Matahari bersinar terik, udara terasa begitu panas, api yang membakar seluruh area di sekitar semakin memperburuk keadaan.
"Terasa begitu sesak untuk menarik nafas."
Kematian, hanya ada kematian di sekitar prajurit itu. Ratusan mayat dengan seragam militer terbaring tak bernyawa di bawah kakinya.
“Perang selalu meninggalkan pemandangan yang tidak enak di lihat.”
Memperhatikan sekitar, mencari pasukan lawan yang masih bertahan. Keadaan begitu kacau, prajurit itu begitu yakin jika tidak ada orang berhasil selamat dari perang yang baru saja terjadi.
“Lihat apa yang aku temukan. Sepertinya baru saja ada pesta besar di sini.” suara seorang perempuan terdengar, sontak dengan sigap prajurit itu mengarahkan senapannya ke sumber suara.
Prajurit terkejut saat melihat sosok tersebut. Seorang wanita yang terbakar, sekujur tubuhnya menyala-nyala namun dia tidak terlihat kesakitan.
Akibat kedatangan wanita api itu membuat udara sekitar semakin panas, kobaran api di sekitar semakin tidak terkendali, beberapa mayat mulai terbakar, sementara tangan dibawah wanita api mulai meleleh.
“Siapa kau?.” tanya prajurit yang mulia berkeringat di keningnya. Keringat yang muncul bukan karena hawa panas mematikan di sekitar, melainkan karena prajurit itu begitu antisipasi terhadap entitas yang tidak dia ketahui berdiri didepannya.
“Aku adalah apa yang saat ini kau pikirkan.” Ucapan wanita api membuat mata prajurit melebar, dia begitu terkejut.
“.... jika itu benar berarti....” tubuh prajurit itu bergetar hebat, tangannya terasa begitu lemas hingga tidak mampu lagi mengangkat senjata.
“Yeah, sudah waktunya untuk dunia ini.” Kobaran api ditubuh wanita itu semakin membesar, lahar dibawah kakinya semakin melebar.
Tapi seolah tidak merasakan panas sedikitpun, prajurit itu hanya menutupi matanya dengan lengan karena cahaya dari wanita api begitu menyilaukan.
Selanjutnya ledakan cahaya terjadi membuat seluruh penglihatan prajurit itu hanya berwarna putih.
****
“Ghsp!.” mendadak aku terbangun karena penglihatan dalam mimpi, sementara keadaan sekitar sesekali berguncang membuatku bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Menatap ke luar jendela hanya Awah gelap dengan kilatan cahaya sesekali terlihat. Pemandangan yang membuat aku tersadar jika saat ini tengah berada di dalam pesawat.
“Permisi, apakah anda baik-baik saja?.” Seorang pramugari menghampiri tempat dudukku. “Maaf untuk guncangan tadi, cuaca tiba-tiba menjadi buruk sehingga menyebabkan turbulensi.”
Walaupun wajah pramugari itu penuh dengan senyum, tapi aku dapat melihat jika dia tengah ketakutan. Tangan yang gemetar serta keringat dingin yang aku lihat darinya sudah cukup untuk memberitahu ku tahu seberapa buruk situasi saat ini.
“Tidak apa, semua akan baik-baik saja sekarang.”
“Heh?.”
Dari jendela perlahan cahaya bersinar, pramugari itu terkejut saat melihat awan hitam yang diyakini akan menyebabkan badai perlahan semakin menghilang. Penandatanganan gelap di luar jendela kini berubah menjadi pemandangan indah matahari terbenam.
“Bagaimana mungkin?.” wajah pramugari itu melongo ketika melihat sesuatu yang tidak masuk akal, “Bisakah aku meminta air mineral?.” tapi dia segera tersadar setelah aku memintanya mengambilkan minuman.
“Sekarang ini menjadi panas.” sinar matahari menerpa wajahku membustingatan tentang mimpi itu kembali terlintas di benak. “Masa bodo dengan apa yang akan terjadi pada dunia....” aku meminum habis air mineral yang pramugari sebelumnya berikan, lalu kembali mencoba untuk tidur.
“.....Aku haruuus hoam... mencari pekerjaan baru.” kantuk mulai menyerang lalu mengantarku ke alam mimpi.
***
“Mbakyu!.” seseorang memanggilku begitu keluar dari area Apron, banyak orang yang menunggu diluar area dengan pembatas, mereka adalah orang-orang yang menjemput penumpang sepertiku. Diantara mereka aku melihat seorang gadis yang memanggil-manggilku.
Melihat gadis itu aku tersenyum, “Hanna!.” ucapku sembari menghampirinya. Hanna Kemala, adik perempuanku yang datang menjemput. “Kak Erina pulang dari luar negeri setelah dua tahun, tapi kok nggak bawa banyak barang.” Hanna keheranan karena aku hanya membawa satu koper saat pulang.
“Yah mau bagaimana lagi, daerah tempat aku tinggal tidak memiliki toko baju maupun suvenir untuk dibawa pulang.”
“Heeeh.....” Hanna tampak kecewa, mungkinkah dia mengharapkan oleh-oleh dariku?. Gadis itu sudah berusia 17 tahun sekarang, tapi sifatnya masih tidak berubah sejak dua tahun lalu.
“Well, sepertinya aku menyimpan sesuatu yang agak lucu.” aku mulai membuka tas yang ku bawa.
“Heh... apa, apa itu?.” adikku begitu bersemangat, namun semangatnya segera lenyap setelah melihat apa yang aku berikan. “pistol?.” tatapannya terlihat bosan setelah melihat apa yang aku berikan sebagai oleh-oleh.
Hanna memainkan pistol itu seperti mainan, memutar-mutar pelatuknya hingga mengarahkan ke orang di bandara hingga. Aku hanya tersenyum melihat tingkah adikku.
“Itu yang asli.”
“What?.” Hanna terkejut hingga hampir menjatuhkan pistol itu. “I... ini sungguhan?.” dengan wajah pucat, gadis itu melihat sekitar.
“Ya, tentu. Apa kau tidak merasakan dari bobot pistol itu?.”
“Ya mana aku tahu. Mbak pikir aku sering megang gituan!.” dengan tangan yang bergetar Hannan mengembalikan pistol kembali padaku. “Hemm... sayang sekali, padahal aku ingin kau menyimpannya sebagai perlindungan.”
“Aku tidak butuh itu karena kakak sudah kembali.” perkataan Hanna membuatku terharu hingga secara refleks aku memeluk adik yang usianya tiga tahun lebih muda dariku.
“Hanna, kau tidak akan tahu betapa aku merindukanmu.”
“Uwaah... hentikan ini memalukan!.” Hanna menatap sekitar dan menyadari banyak orang yang memperhatikan kami.
Hanna mengantarku pulang dengan mobilnya. Walaupun dia baru menginjak usia 18 tahun dua bulan lalu tapi Hanna begitu ahli dalam mengendarai mobil.
“Bukankah kau baru mendapatkan SIM dua bulan lalu?.” aku bertanya.
“Hemm... yah, aku sering bermain game simulasi berkendara.” jawab Hanna dengan penuh senyum. Sepanjang perjalanan kami, Hanna terus bercerita tentang kehidupannya selama dua tahun terakhir.
“Aku mendengar kau menjadi seorang Stremer sekarang. Maafkan kakak karena tidak sekalipun melihatmu, tempat kakak ditugaskan begitu terpencil sehingga tidak ada jaringan internet.”
“Ti... tidak perlu meminta maaf,” Hanna terlihat panik, “Justru aku sangat berterima kasih karena kakak bekerja keras untukku.”
Awalnya aku khawatir pada hubungan kami, dikarenakan sudah dua tahun komunikasi kami berdua sepenuhnya terputus membuatku takut jika adikku akan merubah sikapnya.
Namun pembicaraan kami selama perjalanan pulang membuatku sadar jika ketakutan ku lenyap.
***
“Dimana Hanna? Bukankah aku sudah menyuruhnya untuk datang malam ini!.” seorang pemuda dengan kesal mencari keberadaan Hanna.
“Dia mengatakan jika hari ini ada urusan keluarga.”
“Apa!,” ajah pemuda itu memerah karena amarah, “Gawat padahal sudah susah payah aku mencari sponsor, gadis tidak tahu diri itu justru menghilang.”
“Tuan Carli, bagaimana tentang perjanjian kita. Aku akan membatalkan semuanya jika kau tidak segera membawakan gadis yang aku inginkan.” mendengar perkataan pria setengah baya yang tiba-tiba muncul, pemuda bernama Carli itu menjadi pucat.
“Tuan Hendra tenang saja, beri aku waktu dua puluh menit, akan aku bawah gadis itu pada anda.”
Dengan panik Carli menghubungi nomor Hanna.
***
Bersambung.
[Hanna, kamu dimana sekarang!.]
Suara dari telepon terdengar begitu keras, sontak Hanna menjauhkan alat itu dari telinganya. Gadis itu memasang wajah heran karena tiba-tiba di bentak oleh si penelpon.
“Manejer Carlie, saat ini aku sedang menuju rumah setelah dari bandara. Ada apa kenapa tiba-tiba menelfon, bukankah aku sudah memberitahu pada Nona Rara jika hari ini aku cuti?.” entah karena sopan pada seseorang yang lebih tuan atau sekedar etika pekerjaan, Hanna berbicara seramah mungkin pada lawan bicaranya.
[Situasi tidak terduga telah terjadi, secepatnya datang ke studio. Segera kemari!.]
“Hah!.” panggilan itu terputus begitu saja tanpa memberikan kesempatan pada Hanna untuk berbicara. Dia terlihat kesulitan, Erina mengatakan pada adiknya untuk menemui bosnya dahulu dari pada mengantarnya pulang.
Hanna sempat menolak saran dari kakaknya karena khawatir jika Erina terlalu lelah setelah perjalanan panjang. Namun Erina mengatakan tidak perlu khawatir dengan kondisi dirinya.
“Aku pernah tidak tidur selama satu bulan penuh dan menerbangkan pesawat berkecepatan lima belas ribu kilometer per jam tanpa sedikitpun merasakan pusing, apakah alasan itu sudah cukup untuk membuatmu tidak khawatir pada kakakmu ini?.”
Alasan yang diberikan oleh Erina membuat Hanna bengong. “Tentu tidak, justru itu semakin membuatku khawatir. Apakah kakak ku ini benar-benar seorang manusia?.” ucapnya, mendengar itu Erina hanya tertawa.
AFK studio, sebuah perusahaan kecil yang menaungi beberapa konten kreator kecil. Namun seminggu terakhir perusahaan itu mengalami peningkatan setelah sebagai sahamnya di beli oleh manajer sekarang yaitu Carli.
“Katakan padaku tentang manajer itu.”
“Kenapa kakak begitu penasaran padanya?.”
“Tidak, hanya saja aku merasa setiap kali kau menceritakan pria itu, wajahmu berubah agak gelap.”
“Ahaha... aku benar-benar tidak bisa menyembunyikan apapun pada kakak.”
Di dalam lift, Hanna menceritakan tentang pendirian perusahaan AFK yang dulunya adalah miliknya beserta teman-temannya. “Dua tahu lalu setelah kakak pergi untuk bertugas, aku merasa begitu kesepian. Waktu yang kumiliki sebagai besar dihabiskan di dunia Maya, entah menjelajahi media sosial atau sekedar bermain game.”
Hanna menceritakan jika pada awalnya dia hanya iseng membuat channel streaming karena bosan bermain game, namun tanpa dia duga channel itu menjadi begitu populer. Semenjak itu banyak orang yang mendekatinya, yang beberapa diantaranya berakhir menjadi teman.
Bersama teman-teman barunya Hanna mendirikan kelompok steramer kecil yang cukup sukses mendapatkan perhatian di dunia maya. Kelompok kecil itu perlahan berkembang menjadi besar, hingga akhirnya AFK studio pun didirikan.
“Pada awalnya semua berjalan baik seperti sebelumnya. Tapi keuntungan yang kami dapatkan membuat banyak orang ingin ikut ambil bagian darinya.”
Semakin terkenalnya Hanna dan kawan-kawannya membuat banyak sponsor berdatangan salah satunya adalah Bridge grup, salah satu perusahaan besar yang memiliki jaringan terbesar. Mereka berniat membeli semua saham AFK studio.
“Awalnya kami menolak dengan alasan semua member kami tidak terlalu serius dalam mencari keuntungan lewat streaming. Namu sejak penolakan itu banyak masalah yang terjadi.”
Ding!.
Bel lift berbunyi menandakan mereka telah sampai di lantai yang dituju. Walaupun Hanna tidak sempat menjelaskan apa yang terjadi setelah penolakan terhadap tawaran Bridge grup, tapi melihat apa yang saat ini terjadi membuat Erina memahami situasinya.
‘Aku penasaran apa yang dilakukan orang-orang dari grup Bridge itu hingga adikku mau tunduk.’ Erina berpikir untuk menceri informasi tentang apa yang terjadi pada adiknya selama dua tahun terakhir.
***
Lantai 25 gedung Paku bumi merupakan kantor AFK studio. Begitu memasuki ruang manajer kedua perempuan itu disambut oleh pemandangan yang tidak aneh.
“Ada apa di neraka?.” ucap Erina setelah melihat ada seorang pria tanpa busana tengah menari di atas bangku, sementara beberapa pria berwajah sangar lainnya menertawakan pria tela*jang sambil minum-minum.
“Oh, akhirnya Hanna Chan datang juga.” salah satu pria yang tertawa menyadari kedatangan Erina dan Hanna. “Wooooh... akhirnya penghibur sesungguhnya telah datang!.” ucap pria lainnya.
Melihat gelagat yang tidak baik, Hanna mulai gelisah. Tatapannya tertuju pada pria yang berdiri di atas meja, dia tidak lain adalah manajer Carli yang telah menyuruhnya untuk datang.
“Gadis sialan ini akhirnya datang juga. Karena kau terlambat aku terpaksa harus menggantikan mu untuk menghibur mereka.” dengan penuh emosi Carli mendatangi Hanna, “Wa huawaaa!.” di datangi oleh pria tanpa pakaian membuat gadis itu sontak menutupi wajahnya.
“Berhenti di situ pecundang!.” ucap Erina pada Carli yang membuat pria itu langsung mengalihkan perhatian padanya. “Kau sebut aku apa!.” bentak Carli, “Kau mendengarnya.” balasan singkat Erina membuat Carlie tidak dapat mengendalikan dirinya.
Dengan penuh emosi Carli hendak melayangkan tamparannya pada Erina, “Dasar jal*g tidak tahu diri, akan ku tunjukkan di mana posisimu!.”
“Oh yeah?.” melihat serangan datang padanya, Erina terlalu begitu tenang. Bahkan senyum diwajahnya begitu meremehkan Carlie.
PLAAK! Bunyi tamparan terdengar keras namun bukan Erina yang merasakan sakit tapi justru Carlie sendiri. “To slow.” ucap Erina yang berhasil mendarat tamparannya lebih dulu pada pria telanj_ang itu.
“Khuuh! Bren_gsek!.” merasa semakin terhina, Carli semakin brutal menyerang Erina. Serangan itu bukan lagi sebuah tamparan melainkan pukulan keras. Tapi sebanyak apapun Carli berusaha mendaratkan pukulannya, telapak tangan Erina selalu mengenai pipinya lebih dulu.
“Bwuahaha... lihat dia bahkan tidak bisa melawan perempuan.”
“Begitu menyedihkan.”
“Ahahaha... bukankah ini lebih menghibur daripada tari b*Gil tadi!.”
“Aku ingin tahu seberapa banyak tamparan yang bisa dia terima.”
Empat pria itu hanya menonton, mereka terlihat senang melihat penderitaan Carli. “Ghuak!” Carli terjatuh dengan bibir yang sobek dan darah mengalir dari mulutnya, pipi pria itu begitu merah setelah ditampar puluhan kali oleh Erina.
“........” Erina hanya menatap dengan dingin pria dibawahnya, tatapan yang terlihat biasa bagi orang lain tapi begitu menakutkan untuk Carli. “Hueeeh!.” pria itu bahkan meringkuk dengan tubuh bergetar.
Terdengar suara sesunggukan dari Carli. “Buahahaha... Lihat dia sampai menangis.” keempat pria lain tertawa terpingkal-pingkal melihat keadaan Carli. Sementara itu Hanna terdiam setelah melihat apa yang kakaknya lakukan.
“Kenapa di sini begitu ribut, apa gadis yang aku inginkan sudah datang?.” dari ruangan lain datang seorang pria bertubuh gemuk. Melihat kehadiran Hanna langsung membuat wajah pria gemuk itu berubah mesum.
“Hanna Chan, akhirnya, akhirnya aku mendapatkan mu!.” dia berlari ke arah Hanna hendak menerkamnya. Lantai bergetar disetiap langkahnya membuat Erina dan Hanna berpikir seberapa berat tubuh pria gemuk itu.
“Uggh.... apa yang akan dua lakukan.” wajah Hanna berubah pucat, dia membayangkan tubuhnya akan remuk jika dipeluk oleh pria itu. “Berhenti di situ!.” Erina memberikan peringatannya, wanita itu sudah siap menggunakan tendangan jika pria gemuk semakin mendekat.
Merasa bahaya pada pria gemuk, empat pria lain segera bertindak. “Tuan Hendra berbahaya!.” tiga pria menghentikan pria gemuk bernama Hendra, sementara sisanya menghadapi Erina.
Braaak!
Tendangan Erina ditahan oleh pria itu, “Huh!.” pria itu terkejut dengan kuatnya serangan yang baru saja dia tahan.
***
Bersambung.
“B4b1 bodoh, jika kau sekali lagi berani mendekati adikku dengan wajah jelek itu, maka aku akan membuatmu hidup tanpa bisa menggunakan tangan dan kaki seumur hidup!.” Erina memberi peringatan.
“Wanita sialan, Kau pikir siapa yang sedang kau ancaman HAH!. Aku bisa membuat hidupmu lebih mengerikan dari pada hidup di neraka jika tidak memenuhi apa yang aku inginkan!.” tanpa takut dengan peringatan Erina, pria gemuk itu justru mengancam balik.
Senyum mengejek Erina melebar, “Hng, bicara mu terlalu tinggi, seolah kau pernah melihat neraka saja.”
“Brengs3k, kau berani tersenyum seperti itu padaku.” Hendra begitu marah karena merasa direndahkan, “Sudah cukup, hajar wanita itu dan bawa kemari adiknya. Biar aku lecehkan dia di depan wanita sialan itu.” keempat anak buah Hendra segera mendekat.
Hanna seketika menjadi begitu ketakutan, tapi Erina menenangkan adiknya, “Tidak apa, mbak akan melindungi mu.” ucapnya dengan penuh senyum yang membuat Hanna merasa tenang.
“Mari kita lihat apa kau masih bisa begitu tenang setelah merasa siksaan yang kami berikan.” ucap salah satu anak buah Hendra. Mereka terlihat seperti preman namun dengan penampilan yang agak lebih rapi.
“Hahaha... jika dilihat dari dekat kau begitu cantik. Bermain denganmu pasti akan sangat menyenangkan.” satu dari keempatnya berusaha menarik baju Erina, namun gadis itu justru menarik tangan si pria.
“Eh!.”
Braaak!
Setelah Erina menarik tengan pria itu, dia segera memberikan pukulan keras ke rahang. Pria itu langsung tersungkur dengan mulutnya yang bengkok.
Melihat satu rekannya ditumbangkan hanya dengan satu pukulan membuat tiga yang lain begitu terkejut. “Sial, dia bisa bela diri rupanya.” mereka mulai waspada.
Senyum Erina kembali melebar, “Kenapa kalian malah ketakutan seperti itu, bukankah kalian ingin bermain-main denganku?.” wanita mulai memprovokasi. Hendra semakin marah karena Erina juga kembali memotivasinya, “Apa yang kalian lakukan, cepat hajar dia. Gunakan kekuatan yang telah aku berikan pada kalian!.”
Mendengar perkataan Hendra, ketiganya saling menatap. “Biar aku saja, kekuatanku sudah cukup untuk memberikannya penyesalan.” pria itu kemudian meminum sebuah ramuan mencurigakan berwarna ungu. Hanna dapat merasakan kakak perempuannya semakin waspada terhadap si pria.
“Evolusi doping, aku tidak mengira benda berbahaya seperti itu sudah masuk ke negri ini.” kecuali Hanna, semua orang terkejut dengan pengetahuan Erina mengenai obat yang mereka gunakan.
“Kau begitu berpengetahuan Nona, namun sayangnya pengetahuan itu tidak membuatmu cukup bijak untuk berpikir.” Tatapan Hendra semakin mengancam.
”Akan menjadi masalah jika kau memberitahu pada orang lain jika kami menggunakan obat itu. Segera habisi wanita itu dan bawa gadis itu kemari, aku pun harus membunuhnya setelah puas bermain-main dengannya.” perkataan Hendra semakin membuat Hanna merinding ketakutan, aura intimidasi membuat gadis itu hampir terjatuh karena lututnya lemas.
“Hem, kau berani mengancam kami. Kematian pun tidak akan cukup untuk mengampuni mu.” melihat kondisi adiknya, Erina mulai marah. Namun melihat kemarahan wanita itu, semua kelimanya justru tertawa terbahak-bahak.
Hendra menatap Erina begitu rendah, “Buahahaha... seolah wanita lemah sepertimu dapat melakukan sesuatu pada kami.” ucapnya yang kemudian memerintahkan kepada anak buahnya untuk menyelesaikan semua.
“Rise my power yeeeeeaaah!.”
Blaaaarrrrrr!
Tubuh pria itu meledakkan energi dalam jumlah besar, angin bertiup kencang darinya. Rambut yang semula hitam sekarang berubah menjadi pirang. Perubahan yang signifikan terlihat jelas pada aura disekitar tubuhnya yang bersinar keemasan.
“Seperti biasa, dia begitu mencolok.”
“Usai sudah!.”
“Cepat selesaikan, aku sudah tidak tahan untuk bersenang-senang.”
Tiga bawahan lainnya berkomentar terang perubahan rekan mereka. Sama sekali tidak terlintas di pikiran mereka jika Erina mampu menghadapi si rambut kuning.
Wussss! Tanpa mengatakan apapun si rambut kuning bergerak begitu cepat, dalam sekejap pria itu menghilang lalu tiba-tiba...
Tap! Erina menangkap sesuatu yang mengarah pada kepalanya, itu adalah kepalan tangan si rambut kuning yang berusaha menyerang.
“Payah, lalat saja bisa bergerak lebih cepat darimu!.” dengan santai wanita itu menahan serangan yang kecepatannya tidak dapat di lihat oleh mata. Hanna kagum dengan kekuatan makanya sementara yang lain justru merasa terancam.
“Sial!.” pria kuning menarik tangannya, Erina melepas begitu saja karena tidak berniat menahan. Rasa sakit akibat cengkram dirasakan oleh pria kuning, tapi dia mengabaikannya dan segera melancarkan seran lain.
“Aku akan membunuhmu!.” tinju beruntun berkecepatan tinggi membuat ilusi seolah ratusan lengan menuju kearah Erina.
“Sayang sekali kau hanya memiliki kecepatan tapi tidak dapat memanjangkan tubuhmu.” melihat puluhan pukulan yang menuju kearahnya membuat Erina teringat pada karakter anime tertentu.
Serangan di kunjungi hampir mengenai Erina, tapi tiba-tiba wanita itu menghilang. Hanna yang berlindung di belakang punggung kakaknya begitu terkejut karena pukulan-pukulan itu sekarang tertuju kearahnya.
“Mbak!.” jerit Hanna dengan mata tertutup.
Ghaaak!
Suara serak terdengar seorang seseorang tercekik. Pukulan yang datang pada Hanna tidak kunjung datang membuat gadis itu memberanikan diri untuk membuka matanya. Hanna melihat kakaknya tengah mencekik pria kuning dari belakang.
Semua orang kembali dibuat terkejut, bagaimana bisa wanita itu bergerak begitu cepat seperti yang dilakukan oleh si kuning bahkan mungkin jauh lebih cepat. Apa mungkin Erina memiliki obat yang sama seperti si kuning?.
“Bren9sek, apa yang kalian lakukan, cepat tolong aku!.” si kuning mulai merengek karena tidak dapat tidak dapat melawan cekikan Erina yang berada dibelakangnya. Dengan satu tangan wanita itu dapat mengangkat tubuh si kuning hingga kakinya tidak lagi menyetuh lantai, itu cukup untuk memberitahu betapa kuatnya cengkraman tangan Erina.
“........” wajah si kuning semakin memburu karena hampir kehabisan nafas, jika dibiarkan saja maka beberapa detik lagi pria itu akan tewas.
“Singkirkan tanganmu darinya!.”
Blaaaarrrrrr!
Anak buah Hendra yang lain mulai bertindak, ketiga yang tersisa segera mengkonsumsi obat yang sama. Ledakan kembali terjadi cahaya berbagai warna menyinari lantai itu.
“Api yang membara!.” seorang dengan rambut merah melemparkan bola api ke arah Erina, namun dengan santainya wanita itu menggunakan si rambut kuning sebagai tameng.
“Graaaaaa... panas!.” teriakan si kuning terdengar kencang saat tubuhnya terbakar. “Bren9sek, beraninya kau melakukan itu!.” si rambut merah marah karena serangannya justru mengenai rekannya.
“Kenapa kau marah karena kesalahan yang kau buat sendiri?.” Erina menatap tubuh si kuning yang hangus, namun dia masih merasa pria itu masih hidup. “Ini yang kau mau.” ucapnya sambil melempar si kuning.
Semua orang kebingungan ketika melihat Erina justru melepas si kuning, mereka berpikir wanita itu akan menggunakannya sebagai Sandra. “Wanita sombong, Kau akan menyesali ini!.” marah karena diremehkan membuat tiga orang dengan rambut yang telah berubah warna-warni mulai menyerang.
Sadar jika pertarungan akan semakin berbahaya Erina pun meminta adiknya untuk berlindung. “Ignite!.” tiba-tiba bola api mengenai Erina hingga menyebabkan ledakan besar. Walaupun wanita itu tengah berada dalam kobaran api, tapi tidak ada yang merasa puas. Aura yang begitu menekan itu mulai terasa seolah sesuatu tentang terbangun.
***
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!