NovelToon NovelToon

Marry me, Brother

Marry me, Brother

"Nikahi aku kak!"

Ucap Indhi mantap, ia meraih kerah baju Ega sehingga tubuh Ega terhuyung ke depan, saat jarak mereka terkikis tanpa di duga Indhi mengecup bibir Ega, detik berikutnya ia mulai melu*mat bibir Ega dengan lembut.

Ega membelalakan matanya, ia tak percaya dengan apa yang sedang terjadi. Bak kobaran api yang dibubuhi jerami kering, begitulah yang Ega rasakan saat ini. Perasaan yang telah dipendamnya dengan rapi seakan tersulut kembali, perasaannya kembali bergejolak, rasa ingin memiliki kembali menyergap hatinya. Perlahan Ega memejamkan matanya, ia mulai menikmati permainan bibir dari adik kecilnya, detik berikutnya Ega mulai membalas ciuman Indhi, tangan kekarnya melingkar indah di pinggang ramping gadis kecil yang puluhan tahun ini menjadi adiknya.

Seolah dunia hanya milik mereka, tanpa keduanya sadari tautan lidah mereka menjadi tontotan beberapa dokter dan perawat yang kebetulan melewati mereka.

Bisikan demi bisikan mulai berdengung di telinga Ega, ia segera mengembalikan kewarasannya, di dorongnya tubuh Indhi dengan pelan lalu ia segera menarik tangan Indhi dan membawanya pergi dari tempat itu, tepat didepan lobby Rumah Sakit tempat mereka bekerja.

Kepergian mereka meninggalkan tatapan menyedihkan dari dua orang yang sedari tadi berada disana, menonton pertunjukan kurang senonoh secara live membuat  keduanya tersiksa.

Dokter Ilham, Dokter Spesialis Bedah yang sepuluh hari lagi akan menjadi suami Indhi. Matanya berkaca-kaca, hatinya bak terkoyak ketika melihat calon istrinya mencium pria lain tepat di depan matanya.

Apa salahku, kenapa kau melakukan ini kepadaku? Pertanyaan itu yang kini sangat ingin Dokter Ilham tanyakan kepada calon istrinya.

Sementara di sisi lainnya, seorang perawat perempuan masih mematung di tempatnya berdiri. Dita, gadis manis yang semenjak SMA menjadi sahabat Indhi, ia diam-diam mulai menyukai Ega semenjak mereka bekerja bersama, keduanya sempat menjalin asmara sebelum Ega memutuskan untuk mengakhirinya karena rasa cinta terhadap Indhi yang tak terhapuskan dari hatinya. Perawat berambut pendek sebahu itu menerawang jauh ke depan, perasaanya kepada Ega masih tumbuh dan berkembang di hatinya. Namun sore ini, ia harus menerima fakta jika Ega tak dapat di jangkaunya, ia sadar jarak mereka semakin terbentang.

FLASH BACK ON..

Pagi itu tepat sepuluh hari sebelum pernikahan, Indhi sengaja datang ke rumah Dokter Ilham tanpa pemberitahuan, ia berencana mengajak calon suaminya untuk fiting baju pengantin dan memeriksa gedung yang akan menjadi tempat pernikahan mereka.

Indhi masuk tanpa permisi saat melihat pintu rumah terbuka, ia berencana memberi kejuatan untuk calon suaminya. Namun langkahnya terhenti saat melihat Dokter Ilham tengah bercengkerama bersama ayah dan adiknya. Indhi hendak berbalik dan mengetuk pintu, ia khawatir calon mertuanya menganggapnya tak sopan karena masuk ke dalam rumah tanpa permisi.

"Kamu yakin tidak akan memberi tau calon istrimu tentang ibumu?" Ucap lelaki paruh baya yang duduk disebelah Dokter Ilham.

Indhi mengurungkan niatnya, ia termangu dan penasaran dengan apa yang sedang mereka bicarakan.

"Tidak yah, biarkan saja. Aku tidak mau kehilangan Indhi!" Jawab Dokter Ilham seraya menatap sang ayah.

"Tapi kak, kak Indhi harus tau, sebelum dia tau dari orang lain, lebih baik kakak memberitahunya sekarang!" Sela adiknya.

"Apa yang harus kakak katakan padanya? Apa kakak harus bilang bahwa ibulah yang sudah menghancurkan keluarganya, bahwa ibu juga yang sudah membuatnya menderita, apa kakak harus bilang bahwa kamu adik tirinya dan ibu yang sudah membunuh kekasihnya? Kamu yakin Indhi akan memaafkan kakak?"

"Kau tau 4 tahun lamanya kakak berusaha untuk dekat dengan Indhi, kakak ingin menebus kesalahan yang telah ibu kita lakukan kepadanya, kakak tidak tega melihatnya menderita, karena itulah kakak memutuskan untuk mendekatinya, dan akhirnya kakak jatuh cinta kepadanya."

Indhi terperanjat, nafasnya seolah terhenti setelah mendengar penuturan Dokter Ilham, dengan langkah gontai ia keluar dari rumah itu tanpa sepengetahuan siapapun.

Dengan sisa-sisa tenaga yang Indhi miliki, ia membuka pintu mobil dan bergegas masuk.  Perasaannya kembali berkecamuk saat menatap cincin berlian yang tersemat dijari manisnya, sisa-sisa undangan yang tergeletak disebelah kursinya membuatnya semakin merasa sengsara.

"Bagaimana mungkin ini terjadi?" Gumam Indhi dengan mulut bergetar, ia meratapi nasibnya yang begitu memilukan.

Indhi akhirnya pulang kerumahnya dengan perasaan yang tak bisa digambarkan, ia hancur, bukan karena pernikahannya yang mungkin gagal, namun karena ia kembali teringat akan Zean, cinta pertamanya yang telah berpulang empat taun silam. Rasanya luka yang hampir mengering kini basah kembali, mungkin saja bernanah atau membusuk didalam sana.

Indhi mengunci rapat pintu kamarnya, ia duduk termangu didepan pintu kamar. Indhi menekuk kedua kaki dan memeluknya,  ingatannya kembali pada kejadian empat tahun silam, dimana ia hampir saja membunuh seseorang yang telah menghancurkan hidupnya, ia masih ingat seringai menjijikan diwajah wanita yang telah menabrak kekasihnya hingga tewas.

Wanita yang tak lain merupakan madu dari ibunya, kenyaataan pahit itu baru Indhi ketahui saat mereka datang ke kantor polisi. Selama ini ibunya memilih bungkam dan menutup rahasia kelam mendiang ayahnya.

Siapa yang menyangka jika Dokter Ilham adalah anak dari wanita itu? Namun yang membuat Indhi geram adalah niat awal Dokter Ilham yang sengaja mendekatinya hanya karena mengasihaninya.

"Kau fikir kau berhak mengasihaniku!"

Indhi mengeraskan rahangnya, kedua tangannya mengepal dengan kuat. Saat kepalan itu terbuka, ia menatap getir cincin yang tersemat di jarinya, tanpa menunggu lama Indhi melepaskan cincin itu dan membuangnya ke sembarang arah.

"Mari kita lihat, siapa yang lebih pantas untuk dikasihani!" Ujarnya dengan mata berkaca-kaca. Namun Indhi berusaha untuk menahan air matanya, ia rasa Dokter Ilham tak pantas untuk sekedar sebulir air mata miliknya,  air mata itu terlalu berharga untuk seseorang yang kembali menoreh luka lama di dalam hatinya.

****

Indhi telah bersiap untuk berangkat ke Rumah Sakit, dua hari terakhir ia telah menghindari Dokter Ilham dan membuat calon suaminya kebingungan.

Saat menuruni tangga, ia melihat kakaknya sedang duduk di kursi meja makan, Indhi mengehentikan langkahnya, ia mengamati pria yang telah menjaganya selama ini, pria yang beberapa tahun lalu baru diketahuinya jika ia bukan kakak kandungnya.

Indhi menarik nafas panjang, lalu ia melanjutkan langkahnya untuk menghampiri ibu dan kakaknya yang sudah menunggu untuk sarapan bersama.

Indhi menarik kursi yang berada disebelah Ega, ia menatap Ega dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kenapa melihat kakak seperti itu, apa kakak sangat tampan?" Ucap Ega setelah menyadari jika Indhi tengah menatapnya.

"Hemm, kakak memang tampan, sangat tampan," puji Indhi sambil tersenyum, ia mengambil sandwich yang di siapkan oleh ibunya dan mulai memasukan sandwich tersebut ke dalam mulut.

Setelah selesai sarapan keduanya berangkat ke Rumah Sakit bersama. Ega merasa heran karena tiga hari terakhir Indhi tak berangkat bersama Dokter Ilham lagi, namun Ega menepis rasa ingin taunya dan memilih untuk diam.

********

Setelah bertukar shift dengan rekan dokter lainnya, Indhi segera berkemas dan bersiap untuk pulang. Saat ia hampir sampai di pintu keluar, tiba-tiba Dokter Ilham memanggilnya, Indhi berusaha menghindar namun Dokter Ilham tetap mengejarnya sampai didepan lobby Rumah Sakit.

"Sayang, tunggu!" Panggil Dokter Ilham dengan setengah berteriak.

Indhi terpaksa menghentikan langkahnya, ia berbalik dan menatap Dokter Ilham yang tengah berjalan menghampirinya.

"Kita harus fiting baju sekarang, kita berangkat bersama saja ya!" Ajak Dokter Ilham dengan mata berbinar, ia begitu bersemangat mengajak calon istrinya untuk mencoba gaun pernikahan.

"Maaf Dok, saya  sibuk," jawab Indhi dengan wajah datar.

"Tapi pernikahan kita sebentar lagi?" Ucap Dokter Ilham dengan wajah pias, binar matanya seketika redup mendengar jawaban calon istrinya.

"Maaf Dok, sepertinya saya tidak bisa melanjutkan pernikahan ini!".

"Apa maksudmu?" Dokter Ilham menatap Indhi heran, mengapa tiba-tiba Indhi mengatakan hal tak masuk akal.

Ditengah perbincangan serius mereka, Ega dan Dita keluar dari Rumah Sakit, Ega melambai kearah adiknya, ia berjalan mendekati Indhi dan calon suaminya..

Indhi menatap kakaknya yang tengah tersenyum, lalu ia kembali menatap Dokter Ilham.

"Saya tidak bisa menikah dengan anda, karena saya mencintai orang lain!" Seru Indhi dengan tangan yang gemetaran karena kebohongannya.

"Apa maksudmu?" Dokter Ilham kembali bertanya begitu Ega dan Dita berada disebelah mereka.

"Saya tidak akan menikah dengan anda karena saya mencintai orang lain!" Ulang Indhi, rasa sakit yang ia rasakan tak akan membuatnya menangis lagi, ia memilih membalas perbuatan Dokter Ilham dengan cara menyakitinya.

"Nikahi aku kak!!!"

FLASH BACK OF..

BERSAMBUNG...

Hay gays, apa kabar? Semoga kalian dalam keadaan baik ya..

Akhirnya, setelah sekian lama aku bisa melanjutkan kisah Ega dan Indhi. Cerita ini adalah spin off dari cerita pertamaku yang berjudul LARA CINTAKU, buat temen-teman yang belum baca novel tersebut bisa mampir agar lebih mengenal tokoh tokoh yang akan kembali aku ceritakan di novel Marry me, Brother..

Jangan lupa berikan dukungan untuk author amatir ini dengan like, komentar dan vote..

HAPPY READING GAYS..

Kevin Ega Irvantara

Ega membawa Indhi masuk ke dalam mobilnya, ia menuntut penjelasan Indhi perihal ucapan dan ciuman yang Indhi berikan. Ega menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan, ia sungguh tak tau apa yang ada di fikiran adiknya sekarang.

"Bisa jelaskan apa maksudmu?" Tanya Ega setelah hampir setengah jam mereka saling diam. Ega sangat mengenal Indhi, ia hanya akan bicara saat merasa tenang.

Indhi meremas kedua tangannya, mulutnya tertutup rapat seolah ada perekat yang menempel diantara bibirnya, Indhi menoleh ke arah Ega yang tengah menatapnya dan menunggu jawaban darinya. Indhi masih tak mampu bersuara, iris beningnya mulai tertutupi oleh kubangan air mata, detik selanjutnya buliran bening mulai menetes dengan derasnya.

Ega menunduk sesaat, rasa penasarannya seketika lenyap begitu melihat air mata Indhi,  suatu hal yang sudah tak pernah dilihatnya lagi setelah empat tahun silam. Ega merasa dejavu, ingatannya kembali pada masa-masa tersulit adiknya selepas kematian sang kekasih, hampir tiap hari Indhi menangis bahkan meraung-raung yang membuat batin Ega nelangsa menyaksikannya.

Ega menarik tubuh Indhi dan mendekapnya, tanpa Indhi bicara, ia sudah tau hal yang buruk telah terjadi kepada adik kecilnya. Bertanya mungkin bukanlah waktu yang tepat sekarang, untuk itu ia lebih memilih diam, cepat atau lambat Indhi pasti akan menceritakan segalanya.

Ega menepuk punggung Indhi dengan pelan, setelah beberapa menit akhirnya isaknya tak lagi terdengar, Ega meraih bahu Indhi dan mendorongnya pelan, ditatapnya wajah sang adik yang berlinang air mata, dari sorot matanya tergambar jelas penderitaan tengah dialaminya.

"Kita pulang sekarang," ujar Ega pelan, lalu ia menghidupkan mesin mobilnya dan meninggalkan Rumah Sakit.

Hening, perjalanan pulang mereka sungguh berbeda, perasaan canggung menelusup di antara keduanya. Dalam hati, Ega belum berhenti merutuki kebodohannya, bagaimana bisa ia membalas ciuman itu? Ega merasa bersalah, meskipun ia sangat mencintai Indhi, namun tak seharusnya ia bertindak demikian, memanfaatkan keadaan hanya untuk memuaskan hasrat terlarangnya.

Ega memarkirkan mobilnya di depan sebuah rumah berlantai dua bergaya minimalis modern, rumah yang pernah mereka tempati saat mereka bertengkar dengan ibu mereka, rumah itu pula yang menjadi saksi atas terungkapnya identitas Ega, bahwa ia bukan kakak kandung Indhi.

"Keluarlah, kita sudah sampai." Titah Ega setelah ia membukakan pintu untuk Indhi. Sang gadis melihat sekeliling, ia menatap Ega bingung mengapa Ega membawanya ke rumah ini, bukan ke rumah yang mereka tinggali sekarang.

"Kakak yakin Dokter Ilham akan mencarimu ke rumah ibu, sementara istirahatlah disini!" Jelas Ega menjawab semua pertanyaan Indhi yang bahkan tak terlontar dari mulutnya. 

Indhi segera turun dan mengikuti kakaknya masuk kedalam rumah itu. Pintu rumah terbuka, Indhi mengedarkan pandangannya ke segala penjuru ruangan. Semuanya masih sama, 13 tahun lalu rumah ini menjadi tempat tinggal favoritnya.

Indhi menapaki tangga demi tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua, Ega membukakan pintu kamarnya, Indhi mengikuti langkah panjang Ega dan masuk ke dalam kamar tersebut, ia duduk di bibir ranjang dengan kaki menjuntai ke lantai.

"Istirahatlah!" Perintah Ega, ia lalu meninggalkan Indhi dan berjalan kearah pintu keluar.

"Terimakasih kak," Ucap Indhi lemah. Ega menghentikan langkahnya, ia hanya mengangguk namun tak menoleh, detik selanjutnya ia menghilang di balik pintu.

Indhi merebahkan tubuhnya di atas kasur, sementara kakinya masih menjuntai diatas lantai. Indhi mengela nafas dalam, matanya menatap langit-langit kamar yang dipenuhi ribuan bintang-bintang kecil, ornamen delapan planet dalam tata surya masih tergantung sesuai urutanya.

Indhi bangkit dari tidurnya, ia berjalan ke arah pintu dan mematikan lampu utama, dengan begitu ia bisa menyaksikan Galaxy Bimasakti di langit-langit kamarnya.

"Semuanya masih sama seperti dulu, mungkin hanya aku yang berubah," gumamnya seraya menatap ribuan bintang yang berpendar diatas kepalanya, meskipun hanya bintang buatan, namun tetap saja keindahannya membuat siapapun yang menatap akan merasa takjub.

Sementara di kamar sebelah, lebih tepatnya kamar Ega, ia tengah berdiri menatap pantulan dirinya didalam cermin, bayangan akan ciumannya dengan Indhi masih menari-nari di kepalanya. Ega memasuki usia 40 tahun, namun selama masa hidupnya baru kali ini ia merasakan sentuhan bibir wanita.

Ega mengusap bibirnya dengan jemarinya, nalurinya sebagai laki-laki seoalah tergugah, ia ingin merasakannya lagi, ia ingin mengulangi ciuman itu lagi.

Ega mengibaskan kepalanya, ia berusaha menepis fikiran kotor tersebut, sebelum ia semakin berfikir yang tidak-tidak, Ega mumutuskan untuk mandi. 

Namun guyuran air dingin tak serta merta menghilangkan fikiran kotornya, ingatan saat Indhi meraih kerahnya masih memenuhi kepalanya, membahangkan ciuman itu membangkitkan hasratnya yang terpendam selama ini.

"Sadar Ega, sadarlah, dia adikmu. Kau sudah berjanji  akan melupakan perasaan gilamu!"

Kevin Ega Irvantara, diusianya yang menginjak kepala empat, belum sekalipun ia merasakan sentuhan wanita, ia pernah menjalin hubungan dengan Dita, perawat yang merupakan sahabat Indhi, namun hubungan mereka usai sebelum Ega sempat berkontak fisik dengannya.

Semua memang terkesan gila dan tak masuk akal, bagaimana mungkin Ega hanya mencintai Indhi selama berpuluh tahun. Ia menyadari perasaanya tumbuh saat ia tau jika ia bukanlah anak kandung keluarga Pramono. Perasaan terlarang itu semakin berkembang setiap harinya, bahkan saat Indhi memiliki kekasih, Ega masih tetap mencintainya dalam diam. Namun siapa sangka, perasaan itu tak pernah layu termakan waktu.

Setelah mandi Ega turun ke dapur, tak ada apapun didalam kulkas karena rumah ini sudah jarang ia tinggali. Akhirnya Ega hanya memesan makanan secara online, di zaman modern seperti saat ini, jasa pengiriman makanan secara online sangat membantu, terutama bagi mereka yang sibuk dengan pekerjaannya.

Tak sampai setengah jam, bel rumah berbunyi, Ega bergegas keluar dan menjemput makananya. Ega membuka pintu, namun bukan makanannya yang datang, melainkan dua gadis cantik yang merupakan sahabat Indhi dan salah satunya adalah mantan kekasihnya.

"Kalian," ucap Ega yang terkejut dengan kedatangan mereka.

"Dimana Indhi kak?" Tanya Arum, ia adalah sahabat Indhi semenjak mereka masih duduk di sekolah menengah pertama, pertemanan mereka bertahan hingga keduanya lulus kulian dan bekerja.

"Ada di atas, masuklah!" Ega mempersilahkan keduanya masuk, Ega sempat melirik Dita sesaat, wajahnya yang sembab membuat Ega merasa tak enak. 

Keduanya lalu masuk dan menuju kamar Indhi di lantai atas. Arum mengetuk pintu berulang kali sebelum akhirnya Indhi muncul dari balik pintu dengan sorot mata penuh kesedihan.

Keduanya lalu menerobos masuk, mereka duduk di tepi tempat tidur. Indhi menutup pintu dan menguncinya, ia mendatangi kedua temannya yang siap memberondongnya dengan puluhan pertanyaan, Indhi yakin Dita sudah memberi tahu Arum perihal ia mengajak Ega menikah dan bahkan menciumnya.

"Kau sudah gila?"

BERSAMBUNG...

Apa kau mencintaiku?

"Kau sudah gila?" Ucap Arum dengan mata melotot, dia sungguh tak percaya dengan cerita yang di sampaikan oleh Dita.

Indhi menarik kursi yang berada di dekat meja riasnya dan membawanya ke dekat ranjang, ia duduk berhadapan dengan kedua sahabatnya. Indhi menunduk, ia tak tau harus dari mana ia menceritakan mengenai keputusan gilanya. 

"Tunggu disini sebentar, aku akan memanggil kak Ega, kita akan membahas ini bersama, kalian bisa kembali mengataiku gila setelah aku menceritakan semuanya!" Ujar Indhi datar, ia lalu berdiri dan berjalan menuju pintu keluar. Indhi mencari keberadaan Ega, ia turun ke bawah dan melihat kakaknya sedang menata makanan di meja makan

"Kak," panggil Indhi. Ega menaruh piringnya dan menoleh.

"Kau butuh sesuatu?" Tanya Ega, ia lalu mendekati Indhi yang berdiri di dekat tangga.

"Ikutlah ke kamar, aku akan menjelaskan semuanya!" Jelas Indhi, ia lalu naik dan di ikuti Ega di belakangnya.

Indhi kembali ke dalam kamarnya, sementara Ega mengekor di belakang Indhi, ia kembali melirik Dita yang duduk di tepi ranjang lalu duduk di sofa yang tak jauh dari tempat tidur Indhi. 

Indhi kembali duduk, ia menatap kedua sahabatnya bergantian, lalu ia juga menatap Ega. Indhi menarik nafas panjang, sungguh ia membutuhkan banyak energi hanya untuk bercerita.

"Beberapa hari yang lalu aku datang ke rumah Dokter Ilham, aku sengaja tak memberitahunya karena ingin membuat kejutan, namun ternyata justru aku yang mendapat kejutan besar," Indhi memulai ceritanya, kedua tangannya yang berkeringat saling meremas.

"Kalian ingat wanita gila yang sudah membunuh kak Zean, wanita itu pula yang sudah menghancurkan rumah tangga kedua orang tuaku?" Indhi melayangkan pertanyaan, kedua sahabatnya mengangguk pelan, meskipun kejadiannya sudah lebih dari empat tahun yang lalu namun mereka tak akan melupakan hari itu, hari dimana Indhi menggila dan hampir membunuh wanita yang sudah menabrak kekasihnya hingga tewas.

"Rum, apa kamu ingat? Saat Dokter Ilham melamarku, kamu mengatakan jika adiknya sangat mirip denganku?" Indhi kini menatap Arum dan matanya mulai berembun.

"Ya aku sangat ingat, dia memang sangat mirip denganmu," jawab Arum dengan yakin.

"Karena dia adik tiriku!" Terang Indhi dengan suara bergetar.

"Apa?" Seru Arum, Dita dan Ega secara bersamaan, ketiganya sangat terkejut mendengar penuturan Indhi.

"Jika dia adik tirimu, berarti dia anak dari wanita gila itu, dia juga adik Dokter Ilham, jadi Dokter Ilham adalah?" Ujar Arum menerka-nerka.

"Ya, Dokter Ilham adalah anak pertama dari wanita gila itu sebelum menikah dengan ayahku," Indhi mengiyakan dugaan Arum.

Arum dan Dita menutup mulutnya saking tak percaya, bagaiman mungkin takdir sekejam itu kepada Indhi, setelah ia akhirnya berani keluar dari rasa sakitnya, Tuhan kembali memberinya luka di bekas luka lamanya.

"Bagaimana bisa kebetulan ini terjadi?" Dita menatap Indhi iba.

"Ini bukan kebetulan, Dokter Ilham memang sengaja mendekatiku, dia tau jika ibunya telah mengancurkan hidupku dan juga keluargaku, katanya dia ingin menebus kesalahan ibunya dengan menjagaku, niatnya menikahiku bukan karena cinta, tapi karena rasa kasihan dan aku tidak sudi mendapat belas kasih darinya!"

Arum dan Dita tak mampu berkata-kata lagi, apa yang di lakukan Dokter Ilham sungguh sangat keterlaluan, mereka berdua akhirnya memeluk erat Indhi, mencoba memberi kekuatan untuk sahabatnya. Buliran air mata Indhi semakin deras, ia sudah tak bisa menahannya lagi, ia kembali terisak di pelukan kedua sahabatnya. Setelah Indhi tenang, mereka mengurai pelukan mereka. 

"Lalu kenapa kamu mengajak kak Ega menikah?" Tanya Arum penasaran, ia melirik Ega dan Dita secara bergantian. Arum adalah satu-satunya orang yang tau mengenai hubungan mereka di masa lalu, ia juga tau jika Dita masih sangat menyukai Ega.

"Aku nggak mau dia berbelas kasih padaku Rum, aku juga nggak mungkin membatalkan pernikahan ini, aku memutuskan untuk membalasnya, aku ingin dia tau bagaimana rasanya sakit hati!" Ujar Indhi seraya menahan amarahnya.

"Tapi apakah harus kak Ega, dia kakakmu." Dita akhirnya berani bersuara meskipun dengan bibir bergetar.

Arum menepuk punggung Dita, sungguh ia tau apa yang sedang di rasakan Dita sekarang.

Indhi menoleh, ia menatap Ega sekilas lalu kembali menatap kedua sahabatnya. "Karena hanya kak Ega yang tulus menyayangiku."

Ega tak berbicara sedikitpun, rasa sakit yang Indhi rasakan seakan tersalur kepadanya emosinya membuncah saat mendengar siapa Dokter Ilham sesungguhnya, jika bisa ia ingin mendatangi Dokter Ilham sekarang dan memberinya pelajaran karena telah menyakiti adik tersayangnya. Hingga kedua sahabat Indhi pergi, Ega masih duduk di sofa, dia tak beranjak sesikitpun.

Setelah mengantar kedua temannya pulang, Indhi kembali ke kamarnya, ia melihat Ega masih duduk di tempatnya, dengan ragu Indhi duduk di sebelah Ega.

"Kamu yakin akan menikah dengan kakak?" Tanya Ega dengan suara parau.

"Hem," jawab Indhi singkat.

"Pernikahan bukanlah lelucon Ndi, pertimbangkan lagi. Bagaimana kalau kamu batalkan saja pernikahannya!" Ega memberikan usul kepada Indhi, namun gadis itu segera menggeleng.

"Aku tidak mau membuat ibu malu kak!"

"Tapi bagaimana kita akan memberi tahu ibu jika kita menikah?" Ega mulai frustasi.

Indhi diam sejenak, ia lupa memikirkan alasan apa yang akan ia sampaikan kepada ibunya.

"Bilang saja kita saling mencintai kak," tutur Indhi seraya menatap kakaknya.

"Apa kau mencintaiku?" Tanya Ega tiba-tiba membuat Indhi terkejut mendengarnya.

Indhi diam sesaat, ia menunduk lemah, pertanyaan Ega sungguh menusuk hatinya.

Indhi menggeleng lemah. "Tapi aku akan berusaha mencintai kakak, aku sangat menyayangi kakak sebagai kakakku, lalu apa susahnya merubah rasa sayang itu menjadi rasa cinta!" Imbuhnya dengan mata berkaca-kaca.

"Aku tidak mau bermain rumah-rumahan bersamamu Ndi, kakak mohon, fikirkan lagi keputusan gilamu itu!" Ega masih belum setuju dengan keputusan Indhi.

"Rumah-rumahan? Aku mengajak kakak untuk menikah bukan bermain kak?"

"Kau saja tak mencintaiku, lalu bagaimana rumah tangga kita nanti?"

"Sudah ku katakan sebelumnya kak, aku akan belajar mencintai kakak."

"Aku tak yakin akan itu." Ega meragukan ucapan Indhi, ia bangun dari duduknya dan berdiri di depan Indhi. "Fikirkan lagi, kakak tidak mau kamu menyesal nantinya!" Seru Ega, ia lalu melangkahkan kakinya menuju pintu keluar. Ega menghentikan langkahnya saat dua tangan mungil melingkar di pinggangnya, ia terkejut karena tiba-tiba Indhi memeluknya dari belakang.

"Aku mohon kak, hanya kakak yang bisa membantuku, bantu aku kak, aku sangat sakit hati saat Dokter Ilham mengasihaniku!" Pinta Indhi dengan suara bergetar, ia kembali menangis di punggung Ega.

Ega melepaskan kedua tangan Indhi, ia memutar tubuhnya sehingga keduanya saling berhadapan. Ega menyeka air mata Indhi dengan lembut lalu menatap wajah sedih sang adik.

"Kamu yakin?" Ega mengulangi pertanyaannya, ia hanya takut Indhi akan menyesal suatu hari nanti.

"Aku yakin kak!" Ucap Indhi, kepalanya menengadah ke atas sehingga ia bisa menatap Ega yang juga tengah menatapnya.

"Kau yakin tidak akan menyesal? Kakak tidak akan melepaskanmu begitu kita menikah nanti, kau tau kakak  sangat mencintaimu sejak dulu."

Indhi hanya diam, ia tak menjawab pertanyaan Ega. Emosi yang menguasainya sungguh tak membuatnya berfikir panjang, akankah dia bisa mencintai Ega, mungkikah mereka bisa membangun rumah tangga yang bahagia?

"Kakak tidak yakin, lebih baik urungkan niatmu itu, kakak tidak akan menikah denganmu!"

Ega menatap nanar adiknya, hatinya sungguh sakit tapi entah apa penyebabnya. Saat ia akan pergi, lagi-lagi Indhi membuatnya terkejut. Bibir kenyal Indhi kembali menyentuh bibirnya. Sebuah kecupan kembali Indhi berikan kepadanya.

"Aku bahkan bisa mencium kakak sekarang, aku yakin aku bisa mencintai kakak suatu saat nanti, jadi aku mohon kak, menikahlah denganku!"

Entah karena terbawa suasana atau Ega sudah kehilangan kendalinya, dengan cepat ia menarik tengkuk Indhi dan menciumnya, saat bibir Indhi terbuka, Ega dengan leluasa mengeksplore rongga mulut Indhi dengan lidahnya. Begitupun dengan Indhi, ciuman lembut Ega mampu membuatnya terlena, ia mengalungkan kedua tangannya di leher Ega, ia mulai membalas tautan lidah Ega, lidah mereka saling membelit dan menyecap satu sama lain. Malam ini keduanya lupa jika belasan tahun lalu mereka adalah sepasang kakak dan adik.

BERSAMBUNG...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!