NovelToon NovelToon

Pengawal Gadis Maut

Perkenalan

PENULIS BERHARAP DUKUNGAN DARI TEMAN-TEMAN SEMUA

*************************************************

Pengenalan karakter

Pemilik kastil : Nona Nara atau biasa disebut Tuan Nara

Pengawal : Taein, Zleris, Nhean, Maica, Kean , Say, Hemma

Kakak Nara : Nios

Teman Nara : Lina (siswa SMA sekaligus anggota mafia)

Pemeran pendukung : Minama, Cerol, Vies(V), Yumina.

*Prolog*

Seorang gadis bernama Nara tinggal bersama 7 pengawal nya di kastil, para pengawal Nara bertugas melindungi Nara saat jiwa nya pergi ke alam baka sekaligus  menyiapkan makanan bagi tuan nya. Bukan tanpa alasan Nara pergi ke alam baka, seorang tuan juga punya tugas yaitu menjaga rumah tua alias tempat persinggahan para roh sebelum memasuki jalur reinkarnasi. Artinya roh-roh tersebut sudah bebas dari neraka dan menunggu waktu untuk reinkarnasi.

*Tujuan*

Nara ingin menyelamatkan teman nya Lina dari maut, Nara ingin memberikan dia kesempatan untuk menikmati hidup, bebas dari dunia mafia yang telah membuat dia menjadi pembunuh berdarah dingin.

#SEMOGA TERHIBUR JANGAN LUPA

BERI DUKUNGAN PADA PENULIS

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Uhh...akhirnya sampai lelah juga berjalan jauh, batinnya berkata.

Mereka sampai di depan ruangan yang tertutup rapat oleh dua daun pintu yang cukup besar menjulang tinggi, terlihat sudah lama dan kuno. Di Gagang pintu tergantung sebuah gembok kunci, Nean menatap gembok kunci lalu melihat Nara sambil meninggikan salah satu alisnya, Nara menarik dan menghembuskan nafas lalu memasukkan tangan kanan ke saku almamater sekolah berwarna hitam untuk meraih sesuatu di dalamnya itu adalah kunci untuk membuka gembok tadi.

Nara mengangkat kunci di hadapan Nean sekadar memberinya isyarat, dengan tatapan meyakinkan dia tersenyum melihat kunci tadi lalu memutar bola matanya ke manik mata Nara yang senjak tadi memperhatikan wajah kusutnya. Pintu sekarang sudah terbuka lebar.

"Kalian sudah datang?" Tanya salah satu dari mereka yang sedang berdiri di depan Nara dan Nean sambil membungkukkan badan.

Akan ku beri tahu apa yang sedang terjadi, ada sekitar tujuh orang yang berkumpul semuanya berjubah serba hitam, warna rambut mereka berbeda tapi bukan seperti warna pelangi. Warna manik mata mereka berbeda, terlihat masih muda dan tampan tapi sebenarnya umur mereka sudah lumayan tua sekitar ribuan tahun. Mereka semua adalah pelayan di kastil milik Nara.

Nara mengayunkan langkah kecil menuju sebuah kursi empuk untuk menyandarkan bahu ke pangkuannya.

"Maaf hanya ini yang bisa kami berikan padamu Tuan Nara" Seru Taein salah satu dari mereka sambil merendahkan diri dan menyodorkan sebuah gelas yang berisikan cairan berwarna merah pekat, rambutnya berwarna langit senja dan manik matanya berwarna hitam cerah semakin menambah ketampanan di wajah putih pucat nya.

"Tidak enak, biarkan aku mencicipi mu saja"

Gelas yang di pegangnya jatuh dan pecah akibat kera bajunya dicengkeram oleh Nara. Sepasang taring tertancap di leher Taein kemudian dia mulai mendesah membuat Nara semakin bergairah.

"Tuan"

Rasa lapar sudah menguasai fikiran Nara dan membuatnya kehilangan kendali, saat Nara mendengar panggilan Taein dia berhenti sejenak lalu dengan lembut menjilati darah yang keluar dari bekas luka korbannya, itu membuat Taein kembali mendesah. Taring yang sempat terlepas kini kembali menancap di lehernya namun lebih dalam lagi membuat tubuhnya bergetar dan detak jantungnya semakin cepat hingga akhirnya dia jatuh ke lantai.

"Nona apa kau..." Zleris tak berani meneruskan kalimatnya.

"Apa kau masih lapar?" Ucap Nean melanjutkan perkataan Zleris dengan lantang.

Zleris mengumpulkan keberanian, perlahan dia menghampiri dan berdiri di samping lalu menyentuh pipi kiri Nara dengan lembut sehingga pergelangan tangannya berada di dekat bibir Nara, jelas dia sengaja melakukannya.

"Kau tidak takut menggoda ku seperti ini?" Zleris melihat Nara dengan tegas mengisyaratkan jika dia menginginkannya.

Makanan yang datang sendiri tentu tidak boleh disia-siakan begitu saja. Pertama tangan Zleris digenggam dengan hati-hati lalu memberikan dia sedikit gerakan manis. Kulitnya yang lembut membuat hidung dan lidah Nara tak mau berhenti menempel pada kulit Zleris yang lembut, ibaratkan saja seperti menjilat wafer strawberry sebelum dimakan.

Nara menancapkan sepasang taringnya di tangan Zleris kemudian mulai makan dengan lahap.

"Bagaimana rasa ku tuan? Apakah enak?" Tanyanya dengan hati-hati.

Nara mengeluarkan taringnya kemudian berdiri mencium Zleris agak kasar, dia memasukkan lidahnya ke dalam mulut Zleris dan menunggu dia mengikuti tindakannya.

"Emm...emm...emm" ******* Zleris terdengar, ada apa ini? Ternyata Nara menggigit lidah Zleris untuk melanjutkan makan yang tertunda tadi.

Zleris tak berani berontak yang dapat dia lakukan hanya patuh pada tuannya apapun yang terjadi, dia hanya bisa memegang sedikit baju tuannya untuk menahan sakit. Tak lama pandangan Zleris berangsur-angsur menjadi buram dan pingsan.

"Lagi?" Ucap Nara, dia menyeka bibirnya sambil melayangkan tatapan kejam.

Obsesi

#MOHON DUKUNGAN DAN IKUTI PENULIS AGAR LEBIH BERSEMANGAT

*******************************************

Bunyi bel tanda istirahat berakhir semua siswa-siswi kembali ke kelas masing-masing untuk mengikuti mata pelajaran selanjutnya. Hari ini di ruang kelas diberikan tugas kelompok lagi-lagi tugas kelompok baru, mendengarnya saja Nara sudah sangat malas. Seperti biasa Nara dan Nhean satu tim tapi tak hanya kami berdua saja melainkan ada seorang gadis manis berambut panjang berwarna hitam berkilau juga tergabung satu kelompok, yah Tuhan bagaimana ini dia tentunya tidak tahu siapa Nara sebenarnya dia menatap Nara dan Nhean dengan perasaan campur aduk itu karena selama ini mereka tidak suka berbaur dengan bangsa manusia dan cenderung menjauh untuk menghindari hal-hal yang tidak di harapkan. Nhean melirik sepertinya dia memiliki rasa khawatir yang terlalu belebihan, Nara enggan melihat dia untuk meyakinkannya Nara baik saja.

Melihat keluar jendela dengan gaya menopang dagu tapi dengan gaya yang sedikit bebeda dari orang lain. Memandang sejauh mungkin yang dia bisa tanpa memikirkan hal lain.

“Baiklah saya harap tugasnya bisa di kumpulkan di ruang saya besok pagi pukul 10.00” Jelas seorang guru laki-laki paruhbaya yang bertubuh besar nan tinggi, suaranya memberikan sedikit getaran di gendang telinga penghuni kelas yang sedang dilanda kebisuan serta kesunyian di ruangan seketika.

Semua siswa-siswi bergegas meninggalkan ruang kelas dengan teratur tetapi tidak dengan gadis tadi dia perlahan menghampiri Nara.

“Permisi” Ucapnya dengan hati-hati takut dia salah nada sehingga menyinggung.

“Dimana kita akan mengerjakan tugas kelompok?” Lanjutnya lagi, Nara menoleh dan melihatnya bersamaan dengan itu Nhean datang menghampiri mereka berdua.

“Dia tidak suka keramaian jadi kau harus datang ke kastil kami” Jelas Nhean memotong pandangan gadis itu pada Nara.

“Kastil?” Tanya gadis itu kebingungan.

“Maksud ku rumah kami?”

“Apa yang sedang kau bicarakan Nhean?!” Telepati adalah cara yang biasa mereka gunakan untuk berkomunikasi satu sama lain, sebenarnya manusia juga mempunyai kemampuan yang sama biasa disebut interbrain. 

“Dimana letak rumah mu? Kami akan kesana malam nanti pukul 20.00, tinggalkan saja nomor telpon mu, akan ku hubungi nanti”

Dalam keadaan seperti ini Nara harus bersikap profesional tak mungkin dia layangkan tatapan aneh, warna manik mata yang berubah menjadi merah yang siap menelannya hidup-hidup,  jadi di tatapnya gadis manis itu dengan santai.

“Kebetulan letak rumah ku jauh dari keramaian kota” Gadis manis itu nampak senang dengan adanya respon dari Nara.

“Baguslah kami akan datang” Nhean dengan wajah kesalnya mengajak Nara untuk segerah pulang.

Saat dalam perjalanan pulang Nhean bertanya “Mengapa kau mau mengambil resiko besar dengan pergi kerumah gadis itu?” Tanyanya ketus, Nara menghembuskan nafas berat dan berkata “Gadis itu tak mungkin datang ke kastil, itu terlalu beresiko baginya. Banyak bahaya mengintainya” Dia kembali bicara dengan nada kesal dan memaksa Nara menghentikan langkah lalu menoleh melihatnya dengan tatapan dingin.

“Nhean!” Dia membuang pandangannya.

Melanjutkan kembali langkah dengan perlahan dan pasti.

Tak cukup beberapa menit mereka sudah jauh dari keramaian kota dan memasuki hutan rimbun tetapi tentunya bukan lagi dalam kota melainkan kota yang lain,  lebih tepatnya kami sudah meninggalkan kota tempat dimana Nara dan Nhean masuk akademik.

Sesampainya di kastil seperti biasa yang dia lakukan setiap kali tuannya bersamanya membuka pintu kastil dan mempersilahkan masuk, di dalam kastil mereka ternyata sedang menunggu Tein, Khen, Say dan lainnya.

“Tuan sudah pulang? Mengapa begitu lama?” Tanya Taein.

“Lapar” Ujar Nara datar sambil mengigit bibir bawah sekadar membasahi bibir yang sedikit kering.

“Perlukah kami”

“Tak perlu” Nara beranjak dari tempat dan berlalu dari pandangan mereka, menaiki sebuah tangga yang megah untuk pergi beristirahat di kamar. Kekecewaan terlihat terpanjar diwajah pucat mereka.

“Berhenti melihat ku dengan tatapan putus asa seperti itu. Kalian bukanlah Vampire Slave. Lekaslah bersiap, kita tidak boleh terlambat”

“ Aku mengerti” Jawab Nhean santai.

“Tuan mau kemana?” Tanya Taein penasaran.

“Ikutlah jika kalian mau, aku akan bersiap 30 menit lagi. Jangan lupa hubungi gadis itu jangan sampai dia curiga”

“Seorang gadis? apakah gadis itu cantik? Beruntung sekali kau mendapatkan kontak seorang gadis, tapi bukankah kau bisa mengetahui di mana dia berada dengan mencium aroma tubuhnya tanpa harus menghubunginya?” Maica sepertinya dia sangat senang mengganggu rekan-rekannya, dia sengaja membuat Nhean kesal padahal kami baru saja kembali dari perjalanan jauh mungkin dia berharap aku cemburu.

“Brisik sekali!” Nhean menggeram kesal, dia berlalu dengan segera.

30 menit berlalu rupanya mereka sudah bersiap dari beberapa menit yang lalu menunggu lebih awal, mereka berangkat bersama ke rumah gadis itu.

Sesampainya disana Nhean memencet bel dan tak lama setelah itu pintunya mulai terbuka sedikit demi sedikit hingga akhirnya sebuah wajah terlihat sedang mengintip dari balik pintu, seperti sedang mengintai. Saat melihat Nhean dia langsung menunjukkan seluruh wajahnya.

“Rupanya kalian. Silahkan masuk”

Tunggu sebentar! Pengawal tampan Nara tentunya tidak masuk ke dalam rumah gadis itu hanya dia dan Nhean yang masuk sementara yang lain menunggu di luar.

Mari kembali sebentar kemenit sebelumnya.

“Pulanglah jika kalian lelah menunggu. Aku akan menyusul jika sudah selesai” Tuannya melihat mereka dengan santai.

“Kami akan menunggu” Ujar Say.

“Jaga diri kalian” Mereka terlihat senang saat tuannya layangkan senyuman manis.

Gadis itu. Namanya Minama biasa dipanggil Mina, dia membawa sesuatu dari dapur yang tak lain adalah segelas minuman dingin bersoda, terlihat ada setumpuk embun di gelas yang dia bawa. Meletakkannya di meja lalu mempersilahkan untuk mencicipinya. Pandangan Nara tak lepas dari gelas sedangkan Nhean, sibuk memperhatikan sikap tuannya sambil bertanya pada dirinya sendiri “Apa itu membuatnya tidak nyaman?”.

Menggerakkan tangan menuju kegelas, memperhatikannya sebentar akhirnya Nara memberanikan diri untuk mencoba.

“Rasanya aneh” Ujar Nara datar yang membuat Nhean dan Mina terkejut.

“Rasanya seperti membakar tenggorokan ku” Tambahnya lagi sambil memperhatikan gelembung-gelembung yang melayang ke bibir gelas.

“Benarkah? Maaf jika kau merasa begitu, sepertinya Nara tidak biasa minum minuman bersoda, maaf” Dia merasa bersalah karena sudah memberikan temannya minuman yang rasanya seperti racun, minuman brengsek ini.

“Tidak apa-apa jangan khawatir!"

Selama berada dirumahnya mereka hanya sibuk menyelesaikan tugas kelompok tapi lebih tepatnya Nhean yang menyelesaikannya, gadis bernama Mina itu terlihat malu-malu dan kagum melihat Nhean sepertinya dia tertarik.

Tak terasa waktu terus berjalan, hanya 1 jam dirumah gadis itu kemudian mereka pulang.

Sudah diduga mereka masih menunggu astaga nekat sekali.

Mereka berjalan dengan perlahan sambil menikmati angin malam serta pemandangan bulan bintang di langit biru walau sebagian tertutupi oleh awan kelabu. HAAA...angin malam ini selalu saja berhembus di hadapan Nara, tak lupa dia selalu membawa aroma manis yang berbeda dari segala penjuru dunia, tak bisa ia pungkiri bahwa suasana seperti ini sangat menyenangkan tapi, rasanya ada yang ganjil Nara merasakan ada sesuatu di hati Zleris sepertinya itu sangat mengganggu akal sehatnya.

Nara membalikkan badan dan menatap Zleris

"Kenapa kau ragu-ragu aku tidak pernah melarang mu untuk mengatakan apa keinginan mu. Zleris”

“Nona ada apa” Tanya Taein penasaran.

Dia tidak ingin menatap tuannya, pandangan ragu-ragunya akan membuat Nara bisa mengetahui apa isi hatinya. Detak jantungnya...bisa terdengar jelas berdetak gagap, ada yang membuat jantungnya terbata-bata seperti itu. Tangannya sedikit  bergetar,  detak jantungnya kini menabuh drum sedikit lebih keras dan bersemangat. Ada sebutir air bening mengalir di keningnya yang membasahi pipi lembutnya.

“Ada apa dengan jantung mu, mengapa dia berdenyut begitu cepat sampai membuat mu harus mengeluarkan benda dingin ini?” Nara meletakkan tangan kanan nya di dada kirinya lalu menghapus air bening tadi. Di peganggannya tangan tuannya tanpa melihat dan malah memejamkan matanya.

“Nona ada apa sebenarnya” Taein semakin penasaran sebab dia tidak tahu apa yang Zleris katakan saat ini karena dia membatasi komunikasi sehingga hanya Nara dan dia yang tahu.

Tiba-tiba Nhean datang dia menarik tangan Nara yang membuat genggaman tangan Zleris terlepas.

“Sudah jangan pedulikan dia, sekarang sudah larut malam sebaiknya kita segerah kembali”  Sepertinya dia kurang suka dengan sikap Zleris, dasar Nhean dia memang egois.

“Em...baiklah” Tuan mereka mengiyakan saran dari Nhean

#HALU SEBENTAR TIDAK APA.

ANDAI SAJA MEMILIKI BANYAK PELINDUNG SEPERTI NARAಡ ͜ ʖ ಡ

Mengingat masa lalu

SEMOGA TEMAN-TEMAN TIDAK BOSAN MEMBACA KARYA PENULIS

*************************************************

Kembali pada posisi awal untuk melanjutkan langkah yang sempat terhenti. Sesampainya di kastil malam sunyi nan tenang sedang menyelimuti, suara nyanyian hewan malam saling berbalas-balasan seakan menggantikan kesunyian yang di berikan oleh rintik hujan yang turun dari awan hitam dengan keramaian, sang katak bernyanyi keras sedangkan sang jangkrik memainkan biolanya mengiringi nyanyian sahabatnya, sang katak sangat bergembira malam ini mereka bisa bermain air tetapi tidak dengan burung hantu dia tengah sibuk mencari dahan pepohonan yang kaya akan dedaunan agar dia tidak basah akibat guyuran rintik hujan, mata besarnya lama kelamaan menyusut kecil akibat tak tahan lagi kantuknya, sayap tebalnya dia rapatkan agar tidak terlalu kedinginan. Seperti biasa kami berkumpul di ruang baca, mungkin Taein tak tahan lagi dengan pertanyaannya tadi atas sikap Zleris pada ku dia pun memberanikan dirinya untuk menanyakannya pada ku yang saat itu aku sedang membaringkan seluruh tubuh ku di pangkuan sofa dan melipat kedua tangan di bawah kepala agar terasa nyaman.

“Nona ada apa sebenarnya? Apa yang si bodoh ini lakukan pada mu?” Zleris hanya diam menunduk.

“Tenanglah! Mengapa kau begitu khawatir? aroma kalian benar-benar enak, apakah kalian tidak keberatan jika kalian menemani ku?, aku ingin beristirahat di sini” Sambil membuka perlahan kedua jendela mata ku yang senjak tadi tertahan, memperbaiki posisi ku yakni berbaring dan menyandarkan kepala di pinggiran sofa yang di rancang untuk tangan.

Malam sunyi telah pergi dan digantikan menjadi sebuah pagi yang indah. Mentari mulai muncul dari balik awan tebal sinarnya berhasil meretakkan awan hitam yang berdiri didepannya dan kini awan hitam sudah menghilang entah kemana yang tersisa hanyalah mentari pagi dan langit biru. Kicauan burung kecil membuat pagi ini terasa menyenangkan, bunga-bunga juga tak ingin ketinggalan menghiasi pagi yang cerah ini, mereka segera membuka kedainya menyebarkan aroma menggoda perut dan hati. Mengundang para serangga kecil bersayap untuk datang ke kedai mereka untuk mengisi perut sebelum berkerja sembari saling bercengkrama satu sama lain yah...layaknya di warung kopi. Para bunga menari kegirangan bersama sang elemen kehidupan yang berhembus lembut menghampiri hati dan jiwa orang-orang yang sedang berada dalam kobaran abadi sih jago merah.

Pagi ini aku bersiap-siap untuk berangkat ketempat dimana bangsa manusia menyebutnya Senior High School, di kamar aku sudah siap berangkat tapi sepertinya pagi ini langit sedang sedih, baru saja langit ceria tapi perlahan dia menitihkan air bening dari kedua matanya yang senjak kemarin malam sudah bersedih tapi dia menyimpan air bening itu karena di hibur oleh sahabatnya mentari pagi. Dia menghapus air bening itu dari pipi sahabatnya namun kali ini langit kembali teringat dengan apa yang dia alami sehingga dia tidak bisa lagi menahan air bening yang membuat mata menjadi bengkak. Pelanggan kedai bunga bakum berlari berhamburan kembali ke rumah masing-masing.

Dia berteriak dengan kerasnya sampai-sampai semua orang takut mendengarnya, suaranya menggetarkan kaca rumah, teriakannya itu membuat tetesan air bening tadi semakin deras mengalir dari matanya.

Temannya sang angin mencoba untuk menghiburnya dia mengipas sahabatnya yang tengah dilanda kegalauan berharap sang langit menjadi tenang dan hatinya menjadi dingin.

Memori kelam tentang masa kecil ku bersama Rizon kembali terngiang secara tiba-tiba dalam benak menggelitik kalbu gelap ku.

Ketika itu suasana yang sama seperti sekarang Rizon berlari keluar sambil membawa dua kapal kertas dan menghanyutkannya ke air yang mengalir seperti sungai di tanah tepatnya di halaman rumah. Dia menatap ku dan tersenyum, hanya bisa melihatnya dari balik jendela kaca dalam kamar tak bisa ikut menghanyutkan kapal kertas karena saat itu aku sedang duduk di atas tempat tidur, kaki terbalut oleh selimut tebal dan memakai baju hangat, tepatnya aku sedang sakit.

Dia menghanyutkan kedua kapal kertas tadi matanya penuh dengan senyuman aku ikut mengukir sebuah senyuman manis di wajah pucat ini. Kau tahu? Dia sangat menyayangi ku dia hanya bermain bersama ku dia mengabaikan anak-anak sebaya dengannya yang mengajaknya untuk bermain. Dikala aku sakit dia rela mengorbankan waktunya untuk beristirahat dan malah merawat ku, dia menemani ku tidur, mengompres kening ku dengan air dingin dan memberi ku obat agar cepat pulih sehingga kami bisa bermain dan tertawa bersama lagi.

Dia juga tahu saat aku tak bisa tidur.

“Kau tak bisa tidur?” Suaranya yang lembut dari ambang pintu membuat ku tersadar dari lamunan ku yang sedang menatap langit malam tanpa adanya bulan bintang seperti biasanya mereka bersinar terang di langit biru.

“Kakak?”.

“Sepertinya malam ini teman mu tidak datang, mereka sedang bersembunyi dari mu untuk sementara, aku tidak ingin melihat mu dalam keadaan kurang baik begini” Dia masuk menghampiri ku.

“Tenang saja aku ada disini” Katanya mencoba mengeluarkan ku dari rasa bosan sambil mengusap-usap kepala ku dengan lembut. Memandangnya dan tersenyum lebar.

“Kakak?”

“Kenapa wangi bukan?”

“Em...”

“Kemari lah akan ku tunjukkan”

Dengan polos aku mendekat sehingga kami saling berhadapan. Dia mencium bibir ku lalu memasukkan sesuatu kedalam mulut ku aku sungguh sangat benar terkejut, jangan berfikiran yang aneh-aneh dulu yang ku maksud sesuatu itu adalah permen kesukaannya.

“Kakak?” Sambil menutup mulut ku dengan menggunakan tangan, melihatnya dengan penuh rasa tanya tetapi dia hanya tersenyum.

Sebuah suara berasal dari ambang pintu tertangkap jelas menyadarkan ku dari lamunan.

“Apa kita akan pergi?” Ujar Nhean tiba-tiba.

“Ayo”

Dia kembali ke ruang baca sembari menunggu ku untuk menyusul, seperti biasa mereka berkumpul di ruang baca.

“Nona ingin pergi? Hujannya sangat lebat, lebih baik nona naik mobil saja. Saya akan mengantar nona” Usul Taein.

“TIDAK. Jika kau ikut kalian semua pasti juga ingin ikut” Ujar ku dengan sedikit penekanan. Tein melirik yang lainnya dibelakang yang penuh dengan harapan dan keinginan.

“Tetaplah disini tunggu aku kembali”

“Baik nona”

“Aku menyayangi kalian” Ucap ku lagi saat berbalik badan, mereka tentunya terkejut mendengar ucapan ku sekaligus merasa gembira.

Melesat dengan cepat. Sebenarnya kami bisa berteleportasi tetapi jika kami lakukan itu orang-orang pasti heran melihat kami tiba-tiba sudah ada disamping mereka atau tempat yang kami singgahi.

Dalam beberapa detik kami sudah sampai di akademik, keadaan di sana sangat sepi padahal jam sudah menunjukkan pukul 07.30 pagi. Mungkin karena hujan yang sangat semangat ini membuat semua orang terlelap dalam tidurnya.

“Sepertinya hanya kita yang disini” Ucap Nhean yang berdiri di samping ku sambil menyelidiki di sekelilingnya dia memandang jauh menganalisis tanda-tanda kehidupan.

Hujan membuat semua orang terlena dan ikut bersedih bersama langit yang sedang menangis seperti anak kecil, aku berteleportasi meninggalkannya di belakang tanpa melontarkan sepatah kata, dia menoleh untuk memastikan apakah aku masih ada di sampingnya tapi ternyata tidak aku sudah pergi ketika dia sibuk mengintrogasi “Astaga selalu saja dia begitu” Gerutunya dalam hati, dia menyusul ke ruang kelas.

Aku rasa ada seseorang yang datang lebih dulu sebelum kami, dia membuka pintu kelas dengan lebar menunggu siswa-siswi yang lainnya datang. Langkah ku terhenti seketika, terpaku diambang pintu kelas ketika melihat gadis yang kemarin sedang duduk sendirian sambil membaca seperti sebuah buku yang lebih mirip seperti sebuah buku catatan harian berwarna coklat tua, melihat ku berdiri di ambang pintu sedang terdiam memperhatikan sesuatu dia memperlambat alunan langkahnya.

“Ada apa?” Tanya Nhean dia melihat tatapan mata ku dan mengikuti kemana arahnya terdampar dia sedikit terkejut saat melihat gadis itu.

Santai melangkah melewati sedikit demi sedikit meja guru di samping begitu pula dengannya. Kami menuju tempat duduk masing-masing.

“Kenapa kau datang begitu awal pagi ini?” Tiba-tiba Nhean mengangkat bicara pada gadis manis itu dari tempat duduknya kelihatannya Nhean mulai nyaman bicara dengan gadis manis itu hanya saja dia masih bersikap cuek pada gadis manis itu.

“Aku sudah biasa datang pagi-pagi” Jawab gadis itu dengan sebuah senyuman lembut nan manis melebih madu tetapi Nhean hanya melihatnya dengan tatapan acuh tak acuh. Dasar dia tak ada romantisnya sama sekali.

“Anu, maaf untuk yang kemarin malam aku....”.

“Tak perlu di pikirkan” Ku respon gadis manis itu dengan nada datar supaya dia yakin jika aku baik saja tapi sebenarnya kurang baik, bukan karena minumannya melainkan....

“Nhean! itu dia gadis manis apa kau ingin aku menjadikan dia sebagai budak mu?” Kami sedang telepati lagi.

“Aku tidak tertarik”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!