NovelToon NovelToon

Hasrat Liar Istri Simpanan

Kehilangan

"Ibu.., Ibu..... Ibu .. Jangan tinggalkan aku Bu... Hanya karena Ibu, aku masih mau hidup, bertahan di dunia ini. Aku masih punya cita cita untuk membahagiakanmu Bu..." Tangis wanita itu pecah di sebuah ruang gawat darurat. Air mata mengucur deras, dengan tubuh bergetar membasahi pipi pucatnya. Wanita itu memeluk erat jasad ibunya, yang meninggal karena serangan jantung.

Wanita yang kehilangan ibunya itu bernama Nur Intan. Perempuan cantik berusia 29 tahun, ia sangat pintar dan tentu saja punya tubuh yang molek dengan bokong besar nan seksi. Siapa pun yang melihatnya, akan terpana dan tergoda.

"Ibu... Maafkan aku..!" Wanita itu berat rasanya melepas rengkuhan tangannya dari tubuh ibunya yang terbujur kaku. Ia merasa bersalah atas kematian sang ibu. Ini semua gara gara dirinya.

Wanita yang bernama Nur intan itu, gagal menikah untuk ketiga kalinya. Itu terjadi karena, masa lalunya yang kelam terkuak kekeluarga besar pihak pengantin laki laki. Padahal diawal awal perkenalan kedua belah pihak, sudah setuju, bahkan calon mempelai pria sudah tahu kekurangan Nur, yang sudah tidak perawan lagi.

Tapi, entah kenapa dihari pernikahan. Keluarga dari mempelai tidak datang, pernikahan dibatalkan. Ini kejadian terulang untuk ketiga kalinya.

Nur sudah tidak percaya lagi namanya cinta. Sejak kekasihnya mencampakkannya begitu saja. Ia sudah tak hasrat untuk menikah. Tapi, sang ibu selalu berusaha mencarikan jodoh untuknya. Tentu ibunya mencarikan pria dari keluarga baik baik dari kampungnya.

Akibat dari pergaulan bebas dimasa kuliah, memberi efek yang menyakitkan sedahsyat ini untuknya. Kekasihnya meninggalkannya begitu saja. Setelah pria yang dicintainya itu menghisap sari madunya. Ia ditinggalkan sang kekasih, pergi keluar negeri. Dan memberi alasan, bahwa keluarga besar mereka tak merestui hubungan mereka. Karena ia berasal dari keluarga miskin.

Nur merasa tertekan dan sangat trauma. Apalagi ternyata ia tengah mengandung. Dengan keadaan yang kurang sehat. Nur memberanikan diri, datang ke rumah orang tua sang kekasih. Ingin meminta pertanggung jawaban. Tapi, usahanya sia sia. Ia diusir pihak security, bahkan seorang wanita yang berada di dalam mobil, yang hendak keluar dari rumah gedong itu. Melemparkan segepok uang ke mukanya. Tanpa melihat ke wajahnya. Nur yang kurang sehat saat itu, hanya bisa menunduk, kepalanya terasa sakit saat mendongak.

Wanita itu adalah kakak dari pria yang telah merenggut kesuciannya. Wanita itu bernama Anne.

Dasar wanita Ja-lang.. Pergi kamu dari rumah kami.

"TIDAK.......!"

Nur teriak histeris di dalam kamarnya. Ia teringat semua kejadian buruk yang telah dilaluinya. Sebuah perjalanan hidup yang pahit dan teramat sakit.

"Ibu.... Ibu.... Maafkan aku..!"

Sudah seminggu sang ibu dimakamkan. Tapi, ia belum bisa move on atas kehilangan sang ibu tercinta. Ia sangat merasa bersalah. Gara gara dirinya yang tak bisa menjaga kehormatan. Keluarga nya sempat dikucilkan di kampung.

Ibunya sangat mengkhawatirkan kebahagiaannya. Ibunya sangat khawatir padanya. Karena diusia yang hampir 30 tahun, tak kunjung juga menikah. Sang ibu sangat ingin melihatnya menikah, sebelum ajal menjemput.

Cara berpikir sang ibu masih wong deso. Anak perempuan yang tidak menikah menikah akan dapat gunjingan dari masyarakat. Ibunya pun selalu berusaha mencarikan pendamping untuk nya.

Nur yang ingin melihat ibunya bahagia, menerima saja dengan siapa ia akan dinikahkan. Yang terpenting ia harus berkenalan dulu dengan calon suaminya. Mengenalnya, dan bercerita tentang kehidupan kelamnya di masa lalu.

Aneh tapi nyatanya. Selalu di hari pernikahan yang disetujui. Pihak pengantin pria mangkir dan membatalkan. Dan kejadian ini untuk ketiga kalinya. Hal inilah yang membuat sang ibu syok, dan terkana serangan jantung.

"Kenapa hidup sekejam ini. Tak ada kebahagiaan untuk ku lagi?!" ujarnya masih terisak di dalam kamarnya yang sangat sederhana. Ia telungkup di atas kasur, sesekali tangannya memukul keras kasur itu.

Wanita itu sudah bertaubat. Ia jelas menginginkan pasangan yang baik. Walau ia punya masa lalu yang buruk. Tapi, sepertinya ia tak akan pernah merasakan kebahagiaan berumah tangga, karena kesalahannya itu.

"Haruskah aku jadi istri simpanan?" Ujarnya melap air mata yang membasahi pipinya dengan selimutnya. Ia bahkan tak kepikiran menyiapkan tisu untuk melap air mata yang mengucur deras itu.

"Ya, hanya pria beristri. Atau seorang duda yang sedang cari istri kedua atau cari istri simpanan yang mau memperistrikan wanita yang tak suci lagi seperti saya." Wanita itu masih menumpahkan uneg uneg di hatinya.

Ia putus asa sudah, mengharapkan suami dari keturunan yang baik, itu sudah tak mungkin lagi.

"Kenapa.... Kenapa...kenapa... Kenapa aku mau melakukan itu dulu..!"

Masih mengutuk diri sendiri. Teriak teriak di dalam kamar, hingga terdengar keluar. Rasanya begitu sakit, jika mengingat itu semua. Ia merasa begitu bodoh. Sangat bodoh, karena memberi mahkotanya kepada pria yang salah.

"Hei Nur... Kamu jangan gila..!"

Door

Door

Teriak seorang pria yang bernama Anwar. Menggedor-gedor pintu kamarnya. Merasa keberatan dengan suara Isak tangis Nur. Pria itu adalah saudara laki lakinya. Yang sudah berkeluarga dan tinggal di kampung itu juga.

Nur sangat takut kepada abangnya itu. Ia pun membungkam mulutnya dengan kedua tangannya. Menahan suara isak tangisnya agar tidak kedengaran keluar.

Ya malam ini, malam terakhir diadakannya takjiah, 7 hari meninggalnya sang ibu. Sebenarnya semua tamu sudah pada pulang. Hanya keluarga inti yang tinggal di rumah itu

"Lebih baik kamu cepat cepat balik ke kota. Dari pada kamu berlama lama di sini, jadi gunjingan orang. Kuping kami juga panas mendengar warga selalu bergunjing tentangmu." Ujar Sang Abang bernama Anwar tegas, dari balik pintu kamarnya Nur.

Ucapan abangnya itu terasa sangat sakit. Mengena diulu hati. Perih dan buat sesak di dada. Walau benar apa yang dikatakan oleh sang abang. Ia terkadang belum bisa menerima kenyataan pahit itu.

"Atau kamu balik malam ini saja. Ikut dengan keluarga Paman Danu. Masih tersisa tempat duduk untukmu di belakang. Kan lumayan irit ongkos." Ujar sang Abang masih dari balik pintu kamar.

Nyut

Nyut

Ucapan sang Abang terasa semakin sakit. Ia merasa diusir secara halus dari rumah itu.

Ia rencana balik ke kota tiga hari lagi. Karena ia ambil cuti selama dua Minggu. Tiga hari sebelum pernikahan ia sudah balik ke kampung. Dan sekarang ia sudah 10 hari di kampungnya.

"Nur, kamu dengar gak yang Abang bilang." Ujar sang Abang dengan nada kesal. Anwar itu sangat menghormati privasi adiknya. Ia mana pernah masuk ke kamar sang adik, sejak adiknya itu menginjak usia remaja. Karena Alm ayah mereka sudah mendidik mereka sejak dari kecil. Batasan antara anak laki laki dan perempuan, walau pun itu saudara kandung.

"Nur... Kamu dengar gak? jawab.. Itu paman masih nungguin..!"

Nur yang membisu, membuat sang abang geram.

"Iya bang, a..Aku balik ke kota malam ini." Ujarnya dengan menahan Isak tangis.

TBC

Hai readers sayang, tolong dukung novel ini dengan memberi like, comentar positif, vote dan hadiah.

Mohon juga membagikan novel ini ke media sosial kalian, agar lebih banyak yang baca.

Thanks...🙂🙏❤️

Dihina

Pukul 23.15 Wib. Mobil milik sang paman berangkat menuju kota. Di dalam mobil penumpangnya sangat padat. Ada enam orang dewasa termasuk supir. 2 anak remaja dan dua anak kecil berusia 4 dan 2 tahun. Tentu saja kedua anak kecil di pangku. Satu dipangku sang ibu dan satu lagi dipangku Nur.

"Eemmm... Kamu emang gak punya uang ya Nur. Sehingga harus nebeng dengan kami?" ujar seorang gadis bernama Dila. Dila adalah putri dari pamannya Nur. Berarti sepupu nya Nur.

Dila itu orangnya sombong dan sok cantik. Ia satu tempat kerja dengan Nur. Usianya sekitar 26 tahun.

Nur diam, tak mau diajak ribut oleh Dila.

"Kamu kan bisa pulang besok. Lihat gara gara kamu ikut, jadi sempit tahu." Keluh Dila menyikut pinggang Nur.

Auuwwhh.. Aduh Nur, melirik sekilas Dila, yang menatapnya tajam.

"Dila.. Kamu koq bicara seperti itu. Nur itu sedang berkabung." Tegur sang ibu, menoleh ke belakang.

"Berkabung, berkabung gara gara dia. Siapa suruh jadi cewek murahan. Ya matilah emaknya, setres karena kelakuannya. Dasar manusia sampah..! dipikirnya ia bisa gaet cowok kaya. Eehh gak tahunya ditinggalkan dalam keadaan bunting. Kasihan banget sih hidup loe..!" ujar Dila dengan sinis nya.

Tes

Air mata langsung mengucur deras, membasahi pipinya. Ia dengan cepat memalingkan wajahnya, melap air matanya dengan jemarinya yang membasahi pipi nya.

Ucapan Dila sangat menyakitkan. Hatinya terasa dicabik cabik mendengar makian dan hinaan itu.

Ucapannya Dila yang pedas, membuat Nur jadi sangat emosional. Sang ibu baru saja meninggal. Ia sedang tak sanggup mendengar pernyataan penghakiman. Ia saat ini hanya ingin disemangati. Bukan disudutkan terus, atas kesalahan yang pernah ia lakukan.

Ia yang bertaubat pun, seperti tak nampak di mata manusia. Karena satu kesalahan itu.

"Dila... Kamu jangan bicara seperti itu..!" Kini sang paman yang menegur sang putri.

"Bela terus, aku bicara fakta koq ayah." Ujar Dila sok suci. Wanita itu memang tak tahu diri dan sombong. Ia bahkan melupakan jasa nya Nur. Kalau tidak gara gara Nur. Ia tak akan bisa bekerja di tempat Nur bekerja saat ini.

"Nur, jangan masukkan ke dalam hati ucapan adikmu ya?!" ujar sang paman ramah. Yang kini duduk di sebelah sang supir. Menoleh ke belakang dan tersenyum lada Nur. Walau di dalam mobil gelap.

"Iya paman, gak apa apa koq." Jawabnya dengan suara lirih. Orang bisa tahu kalau ia sedang menangis.

Hua.... Hua... Hua ..

Anak kecil yang berusia 4 tahun, yang ada dalam gendongan Nur menangis.

Ya, Nur diberi tugas mangku anak tantenya. Tantenya punya anak dua.

"Uuhhh sayang.. Kamu terbangun ya? kamu kedinginan?" tanya nur lembut pada anak kecil yang dipangkunya.

"Iihh.. Makanya kamu turun! Gara gara kamu mobil ini jadi sempit. Ini penumpang mobil sudah padat.." Ujar Dila dengan frustasinya ia kesal dengar suara tangis anak anak.

"Dila...!" tegur sang ibu dengan mata melotot.

Nur sudah tak tahan mendengarnya. Emosi nya terpancing sudah

"Stopp... Stoppp.. Stopp.. Berhenti paman. Aku turun di sini..!" ujar Nur dengan kesal. Ia juga punya batas kesabaran dan harga diri.

Sang supir yang juga pamannya tak mengindahkan ucapan Nur. Mobil terus melaju.

"Paman.. Berhenti...! aku bisa gila, kalau terus berada di dalam mobil ini..!" ujar Nur dengan frustasinya. Suara bergetar karena menangis. Membuat sang paman memberhentikan mobil yang dikendarainya.

"Adek sayang, jangan menangis ya!" ujar Nur membelai kepala adik kecil itu. Ia pun mendudukkan anak itu, di kursi yang ditempatinya tadi.

"Bibi, aku mau turun. Aku naik mobil lain saja." Ujar Nur tegas.

"Tapi Nur, ini tempat nya sepi. Kita sedang berada di tengah hutan sayang." Ujar tantenya Nur. Tak mau turun dari mobil. Posisi Nur yang duduk di bangku barisan ketiga, membuatnya tak bisa turun cepat. Karena penumpang di bangku barisan kedua harus turun terlebih dahulu.

"Bibi, ku mohon. Izinkan aku turun!" tegas Nur dengan nada memaksa. Seandainya penerangan di dalam mobil itu terang. Para penumpang mobil itu, pasti bisa melihat kesedihan di wajahnya Nur.

"Biar saja dia turun Ma. Yang penting bukan kita yang nurunkan dia." Ujar Dila dengan ekspresi sepele.

"Dila...!" tegur sang ayah dengan nada marahnya.

"Bibi, aku mau turun di sini!" Nur mempertegas ucapannya. Tentu saja dengan ekspresi kesalnya.

"Kita sedang di tengah hutan sayang. Kalau kamu mau naik mobil lain. Setelah sampai di kota saja ya?" ujar sang bibi dengan rasa bersalahnya. Ini semua gara gara putrinya yang sombong itu.

"Gak bi, aku mau turun di sini." Nur sudah berdiri dari tempat duduknya.

"Di sini tempatnya berbahaya. Kalau terjadi apa apa dengan mu bagaimana sayang? kalau kamu dijahatin orang. Atau diserang hewan buas gimana?" ujar sang bibi dengan penuh kekhawatiran.

"Manusia seperti dia bagusnya memang di makan hewan buas Ma. Dia kan hewan juga. Perangainya seperti hewan. Kawin sebelum nikah."

"Diam mulutmu, habis kesabaranku ya Dila. Sok suci sekali kau jadi orang." Ujar Nur dengan tubuh bergetar. Habis sudah kesabarannya, yang selalu dihina.

"Aku mau turun....!" teriaknya, tak tahan lagi satu mobil dengan Dila. Ia dihina terus.

Penumpang bangku barisan kedua pun turun. Dan dengan cepat Nur melompat dari dalam mobil kijang jantan itu.

Ia menyeret kakinya, hendak menjauh dari mobil itu. Emosi sudah menyelimuti hatinya. Ia tak peduli lagi dengan tempat yang ia tapaki saat ini. Mereka sedang berada di jalan yang kelilingi hutan. Pohon pohon Pinus besar dan pohon lainnnya menjulang di setiap sisi jalan.

"Nur... Kamu jangan ambil hati ucapan Dila." Sang paman dan Bibi, menahan tangan Nur, sehingga langkahnya terhenti.

Saat ini hanya lampu kenderaan mereka yang membuat tempat itu sedikit terang. Atau ada mobil yang sedang melintas di jalan itu.

"Iya paman, aku gak ambil hati koq. Sudah, paman dan bibi lanjut kan perjalanan saja." Ujarnya berusaha melepas tangan sang paman yang memegang erat tangannya. Air mata sudah mengucur deras. Ia sudah sangat emosional.

Hatinya masih terluka, karena baru saja kehilangan sang ibu. Dan ia tak sanggup dengar umpatan penuh kebencian sepanjang jalan dari Dila. Lebih baik ia mati di hutan ini, di makan hewan buas. Atau dibunuh penjahat.

"Kamu jangan keras kepala. Ini di hutan Nur."

Kungg....

Ngung ..

Suara anjing liar, terdengar sangat mengerikan yang membuat bulu kuduk berdiri.

Huuurrkkk...

Huurkkk...

Ditambah suara burung hantu.

"Ayah... Bulu kudukku meremang..!" ujar sang istri, pada pamannya Nur.

"Ayo Nur, kita masuk ke dalam mobil lagi nak, kita lanjutkan perjalanan." Menarik tangannya Nur kuat. Dan Nur memberontak.

"Lepas... Paman!"

Terlihat sebuah mobil di ujung sana, bergerak ke arah mereka.

Nur yang berontak, tak tahu lagi harus berbuat apa. Mau melanjutkan perjalanan dengan keluarga sang paman, Ia tak tahan disudutkan.

Akhirnya Nur melambaikan tangan pada mobil yang menuju ke arah mereka. Ia tak peduli lagi siapa yang ada di dalam mobil yang di stop nya itu. Kalau pun mobil yang diberhentikannya adalah mobil kumpulan penjahat ia sudah pasrah. Jikalau ia dibunuh dan diperkosa, ia sudah ikhlas. Berarti itu semua terjadi atas kehendak Ilahi Robbi. Itulah yang ada dipikiran Nur saat itu.

Mobil yang di stopnya malah berhenti. Membuka pintu untuknya cepat. Ia pun masuk ke dalam mobil itu. Setelah menghempaskan kuat tangan sang paman.

TBC

Dukung novel ini readers sayang. Novel ini sedang ikut event konflik Rumah Tangga.

Beri like, komentar positif, vote dan hadiah🙂

Balas dendam

Nur terduduk dengan napas yang tersengal sengal. Karena ia masih menahan emosinya saat ini. Perasaan nya sedang kacau, mana ia memaksa turun di tengah hutan. Dan kini menumpang pada mobil yang pemiliknya ia tak kenal sama sekali.

Nur merasa sedikit heran. Mobil yang ditumpanginya sudah melaju lebih dari sepuluh menit. Tapi, penumpang lain yang ada di dalam mobil yang ia naiki sekarang, sepatah katapun tak ada mengeluarkan suara. Menyapanya atau menyuruhnya kembali turun, maupun menjaranya.

Ia yang penasaran dengan orang yang duduk di sebelahnya. Akhirnya memberanikan diri untuk menatapnya. Apakah pemilik mobil yang ditumpangi laki laki atau perempuan.

Deg

Saat ia melirik ke sebelahnya. Dengan pencahayaan yang minim, karena lampu di dalam mobil itu dimatikan. Ia cukup terkejut mengetahui kalau orang yang duduk di sebelahnya adalah seorang pria.

Walau pencahayaan minim, ia tahu kalau pria yang duduk di sebelahnya juga menatapnya saat ini.

Deg

Lagi lagi ia dikejutkan dengan sosok pria berparas tampan, dengan bentuk tubuh yang terlihat atletis. Dalam pencahayaan yang minim itu.

Nur masih ketakutan, apalagi ia menumpang di dalam mobil yang tak ia kenal. Ia tak boleh sombong. Semoga pemilik mobil yang ia tumpangi adalah orang baik.

"Te-- Terimakasih sudah mem--bantuku, dengan memberi a ---aakuu tumpangan." Ujarnya dengan tergagap. Jujur Nur sangat ketakutan saat ini. Ia menundukkan kepalanya dengan kedua tangan mengatup, sebagai tanda ia berterima kasih.

"Sama sama." Jawab pria yang duduk di sebelahnya dengan datar. Ia yakin, pria yang duduk di sebelahnya adalah orang kaya. Terlihat dari interior mobilnya yang sangat bagus. Walau pencahayaan minum. Nur bisa merasakan kalau ia sedang duduk di bangku mobil mewah.

Setelah pria itu menjawab ucapan terima kasihnya. Nur melirik pria itu lagi. Pria itu terlihat meluruskan kursinya seperti ingin tidur.

Nur pun tak mau mengganggu pria di sebelahnya. Karena dari bahasa tubuhnya saja. Seperti nya pria disebelahnya tak ingin basa basi dengannya.

"Eemmm.. Pak, pak supir. Aku nanti turun di kota ya?" ujarnya ramah, pada sang supir yang sikapnya tak kalah cool dengan pria di sebelahnya.

"Hheemmm...!" hanya itu sahutan yang ia dengar.

Nur yang ketakutan itu, mencoba untuk berfikir positif. Berdoa pada Allah, semoga orang yang menolongnya ini, adalah orang baik. Ia terus saja, berdzikir dan bwrsholawat dalam hati. Meminta pertolongan agar ia terhindar dari marabahaya. Hingga ia pun terlelap dengan sendirinya.

***

"Aku, Aku di mana?"

Nur panik, mendapati dirinya berada di atas tempat tidur yang besar dan empuk. Seumur hidup baru kali ini dia tidur di atas ranjang seempuk ini. Pernah sih, ia tidur di ranjang yang empuk juga. Saat ia tugas dinas luar dan menginap di hotel. Tapi, ranjang yang ia tiduri saat ini sangat empuk dan membuat malas untuk bangkit.

"Pria itu..!" Nur memeriksa tubuh nya. Ia pun akhirnya bisa bernafas legah. Pakaian yang ia kenakan semalam masih melekat di tubuhnya. Bahkan sepatu flatnya juga masih dikenakannya.

"Aku, aku di mana ini?" ia heboh, panik dan tentu saja ketakutan. Ia beranjak dari ranjang. Meraih tas selempang nya yang teronggok di atas ranjang itu juga. Berjalan cepat keluar dari kamar itu.

Krek..

Ia sukses membuka pintu kamar. Bersiap siap ingin melarikan diri. Saat ini pikiran negatif sedang menyelimuti. Ia berfikiran, kalau ia sedang disekap oleh pria hidung belang. Atau Mucikari dan dia akan dijual. Dipaksa melayani pria hidung belang lainnya. Ia akan dieksploitasi.

"Eehh.. Si Enon, sudah bangun. Sarapan dulu non."

Nur kembali dikejutkan dengan tawaran makan dari seorang wanita paruh baya. Yang ia yakini adalah seorang ART.

Nur terdiam, otaknya berfikir keras. Ia sebenarnya ada di mana?

"Aku, ini, ini di mana ya Bi?" ia tak mau mati penasaran. Ia perlu tahu di mana ia saat ini.

Sang Bibi terlihat bingung dengan pertanyaan Nur.

"Makan dulu aja non, kalau non penasaran. Setelah keluar boleh lihat lihat rumah ini." Jawab si bibi sopan. Menghidang makanan dihadapan Nur. Tentu saja makanannya terlihat sangat menggiurkan.

Nur yang memang merasa lapar, langsung menyantap makanan itu, setelah sang bibi keluar.

"Aku, aku harus cepat habiskan makanan ini. Aku harus keluar dari rumah megah ini. Aku, aku tak mau dijual ataupun disekap. Aku tak mau mati konyol. Aku masih ingin merasakan punya keluarga. Tak bisa jadi istri pertama Jadi istri simpanan pun tak apa. Karena aku tahu diri." Ujarnya dengan mata berkaca-kaca. Mulutnya dengan cepat melahap makanan yang ada di piringnya. Ia kelaparan, wajar lapar tenyata saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 9 pagi.

Nur sudah pesimis. Ia tak berani lagi memimpikan biduk rumah tangga yang harmonis. Karena ia yakin, tak akan ada pria yang mau menerima kekurangannya, apalagi jika pria itu single.

"Kalau lah pria yang menolongku, bukan orang jahat. Aku ridho dan ikhlas jika ditawarkan jadi istri keduanya, jadi istri ketiga juga tak masalah." Ujarnya dengan perasaan ngilu dan sakit di dadanya. Dari hati kecil, ia tak inginkan itu. Tapi, apa daya, seperti nya hanya itu yang akan mungkin terjadi padanya.

Hhufft...

Nur sudah selesai sarapan. Ia pun turun ke lantai satu. Jikalau pemilik rumah ini orang baik. Tentu ia akan diperbolehkan pulang.

"Sudah mau pulang ya non?" benar saja, langkahnya sangat mulus hingga turun ke lantai satu. Tadinya ia ada di lantai dua. Dan rumah ini, berlantai tiga.

"Iya bi, terima kasih sudah diberi makan." Ujarnya sopan dengan perasaan tak enak, karena merepotkan.

"Iya, sama sama Enon." Ujar sang bibi menunjukkan pintu keluar pada Nur.

Saat ia melintasi ruang tamu. Matanya tertarik untuk melihat sebuah figura besar di ruangan itu. Figura foto keluarga.

Dan saat memperhatikan lekat foto keluarga dalam figura itu. Ia dikejutkan dengan orang yang ada di dalam foto.

"BI, Bibi.. Ini fo--to, ini foto siapa?" ujarnya dengan suara terbata-bata, syok melihat foto keluarga yang ada di dalam figura itu.

"Oouuww... Itu foto keluarganya tuan. Itu istri dan anaknya." Ujar sang Art sopan.

"Apaa..?" Nur sangat terkejut melihat foto keluarga itu. Air muka yang tadinya ceriah, karena dapat sambutan hangat dari sang ART, kini berubah mendung.

Tangan Nur mengepal kuat. Seolah tuhan berpihak padanya. Mengantarkannya ke tempat tujuan untuk balas dendam.

Akan kau rasakan sakitnya. Seperti apa yang kurasakan dulu. Lihatlah...!

Nur Membatin dengan ekspresi wajah penuh amarahnya. Tangannya masih mengepal kuat, seperti mengumpulkan tenaga untuk meninju figura besar itu.

TBC

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!