur tempatnya tersungkur tadi dan merangkak untuk menemui suaminya yang mana sedang dalam kondisi kacau.
Terus merangkak dengan pelan sampai Lastri didepan kantor suaminya dan melihat semua yang ada didalam ruangan itu sudah tidak nampak seperti ruangan lagi akan tetapi seperti kapal pecah yang terkena badai dilautan dan juga melihat Ragil yang tersungkur didepan suaminya tanpa berkutik.
" Astaghfirullah..... Maaaasssss, " teriak Lastri.
Aji yang melihat istrinya berteriak dan merangkak pun seketika sadar dan menarik kembali auranya.
Lastri yang sudah tidak merasakan sebuah tekanan aura milik suaminya itu pun langsung bangkit sedangkan Ragil telah pingsan didepan suaminya karena tidak kuat menahan tekanan aura itu.
Lastri pun berlari ke suaminya yang sudah terduduk dilantai dan menangis, Lastri pun langsung memeluknya.
" Istighfar mas.... Sebenarnya ada apa sampai mas jadi begini, " tanya Lastri masih memeluk suaminya.
" Mugiman nyai... Mugiman, " ucap Aji terbata bata.
" Mugiman? Mas kenapa dengan kang mas Mugiman.... Maaasss, " tanya Lastri yang sudah mulai meneteskan air matanya.
" Mugiman... Sudah... Sudah... Berpulang nyai, " ucap Aji sambil memeluk istrinya dengan erat.
Tanpa bertanya lagi Lastri langsung lemas dan tidak lama setelah itu pingsan.
Tidak bisa dipungkiri dimasa lalu Aji, Mugiman, Lastri, dan Mbah Pahing itu adalah tim yang sangat kuat pada masanya. Mereka berempat tidak terpisahkan dan juga tidak hanya kuat dalam tim tapi juga secara individu nya.
Mereka bahkan mempunyai gelar sendiri-sendiri yang mana Aji diberi gelar Macan Merapi karena seorang jawara berelemen api dengan senjata kuku pancanaka, Lastri diberi gelar Dom Menik karena seorang jawara unik yang mana bisa mengendalikan jarum sebagai senjatanya yang berelemen angin, Mugiman diberi gelar Cakra karena seorang aksara yang mana di setiap pola aksaranya yang dia buat itu berlambangkan matahari yang berelemen api dan Mbah Pahing diberi gelar Pepet karena seorang aksara dengan kemampuan segelnya akan tetapi Mbah Pahing sendiri juga memiliki kekuatan yang sangat unik yaitu ilusi dan cermin yang mana akan sangat merepotkan lawannya jika Mbah Pahing menggunakan kekuatannya itu.
Dari semua jawara dan aksara memiliki kemampuan sendiri-sendiri tergantung dengan apa yang mereka tekuni. Panji sendiri seorang jawara dengan gelar Ladhing Kembar karena senjatanya berupa belati kembar yang mana sangat cepat, lincah, ulet, akurat dan juga kuat di setiap gerakannya jika sudah menggunakan senjatanya dan juga memiliki elemen angin dan api. Bukan berarti hanya berlaku saat menggunakan senjatanya saja tapi jika sudah menggunakan senjatanya maka kekuatannya menjadi berkali kali lipat. Akan tetapi tidak ada yang tau kalau sebenarnya Panji sendiri lebih daripada itu yang mana bisa menggunakan semua senjata bahkan senjata milik orang tua mereka pun dengan luwes bisa menggunakannya.
***
Tanpa terasa sudah 7 hari telah berlalu setelah Guntur bersemedi. Guntur terus mencari apa aksara yang yang ditakdirkan untuknya. Sebenarnya Guntur dilanda kebingungan yang mendalam karena Mbah Pahing tidak mengatakan secara lengkap dan hanya menyuruhnya untuk bersemedi saja dan mencari aksara nya. Oleh karena itu yang Guntur terus berdzikir saja dalam semedinya.
Didalam kesadarannya pun Guntur terus berdzikir dengan khusuk yang mana menghiraukan semua yang dia dengar dan rasakan saat bersemedi.
Gangguan-gangguan terus berdatangan yang mana mengganggu konsentrasinya apalagi yang sudah memasuki hari ketujuh. Akan tetapi Guntur dengan bijak menghiraukan semua gangguan yang menerpa dirinya.
Secara tiba-tiba Guntur melihat sebuah titik cahaya pada alam bawah sadarnya. Cahaya tersebut hanya sebuah titik kecil didalam gelapnya alam bawah sadarnya.
" Cahaya? Apa itu... Kalau itu hanya menggangguku maka pergilah tapi kalau itu membantuku menemukan aksara ku maka datanglah, " ucap Guntur di alam bawah sadarnya.
Setelah Guntur mengatakan itu tiba-tiba cahaya itu melesat cepat menerjang Guntur dan itu membuat Guntur langsung berada disebuah padang rumput yang sangatlah luas.
Disaat Guntur sedang takjub dengan pemandangan yang ada disekelilingnya tiba-tiba Guntur melihat ada 4 orang yang terduduk dibawah pohon yang cukup rindang. Mereka seperti sedang mengobrol dengan serius.
Segera Guntur berlari kearah 4 orang tersebut dan menanyakan perihal dimana dia saat ini. Saat sudah sampai didekat mereka Guntur segera mengucapkan salam.
" Assalamualaikum, " salam Guntur.
" Waalaikum salam.... Masya Allah, yang ditunggu tunggu akhirnya datang... Silahkan duduk le, " tata salah satu dari mereka yang mana laki-laki dewasa.
Guntur pun mengangguk dan duduk didepan laki-laki dewasa dan kakek-kakek.
" Kenapa lama sekali kamu datang le... Kakek dan bapakmu sudah menunggumu lama, " ucap kakek tersebut.
Guntur mendengar itu pun langsung terkejut bukan main.
" Kakek? Bapak? " pikir Guntur.
" Hahaha.... Iya le... Aku bapakmu le Panji Samudra dan ini kakekmu Mugiman... Kami sengaja meninggalkan sedikit kekuatan kami untukmu, " kata Panji.
Guntur pun semakin bingung dengan keadaan ini.
" Tidak usah bingung... Le.... Kami hanya sebentar saja untuk menemuimu karena kami hanya ingin memberimu ini untuk bekalmu di alam padang, " ucap Mugiman yang langsung mengeluarkan sebuah bola cahaya yang berwarna putih.
" Apa itu kek? " tanya Guntur.
" Inilah sumber dari aksara le, " jawab Mugiman.
" Dan ini juga le, " ucap Panji sambil mengeluarkan bola cahaya yang sama dengan Mugiman.
" Huh? "
" Ini adalah sumber dari jawara, " ucap Panji.
Seketika itu kedua bola cahaya langsung masuk ke dalam tubuh Guntur melalui keningnya. Guntur pun langsung memejamkan matanya untuk menerima kedua bola cahaya itu. Disaat Guntur memejamkan mata itulah Guntur mengerti akan semuanya.
" Kekuatan hanya milik sang pencipta... Hanya seorang hamba yang di ridhoi-Nya saja yang memiliki kekuatan yang hanya sebatas kemampuan seorang hamba itu sendiri.... Janganlah mengejar apapun kecuali ridho-Nya... Karena hanya dengan ridho-Nya saja seorang hamba akan memiliki semuanya. "
Disaat Guntur memahami semua itu Guntur juga melihat bagaimana semua memori dari bapak dan kakeknya. Seketika itu juga Guntur meneteskan air mata.
" Le... Itu hanyalah memori kecil bapak dan kakekmu yang sengaja ditinggalkan pada bola-bola itu, " ucap Panji.
Guntur pun langsung membuka mata dan ingin memeluk bapak dan kakeknya tapi tidak bisa dan menembus kedua orang itu.
" Kami hanyalah bayangan le jadi tidak akan bisa kamu sentuh, " ucap Mugiman.
Guntur hanya terpaku dengan semua itu. Setelah Guntur merasa cukup tenang dan mengerti keadaannya Guntur melirik kedua orang dibelakang mereka yang mana 2 orang tersebut adalah wanita yang mana memakai pakaian tertutup bahkan bercadar yang sedang bercengkrama.
" Bapak... Siapa mereka? " tanya Guntur.
" Hmm... Le... Mereka adalah para srikandi... Temukanlah mereka karena mereka adalah bagian darimu, " jawab Panji sambil tersenyum.
" Huh... Apa maksudnya...? " pikir Guntur.
" Hahaha.... Tidak usah difikirkan le.... Hah.... Sepertinya waktunya untuk sirna Nji, " ucap Mugiman kepada Panji.
" Inggih pak.... Nah Guntur waktu kita sudah habis dan segeralah kamu kembali.... Nenekmu sudah menjagamu terlalu lama, " ucap Panji.
" Pak... Kek... Apa kita akan bertemu lagi? " tanya Guntur.
" Insya Allah... Besok kita akan berkumpul lagi dan tentunya ada mereka juga hehehehe, " kata Mugiman sambil menunjuk kedua wanita bercadar itu.
" Kami pamit le.... Assalamualaikum.... " salam Panji dan Mugiman.
Seketika merekapun lenyap dari pandangan Guntur termasuk dengan kedua wanita bercadar itu.
" Waalaikum salam... " jawab Guntur dan langsung kembali ke alam sadarnya.
Disaat Guntur kembali dari alam sadarnya Guntur seperti tersentak dengan kedua bola cahaya itu dan seketika tubuhnya mengeluarkan cahaya putih yang menyilaukan mata.
Ketika Guntur membuka matanya tampaklah pupil matanya yang berwarna putih serta dibelakang punggungnya nampak lingkaran-lingkaran kecil berjumlah 9. Semua itu adalah elemen yang ada di dunia ini. Angin, air, api, tanah, petir, logam, kayu, cahaya dan kegelapan.
Angin bertiup kencang bahkan air terjun pun terbelah menjadi 2 bagian di kanan dan kirinya. Tubuh Guntur pun melayang dari batu tempatnya untuk bersemedi. Tanda aksaranya pun bersinar terang berwarna putih di tangan kanannya dan disaat yang bersamaan ditangan kirinya timbul tanda Jawara berbentuk segitiga terbalik yang memancarkan cahaya berwarna putih juga.
Mbah Pahing melihat cucunya yang sudah selesai semedinya pun tersenyum sumringah.
" Akhirnya Sang Hyang Aksara telah bangkit kembali, " ucap Mbah Pahing dengan lirih.
Bersamaan dengan meletupnya aura Aksara yang tidak sengaja diletupkan oleh Guntur diawal kenaikan tingkat atau terbukanya pintu terakhir yang mana aura tersebut bagaikan daya kejut yang sangat kuat diarea tempat Guntur bersemedi. Hembusan angin dan juga aura Aksara yang begitu agung terpancar di diri seorang Guntur itu sendiri. Dapat dirasakan oleh Mbah Pahing selaku neneknya sendiri terpancar keagungan seorang Aksara.
" Sungguh sangat istimewa aura dari seorang Sang Hyang Aksara, " gumam Mbah Pahing yang mana masih berdiri disebuah batang pohon untuk menunggunya.
Sampai pada di daerah tempat Guntur tinggal pun orang-orang juga merasakan betapa kuat dan agung nya aura tersebut.
" Aura apa ini? "
" Benar... Sangatlah kuat dan juga menenangkan. "
" Hei lihat aku sampai merinding... Lihat ini tanganku. "
Dari banyaknya orang-orang disekitar berkomentar pendapatnya masing-masing.
Kangean
Dimana terdapat keluarga kecil yang sedang beberes rumah. Seketika 2 dari 4 orang yang sedang beberes rumah langsung terkejut merasakan aura Aksara yang begitu agung dan sangat kuat.
" Astaghfirullah... Ini, " ucap seorang pria setengah baya.
" Mas... Ada apa? " tanya seorang wanita setengah baya yang heran kenapa suaminya tiba-tiba terkejut dan menjatuhkan sapu yang dia pegang.
" Ahh... Tidak dek tadi mas hanya terkejut saja melihat kecoa yang tiba-tiba saja lewat dibawah kakiku.... Heheheh, " ucap pria setengah baya itu yang mana adalah seorang aksara pintu ke 6.
" Laki-laki kok takut kecoa, " ucap sang istri sambil tertawa.
" Ya gimana dek... Kaget aku ne, " ucap sang suami sambil cengengesan.
Tidak ada yang menyadari hal itu kecuali pria setengah baya itu dan juga anak ke 2 nya yang mana juga sangat terkejut merasakan aura itu.
Anak itu sangat berbeda dari keluarganya yang mana kesehariannya selalu menggunakan pakaian yang sangat tertutup dan juga bercadar berbeda dengan ibunya yang biasa-biasa saja pakaiannya tapi keluarganya tidak mempermasalahkan itu dan hanya mendukung anaknya yang pendiam dan juga tertutup itu.
Anak itu menoleh kearah ayahnya yang mana ayahnya juga menoleh ke arah anaknya dan ayahnya hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas tatapan anaknya yang mana sang anak juga seorang aksara pintu ke 6 sama dengan ayahnya jadi bisa merasakan aura tersebut walaupun jauh dari daerah tempat tinggalnya.
Setelah mendapatkan anggukan dari ayahnya, anaknya hanya menunduk dan diam. Tapi dalam diamnya dia tersenyum manis karena orang yang telah ditunggunya akan segera menampakan dirinya.
" Alhamdulillah.... Akhirnya dia menampakan dirinya walaupun hanya auranya saja tapi sudah cukup untuk membuat hatiku lega, " gumamnya dalam diam.
Setelah itu mereka melanjutkan pekerjaannya bersama keluarganya.
Di suatu Padepokan
Padepokan itu adalah salah satu padepokan besar dengan ribuan murid yang telah melahirkan para jawara tangguh entah itu yang masih berstatus sebagai murid atau pun yang sudah lulus. Dengan adanya fasilitas yang mumpuni dan juga terjamin padepokan itu menjadi padepokan yang besar bahkan terkenal dibeberapa negara.
Di sana terdapat salah 1 murid bahkan tidak bisa juga dibilang murid karena sudah melampaui kata murid itu sendiri yang mana orang tersebut sudah membuka pintu terakhirnya hanya saja dia menutup semua aura dan juga memiliki sebuah metode tersendiri dari gurunya langsung untuk menutup itu semua. Jadi para jawara melihat dia hanyalah sebagai jawara pintu ke 3 saja tetapi kemampuannya sangatlah tidak masuk akal.
Semua murid dan guru tau siapa dia tapi mereka hanya diam dan tidak ada yang pernah menyinggungnya, bukan karena takut tapi mereka tau dia murid dari siapa dan juga dia sangatlah tertutup dan pendiam. Tidak pernah sekalipun berbicara kepada siapapun kecuali kepada gurunya dan salah satu seniornya yang sering menjalankan misi bersama. Kalaupun ada yang menyinggungnya maka dengan hanya dengan 1 tarikan nafas saja orang yang menyinggung itu akan langsung terkapar tidak sadarkan diri. Entah itu murid ataupun guru semuanya terkapar.
Bukannya dia itu tidak mau untuk berkomunikasi dengan yang lainnya atau bergaul tapi dia sendiri secara tidak langsung susah untuk melakukan itu dikarenakan pakaiannya bak seorang ninja itulah yang mana para murid dan guru merasa sangat sungkan terhadapnya. Maka dari itu mereka semua memilih untuk membiarkan orang itu dan mencari aman terhadap dirinya.
Orang itu diberi gelar oleh gurunya sebagai Srikandi Bercadar, karena pakaian yang dia kenakan selalu tertutup. Bahkan murid dan para guru di padepokan itu sendiri belum pernah melihat bagaimana rupa dari orang itu kecuali gurunya langsung itupun hanya sekali dia menampakan rupanya dihadapan gurunya itu.
Gadis itu sedang bersantai bawah pohon beringin yang rindang sambil melihat para murid sedang di gojlok oleh guru-guru mereka.
Tiba-tiba saja wanita itu terdiam, mata indahnya langsung terpejam merasakan aura agung seorang aksara yang dirasakannya.
" Alhamdulillah.... Sudah lama aku menunggu orang itu akhirnya dia menampakan dirinya walaupun hanya auranya saja tapi hatiku sangat lega, " gumam wanita bercadar itu sambil tersenyum manis dibalik cadarnya.
Di Kediaman Keluarga Samudra.
Aji yang sedang bersantai dengan istrinya di teras rumah pun langsung terkejut begitu merasakan aura agung yang dipancarkan oleh seorang aksara.
" Aura ini! " kata Aji sambil menatap istrinya.
" Iya mas... Aura yang begitu agung dan juga menenangkan tapi dibalik semua itu tersirat aura yang sangat mengerikan.... Kira-kira siapa ya pemilik aura ini? " tanya Lastri.
" Entahlah nyai... Baru kali ini aku merasakan aura seorang aksara yang seperti ini, " kata Aji.
" Iya mas, " kata Lastri.
Air Terjun Semanggi
Guntur yang telah selesai dengan semedinya langsung menarik kembali auranya dan pupil matanya pun kembali normal.
" Alhamdulillah... Jadi begini ya seorang aksara yang sudah sempurna, " gumam Guntur pelan setelah mengetahui aksaranya sendiri dan membuka pintu aksara terakhirnya.
Melihat Guntur yang seperti sedang melamun segera Mbah Pahing memanggilnya.
" Guntur! " teriak Mbah Pahing memanggil cucunya dan melambaikan tangan kanannya.
Guntur yang melihat neneknya melambaikan tangannya langsung saja melompat kearah neneknya.
" Wussshhhhh.... Tap... "
" Nenek, " ucap Guntur sambil mencium tangan kanan neneknya sebagai rasa hormatnya.
" Guntur... Selamat..... Sekarang kamu sudah menjadi seorang aksara yang sempurna maka dari itu sekarang tutup semua pintu dan tekan auramu sebagai aksara, " ucap Mbah Pahing.
" Sendiko nek, " ucap Guntur yang langsung menutup dan menekan auranya sampai ke titik 0.
" Guntur... Nenek hanya ingin berpesan kepadamu... Jangan pernah kau tunjukkan kekuatanmu kepada siapapun kecuali terdesak... ". kata Mbah Pahing.
" Sendiko nek, " ucap Guntur sambil mengangguk patuh.
Walau bagaimanapun Mbah Pahing tidak mau Guntur menjadi sombong dan arogan walaupun Mbah Pahing sendiri tidak melihat kalau Guntur memiliki sifat seperti itu.
" Ingat Guntur buang semua nafsu angkara yang kau miliki... Sebagai seorang aksara jangan pernah memiliki itu semua... Hatimu haruslah bersih dan mulia jangan biarkan noda hitam menempel pada hatimu walaupun hanya setitik saja, " ucap Mbah Pahing.
Guntur hanya menganggukkan kepalanya saja dan menuruti semua perkataan neneknya itu.
" Yasudah kita kembali ke rumah kasihan ibumu sendirian selama nenek menjagamu disini, " ucap Mbah Pahing sambil berjalan ke rumahnya yang diikuti oleh Guntur dibelakangnya.
Malam harinya setelah makan malam mereka semua berkumpul di teras rumah.
" Guntur sekarang kau sudah membuka semua pintu aksaramu dan nenek ingin kau meneruskan membuka pintu jawaramu yang sekarang hanya bisa terbuka di pintu ke 3 karena nenek tidak tau banyak akan ilmu jawara, " Ucap nenek sambil menahan air matanya.
Guntur yang melihat nenek dan ibunya seperti menahan sesuatu dan ekspresinya sangat sedih pun menjadi bingung. Dia bertanya tanya dalam benaknya. Walaupun dia sendiri itu anak yang sangat cerdas dan bijak tapi saat ini dia merasa kebingungan dengan semua itu. Dalam perasaannya timbul rasa sedih yang merasa ini akan menjadi malam terakhirnya untuk saat-saat ini bersama mereka.
" Apa nenek dan ibu menginginkan aku untuk belajar dan mengembangkan ilmu jawaraku juga? Tapi aku tidak mau kalau aku harus berpisah dengan nenek dan ibu... A-aku, " ucap Guntur terpotong oleh neneknya.
" Guntur... Ini bukanlah akhir.... Kita bisa berkumpul lagi suatu saat nanti... Guntur.... nenek dan ibumu ingin kamu turun gunung untuk menjadi kuat dan membuka semua pintu jawaramu guna untuk melindungi orang-orang yang kamu sayangi dan cintai, " ucap Mbah Pahing.
" Nek aku sudah kuat aku bisa untuk melindungi nenek dan ibu... A-aku, " ucap Guntur sesenggukan yang mulai mengeluarkan air matanya.
Mbah pahing yang melihat Guntur seperti itu pun menggelengkan kepalanya.
" Guntur... Memang benar kamu itu kuat malah sangat kuat... Jiwa aksaramu bahkan tidak ada bandingnya serta kekuatannya bahkan nenek pun tidak kuat untuk melawanmu jika untuk aksara tapi ingatlah Guntur kalau darah yang mengalir pada dirimu itu juga ada darah seorang jawara dan itu dari ayahmu... Ayahmu bukan seorang jawara keroco tapi jawara yang sangat kuat gagah dan kuat serta berbudi luhur... Ingat Guntur dengan adanya kamu turun gunung kamu akan mendapatkan pengalaman yang sangat berarti dan juga ilmu untuk bekal dimasa depan, " ucap Mbah Pahing panjang lebar.
" Guntur... Kamu sayang kan sama ibu? Sama nenek? Kalau kamu sayang maka turunlah gunung... Carilah pengalaman diluar sana serta ilmu untuk masa depanmu.... Jika kamu nanti rindu dengan ibu dan nenek percayalah kalau ibu dan nenek akan sangat menantimu, " ucap Anjani yang sedari tadi hanya diam.
" I-ibu, " Gumam Guntur lirih.
" Guntur nenek akan menceritakan kebenaran kepadamu maka dengarkanlah dan bijaklah untuk mengambil langkah selanjutnya, " ucap Mbah Pahing.
Mbah Pahing pun menjelaskan dan menceritakan semuanya kepada Guntur. Siapa ayahnya, siapa kakeknya, keluarga besar dari sang ayah dan juga semuanya Mbah Pahing ceritakan. Guntur pun seakan tidak percaya akan semua cerita dari neneknya tapi mengingat dia sudah bertemu dengan kakek dan ayahnya di alam bawah sadarnya maka Guntur percaya apa yang diceritakan oleh neneknya itu.
" Nah Guntur sekarang nenek sudah lega bisa ceritakan semuanya kepadamu... Guntur... Nenek ingin kamu pergi ke suatu padepokan dan belajarlah di sana sampai kamu membuka semua pintu jawaramu dan menjadi seorang jawara yang hebat.... Nenek juga ingin kamu merahasiakan identitasmu kalau kamu adalah cucu dari para legenda.... Jika kau bertemu dengannya maka hormatilah karena mereka juga kakek dan nenekmu... Biarlah mereka tau dengan sendirinya akan semua kebenaran tentangmu, " kata Mbah Pahing sambil tersenyum.
" Sendiko nek... Lalu padepokan apa yang menjadi tempatku untuk menimba ilmu jawaraku nek, " kata Guntur.
" Padepokan itu milik kakek dan nenekmu yang bernama Padepokan Pancanaka, " ucap Mbah Pahing.
" Ehh... Padepokan Pancanaka? Milik kakek dan nenek? " tanya Guntur terkejut.
" Iya itu karena di sana sangatlah terjamin dan juga sudah melahirkan para Jawara hebat dan tangguh sampai saat ini, " ucap Mbah Pahing.
" Hmm... Baiklah nek... Setelah sujud subuh nanti aku akan turun gunung dan ke padepokan itu.... Tapi nek dimana tempat padepokan itu? " tanya Guntur.
" Pergilah kearah timur setelah kamu turun dari gunung dan padepokan itu terletak cukup jauh dari sini dimana itu ada di daerah Batavia, " ucap Mbah Pahing.
" Baik nek, " ucap Guntur.
Setelah itu mereka pun masuk kedalam rumah untuk beristirahat.
Pagi hari setelah sujud subuh Guntur pun berpamitan kepada ibu dan neneknya. Setelah semua sudah siap dan Anjani dan juga Mbah Pahing memberikan bekal untuknya maka mulailah Guntur dengan perlahan menuruni gunung yang selama ini menjadi tempat tinggalnya bersama ibu dan neneknya.
" Aku harus bisa untuk menjadi kuat agar bisa melindungi semua orang yang aku sayangi dan cintai.... Ibu nenek.... Tunggu aku pulang! " teriak Guntur pada saat sudah sampai setengah perjalanan dari atas gunung.
Seketika itu Guntur pun langsung melompat kebawah dan membuat pola aksara untuknya terbang menuju suatu daerah yang bernama Batavia dengan tujuan akhir Padepokan Pancanaka.
Sebenarnya belum ada yang namanya pola untuk bisa terbang hanya saja Guntur anak yang suka bereksperimen yang aneh-aneh maka dari itu dia bisa mendapatkan ide dan menciptakan pola aksara untuknya terbang. Dan juga sebenarnya Guntur turun gunung hanya untuk sujud jum'at saja di masjid terdekat tapi kalau bepergian jauh dan lama itu tidak pernah bahkan saat bersemedi pun Guntur menghentikan semedinya dan langsung turun gunung untuk sujud jum'at setelah itu kembali lagi untuk bersemedi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!