NovelToon NovelToon

Viendra Dan Viona

eps 1

”Bagaimana bisa aku lari ke desa seperti ini? Semua gara-gara pria brengsek itu! Kalau saja dia tidak melamar ku, aku tidak akan kabur dari rumah, dan tinggal sementara di desa kecil seperti ini,” keluh Viona, wajahnya cemberut.

”Sabar! Kamu gak boleh mengeluh begitu. Kan, kamu sendiri yang ingin kabur dari rumah mu dan mengikuti aku ke sini?” sahut Andra. Ia mencoba mengingatkan Viona kembali atas pilihannya tersebut.

”Iya, sih! Tapi...aku tidak menyangka kalau desa mu ternyata masih desa terpencil seperti ini...”

”Udah...mau ikut ke kebun gak?” tawar Andra, mengalihkan pembicaraan.

”Gak...aku di rumah saja, temani ibumu.” tolak Viona.

”Ok, kalau begitu aku ke kebun dulu. Kamu jangan banyak bikin ulah selama aku tidak ada di rumah. Ok?”

”Ok! Tapi... kalau orang nyebelin itu datang lagi...masa aku tidak bisa beri dia pelajaran!” ucap Viona, terdengar ketus.

Andra terdiam. Ia jadi teringat, sudah beberapa kali Dion datang ke rumahnya untuk mengganggu Viona. Ia cemburu, ia pun tersulut emosi.

”Kalau dia mah...hajar aja...enak saja mau gangguin wanita ku,” sahutnya, tak kalah ketus dari Viona.

”Apa? Wanita ku?” Viona mengulang ucapan Andra dengan sedikit terkejut.

”Iya, wanita ku. Eh...” Andra tersadar, ia keceplosan meluapkan cemburunya.

Viona tersenyum menggoda, ”Kamu menyukai ku?” tanyanya pada Andra.

”Tidak, tidak! Kamu jangan salah artikan ucapan ku. Maksud ku itu__” Ia menghentikan ucapannya. Wajahnya bersemu merah, tubuhnya bergetar, saat Viona begitu dekat di depannya. Desah nafas Viona terasa di wajahnya. ”Vi__Vi__Viona.” Ia tergagap menyebut nama Viona.

Viona semakin mendekatkan wajahnya ke Andra. Andra semakin gugup. Sedangkan Viona, ia tersenyum di dalam hati. Ia selalu senang menggoda temannya itu.

”Andra, Nak! Kamu di mana?” suara Sumi, ibu Andra. Suara langkah kakinya terdengar hampir masuk ke dapur.

Refleks Viona menjauhkan tubuhnya dari Andra, ia duduk di kursi. Andra pun menghela nafas lega. Wajahnya masih tersipu malu.

”I__iya, Bu! An__Andra ada di dapur, Bu.” jawab Andra, dengan gugup. Dia pun memperbaiki duduknya.

Si ibu masuk di dalam dapur. Ia tersenyum melihat Andra dan Viona, ”Kamu gak ke kebun, Nak?” tanyanya pada Andra.

”Ini...sudah mau berangkat kok, Bu.” jawab Andra. Ia melirik Viona. Gadis itu sedang menertawai dirinya. Ia menatap kesal pada Viona. Seakan mengatakan, ”Tunggu saja...aku akan membalas mu...” pada Viona.

Viona memutar kedua bola matanya. Seakan mengatakan, ”Aku tunggu...aku tidak takut...” pada Andra.

”Bu, Vi, aku pergi dulu.” Ia menyalami tangan ibunya.

”Iya, hati-hati, Nak!” sahut si ibu.

Andra beranjak berdiri berjalan ke depan. Viona berdiri, mengejar Andra. Ia berhasil menangkap tangan Andra yang membuka pintu.

”Kenapa?” tanya Andra, tanpa menoleh kebelakang.

”Hati-hati di jalan, sayang...” bisik Viona ke telinga Andra.

Telinga Andra memerah. Wajah Andra kembali bersemu merah. Tubuhnya gemetar. Viona dapat merasakan itu.

”Ka__kamu...Aku pergi...” Andra segera keluar dan menutup pintu rumah dengan cepat. Ia menghela nafas bersandar di pintu yang sudah tertutup.

Dasar Viona... benak Andra.

*

*

Perkenalan tokoh.

Emeria Viona Rora, adalah anak kedua dari pasangan Maria dan Kevin. Ayahnya merupakan seorang CEO di perusahaan Mitra grub.

Kakaknya seorang pria yang bernama Lirjan putra. Ia membantu ayahnya di perusahaan sebagai manager di perusahaan Mitra grub.

Viona kabur dari rumah karena ia tidak terima dengan keputusan ayahnya yang tiba-tiba, yaitu menerima lamaran dari seorang pria yang selalu membuatnya kesal, Andriansyah, yang sering di sapa nya dengan nama Rian.

Di saat ia kabur, ia bertemu dengan seorang pria asing yang lagi menunggu bus di halte. Awal bertemu, pria itu begitu cuek dengannya.

Akhirnya ia tahu jika pria itu tidak suka berdekatan dengan wanita. Ia pun berusaha mendekati pria itu.

Andra Irwayasa adalah anak satu-satunya dari pasangan Sumi dan Irwan. Ayahnya, Irwan telah meninggal dunia. Sementara ibunya, Sumi tinggal berpisah dengannya.

Andra mencari penghidupan di kota. Ia pun bekerja di perusahaan Mitra grub sebagai seorang office boy.

Ia bekerja di perusahaan itu hampir dua tahun. Namun, ia meminta cuti selama tiga bulan untuk menemui ibunya di desa. Sekaligus merawat ibunya itu.

Andra berkomunikasi dengan ibunya melalui handphone. Yah, setelah Andra bekerja di Mitra grub, gaji awalnya ia membelikan hape untuk sang ibu.

Di saat ia menunggu bus datang, ia di ganggu oleh seorang wanita yang mengesalkan. Ia pun menuruti keinginan orang itu untuk mengikutinya pergi ke desa selama tiga bulan.

*

*

*

Di kota, kediaman Kevin.

”Apa? Kalian belum bisa menemukan keberadaan Viona? Apa saja yang sudah kalian lakukan? Hah?!” Kevin memarahi semua anak buahnya, yang ia tugaskan untuk mencari Viona di seluruh kota. Tapi, pencarian itu sia-sia.

”Maaf, Tuan!”

”Maaf! Maaf! Aku tidak mau tahu, kalian harus mencari anakku Viona sampai ketemu! Jangan berani pulang tanpa membawa Viona. Mengerti?!”

”Mengerti, Tuan!”

”Hum.” Kevin mengangkat tangannya, mengayunkannya, menyuruh mereka untuk pergi. Para anak buahnya pun pergi dari sana.

”Ini semua salah Papa. Coba kalau Papa tidak memaksa Vivi untuk menerima lamaran Rian, Vivi pasti masih berada di rumah sekarang.” ucap Maria, wajahnya terlihat sedih.

Kevin memejamkan mata sambil memijat pangkal hidungnya. Ia menghela nafas.

Ia melihat Maria, istrinya. ”Mama, jangan menyalahi Papa atas semuanya dong! Kan, Mama juga setuju jika Rian bersama Vivi,” ucapnya, membela diri. Suaranya terdengar pelan dan lembut.

”Iya, Mama memang setuju! Tapi bukan memaksa Vivi untuk harus terima dia, Pa. Sudah dua Minggu Vivi pergi dari rumah ini tanpa membawa sepersen uang di tangannya. Mana khawatir, Pa.” mata Maria berkaca-kaca. Dia sangat khawatir dengan keberadaan putrinya.

Kevin merangkul istrinya, ”Iya, Papa salah. Papa sudah menekan Vivi untuk menerima Rian. Papa juga khawatir sama anak kita, Ma. Mama tenang saja...kita pasti akan menemukan keberadaan Vivi. Papa juga yakin, dia pasti akan segera pulang. Mana betah dia tanpa uang di tangannya...” Ia mencoba menghibur hati istrinya.

”Iya, Pa. Kalau Vivi pulang nanti...Papa janji ya, jangan memaksa kehendak Vivi lagi. Biarkan Vivi tenang dulu, baru bujuk dia pelan-pelan....”

”Iya, Ma. Papa janji, Papa tidak akan memaksa Vivi.” ucap Kevin.

”Bener Papa janji?” Maria memastikan.

”Iya, Papa janji!” ucap Kevin dengan tegas.

*

*

Di perusahaan Mitra grub.

”Tuan muda, sampai sekarang kami belum bisa menemukan keberadaan nona muda.” lapor Arif.

Lirjan menghela nafas. ”Teruslah mencari! Tanyakan juga pada teman-temannya di kampus, barangkali mereka ada yang tahu keberadaan Vivi,” titahnya.

”Baik, Tuan muda.” jawab Arif. Dia melangkah keluar dari ruangan Lirjan setelah melihat tuannya mengayunkan tangan, menyuruhnya untuk keluar.

”Adikku sayang...Kamu kemana?” tanya Lirjan pada foto Viona yang ada di layar hapenya. ”Pulanglah sayang,” tatapannya sedih melihat foto Viona.

Tok tok tok! Suara ketukan pada pintu ruangan Lirjan.

”Masuk!” titah Lirjan.

Pintu terbuka. Lirjan menaruh hapenya di atas meja. Dia melihat wanita yang berjalan masuk ke arahnya.

”Pak, ini adalah berkas yang Bapak suruh saya mengerjakan ulang. Saya sudah selesai merevisi nya, silahkan Bapak lihat, jika masih ada yang kurang, saya akan ulang merevisinya lagi.” ucap Ita menjelaskan.

”Hum. Simpan saja di atas meja, saya akan periksa nanti. Saya akan memanggil mu jika ada perlu...”

”Baik, Pak.” Ita menaruh map tersebut di atas meja Lirjan. ”Saya keluar dulu,” pamitnya.

”Hum!”

Ita keluar dari ruangan Lirjan. Lirjan mulai melihat dan membaca berkas yang ada di atas mejanya, yang barusan di bawa oleh Ita.

eps 2

Di desa, di rumah Andra.

”Kamu kapan kembali ke kota, Nak? Apa orang tuamu tidak mencari mu?” tanya Sumi, ibu Andra pada Viona.

”Nanti Bu, sama-sama dengan Andra pergi ke kota. Orang tuaku tidak akan khawatir dan mencari ku. Kan, aku sudah izin pada mereka kalau aku akan berlibur di desanya teman ku.” jawab Viona, berbohong. Tangannya terus bekerja memotong sayur.

Biarkan saja mereka mencari ku dan khawatir padaku. Siapa suruh menjodohkan aku dengan orang yang tidak aku sukai. *Papa dan kakak pasti sedang sibuk mengutus anak buahnya untuk mencari ku.

Mama juga pasti akan khawatir. Aku kaburnya tidak membawa baju ataupun uang di tangan ku. Bersyukur, bertemu dengan Andra, pria yang baik hati, yang bersedia membantu ku kabur dan membiayai ku, selama di desa*. benak Viona.

”Oh, begitu... sudah berapa lama kamu berteman dengan anakku?”

Viona terdiam. Belum lama sih, baru dua mingguan, benaknya.

”Sudah hampir tiga bulan, Bu,” jawabnya berbohong.

Ibu Sumi tersenyum. ”Kamu tahu Nak, ini pertama kalinya anakku membawa seorang perempuan di rumah. Mana cantik, rajin, baik lagi,” ungkapnya sembari memuji Viona.

Viona tersenyum. ”Ibu terlalu memuji ku,” sahutnya.

Ibu tidak tahu, kan? Demi mengikuti Andra ke sini, aku harus merubah sikap. Aku di rumah tidak pernah kerja seperti ini. Tapi...demi kabur jauh-jauh dari kota. Aku menuruti perkataan pria yang baru ku temui itu. benak Viona.

”Kamu benar cantik, Nak. Oh ya Nak, semenjak kamu tinggal di sini, barulah kamu yang terlalu dekat dengan Andra. Dan baru di kamu, Andra berani memegang tangan mu.” ungkap Sumi lagi.

Viona terkejut. Hah! Aku...aku perempuan yang pertama kali di pegang tangannya oleh Andra? Apakah dia benar-benar se-polos itu? Pantas saja dia gemetar saat aku mendekatinya dan menggodanya. benak Viona.

Dia mengingat kembali saat bertemu dengan Andra di halte bus. Andra memang menjaga diri dari wanita. Biar ada wanita yang memperkenalkan diri padanya, ia memang mengenalkan diri tetapi, sedikitpun tidak bersentuhan fisik dengan lawan bicaranya.

Bahkan saat naik bus, Andra membiarkan para wanita naik duluan, baru dia naik ke dalam bus. Viona berkenalan dengan Andra saat itu terbilang cukup sulit. Bahkan sampai sekarang kalau Viona dekat-dekat dengan Andra, Andra akan gugup dan gemetar.

”Memangnya...selama ini Andra tidak punya teman perempuan atau pacar, gitu?” tanya Viona penasaran.

”Ada, pernah satu orang. Tapi...Andra tetap menjaga jarak dengan wanita itu. Andra juga tidak pernah membawanya ke rumah. Mereka hanya bertemu di sekolah dan di berbagai kegiatan desa saja. Saat orang tua perempuan tahu Andra dekat dengan putrinya, mereka datang ke rumah mencari Andra. Orang tua perempuan itu menyuruh Andra menjauhi putrinya.” wajah ibu Sumi berubah sedih menceritakan masa lalu Andra pada Viona

Viona menyadari itu.

”Siapa yang suka melihat anak perempuannya berteman dengan anakku, Andra yang mempunyai serba kekurangan ini? Andra pun menjauhi wanita itu. Setelah Andra lulus SMA, ia pergi ke kota mencari pekerjaan,” lanjutnya bercerita.

Viona terdiam. Tangannya masih lanjut memotong sayur membantu ibu Sumi.

Andra dan ibunya memang bukan orang yang terpandang. Sumber kehidupannya dari hasil kebun yang luasnya cuma lima kali enam meter, sebelum Andra mencari kerja ke kota.

Setelah Andra mendapatkan pekerjaan di kota dengan penghasilan gajinya yang lumayan besar, dua juta lima ratus perbulan, Andra memberikan satu juta lima ratus untuk ibunya di desa. Sementara untuk Andra sendiri, ia mengambil satu juta. Sudah ada lebihnya untuk kehidupan mereka.

Andra maupun ibunya sama-sama mensyukuri kehidupan mereka yang seperti ini. Mereka tidak akan sakit hati maupun kecewa dengan penilaian orang-orang kepada kehidupan mereka. Mereka orang yang padai bersyukur dan sabar.

Rumah mereka terbilang yang paling sederhana di banding rumah-rumah yang lainnya, di desa ini.

Luas dapur hanya berukuran dua kali tiga meter. Luas kamar juga sama, dua kali tiga meter. Dalam rumah itu terdapat dua buah kamar, satu untuk ibu Sumi dan satunya lagi untuk Andra. Selama Viona tinggal di rumah mereka, dia tidur bersama ibu Sumi.

Viona tersenyum, namun bukan benar-benar tersenyum. Ada rasa iba, kagum yang di rasakan saat ini atas kehidupan Andra dengan ibunya.

Tok tok tok! ”Viona....Vi....” terdengar suara ketukan dan sapaan dari depan pintu rumah.

Viona dan ibu Sumi saling pandang.

Viona menghela nafas. ”Pasti dia lagi,” gumamnya, wajahnya cemberut dan kesal.

”Biasa kalau ada gadis cantik di desa akan selalu di ganggu oleh anak-anak muda, di desa ini,” jelasnya. Bibirnya mengukirkan senyuman melihat wajah Viona yang kesal.

”Aku tidak begitu cantik, Bu. Apa bapaknya tidak melarang dia untuk tidak mengganggu orang, Bu?” Viona penasaran.

Ibu Sumi menggeleng. ”Tidak, sebenarnya bukan hanya anaknya kepala desa saja yang mengganggu wanita-wanita cantik di desa ini. Tetapi, semua anak muda di desa ini boleh kok menganggu juga. Mereka bersaing secara sehat untuk mendapatkan perhatian dari wanita tersebut. Itu sudah menjadi tradisi di desa ini. Asal, mereka tidak berlebihan mengganggu si wanita,” ungkapnya.

Kening Viona mengerut, ”Tapi...selama beberapa Minggu Viona tinggal di sini, hanya dia saja yang datang mengganggu ku. Sedangkan anak muda lainnya, tidak ada yang berani datang mengganggu Viona.”

”Itu... itu karena yang datang mengganggu mu adalah anak kepala desa. Kalau anak kepala desa yang datang pertama mengganggu, anak muda yang lainnya tidak akan berani datang untuk mengganggu si wanita tersebut. Di larang langsung dari kepala desa.” ungkap ibu Sumi.

”Lah, kenapa begitu, Bu?” Viona penasaran.

Tok tok tok! ”Viona...abang mu datang nih...” terdengar lagi suara ketukan dan sapaan dari depan pintu.

Viona terlihat malas, matanya terputar ke atas, rasanya dia ingin membuka pintu saja dan memukul pria itu sampai mati.

Ibu Sumi kembali tersenyum. ”Lebih baik kamu segera buka pintu rumah lalu temui dia. Ibu tidak mau pintu rumah Ibu rusak karena ketukannya,” ucapnya.

”Ibu saja deh yang bukain pintunya. Bilang saja padanya kalau Viona lagi pergi ke kebun bersama Andra.”

”Eh__”

”Please! Ibu pergilah, Viona akan bersembunyi di balik dinding itu.” pangkas Viona. Dia berdiri, bersembunyi di dinding dapur.

Ibu Sumi mengalah. Dia beranjak dari dapur melangkah ke depan.

Tok tok tok! ”Viona...”

”Iya, sebentar...” sahut ibu dari dalam rumah. Ibu membuka pintu, ”Eh, Dion? Ada apa?” tanyanya.

Dion tersenyum, ”Ibu, aku kesini mencari Viona...” matanya melihat di dalam rumah mencari sosok Viona.

”Oh, Viona? Viona nya lagi pergi ke kebun bersama Andra.” ucap ibu Sumi.

”Ibu bohong, ya?” tebak Dion. Ibu Sumi terkejut.

Dion menunjuk sendal Viona, ”Itu...ada sendalnya Viona. Viona di dalam kan, Bu?”

Ibu Sumi menghela nafas. Aku kira dia sudah melihat Viona yang bersembunyi. Ternyata hanya melihat sendal Viona, benaknya.

”Viona lagi ke kebun bersama Andra, Nak Dion. Dia pergi menggunakan sepatunya Andra,” ucapnya kemudian.

”Beneran ke kebun Bu?” wajah Dion terlihat sedih. Ibu Sumi merasa bersalah.

”Iya.”

”Ya udah deh kalau begitu, Dion balik dulu. Kalau Viona pulang, sampaikan salam Dion padanya ya, Bu.”

”Iya.”

”Dion permisi, Assalamu 'alaikum!” pamit Dion.

”Wa 'alaikum salam!” sahut ibu Sumi.

Dion pergi dari rumah Andra dengan wajah sedih. Ibu Sumi menutup pintu sambil menghela nafas dan geleng kepala. ”Kasihan juga sama dia,” gumamnya.

Ibu Sumi kembali ke dapur. Dia melihat Viona sudah duduk kembali di kursinya.

Ibu Sumi menarik kursi dan duduk. Dia menghela nafas. ”Kamu ini...nyuruh Ibu untuk berbohong. Ibu terpaksa membohonginya demi kamu,” ngomelnya, wajahnya cemberut.

Viona tersenyum lebar, memamerkan gigi putihnya yang rapi. ”Terima kasih, Ibu. Viona malas bertemu dengannya.”

”Kan tinggal kamu usir dia saja seperti sebelumnya.”

”Lalu, membuat orang tuanya datang ke rumah dan menghakimi Ibu dan Andra lagi seperti sebelumnya, Begitu?”

Ibu Sumi terdiam melihat Viona.

”Viona ingin menghajar pria itu biar dia kapok datang ke sini. Tapi...Vivi sudah janji pada Andra untuk tidak membuat onar.” jelas Viona.

Viona begitu penurut dengan Andra. Bolehkah aku berharap, Viona adalah kekasih Andra, calon menantu ku. benak ibu Sumi.

”Kamu sudah beberapa Minggu tinggal di sini. Tapi Ibu belum tahu tentang keluargamu dan kehidupan mu. Ibu ingin mendengar cerita tentang mu, boleh?” tanya ibu Sumi.

Viona terdiam melihat ibu Sumi. Apa yang harus dia ceritakan? Menceritakan kekayaan dirinya? Menceritakan dirinya yang selalu merawat diri, berbelanja, bersolek setiap hari dan kumpul-kumpul dengan teman di kafe, di club, selama dia tinggal di kota?

”Viona punya seorang kakak laki-laki namanya Lirjan. Ayah ku, seorang pekerja keras sama seperti kakak ku, pekerja keras juga. Mereka berdua bekerja di satu perusahaan. Ibu ku, seorang ibu rumah tangga yang baik. Aku, seorang mahasiswi semester akhir. Tinggal beberapa bulan lagi untuk kuliah dan akan lulus.” Viona bercerita seadanya.

”Sepertinya kalian adalah keluarga yang harmonis.” tebak ibu Sumi.

”Hum, ya... bisa di bilang begitu, Bu. Kami hidup dengan sangat harmonis...”

Keluarga Viona memang di bilang harmonis. Tetapi, yang tidak bisa di terima oleh Viona adalah perjodohan.

Tok tok tok! ”Assalamu 'alaikum!” terdengar suara ketukan pintu dari luar.

Viona tersenyum gembira mendengar suara si pengetuk pintu. Dia bergegas berdiri, berlari membukakan pintu rumah.

Viona tersenyum melihat Andari. ”Andra, akhirnya kamu pulang,” ucapnya senang. Dia menarik tangan Andra membawanya masuk ke dalam rumah.

Kening Andra mengerut dan wajahnya bingung akan kelakuan Viona. Ia mengikuti begitu saja tarikan tangan dan langkah kaki Viona, tanpa mengeluh. Ibu Sumi tersenyum melihat interaksi kedua remaja tersebut.

Viona menarik kursi dan mendudukkan Andra di kursi. Ia sendiri kembali duduk di kursinya.

”Ada apa? Tumben?” tanya Andra penasaran. Dia melihat Viona dengan serius.

”Gak ada apa-apa, emang gak boleh?” suara Viona terdengar ketus, wajahnya juga cemberut.

”Loh, aku kan cuma bertanya, salah?”

”Sudah...sudah... ini sudah hampir masuk malam. Andra, kamu mandi sana! Viona, bantu Ibu masak.” titah ibu Sumi. Dia sengaja memisahkan dua remaja itu. Jika tidak, perang mulut di antara keduanya akan terus berlangsung.

”Iya, Bu.” jawab Andra dan Viona.

Andra berdiri dan melangkah pergi ke kamarnya. Viona membantu ibu Sumi memasak di dapur.

eps 3

Malam hari di rumah Andra.

Ibu Sumi mengerut melihat pintu kamar Andra. Andra sudah lama berada di kamarnya dari sebelum masuk Maghrib sampai sekarang adzan Maghrib sudah selesai berkumandang, Andra belum juga keluar.

”... Andra...sudah selesai mandi dan berganti belum, Nak?” teriak ibu Sumi dari arah dapur.

”Iya, Bu. Sudah selesai kok.” jawab Andra. Pintu kamar Andra terbuka, ia pergi ke dapur. Dia melirik Viona yang menunduk. Dia menarik kursi dan duduk di samping kursi ibunya.

”Kamu...tumben berganti pakaian saja lama. Coba lihat Viona, duluan kamu yang mandi dan berganti, loh! Tapi...kok malah Viona yang siap duluan?”

”Ya ya maaf, Andra sudah selesai berganti kok, Bu. Andra baru saja selesai mengerjakan shalat Maghrib sekaligus melipat pakaian makanya agak lama.” jawab Andra.

Padahal, ia berdiri dalam waktu lama di depan cermin untuk mengganti pakaian yang di kenakan nya. Ia ingin Viona terpukau dengan penampilannya saat ini.

”Vi, ambilkan piring itu dong.” titah Andra, menunjuk piring di samping piring makan Viona.

”Yang ini?” Viona sengaja menunjuk piring makanannya sendiri yang sudah terisi nasi serta lauk pauk.

”Kalau kamu mau berikan makanan mu untukku, aku juga tidak akan menolak.” ucap Andra tersenyum menggoda Viona. ”Tapi...itu piring makanan mu, ambilkan aku piring yang di samping mu itu, ”ucapnya lagi.

Viona mengambilkan piring untuk Andra dengan wajah kesal.

Tok tok tok! ”Assalamu 'alaikum!” terdengar ketukan di luar pintu.

Ibu Sumi, Andra, dan Viona terdiam, mereka saling pandang mendengar suara orang yang sedang datang bertamu.

”Kenapa dia datang lagi untuk bertamu?” gumam Ibu Sumi. Dia berdiri sambil melihat Andra dan Viona. ”Ibu pergi lihat di depan dulu, mau lihat tamu yang datang,” ucapnya.

”Iya, Bu.” jawab Andra dan Viona.

Ibu Sumi pergi ke depan.

Andra melihat Viona dengan pandangan tidak suka.

”Kenapa melihat ku begitu?” tanya Viona dengan ketus.

”Itu pasti orang yang ngefans sama kamu. Saat aku ke kebun dia datang, kan? Sekarang dia datang lagi, menyebalkan!” ketus Andra, wajahnya terlihat kesal dan cemberut juga cemburu.

”Kenapa kalau dia yang datang? Cemburu?”

Andra terdiam. Iya, aku cemburu. Kenapa? Tidak boleh? benaknya.

”Kenapa diam?” tanya Viona lagi. Viona menyendok makanan di piring Andra bersama lauknya, lalu, menaruhnya di hadapan Andra.

Wajah Andra masih terlihat cemberut dan tidak senang.

”Andra, Viona, Dion datang mencari kalian berdua.” suara ibu Sumi terdengar dari pintu dapur.

Andra dan Viona melihat Ibu Sumi yang melangkah maju ke meja makan, di belakangnya ada Dion yang mengikuti.

”Kenapa Ibu membawa dia masuk ke dalam?” gumam mereka berdua dengan pelan. Sesaat, mereka berdua saling pandang. Wajah Andra selalu menampilkan rasa cemburu.

Ngapain sih mengejar-ngejar Viona terus. Bukan kah Viona sudah menolaknya, sering malah! Gak malu apa dia. benak Andra.

Kenapa dia lagi yang datang sih! Mana ibu nyuruh dia masuk lagi, bawa ke belakang lagi. Aduh... ibu... benak Viona. Wajahnya terlihat kesal.

”Ayo duduk, Nak Dion. Ikutlah makan bersama kami.” ucap ibu Sumi. Ibu Sumi sendiri telah duduk kembali di bangkunya.

Dion menarik kursi. ”Iya, Bu. Terima kasih,” sahutnya. Ia duduk di kursi samping kanan Viona. Dion tersenyum ramah melihat Andra dan Viona. ”Hai, Andra, Viona,” sapa nya.

Andra dan Viona tidak menyahuti dengan suara. Mereka berdua hanya memberikan senyum singkat untuk Dion, untuk menyahuti sapaannya.

”Dia datang untuk bertemu dengan mu, Viona, Andra. Kalian kenapa kayak canggung begitu.” ucap ibu Sumi. Ibu Sumi mengambil piring kosong dan memberikannya pada Dion. ”Nak Dion, jangan sungkan-sungkan! Ayo, ambil makanan mu... ini piring mu,” titahnya. Ibu Sumi sendiri telah mengambil makanannya.

Dion mengambil piringnya. ”Iya, Bu.” Ia mengambil makanan sedikit untuk menghargai ibu Sumi. Ia telah makan di rumahnya sebelum datang bertamu.

Mereka pun makan dalam diam.

*

*

*

Di kota, kediaman Kevin.

Maria benar-benar merindukan kehadiran Viona di rumahnya. Kemana perginya anak gadisnya itu? Dia sering bertanya-tanya dalam diamnya.

Wajahnya terlihat begitu sedih, matanya berkaca-kaca, memikirkan, apakah anaknya makan dengan baik? Tidur dengan baik atau tidak selama kepergiannya?

Maria mengaduk-aduk nasi yang ada di hadapannya, wajahnya begitu murung. Keningnya selalu berkerut. Kadang-kadang ia menghela nafas berat.

”Ma, kok tidak di makan nasinya malah di aduk-aduk saja.” tegur Kevin, suaranya lembut.

”Pa, Mama tidak berselera makan lagi. Sudah beberapa malam kita makan tanpa ada Vivi. Biasanya, meja makan ini selalu rame dengan ocehannya.” ucap Maria dengan sedih.

”Mama, makanlah saja... tidak usah membuat lakon drama di meja makan. Lirjan sudah pusing memikirkan kemana perginya adikku. Mama jangan menambah pikiran Lirjan, dengan kata-kata Mama yang membuat Lirjan kepikiran akan kesehatan Mama.” sahut Lirjan.

”Lirjan...jaga sikap mu! Dia Ibu mu, jangan berkata seperti itu pada Ibumu.” tegur Kevin.

”Iya, Pa.” sahut Lirjan. ”Lirjan minta maaf, Ma,” ucapnya menyesal.

Maria menghela nafas. Ucapan Lirjan benar adanya. Mereka sedang di hadapkan dengan makanan. Tidak seharusnya ia mengeluh ataupun murung di hadapan rezeki Allah.

”Kamu benar! Seharusnya, di saat makan Mama tidak boleh bersedih ataupun mengeluh di depan makanan. Mama yang salah, Mama minta maaf. Ayo, makanlah lagi.” ucap Maria. Ia pun memakan makanannya dengan enggan.

Kevin dan Lirjan lanjut memakan makanannya.

*

*

*

Di desa Andra.

Makan malam telah selesai. Andra, ibu Sumi dan Dion sedang berbincang di teras rumah.

Viona sedang mencuci piring kotor. Setelah selesai, ia pergi ke kamar untuk beristirahat.

”Ibu, kok Viona gak muncul ke sini ya, Bu. Padahal saya ingin bicara dengan dia.” ucap Dion, matanya melirik ke dalam rumah, dari pintu rumah yang terbuka.

”Mungkin masih mencuci piring, Nak.” sahut si ibu. ”Dra, coba lihat Viona sudah selesai belum mencuci piringnya. Kalau sudah suruh kemari,” titahnya pada Andra.

”Ya, Bu.” Andra berdiri. melangkah masuk ke dalam rumah dia terus berjalan sampai ke dapur. Dia tidak Viona di dapur.

”Apa Viona ada di dalam kamarnya,” gumamnya. Ia berbalik dari dapur. Pergi ke kamar mamanya.

Andra membuka pintu kamar dengan pelan. Ia melihat Viona sedang berbaring tengkurap sambil melihat layar hapenya.

Siapa yang dia lihat? Apakah foto pacarnya? benak Andra.

Dia melangkah masuk ke dalam. Pintu kamar kembali dia tutup dengan pelan. Dia mendekati Viona tanpa bersuara, bahkan suara langkah kaki tidak terdengar.

Andra melihat foto seorang wanita yang tidak terlalu muda juga tidak terlalu tua di layar hape Viona. Yang jelasnya wanita di foto itu nampak seperti ibu-ibu.

Apakah itu foto ibunya? Dia merindukan ibunya. benak Andra.

”Kamu merindukan ibu mu?” tanya Andra lembut. Ia duduk di sisi ranjang, di samping Viona yang berbaring.

Viona terkejut. Ia mematikan hapenya dan bergegas bangun. ”Andra, sejak kapan kamu masuk? Kok, aku gak dengar suara langkah kaki mu,” ucapnya, sedikit ketus.

”Baru saja masuk. Kamu terlalu fokus melihat layar hape sehingga gak dengar suara langkah kaki ku, bahkan suara pintu kamar yang terbuka... kamu gak dengar juga, kan?” tanya Andra lembut.

Viona mengangguk, membenarkan.

”Apa foto tadi...foto ibumu?” tanya Andra lagi.

”Iya, itu foto ibuku...”

”Masih terlihat agak mudah. Masih cantik!” puji Andra, ”Kamu merindukan ibumu. Kamu sudah ingin pergi ke kota?” tanyanya.

Viona tersenyum. ”Iya. Ibuku masih terlihat muda dan cantik. Aku merindukannya... tentu saja aku rindu. Tapi...aku masih kesal dengan papa ku. Aku akan ke kota, ketika kamu pergi ke kota,” jawabnya.

”Vi...”

”Hum...”

”Dion menunggumu di teras. Ada yang mau dia bicarakan dengan mu...”

”Kok, aku gak enak ya dengar bicara mu yang ini, meski suaramu pelan dan lembut.” sahut Viona, sedikit ketus.

”Pergilah! Tidak usah mengajak ku berdebat.” usir Andra.

”Hais...mau bicara apa dia sama aku.” gumam Viona. Ia beranjak dari kasur, melangkah pergi keluar dari kamar, meninggalkan Andra di kamar tersebut.

Andra melihat hape Viona. Ia mengambil dan menghidupkannya. Ia hanya melihat foto Viona sebagai wallpaper di layar tersebut. Namun, ia tidak dapat membuka ataupun menggeser layarnya. Viona menggunakan kata sandi pada hapenya.

Padahal, seandainya bisa di buka, dia ingin melihat chatting Viona. Apakah Viona sudah memiliki kekasih? Viona memang kabur dari rumah untuk menghindari perjodohan. Tapi, Viona tidak pernah menceritakan alasan ia menolak perjodohannya. Mungkinkah karena Viona sudah punya kekasih, makanya menolak perjodohannya itu?

Andra menghela nafas. Ia keluar dari kamar. Andra berdiri di jendela, ia melihat Dion, Viona dan ibunya yang berbicara di teras rumah.

”Kalau kamu ragu bicara karena ada Ibu di sini, Ibu akan masuk ke dalam. Supaya kamu leluasa berbicara dengan Viona.” ucap ibu Sumi. Ia berdiri.

”Iya, Bu.” sahut Dion.

Viona menahan tangan ibu Sumi yang hendak melangkah. ”Tidak boleh! Ibu di sini saja temani Viona,” cegahnya.

Ibu Sumi melihat Dion. Wajah pria itu tampak datar. Ibu Sumi tahu Dion ingin berbicara berdua dengan Viona.

Ibu Sumi melepas tangan Viona. Dia tersenyum. ”Vi, Ibu masuk ke dalam dulu. Ibu ingin pergi ke toilet,” ucapnya, berbohong.

Viona tahu jika ibu Sumi hanya beralasan ke toilet untuk meninggalkan dia dan Dion. Tetapi, ia juga tidak bisa menahan ibu Sumi lagi. Siapa tahu saja itu benar.

Viona mengangguk.

Ibu Sumi masuk ke dalam. Ia terkejut melihat Andra yang berdiri di jendela dan melihat keluar. Lebih tepatnya, mengintip juga mencuri dengar pembicaraan orang yang ada di luar sana.

”A__”

”Sstsstt! Jangan berisik, Bu!” bisik Andra pada telinga ibunya. Tangannya membekap mulut sang ibu. Sang ibu mengangguk. Andra melepas tangannya dari mulut ibunya.

Ibu Sumi mengerti mengapa anaknya mengintip di luar dari jendela. Ia pun membiarkan anaknya itu, ia pergi ke kamar.

”Apa yang ingin kamu bicarakan dengan ku? Bukankah sudah ku bilang sama kamu, aku tidak menyukai mu dan jangan datang lagi mencari ku.” ucap Viona.

”Ketus amat! Aku juga sudah bilang kan, aku tidak akan menyerah untuk mendapatkan kamu? Mengapa kita tidak mencoba untuk saling mengenal dan saling dekat? Mengapa kamu langsung menolak ku? Lagi...lagi...dan lagi, kenapa?” tanya Dion penasaran.

”Menurut mu... apa tujuan aku datang kesini bersama Andra?” Viona bertanya balik.

”Andra mengatakan padaku, kamu dan dia tidak memiliki hubungan apa-apa, selain berteman. Ibu Sumi juga bilang begitu padaku. Apa kamu ingin bilang kalau ibu Sumi dan Andra berbohong padaku?”

”Andra dan ibu berkata benar! Aku dan Andra memang hanya berteman saja. Tapi...aku menyukai Andra. Aku kesini untuk mengejar Andra. Andra tidak tahu perasaan ku. Dan aku... tidak mungkin aku akan mengatakan perasaan ku duluan padanya. Aku menunggu Andra yang mengungkapkan perasaannya padaku.” jelas Viona.

Andra sedikit terkejut mendengar alibi Viona menolak Dion. Namun, ia tidak lantas berbangga dan bahagia atas ucapan Viona. Ia tahu, itu hanya alibi Viona saja, biar Dion berhenti mengejarnya.

”Jadi... menurutmu aku sudah tidak bisa berjuang lagi untuk mendapatkan mu?” tanya Dion.

Viona mengangguk, mengiyakan.

”Kalau aku bilang...aku tidak akan menyerah?”

”Itu adalah urusan mu. Ini sudah malam, aku ingin istirahat.” Viona berdiri. ”Aku masuk dulu,” pamitnya.

Andra bergegas pergi dari jendela.

”Vi__”

”Maaf Dion, aku tidak menyukai mu.” Viona bergegas masuk ke dalam rumah.

Dion menghela nafas. Ia pun pergi dari rumah Andra dengan wajah kecewa.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!