Disini. tepat disebuah koridor sunyi bercat putih yang tampak sudah lengang membiarkan kekosongan masuk begitu saja. Aroma obat-obatan itu berterbangan tanpa segan menyeruk masuk kedalam hidung mancung seorang wanita yang duduk diatas kursi tunggu.
Wajahnya terlihat gugup dan sangat pucat jari lentik dihiasi kutek merah itu bertaut seakan menahan gejolak batinnya.
"Tenanglah!" gumamnya menenangkan hati dan pikiran yang tengah bergejolak. Ia tampak anggun memakai Dress selutut berwarna coklat menyatu dengan kulit putih bening terurus miliknya.
Drett...
Ponsel didalam tasnya berbunyi membuyarkan lamunannya. Ia segera melihat benda pipih mahal itu dengan setengah helaan nafas.
"H..hallo!"
"Kau dimana? aku di Bar sekarang?"
Suara pria diseberang sana terdengar bergembira di iringi suara degupan musik menghentak keras.
"Aku di..."
"Cepatlah kemari! atau pestanya akan berakhir "
Bibir pink segarnya kaku ingin menjawab apa. Hatinya gelisah ingin mengatakan kekhawatirannya selama ini tapi ia takut membahasnya.
"Kau masih disana?"
"A.. iya, aku akan.."
"Nona Sandra!"
Suara suster yang keluar dari pintu itu memanggil sosok wanita yang ia panggil Sandra.
"Nona! silahkan masuk!"
"Em.. baiklah!" Sandra mematikan sambungannya. Ia berdiri dengan langkah pelan seakan belum siap mendengar hasil tesnya kemaren.
"Silahkan!"
"Hm."
Sandra melangkah masuk kedalam ruangan khusus Dokter Kandungan yang ia datangi. Jaket kasual yang ia pakai dieratkan ketika melihat sosok wanita dewasa yang tengah membaca lembaran kertas melalui kacamatanya.
"Dokter! ini Nona Sandra."
"Ah.. iya, silahkan duduk!" wanita dengan senyum keibuan itu menyapa Sandra dengan ramah. Tentu wanita berpenampilan anggun itu menurut duduk di kursi yang disediakan.
"Betul anda Nona Sandra?"
"Iya! saya Sandra."
"Siapa yang menemani anda kesini? apa suami anda masih tak sempat datang?" tanya Dokter Nita yang terlihat heran.
Seketika jantung Sandra berdegup. Manik sendunya muncul dengan tatapan penuh kegelisahan membuat Dokter Nita terdiam sesaat.
"A..aku .."
"Sudahlah, mungkin ada sedikit masalah. apakah anda mau melihat hasilnya sekarang?"
"Iya, Dok!" jawab Sandra mengambil nafas setelahnya. Dokter Sandra membungkus senyum menyerahkan lembaran kertas yang ia baca tadi.
"Ini, Nona!"
Sandra mengambilnya dengan pelan. Ia menyiapkan jantung dan hatinya akan sesuatu yang telah menganggunya selama ini.
"Apa anda mau membacanya sekarang?"
"Apa tak ada masalah, Dok?" tanya Sandra masih mengumpulkan keberanian. Wajah cantiknya terlihat bersih tapi menyimpan ketakutan.
"Menurut saya tidak, anda bacalah terlebih dahulu. Nona!"
"Baiklah!"
Sandra mengambil nafas dalam lalu mulai menatap kearah deretan tulisan itu. Matanya terlihat teliti sampai akhirnya ia terkejut melihat satu diagnosa yang pasti.
"I..ini..."
"Selamat untuk anda dan suami! karna anda baru saja mengandung 1 minggu, Nona!"
Degg...
Bagai petir menyambar pernyataan itu membuat tetesan air mata yang tadi ia tahan langsung tumpah. Wajahnya termenggu nanar melihat hasil dari kebebasannya selama ini.
"T..tidak mungkin!"
"Nona. anda.."
"A..aku .."
Sandra segera berdiri meremas kertas itu lalu melangkah pergi dengan setengah berlari membuat Dokter Nita dan susternya saling pandang heran.
"Anak-anak jaman sekarang memang begitu bebas." gumam Suster wanita itu sudah menduga apa yang tengah terjadi.
"Yah. tak satu atau dua orang yang seperti itu."
Pembicaraan mereka dapat didengar Sandra yang berhenti didekat dinding kursi tadi. A..apa yang harus aku lakukan?
Pertanyaan yang terlintas di benaknya. Ia melangkah gontai menyusuri lorong sunyi ini membawa tas kecil dan kertas yang masih ia genggam.
Sandra tak tahu harus apa. jalan satu-satunya hanya memberi tahu kekasihnya soal kehamilan ini.
"Aku ..aku harus memberi tahu. Daniel." gumam Sandra lalu mengusap sisa air matanya dan melangkah cepat menuruni tangga menuju pintu keluar Rumah Sakit Mekar ini.
Ia melewati beberapa petugas kebersihan hingga sampai keluar dari Pintu rumah sakit menuju mobil.
"Tak apa. Daniel pasti mengerti." gumam Sandra terus meyakinkan diri masuk ke dalam Mobil mewah berwarna merah itu dan melaju stabil keluar area Rumah sakit.
"Apa aku menelponnya dulu?" gumam Sandra melihat ke sekelilingnya. Malam ini cukup damai dimana langit yang mendung menampung air hujan.
"Yah. sebaiknya menelfon."
Sandra menghubungi kontak Daniel dengan perasaan berkecamuk. Disetiap denyutan ponsel itu seakan menjadikan sengatan di tubuhnya.
"Kenapa tak menjawabnya?" gumam Sandra khawatir saat nomor Daniel tak bisa ia hubungi. Tapi, Sandra terus berpositif agar ia bisa menghadapinya bersama pria itu.
"Aku harus menemuinya malam ini juga. dia harus tahu ini."
Sandra membelokan stir mobilnya kearah jalan menuju Bar yang terus mereka kunjungi. Sandra Alivia Hatomo, itu nama lengkapnya tapi ia termasuk wanita yang nakal dan hidup bebas dibangku kuliahnya. Kedua orang tua Sandra selalu memperhatikannya tapi ia selalu membangkang.
"Syukurlah!"
Gumam Sandra setelah beberapa lama berkendara ia sampai di lingkungan Bar. ada dua penjaga dipintu masuknya dengan hiasan lampu yang cukup terang.
"Nona San!"
Sapa para pria kekar itu menyapa Sandra yang baru keluar dari mobilnya dan langsung mendekat. wajah cantiknya terlihat terburu-buru masuk.
"Nona! anda mencari Tuan Daniel?"
"Yah! dia didalam, bukan?"
Keduanya mengangguk membiarkan Sandra masuk. Wanita itu adalah pelanggan tetap disini hingga mereka sudah hafal bagaimana wajah cantik itu selalu berkunjung.
Didalam sini. Sandra melirikan matanya menembus gemerlap lampu dan para pengunjung Bar yang seperti biasa minum dengan para penghiburnya.
"Selamat Datang di Ledyes Night! pilih yang kalian suka!!!" suara para pemusik diatas sana bersuara lantang meramaikan suasana.
Sandra menerobos di beberapa kerumunan orang yang sibuk dengan dunianya sendiri. Ia mencari kemana sudut melihat beberapa sofa didalam.
"Dim!"
"San!" sapa Dimas seorang Bar tender yang bertugas melayani para tamu disini. Pria asli indo dengan tubuh tak begitu tinggi itu mendekati Sandra yang kelimpungan.
"Dimana Daniel?"
"D...Daniel?"
"Hm. aku mencarinya, dia bilang tadi disini." jawab Sandra melihat disekelilingnya tak menemukan pria itu. Hatinya mulai gelisah sangat tak menentu.
"Tadi dia memang ada. aku melihatnya bersama Anju dan Karina diatas sana." Dimas menunjuk kearah tangga ke lantai penginapan membuat Sandra terdiam. Anju dan Karina adalah teman kuliahnya, untuk apa mereka keatas?
"San!" panggil Dimas menyentak Sandra yang sadar.
"Terimakasih. aku keatas dulu!"
Sandra melewati Dimas yang tampak cemas memanggilnya.
"San!! Sandra!!!"
Dimas mendecah kesal. Sudah jelas jika Daniel hanya mempermainkan wanita secantik Sandra hingga ia tak terima. tapi, apalah dayanya yang hanya seorang pelayan tak tahu apapun.
"Cih! Daniel memang benar-benar." gumam Dimas meletakan nampan diatas meja Bar lalu melangkah menyusul Sandra yang sudah ada diatas sana.
"Niel!" panggil Sandra melihat ke semua kamar tapi tak ada orang sama sekali. Hanya ada beberapa pengunjung yang tengah saling mencicipi.
"Niel!!! kau dimana?"
Teriak Sandra tapi tak sebanding dengan suara degupan musik yang mengalahkan pita suaranya. Sandra mulai frustasi mengikuti lantai ini sampai ia mendengar suara perbincangan dari arah samping Balkon atas.
"Mungkin mereka disini?" gumam Sandra melangkah kesana dengan kaki jenjang tampak sangat menggiurkan. Sandra terus menggenggam kertas ditangannya sampai ia mulai mendekat dan..
"Bagaimana? kau berhasil?" tanya seorang wanita berambut ikal yang tengah duduk diatas paha seorang pria muda yang tengah menikmati Wine di gelasnya.
Kedua pahanya di tumpangi dua bokong kenyal asli wanita yang terlihat membelai dadanya mesra. Senyuman mesum itu membuat tatapan nanar Sandra terpaku diam dengan kesadaran seakan mau lepas dari tubuhnya.
"Dia wanita yang lugu! baru didekati sebentar saja sudah berani mengaturku. Cih, dasar Sandra yang malang."
"BRENGSEK!!!!"
Vote and Like Sayang .
Mata berair penuh kobaran amarah itu mengejutkan kedua anak manusia yang tadi tengah bergembira menyebut namanya. Daniel segera berdiri membuat Anju dan Kirana yang ada di pahanya turun dengan wajah tegang.
"S..Sandra!" lirih ketiganya dengan mata was-was dan tak menyangka.
Sandra melangkah mendekat dengan wajah benar-benar menahan amarah dan rasa kecewa yang meruntuhkan seluruh kepercayaannya.
"Ini... ini yang kalian lakukan di belakangku?!" tanya Sandra dengan suara bergetar masih menatap bergantian wajah-wajah pengkhianat ini.
Karna sudah tertangkap basah. Bagaikan anjing di kandang Daniel segera menyunggingkan senyum remehnya menatap wajah cantik Sandra sampai ke kaki jenjang mulus wanita itu.
"Sandra-ku sayang! kau terlihat kacau malam ini."
"Apa yang kau lakukan?" bisik Kirana karna mereka masih membutuhkan Sandra saat ini. Tapi Anju, ia sudah geram dan tak akan bisa menahan lagi.
"Memangnya kenapa? kau marah? kecewa atau..."
"Kau memang tak tahu diri." desis Sandra dengan tetesan air mata yang tak berhenti turun. Tak menyangka dua teman yang selama ini ia bantu dan bela mati-matian ternyata mengkhianatinya.
"Kau yang terlalu lugu. San! kau tak melihat siapa teman dan lawanmu." Anju terlihat prihatin padanya. Karina-pun hanya diam merasa semuanya sudah selesai dan drama mereka-pun usai.
"Aku membantu keuangan keluarga kalian hingga sekarang kau masih berdiri dengan tenaga itu karna belas kasih dariku. sangat MENJIJIKAN." geram Sandra memantik bara api di wajah Anju dan Karina atas penghinaan itu.
"Jaga bicaramu!" desis Karina emosi.
"Kau yang terlalu na'if dan sekarang menyalahkan-kami?!" timpal Anju bertopang dada sinis.
Sandra beralih memandang Daniel yang juga melihatnya. Tersirat luka dan rasa sakit di netra hitam legam milik Sandra yang selama ini selalu menatapnya penuh cinta.
"D..Daniel!"
"Apa? kau mau memohon, padaku?!" tanya Daniel merendahkan Sandra yang menahan luka dan denyutan sesak di dadanya. Ia menyodorkan kertas ditangannya kearah Daniel yang menautkan alisnya.
"I..Ini.."
"Surat apa?" tanya Daniel mengambilnya. Anju dan Karina saling pandang heran menunggu Daniel membukanya.
"A..aku hamil!"
Ucap Sandra dengan suara bergetar menahan isakan dengan tatapan kosong Anju dan Karina yang langsung melihat kearah perut datar Sandra.
"H..hamil?" gumam keduanya sejenak lalu terbahak keras seakan begitu bahagia dan menganggap ini lulucon. Tapi Sandra tak perduli, ia sekarang hanya butuh tempat untuk bersandar.
"Ini sangat menggelikan." pekik mereka menertawakan Sandra yang masih menunggu jawaban Daniel yang membaca surat itu dengan baik.
"Daniel! kau ini benar-benar luar biasa, tak hanya memanfaatkannya kau juga mengambil keuntungan dari wanita lugu ini." Anju berbicara disela kekehannya.
"A..aku hamil! ini anakmu!" sambung Sandra menebalkan wajahnya. Daniel mencengkram kertas itu dan memeggang lengan Sandra kuat.
"Aku tak merasa menghamilimu!"
"K..kau .."
Sandra tak mampu berkata-kata. Tatapan Daniel yang terlihat marah seakan tak mengakuinya sama sekali.
"Kau bicara apa? jelas jika malam itu hanya kau yang ada di sampingku!!" bantah Sandra dengan tangis tak terbendung.
"Itu bukan anakku!"
Plakk...
Anju dan Karina terkejut saat tamparan tangan lentik Sandra yang panas menghantam pipi mulus Daniel yang langsung tertoleh ke samping.
Nafas Sandra naik turun dengan perasaan yang hancur tak bersisa sama sekali.
"Kau bajingan!! ini... ini anakmu, ini hasil yang telah kau pinta dariku!!" maki Sandra memekik kuat membuat kepalan tangan Daniel semakin mengerat.
"I..ini anakmu. hiks!"
"Wanita sialan!"
Daniel mencengkram kedua pipi tirus Sandra dengan tangannya. Air mata Sandra yang terus mengalir membasahi jemari Daniel hanya seperti siraman es tak berguna.
"K..Kau .."
"Kau yang begitu Na'if menyerahkan diri-mu padaku. jadi, jangan memintaku melakukan hal yang tak berguna seperti itu." desis Daniel langsung mendorong Sandra hingga tersungkur ke lantai dingin ini.
"Daniel. sayang! jangan terlalu kasar pada wanita hamil." Karina mengejek menggandengan lengan jaket Daniel.
"Iya, kau tak kasihan pada-nya. hm?"
Daniel hanya memandang jengah Sandra yang diam melihat itu dari mata berkaca-kaca. Rasanya ini seperti mimpi yang datang menjelajahi angannya.
"Mulai sekarang. jangan temui aku lagi, urus dirimu sendiri!" tekan Daniel melangkah pergi melewati Sandra yang masih terduduk kaku di sana.
Anju dan Karina menyeringai mendekati Sandra dengan tanpa rasa kasihan atau belas kasih sama sekali.
"Sandra! kau ini begitu menyedihkan, walau cantik, tubuh-mu bagus tapi sangat disayangkan karna kau hanya wanita murahan sekarang." tutur Karina meledek membuat pandangan Sandra berubah kelam.
"Nikmati kesedihan-mu sekarang, semoga ada lelaki yang mau menerima wanita menyedihkan sepertimu." sambung Anju lalu meloloskan kekehan diantara keduanya.
"Ya sudah, kami ingin kau..."
Sandra segera menendang betis keduanya hingga bersuara keras memekik malam.
"Sandra!!!" keduanya memeggangi betis yang berdarah akibat hantaman dari Heels milik Sandra yang segera berdiri dengan wajah sembab dipenuhi kekacauan.
"Apa yang kau lakukan-ha??" Karina terlihat tak bisa berdiri sempurna. Sandra menahan keduanya dengan pandangan tak bersahabat dan bahkan mereka mulai merasa takut.
"Kau ingin tahu. hm?"
Sandra melepas kedua Heelsnya membuat Anju dan Karina saling pandang dengan bulu kuduk merinding.
"K..kau..."
"Aku sangat ingin membunuhmu." desis Sandra langsung memukulkan Heels di kedua tanganya ke wajah Anju dan Karina yang ingin melawan tapi Sandra sudah begitu meledak-ledak.
"Mati kalian semua!!!! manusia bajingan!!!" maki Sandra terus memukul membabi-buta membuat Anju dan Karina menjerit berusaha mendorong Sandra yang benar-benar tak memperdulikan keadaanya.
"Sandra!!!"
"Bajingan!!!"
Sandra dengan kuat mendorong Karina ke arah Balkon hingga tubuh wanita itu tergelincir sampai jatuh ke bawah sana.
"K..karina!" lirih Anju bergetar takut melihat Karina terhantam ke bawah sana. tempat ini memang tak begitu tinggi tapi cukup untuk mematahkan tulang.
"S..San.."
Anju yang bersiaga merapat ke arah pagar balkon melihat wajah kacau Sandra yang tak lagi terurus. Riasannya luntur karna air mata dan usapan tangannya belum lagi dengan pandangan putus asa itu.
"Kau harus menyusul teman-mu juga. bukan?"
"S..Sandra! aku...aku tak tahu apapun, aku hanya.."
"Kau juga sama seperti mereka!!!" bentak Sandra langsung menarik rambut Anju dan menghantamkan kepala wanita itu ke pagar Balkon membuat Dimas yang baru datang langsung syok.
"Nona Sandra!!"
Dimas dengan segera menarik lengan Sandra menjauh dari Anju yang telah pingsan di tempatnya. kening wanita itu berdarah akibat benturan yang Sandra lakukan belum lagi riuh dibawah melihat Karina yang jatuh.
"Lepas!!!" Sandra menyentak tangannya dari Dimas yang benar-benar termenung melihat keadaan di tempat ini.
"N..Nona!" lirih Dimas saat mendengar isakan dari bibir Sandra yang tak mampu lagi melihat semua ini. Dunianya hancur bahkan dalam semalam semuanya berbalik menjatuhkannya.
"A..aku harus apa?"
Gumam Sandra bersandar ke dinding di belakangnya.Kedua kakinya kebas dengan tubuh lemah yang tak sanggup berhadapan dengan siapapun.
"S..semuanya sudah selesai. hiks! h..hancur."
"Nona! anda pulanglah, saya akan mengurus ini semua." Dimas memberi pengertian. Ia hanya tahu penyebab sakit hati Sandra hanya hubungan terlarang dari kedua sahabat senangnya.
"P..pulang. k..kemana?" Sandra putus asa. Keluarganya sudah renggang karna sifat buruknya selama ini dan ditambah lagi ia kembali membawa bencana yang merusak kehormatan dan martabat Ayahnya, ia sangat menjijikan.
"N..Nona.."
"K..kemana? hiks. m..mereka tak akan menerimaku." lirih Sandra luruh ke lantai sana mencengkram kepalanya yang mau pecah ditekan semua ini.
"A..aku...aku tak berani, aku...aku tak.."
"Nona!" Dimas terkejut saat Sandra kehilangan kesadarannya sampai pingsan ditempatnya. Dimas seketika cemas karna ini sangat rumit.
"Bagaimana ini? Nona Sandra pingsan dan di luar sana tengah ribut dengan masalah Karina." resah Dimas tapi tak tahu banyak selain menelfon ke rumah Sandra untuk menangani Nona ke 3 Keluarga Hatomo itu.
Vote and Like Sayang..
Sebuah bangunan megah dengan desain klasik itu tampak berdiri kokoh di tanah luas dipenuhi kebun-kebun terurus dan tanaman hijau yang menenangkan. Bangunan khas yang anggun dengan penjagaan ketat disetiap penjuru rumah besar yang indah.
Namun. sekarang tak dikira bagaimana keadaan didalam sana. mewah memang begitu mewah tapi suasana berubah saat sosok yang semalam dibawa dalam keadaan tak sadarkan diri terlihat sudah mulai mengambil nyawanya.
"Ehmm.."
Ringisan kecil itu muncul disela bibir pucatnya. Rambut hitam bergelombang itu terlihat berantakan menutupi setengah wajah cantiknya.
"Nona!"
Seorang wanita paruh baya mendekat. Sepertinya itu ketua pelayan disini.
"B..Bik!"
"Iya. Nona!"
Wanita itu memberikan segelas air putih ke tangan Sandra yang masih menormalkan kesadarannya. Ia bersandar ke kepala ranjang seraya menegguk tandas air di gelas itu.
"Bik! dimana Papa dan Mama-ku?" tanya Sandra pada Bibik Iyem yang terdiam sejenak. raut cemasnya nampak jelas membuat Sandra ikut terpaku.
"A..apa mereka.."
"Non! sebaiknya Nona pergi dari Kediaman ini!"
Sandra terperanjat mendengar ucapan Bibik Iyem. Wanita keturunan jawa ini benar-benar membingungkan.
"Bik! kau.."
"Semalam Nona di bawa oleh teman anda kesini, Tuan dan Nyonya besar sangat khawatir dan memanggil Dokter. tapi..."
Sandra mencengkram pinggiran selimutnya. Tiba-tiba kedua kakinya dingin kembali ketakutan.
"A..apa..apa Papa-ku.."
"Kau sudah bangun?!"
Sandra terperanjat. Mata hitam legam indah itu melihat kearah pintu kamar dimana seorang pria paruh baya dengan wajah kelamnya sudah berdiri disana.
"P..pa.."
"Tuan!"
Bibik Iyem menunduk berdiri disamping ranjang dengan wajah ikut tegang. Sandra menautkan kedua tangannya pertanda gugup dengan terus menunduk.
"Sepertinya kau sudah membaik."
"P..Pa.." lirih Sandra terus menundukkan pandangannya. Tuan Hatomo tahu apa yang terjadi dan ia terasa kebas mengingat putrinya yang telah ia ajari martabat ini melakukan kesalahan besar.
"Kau tahu salah. mu?!"suaranya sangat tenang tapi menyimpan sebuah kemarahan.
"A..aku..."
"Siapa ayahnya?" tanya Tuan Hatomo masih berdiri ditempat yang sama. Pandangan mata pria itu terkesan sangat tegas dan tajam tapi tak membentak sama sekali.
"A..aku..."
"Kau tak mau bicara?!"
"P..pa..."
Sandra langsung menangis kembali menumpahkan rasa sakitnya. Bibik Iyem menatapnya sendu tapi Tuan Hatomo hanya diam.
"Air mata-mu hanyalah sebuah penyesalan sesaat!"
"P..paa... m..maaf, Maafkan aku. aku...aku begitu bodoh tak menghiraukan ucapan-mu." pinta Sandra dengan suara bergetarnya.
"Aku sudah menjalankan kewajiban sebagai Ayahmu! kau yang selalu membantah aturanku tak seperti saudara-saudara-mu."
"P..Paa hiks."
"Hubungan kita masih berjalan. tapi, kau tak ada hak untuk hadir di Keluarga ini lagi."
Duarrr...
Sandra langsung tercekat nafasnya sendiri. Matanya yang sembab semakin dialiri cairan bening itu bahkan, semuanya merembes tanpa arah.
"P..pa.."
"Kau yang memilih jalan seperti ini. dari pada menanggung malu lebih baik kau keluar dari nama Keluarga Hatomo!"
"Pa!!" sambar Sandra mengiba. Ia tak tahu harus apa sekarang dengan keadaan seperti ini.
"A..aku...aku minta maaf, aku.."
"Siapkan barang-barang-mu dan pergilah dari hadapanku." tekan Tuan Hatomo lalu ingin berbalik pergi tapi Sandra dengan cepat turun dari ranjangnya langsung memeggang lengan Tuan Hatomo.
"Paa.. aku..aku mohon, maafkan aku."
"Aku tak perduli!"
Tuan Hatomo menyentak tangannya membuat Sandra ingin jatuh tapi segera di papah Bibik Iyem yang memeggang kedua pundak bergetarnya.
"Paa!!! maaf, hiks. maafkan aku!!"
"Non!" gumam Bibik Iyem merasa kasihan. Selama ini ia akui Sandra adalah anak yang pembangkang tapi wanita ini hanya begitu lugu dengan keadaan yang menimpanya.
Sandra memandangi kepergian Tuan Hatomo di pelupuk netra berairnya. Ia tak tahu lagi harus bagaimana karna semuanya sudah terlalu menyudutkan posisinya.
"B..Bik, b..bagaimana kalau Papa tak bisa memaafkan-ku?! bagaimana jika dia.."
"Non!"
"Bik! aku...aku benci anak ini!!!" maki Sandra mencengkram perut datarnya. Bayangan kata-kata manis Daniel dulu membuatnya muak bahkan sungguh jijik.
"Dia..dia bilang dia mencintaiku! dia tak akan menghianatiku, tapi.. tapi apa yang sekarang dia lakukan? Bik!! dia menghancurkan hidupku!!!"
"Sandra!"
Suara tegas seseorang dari arah depan. Itu adalah Nyonya Tantri Ibu dari Sandra yang bersifat tegas sama seperti suaminya. Wanita dengan tampilan selalu casual itu terlihat muda walau umurnya berbanding tipis.
"M..mama!"
"Aku tak bisa sesantai. Papamu!" geram wanita paruh baya itu menatap kelam Sandra yang menunduk. Ibunya bahkan lebih mengerikan dari Ayahnya yang selalu bersikap tenang.
"M..ma.. aku.."
"Kenapa kau jadi wanita seperti ini. ha? kau tak malu pada saudara-saudaramu. Sandra!!!" bentaknya dengan luapan emosi yang nyata.
"M..Mama. hiks!"
"Aku memang ibumu, tapi kau bukannya tak kami peringatkan tapi kau yang selalu membangkang. ini yang kau mau?" Nyonya Tantri bergejolak membuat Sandra diam dengan sekugukan melandanya.
"Dia...dia yang membohongiku! dia yang membuat semua ini. aku tak mau anak ini!!! aku benci ini!!!" Bantah Sandra memukul perutnya membuat Nyonya Tantri segera mendekat menarik lengan Sandra.
"Cukup!"
"Aku membencinya!!!" teriak Sandra meluapkan semua emosi didalam dirinya. Dengan benih menjijikan ini ia tak akan bisa lagi bergerak bebas dan melakukan apapun. Semua orang akan mengucilkannya.
"Ini anakmu. kau harus menerimanya. Sandra!" tekan Nyonya Tantri sudah muak dengan sikap keras kepala putri bungsunya ini.
"T..tapi aku..aku malu. Ma, hiks! aku tak menginginkannya." isak Sandra meminta agar menariknya keluar dari masalah besar ini.
"Apa yang kau katakan. ha? kalau kau malu. kenapa kau melakukannya?"
Sandra terdiam dengan jawaban tercekat di kerongkongannya. Ia yang bodoh dan sangat na'if sampai terbuai oleh bujuk rayu pria sialan itu.
"Ini sudah terlambat. Sandra!"
"A..aku akan mengugurkannya."
"Kauu..."
Nyonya Tantri melayangkan tamparannya ke wajah sembab Sandra yang lagi-lagi merasa di tikam. Amarah Ibunya benar-benar meluap sampai mengangkat tangan ke arahnya.
"Jaga bicaramu!!"
"Ma!! kau bisa menbunuhku, tapi aku tetap tak ingin melahirkan bayi ini!!!" bantah Sandra dengan mata berkaca-kaca dan sangat keras kepala.
"Kau ingin mengugurkannya?"
"I..iya." lirih Sandra bergetar membuat Nyonya Sandra menarik nafas dalam. Suaminya sudah membungkam orang-orang yang tahu soal berita ini tapi mereka adalah Keluarga besar bermartabat. Banyak unsur politik yang akan membuat rusuh nanti.
"Kau tahu sendiri jika Papa-mu bukanlah orang sembarangan. Ia termasuk anggota penting di Kemiliteran Negara ini. karna keadaan yang kau buat maka Keluarga kita akan terancam."
"A..aku ..aku akan berusaha menyembunyikannya. Ma! aku..aku tak akan berbuat ulah lagi." sambar Sandra penuh harap. Ia sudah jijik dengan dirinya sendiri dan ia tak bisa menanggung dosa ini terlalu lama lagi.
Alis tajam Nyonya Tantri terkesan datar. Wanita paruh baya berwajah keras dan anggun itu langsung berubah semakin tegas berdiri menatap angkuh putrinya.
"Papamu menyerahkan keputusan padaku."
"M..ma..."
"Kali ini kesalahan-mu tak bisa ku pertimbangkan lagi."
"M..Maa.. aku mohon."
"Mulai detik ini. jangan pernah menginjakan kaki ke Kediaman Keluarga Hatomo lagi. dan kau di asingkan ke Peggunungan Kulfun di pesisir pulai tergelap."
"Maaa!!!" jerit Sandra terkejut tapi Nyonya Tantri hanya diam melangkah pergi.
Peggunungan Kulfun adalah peggunungan tua dengan sumber daya modern jauh dari area sekarang. Apalagi itu tempat perasingan yang sangat menyedihkan.
"Maaaa!!! jangan lakukan itu!!!"
"Non! anda tenanglah " Bibik Iyem memeggangi bahu Sandra yang masih meneriaki Nyonya Tantri dengan batin menolak. Tak bisa ia bayangkan hidup disana sendirian.
.....
Vote and Like Sayang..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!