Wanita yang mengenakan blazer armani berwarna hitam dalaman putih tampak sibuk mengetik di keyboard PC depannya di ruangan kerja yang berdindingkan kaca berukuran 4x4 meter persegi dengan pemandangan satu kota. Di atas meja terdapat plakat nama "Adriana Harika Kamaniya - Public Relation Manager - PT Xander Mining".
Adriana biasa dipanggil Adri oleh teman-teman seangkatannya di teknik pertambangan IT* , tapi di kantor ia dipanggil Ibu Riana walaupun umurnya baru masuk 28 tahun namun dengan posisinya membuat embel-embel ibu harus diikutsertakan. Kadang ia tidak suka dengan panggilan "ibu". Kata 'ibu' lebih kepada panggilan kepada wanita yang telah memiliki anak. Sementara Adriana belum terikat pernikahan bahkan kekasih pun ia tak punya.
Rrrrrr...
Telepon genggamnya bergetar, Adriana melirik layar bapak memanggil
"halo pak"
"Halo nak, sibuk?"
"Sedikit, ada apa pak?"
"Ehemm.. bapak mau bicara"
"Ya" kata Adriana sembari berdiri dan berjalan menuju jendela menatap ke bawah memandangi bangunan-bangunan yang lebih rendah dari gedung kantornya yang berada di lantai 30.
"Naya mau menikah"
Adriana sedikit kaget,
"Baguslah pak, kapan?"
Naya maksudnya adik perempuannya Andita Naylan Candrasmurti, yang berusia 25 tahun.
"3 bulan lagi, Gak papa adekmu duluan?"
"Yah gapapa pak, kalau jodohnya sudah ada. Kenapa harus mikirin saya, Pak"
Adriana juga tahu kalau adeknya Naya berpacaran dengan Bagas, mereka pacaran sejak kuliah. Cukup lama dan awet hubungan kedua.
"Kamu gimana nak? Masih gak kepikiran untuk nikah?"
"Duh pak, saya masih jauh. Jangan dibahas lagi"
Bapak terdiam mendengar kata Adriana.
"Pak?"
"Ya nak?"
"Bilangin ke Naya, gedung dan katering saya yang tanggung"
"Makasih nak, nanti bapak sampaikan. Selamat bekerja lagi"
Adriana termenung, memikirkan perkataan bapaknya Malik Fatahillah yang tahun ini berusia 60 tahun, seorang pensiunan TNI yang harus mengikhlaskan kepergian istrinya tak lain ibu Adriana, Naya dan Aaron adek bungsunya 7 tahun yang lalu dan mengasuh sendirian anak-anaknya. Mereka sekeluarga tinggal di Surabaya, tempat asal ibu dan tempat dinas terakhir bapak sebelum pensiun. Bapak sendiri sebenarnya asli Bugis Makassar walau Adriana bersaudara tidak pernah ke Sulawesi, karena bapak adalah anak tunggal dan kedua orang tuanya telah lama meninggal.
Menikah?! Bahkan jika besok akan dunia kiamat bukan menikah yang ingin dilakukannya, bukan karena ia tidak punya pacar atau pun calon suami. Adriana hanya tidak menginginkan kehidupan berumah tangga, mengurus anak, mengurus suami. Ia suka kehidupan kerja, sibuk di kantor, pulang kerja, tidur, bekerja lagi. Monoton tapi ia hidup untuk dirinya sendiri.
Sebenarnya Andre Mahardika - cinta pertamanya- adalah penyebab utama Adriana seperti sekarang, ia mengenal Andre sejak SMU kelas 1, saat itu Andre adalah kakak kelasnya dua tingkat diatasnya dan karena Andre lah Adriana sampai belajar mati-matian mengejar Andre hingga IT* Bandung mengambil jurusan pertambangan yang isinya 90% cowok semua.
Mereka sempat menjadi best couple jurusan pertambangan dan akhirnya Andre menyelesaikan kuliahnya dan bekerja di Papua. Mereka menjalani LDR hingga suatu hari Andre datang ke kampus tanpa memberi kabar sebelumnya, Adriana masih ingat dengan jelas percakapan mereka.
"Adri" kata Andre menatap Adriana sendu "kamu bisa masak?" Lanjutnya bertanya.
"Apa?! Maksudnya apa bisa masak?" Tanya Adriana heran
"Aku dijodohkan papa dengan anak temannya" ujar Andre menatap semakin sendu sedikit terluka di binar matanya
"Apa!" Kata Adriana kaget setengah mati
"Yah, aku bingung Adri, aku inginnya menikah denganmu"
Mereka terdiam, Adriana mencoba tegar menguatkan hatinya
"Ikutilah kata papamu mas, aku terlalu muda memikirkan untuk menikah" tolak Adriana pelan suaranya bergetar.
"Tapi aku mencintaimu dri" kata Andre dengan barkaca-kaca
"Ya aku juga,.. tapi aku belum berpikir sejauh itu. Saya tidak apa-apa kita putus, jalanku masih panjang mas" kata Adriana memegang jemari Andre dan melepaskannya kemudian berbalik berlari menjauh, ia berhenti di belakang ruang praktikum menangis dengan luka selebar tangkuban perahu di dadanya.
Sejak hari itu hati Adriana membeku, tidak pernah ada pria lagi yang dia biarkan mendekat. Dia fokus menyelesaikan kuliah dan beruntung bisa diterima bekerja di PT Xander Mining sebagai team marketing dua tahun, kemudian menjadi asisten public relation selama tiga tahun dan setahun belakangan dia menjadi public relation manager dengan gaji fantastik, memiliki rumah dan kendaraan pribadi dari hasil jerih payahnya.
Menolak menikah dengan Andre adalah keputusan terbaik yang pernah ia ambil sepanjang usianya.
###
author's note:
hai guys,
ini novel aku terbaru,
terima kasih sudah mau singgah dan membacanya
maafkan jika ada salah kata dsb,
kadang aku sambil ketiduran menulisnya 🤭
love,
D 😘
Adriana menyalami tamu-tamu undangan yang tak hentinya berdatangan naik ke pelaminan, ia didapuk menjadi pendamping bapak menggantikan posisi mendiang ibu. Naya dan dan Bagas tampak sangat berbahagia, senyum semringah tak lepas dari wajah mereka berdua. Kontra dengan Adriana yang memasang senyum palsu terlatihnya, sebagai public relation ia sangat pintar bersandiwara. Tak tampak sedikit pun jika ia mulai lelah dengan orang-orang yang mengucapkan kata selamat. Hanya sedikit dari tamu tersebut yang Adriana kenal.
"Adriana, kamu duduklah di bawah ketemu sepupu-sepupumu, biar tante temani bapak" kata Tante Ika adik kandung ibu.
"Makasih tante" kata Adriana pelan dengan tetap anggun berjalan menuju meja khusus keluarga, ia lalu duduk dengan santai dan meluruskan kaki sembari mengesap jus orange kesukaannya.
"Masih single yah bro?" Tegur Aaron tiba-tiba datang dan merangkulnya dengan lengan kokoh adeknya yang menentukan karier sebagai TNI seperti bapak. Sudah seharusnya dalam satu keluarga ada yang melanjutkan legasi, pun Aaron sejak kecil sudah tertarik dengan dunia tersebut, yakni menjadi seorang prajurit.
"Kampr*t" balas Adriana dingin. Matanya menyipit lalu mendengus.
"Ayohlah bro, sampai kapan kakak menjomblo? Noh disalip ma Naya" lanjut Aaron mengompori sambil terkekeh. Pandangan dua bersaudara tersebut ke arah pelaminan, tampak Naya dan Bagas menikmati hari bahagianya.
"Biarin, enak gini juga.." balas Adriana melirik adek bungsunya yang mempunyai wajah rupawan yang dengan gampang membuat para gadis jatuh cinta dalam sesaat apalagi jika menggunakan seragam dinasnya.
"Kak, siapa yang bakal mendoakanmu kalau kamu mati? Itu gunanya berkeluarga biar ada anak" celoteh Aaron.
"Astaga!" kata Adriana kaget mendengar ucapan Aaron barusan, ia langsung menjawel pipi adeknya "gak papa juga kalau gak ada yang doain" lanjutnya tak kalah sengit.
"Bro, aku punya senior pangkatnya sudah perwira, single. Mau tak kenalin pow?"
"Thank you bro, but no thanks" jawab Adriana berdiri dan mengelus kepala Aaron dan beranjak menuju prasmanan bagian bakso Malang. Perkataan Aaron membuatnya lapar, ia akan berpikir keras jika meladeni adiknya itu.
Hubungan Adriana dengan Aaron termasuk unik, sejak kecil mereka selalu bertengkar gontot-gontotan kemudian berdamai, kembali mesra berapa saat setelahnya. Hubungan seperti itu bertahan hingga mereka berusia 28 tahun dan 23 tahun. Kata bapak, Aaron sangat mencintai Adriana itu mengapa dia suka mencari perhatian kakak sulungnya. Aaron suka melihat Adriana kesal bahkan tak segan menyulut emosi si kakak sulung.
...
"Adriana, kenalin Abe. Abe ini masih keluarga bapak dari Sulawesi" kata Bapak saat pesta telah selesai, di sampingnya Bapak berdiri pria berusia sekitar pertengahan 30 tahun, bertinggi 180cm, berkulit sawo matang, berambut hitam gelap dengan sorot mata tajam, maskulin dan terlihat kaya dari pakaiannya.
"Adriana" singkatnya sambil menjabat tangan pria tersebut.
"Tenri Abe" balas pria dengan senyum memikat, giginya putih dan rapi.
"Temani Abe yah nak, ngobrol-ngobrollah" kata Bapak kemudian meninggalkan Adriana yang bengong hendak berbicara apa dengan pria baru dikenalnya. Kelebihan Adriana jika berkaitan dengan pekerjaan, ia sangat gampang bersosialisasi dan itu berbanding terbalik dengan kesehariannya di luar jam kerja. Ia sangat kaku.
"Saya panggil Riana atau siapa dek?" Tanya Abe dengan senyum tipis.
"Adri, teman-teman memanggil seperti itu, kak" balas Adriana dengan datar
"Adri itu nama cowok kan?" Kata Abe tertawa kecil. Tatapannya seakan menilai penampilan Adriana dari atas ke bawah.
"Iya, saya dulu kuliah teknik. Ceweknya cuma dua orang. Satunya tomboy, satunya saya ikut-ikutan tomboy juga, jadi disamaratakan saja" jelas Adriana kemudian berusaha tersenyum walau kikuk.
"Oh begitu,.. tapi sekarang sangat feminim loh" ujar Abe setelah menilai tampilan Adriana yang berkebaya dengan sanggul modern dan makeup natural.
"Kak Abe, stay di mana?" Kata Adriana mengalihkan pembicaraan, sebenarnya ia risih dipandangi, seolah pandangan Abe menelanjangi bahkan mencari-cari sesuatu.
"Oh saya gak tentu, kadang di Sulawesi, kadang di Kalimantan, sering juga ke Jawa" jawab Abe dengan sedikit terdengar logat Sulawesi masih ada melekat di pengucapannya.
Adriana manggut-manggut saja, ah ini demi bapak, pikirnya lalu berusahan tersenyum tipis.
"Adri, di mana? Surabaya juga? Sama bapak?"
"Gak, saya di Jakarta kak. Bekerja di sana. Tapi kadang saya ke Kalimantan dan Sumatera. Kakak tahu PT. Xander Mining?"
"Iyah, saya tau. Wah perusahaan tambang yang terbesar loh dek"
"Saya PR-nya kak" balas Adriana dengan senyum tipis palsunya, lagi..
"Keren" seru Abe sambil mengacungkan jempol.
Mereka terus berbicara yang entah Abe apakah seperti Adriana yang berbasa-basi. Ataukah memang pria itu tulus, bagaimanapun Abe adalah masih keluarga dari Bapak.
Sepanjang malam mereka berbincang, semakin lama Adriana meladeni Abe semakin senang Bapak yang melihatnya dari jauh.
Adriana hanya ingin melihat Bapak bahagia walau harus mengorbankan banyak hal termasuk menurunkan egonya.
Hanya Bapak yang Adriana miliki. Cinta dalam hidupnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Adriana terlibat pembicaraan santai dengan dirutnya Pak David Sumargono, di ruangan meeting. Para peserta rapat yang lain sudah meninggalkan ruangan sejak 10 menit lalu, tapi David terbiasa meluangkan waktu untuk mengobrol santai dengan Adriana, bagi David Adriana sudah seperti keluarga sendiri karena sejak awal dia melihat gadis ini dari wajah culun fresh graduate dan sekarang sudah menjadi level manager yang selalu bisa diandalkannya. David menyayangi Adriana, layaknya seorang kakak kepada adiknya.
"Adri, kamu cutilah lagi. Kemana gitu, adekmu menikah kamu cuma cuti dua hari. Gimana sih? Padahal cutimu masih banyak loh" kata David sedikit melirik Adriana lalu kembali fokus ke handphonenya.
"Kemana pak? Saya suka di kantor" balas Adriana sembari memainkan pipinya dengan pulpen. Alisnya terangkat sambil tersenyum.
"Selalu dengan jawaban yang sama," Dengus pelan bossnya, David prihatin dengan Adriana selama 6 tahun ini benar benar mendedikasinya hidupnya untuk perusahaan ini hingga tak mempunyai kehidupan pribadi. Usianya sudah hampir 30 tahun, David takut jika manager favoritnya tidak memiliki visi tentang masa depan seperti orang lain pada umumnya.
"Bikin story dulu pak" kata Adriana mengambil posisi swafoto untuk inst* story, ia termasuk orang yang paling rajin membuat story walau levelnya belum seperti selebriti indo yang sampai membuat story titik titik saking banyaknya konten yang harus dipamerkan ke pengikut.
Ceramah sore dari bigboss @davidsumargono caption story Adriana
"Mbak Angel reply : iyain saja biar cepet" kata Adriana terkekeh memberitahu bossnya, Angelina adalah istri David, hanya berusia 5 tahun di atas Adriana sementara bossnya berusia 47 tahun. David termasuk lambat menikah, anaknya Felicia baru masuk sekolah dasar.
"Hahaha kalian, oh iyah next saturday kami bikin acara BBQ di rumah, kamu datang yah Adri" ajak David.
"Sepertinya bapak lupa, next week aku ke Sumatera loh" ucap Adriana merapikan alat tulisnya "duluan pak, ini bentar lagi pulang"
"Oh iyah, next time kalau begitu" ujar David yang juga ikut keluar dari ruang meeting. "Nanti aku cocokkan jadwal dengan Angel, sudah lama kamu gak ikut acara di rumah, oke?"
"Ya, Pak David Sumargono... Boss terbaik yang pernah ada," canda Adriana dibalas tawa keras oleh bossnya. Mereka pun berpisah menuju ruangan kerja masing-masing.
Adriana berjalan gontai menuju ruangannya yang harus melewati kubikal para staff, termasuk dua anak buahnya Inka dan Maureen.
"Bu, sudah selesai meetingnya?" Sapa Inka melihat Adriana datang. Wajahnya seperti anak ayam yang melihat induknya.
"Yes, laporanmu tanpa ada kesalahan, thank you. Kalian terbaik" puji Adriana memberikan jempol kepada asistennya yang disambut seruan bahagia dari kedua gadis berusia 5-6 tahun di bawahnya. Menurut Adriana memberikan apresiasi kepada anak buah itu wajib, tidak jarang pula ia agak keras kepada mereka. Adriana sangat tahu menjadi pemimpin, mereka harus naik bersama dan membenahi kesalahan untuk menjadi lebih baik.
"Andai Bu Riana mau menganggapku" gumam Rafael tiba-tiba bergabung di kubikal Inka sesaat Adriana berlalu.
"Duh bow, level kalian itu jauh" jelas Inka "Bu Riana itu manager, kamu baru pegawai kontrak bagian sales" lanjutnya menghancurkan harapan temannya. Inka menggeleng sambil memutar matanya.
"Siapa tahu beliau suka yang lebih muda dan fresh" balasnya lagi memamerkan gigi putih rata yang sudah di veneer. Terlalu putih, seperti cat tembok di dinding kantor.
"Ibu itu Elsa-nya Snow Queen. Beliau tidak pernah menjalin hubungan dengan siapapun, walau yang suka ma Ibu itu banyak. Mau tak sebut satu-satu gak?" Sahut Maureen gak mau kalah.
"Siapa??" tanya Rafael penasaran.
"Aku baru tahu nih, Pak Tian Manager Lapangan di Sumatera sudah 2 tahun ini mengejar ibu" bisik Inka memulai pergunjingan hari itu
"Ah masa? Pak Tian kan cakep banget ya ampun" kata Maureen sambil menutup bibirnya heran.
"Cakep mana dibanding aku?" Tanya Rafael sembari menunjukkan pesona terbaiknya, kembali memamerkan gigi putih cat temboknya. Inka meringis melihat gigi Rafael.
"Cakep pak Tian.. kamu cocok di ajak ke mall, Pak Tian cocok di bawa ke ranjang" jelas Maureen dengan senyum mengeringai.
"Iler tuh, dasar ganjen" protes Rafael.
"Siapa sih yang gak mau ma ibu Riana, Tinggi, cantik, mata seperti Miranda Kerr, oh Tuhan jadikan dia milikku" ucap Rafael mengangkat kedua tangannya meminta doa yang kemudian kepala Rafael dikeplak buku oleh Inka.
"Tuhan menjawab -jangan mimpi ketinggian" bisik Maureen di telinga Rafael.
"Dia bisa jadi putri Indonesia yah, andai beliau mau" gumam Rafael yang diikuti anggukan kedua temannya.
"Menurutmu ibu itu normal gak sih?" Bisik Rafael ke telinga Inka
"Hati-hati ma ucapanmu, aku yang pertama menggantungmu di pantry jika pemikiran seperti itu berkembang di kepalamu" bisik sengit Maureen membela managernya
"Aku akan membuat fans club Bu Riana, aku yang jadi fans nomer satunya" kata Rafael sambil berlalu kembali ke kubikalnya" Begitulah hati jika mencinta dan memuja, Rafael tidak peduli dengan perkataan yang didengarnya. Masuk telinga kanan, keluar di telinga kiri. Hatinya masih tertuju kepada Manager PR kantornya.
###
author's note:
pemeran cowoknya belum setrong yah..
hmmm..
nantikan saja sayang 😊
love,
D 😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!