Akbar menaruh telapak tangan kanannya di atas kepala sang istri dan melepaskannya setelah memberikan senyuman manis. "Ini rumah barumu. Mulai detik ini, aku Akbar Wijaya mengharamkan Ayesha Ramadhani menyentuh raga ku. Ku jatuhkan talak tiga untukmu!"
Bruug…
Tubuh ambruk dengan butiran air mata runtuh, Ara seorang gadis dengan pemikiran sederhana terkulai lemah di bawah lantai. Mata bahagianya berubah menjadi tangisan penuh luka. Tatapan nanar melayang ke arah pria berwajah oval dengan rambut ikal pemilik hatinya. "Kenapa mas Akbar memberi talak? Apa salahku? Jika Ara melakukan kesalahan. Ara minta maaf, tapi Ara mohon jangan ceraikan Ara."
Akbar tak peduli dengan deraian air mata Ara, dan memberikan isyarat pada dua preman di depan rumah susun tiga untuk mendekat. "Bawa anak baru mami. Katakan, Akbar menukar hutangnya dengan wanita baru."
"Okay bro. Ayo ikut kami!" tangan kedua preman mencengkram kedua lengan Ara dan mengangkat tubuh lemas Ara.
Ara menatap Akbar tanpa berkedip. "Kenapa?"
"Kamu hanyalah penebus hutang judi ku. Tidak lebih."
Sesak dan hancur impianku. Aku tak lebih dari dari alat pertukaran. Apa salahku selama setahun ini? Semua kuberikan, tanpa syarat. Peninggalan terakhir orang tuaku pun ludes tak tersisa demi menuruti keinginan pria di depanku ini. Lalu, hari ini dengan alasan jalan-jalan. Mas Akbar membawaku ketempat yang orang-orang menyebutnya dengan *Rumah Pojok*.
Langit siang dengan sengatan matahari, tak sepanas bara api di hatiku. Kenangan demi kenangan pernikahan harmonis kami selama satu tahun, perlahan hangus terbakar. Belum usai luka hatiku berdarah karena tusukan belati kebenaran suami tercinta ku, kini lukaku seperti tersiram air garam. Kedatangan seorang wanita dengan langkah gemulai mendekati mas Akbar.
"Sayang, sudah kan? Bisa kita pergi? Aku sangat lapar," Anggun bergelayut manja di lengan mas Akbar.
Mas Akbar merengkuh bibir Anggun dan mengecupnya posesif tanpa mempedulikan aku yang tercengang. "Anggun? Apa maksud ini? Mas Akbar itu suamiku! Kenapa kamu…"
"Suami? Mas? Katakan siapa aku!" tukas Anggun dengan tangan menjelajahi dada bidang Akbar.
Akbar menatap jijik pada Ara dan menunjuk dengan satu jarinya ke wajah sembab Ara. "Anggun Istriku! Kamu hanya penebus hutang. Apa kamu dengar? Ayesha Ramadhani, aku menikahimu demi Anggun."
Deg
"Istri? Bagaimana….." cicit Ara masih tak percaya kenyataan pahit hidupnya.
Akbar merengkuh tubuh Anggun kedalam pelukannya. Seolah menunjukkan bahwa keduanya pasangan terbaik. "Kamu itu bod0h! Naif! Dan jelek. Lihatlah penampilanmu, jika bukan karena perkebunan pria bangka itu. Sudah pasti aku tak sudi menikah denganmu!"
Jleeb
Rasa sakit tusukan demi tusukan tepat di jantung tiada hentinya menambah luka. Bagaimana bisa aku tidak tahu, sahabatku sendiri bersuamikan suamiku. Aku seperti mayat hidup, setiap kata dari bibir pria pemilik tahta hatiku menjadi serpihan kaca. Kesadaran ku semakin pudar dengan putaran keliling di kepalaku. Sakit dan semua menjadi gelap.
"Astaga pingsan," ujar seorang preman di sisi kiri.
"Bawa saja masuk! Lebih gampang kan," Akbar dengan santainya memberikan saran.
Anggun tersenyum puas dengan keadaan Ara. Selama setahun ini dirinya harus rela berbagi. Meskipun Ara istri pertama Akbar, tapi hanya dirinya yang berhak atas Akbar. Tidak seorang pun boleh memiliki miliknya. "Ayo mas. Biarkan Ara diurus duo K. Kita makan saja di cafe favorit."
"Tentu, apapun keinginanmu. Ingat malam ini pelayananmu," Akbar mencolek dagu Anggun dengan kerlingan mata.
Dua pasangan tak berhati meninggalkan rumah pojok. Duo K membawa masuk Ara dengan mudahnya. Didalam ruang tamu mami Jelita tengah kedatangan seorang tamu, membuat Duo K berhenti sejenak dan memberikan laporan. "Mamca. Ini pertukaran dari Akbar. Mau di kamar nomor berapa?"
Mama cantika yang memindai seluruh tubuh Ara tersenyum puas, tubuh putih langsing dengan rambut hitam bersemu merah, wajah imut, hidung mancung, bibir semerah cherry. Wanita di depannya sangat cocok dengan kebutuhan mendesaknya. "Lihatlah tuan, bagaimana menurut anda?"
Seorang pria dengan topeng yang duduk dengan gaya angkuh, hanya melirik sekilas dan enggan melihat dengan benar bagaimana sosok wanita yang diapit dua preman rumah pojok. "Aku hanya ingin yang masih bersih tanpa noda!"
"Dia ini bersih tuan. Hanya bekas dipakai suaminya selama setahun. Jadi tidak ada yang menjamahnya selain suaminya. Bagaimana?" jelas mami Cantika tanpa ragu sedikitpun.
"Berapa?" tanya pria bertopeng dengan tegas.
Mami Cantika tersenyum, dan mengambil sebuah catatan dari para pelanggan rumah pojok miliknya. Jemarinya sibuk menghitung, seakan yang dihitung tumpukan buku tak terkira. Pria bertopeng mengambil buku cek dari saku jasnya. Menuliskan sesuatu diatas kertas putih bercetak itu, dan menyobek selembar. Satu cek lembar dengan nominal lima milyar di letakkan di meja kaca mini.
"Tuan ini…." mata Mamca berbinar melihat banyaknya nol di belakang angka lima.
"Setujui apapun syarat ku dan tanda tangani berkas dari asisten ku nanti. Jangan bermain denganku, cek itu tak berguna tanpa tanda tanganmu diatas materai." jelas pria bertopeng dan bangun dari tempat duduknya.
Langkah kaki pria bertopeng terhenti, melirik sekilas ke Ara yang pingsan. Dengan langkah tegas, pria bertopeng menghampiri Duo K. "Lepaskan!"
"Berikan wanita itu pada tuan ini! Harganya sudah lebih dari cukup." tukas Mamca dengan santai, membuat Duo K melepaskan tubuh Ara.
Pria bertopeng dengan sigap menangkap tubuh Ara, menggendongnya ala bridal style. Keduanya meninggalkan rumah pojok dengan mobil mewah yang baru saja datang menjemput. Seorang wanita dengan pakaian bodyguard keluar dari pintu depan, membukakan pintu belakang untuk bosnya.
"Silahkan tuan," ucap bodyguard itu dengan menundukkan pandangan.
Pria bertopeng memasukkan tubuh Ara terlebih dahulu, dan ikut masuk. Pintu ditutup sang bodyguard, didalam mobil sudah ada seorang pria paruh baya dengan pakaian rapi. Menyodorkan map hitam ke pria bertopeng. "Berkas seperti permintaan anda. Silahkan tanda tangan tuan."
Sejenak pria bertopeng membuka map hitam dan memeriksa setiap klausul yang tertera. Tidak akan ada yang melihat bagaimana ekspresi wajahnya di balik topeng full face itu. Satu tanda tangan dibubuhkan tanpa ragu, dan map di kembalikan pada pria paruh baya di kursi depan. "Waktumu lima menit!"
"Baik tuan."
Pria paruh baya itu keluar dari mobil dan berjalan menuju rumah pojok. Waktu seakan menjadi patokan, dalam lima menit pria paruh baya sudah keluar dari rumah pojok dengan senyuman. Dan kembali memasuki mobil, bodyguard yang sejak awal menunggu di luar juga ikut masuk setelah semua berada di dalam mobil.
"Kemana tuan?" tanya bodyguard dengan tatapan lurus ke depan.
"Apartemen Anggrek," jawab pria bertopeng yang sibuk memeriksa file pekerjaan dari ponsel pintarnya.
"Tuan, bagaimana jika Tuan dan Nyonya besar tahu?" tanya pria paruh baya dengan lirik.
Pria bertopeng menghentikan kegiatannya dan menatap asisten keluarga besarnya itu. "Selama paman tutup mulut. Semua aman terkendali. Ini berlaku untukmu juga Oci!"
"Siap tuan. Tapi bagaimana dengan…."
.
.
.
.
.
...🌚🥺🥺🥺🌚🥺🥺🥺🌚...
Malem, para pembaca. Aku cuma minta satu aja, andai kalian gak suka cerita yang kusajikan. SKIP AJA.
JANGAN LANJUT BACA. GAK PP, KOK.
cuma jangan main kasih RATE KOMEN BINTANG TIGA, APALAGI SATU.
Jujur saja, seorang author nulis satu Bab itu butuh kerja keras. Saat mood lagi kacau karena masalah dunia nyata. Atau karena kesibukan yang gak bisa dipastikan. Seorang author tahu kewajiban buat update ceritanya.
Setiap karya membawa kisahnya masing-masing. Boleh banget kalian kecewa, mungkin karena cerita tidak sesuai ekspektasi kalian. Tetapi, bukan dengan memberikan rate komen bintang satu.
Seorang author bahkan harus menahan rasa kantuk, melawan penyakit mager hanya untuk melanjutkan karya yang dia buat. Aku gak melarang kalian, ketika tidak menyukai cerita ku.
ATTENTION PLEASE. JUST SKIP. NO RATE COMMENT BINTANG 1⭐ karena itu bikin PENULIS DOWN.
"Tuan, bagaimana jika Tuan dan Nyonya besar tahu?" tanya pria paruh baya dengan lirik.
Pria bertopeng menghentikan kegiatannya dan menatap asisten keluarga besarnya itu. "Selama paman tutup mulut. Semua aman terkendali. Ini berlaku untukmu juga Oci!"
"Siap tuan. Tapi bagaimana dengan non Hazel?" tanya Oci dengan wajah tegang.
Ampun kenapa bibir susah sekali diajak kompromi. Mati aku, kenapa aku lancang sekali bertanya tentang istri tuan.~ batin Oci.
Tidak ada jawaban dari tuannya. Sesaat Oci merasakan kelegaan, dan kembali fokus menyetir. Sedangkan pria bertopeng menyandarkan tubuhnya. Untuk apa dirinya mendatangi tempat terkutuk? Semua itu demi seorang wanita didalam hidupnya. Percakapan semalam masih berbekas dengan jelas di dalam kepalanya.
Beberapa jam lalu setelah pergulatan panas di atas king size, sepasang suami istri saling berpelukan. Dengan lembut tangan sang pria mengusap kepala istrinya. "Sayang, apa kamu masih minum pil KB?"
"Ayolah sayang, bukankah kamu tahu kenapa aku melakukan semua ini. Sejuta kali pertanyaan sama darimu, jawabanku akan sama. Aku masih ingin menjadi model. Dan Bryant suamiku adalah suami terbaik didunia. Love you my husband." Hazel memeluk tubuh Bryant dengan erat.
Jawaban Hazel sekali lagi melunturkan keinginannya memiliki seorang anak, bukan tanpa sebab kenapa dirinya ingin memiliki anak dari Hazel. Pernikahan tanpa restu kedua orang tuanya, membuat Bryant berusaha mendekatkan Hazel dengan cara memberikan keturunan. Tapi, Hazel wanita karir dan karir sebagai model tidak bisa ditinggalkan meski hanya dua tahun untuk program kehamilan.
Tentu saja alasannya adalah takut melar, takut tak lagi laku. Untuk apa semua ketakutan itu? Jika suaminya saja masih mampu memberikan barang dan rumah layak ataupun melakukan perawatan sebulan sekali. Di sisi lain pernikahan selama tiga tahun tanpa ada tanda kehamilan, membuat kedua orang tuanya cemas.
Bryant memberikan kecupan di kening Hazel. "Sayang sekali saja. Demi hubungan kita. Aku tidak masalah jika kamu memilih karir, tapi perjuangan hubungan kita membutuhkan dari dua sisi. Bukankah kamu selalu mengeluh, kenapa papa dan mama tak mau menerimamu. Berikan mereka seorang cucu, aku…"
"Tidak sekarang! Jika mereka ingin cucu, kamu menikah saja lagi dan menceraikan wanita itu setelah melahirkan anak untuk kita. Keinginan orang tuamu tercapai, begitu juga dengan hubungan kita aman." ujar Hazel dengan entengnya.
Tangan Bryant mengepal, ucapan Hazel sungguh menusuk hatinya. Bagaimana bisa istri yang teramat dipuja-puja justru memberikan saran gila. Dengan tatapan tajam, Bryant siap menerkam Hazel. Namun dari sudut hatinya, kemarahannya luruh dalam tatapan manja sang istri. "Jangan bicara sembarangan. Pernikahan itu suci dan tidak bisa dipermainkan!"
"Aku tidak memintamu menikah lagi dan mendua! Aku memberikan izin, kamu memiliki istri siri untuk melahirkan anak kita. Setelah itu hubungan kalian berakhir. Pastikan juga surat perjanjian bermaterai." jelas Hazel dan mengusap dada Bryant.
Hazel tahu kelemahan Bryant adalah cinta untuknya. Selama tiga tahun, membuat Hazel paham sifat dan sikap Bryant. Bryant memejamkan mata. Ringan sekali bibir Hazel mengucapkan izin untuk pernikahan keduanya.
Terasa dua lengan melingkar di perutnya, dengan sensasi geleyar aneh menguasai tongkat bisbolnya. Mulut merah dengan rakusnya mengulum dibawah sana, dengan liarnya Hazel diatas ranjang selalu memanjakan tubuh Bryant sebagai seorang suami. Pergulatan kembali terjadi dengan uap panas memburu.
Selama satu jam pergulatan berakhir. Bisikan lembut Hazel menerbitkan membangunkan kelemahan Bryant. "Hmm. Aku punya satu syarat."
"Katakan apa syarat nya?" tanya Hazel dengan menatap Bryant.
"Istri siri ku adalah pilihanku sendiri dan jangan mencoba mendekati tempat dimana aku menempatkan istri siri ku nanti. Setuju?" Bryant mengulurkan tangannya dan Hazel menyambut dengan senang hati, memberikan anggukan kepala.
Akhirnya aku bebas dari beban beratku. Tidak ada lagi obrolan membosankan tentang anak. Tapi, akan ku pastikan. Siapapun wanita itu, tidak boleh merebut Bryant dari genggaman tanganku. ~ batin Hazel.
Ciiiiit…..
"Tuan. Sudah sampai." lapor Oci dan melirik ke kaca spion, dimana bossnya masih melamun.
Paman Alkan memberikan kode agar Oci keluar terlebih dulu, Oci paham dan keluar menunggu di samping mobil. Paman Alkan berdehem dan membuat keponakannya itu kembali sadar. "Bawa wanita itu nak, semua sudah siap di dalam."
"Hmm." Bryant membuka pintu dan kembali menggendong Ara tanpa menatap wajah Ara meskipun sesaat.
Keempat sosok itu memasuki lift bersama, Oci dan paman Alkan di belakang, Bryant yang menggendong Ara di depan. Satu flat apartemen Anggrek menjadi tempat Bryant untuk menenangkan diri dan hanya paman Alkan serta Oci yang tahu tempat itu. Setelah melakukan pemindaian retina, pintu apartemen terbuka.
Mewah dengan banyaknya dinding kaca, dari pintu masuk langsung disambut ruang tamu minimalis dan berseberangan dengan ruang makan. Bryant meletakkan Ara didalam kamar tamu, dan kembali ke ruang tamu untuk melakukan rencana selanjutnya. "Kapan penghulu datang?"
"Sebentar lagi, tapi wanita itu masih pingsan." tukas paman Alkan mengingatkan.
Bryant memberikan kode pada Oci, Oci mengangguk dan bangun dari tempatnya. Langkah kaki wanita rambut sebahu itu berjalan memasuki kamar tamu, dimana Ara berada. Dalam hitungan menit, suara panggilan Oci terdengar. Paman Alkan dan Bryant menyusul.
"Silahkan tuan. Saya permisi." tutur Oci dan bergerak dari tempatnya, namun Ara menahan tangan Oci dengan gemetar.
Melihat itu, Bryant mengangkat tangannya agar Oci tetap bersama calon istri sirinya. "Paman berikan kontrak itu padanya!"
Paman Alkan berjalan mendekati ranjang dan menyodorkan map hitam ke Ara, Ara hanya menatap tanpa paham maksud dari pria paruh baya ataupun orang-orang baru yang ada di sekitarnya itu. "Kalian siapa? Dimana aku?"
"Kamu bisa membaca? Baca map ini!" perintah paman Alkan.
Oci membantu menerima map dan membukanya, membiarkan Ara membaca tanpa perlu memegang map dengan tangan yang gemetar. Mata Ara membulat sempurna, mata coklat Ara terlihat jelas sendu dan terkejut. "Saya……"
"Pilihanmu hanya dua, menjadi istri siri atau menjadi wanita malam!" tukas Bryant dengan tekanan.
Belum usai sesak dan rasa sakit di hatinya. Kini hidupnya terjun bebas ke dasar jurang yang dalam. Belum genap satu jam dari dirinya diceraikan dan dikhianati, kini hidupnya sudah masuk ke hubungan tanpa kejelasan. Tapi jika tidak menikah dengan pria yang membayar tubuhnya. Sanggupkah dirinya menjalani hidup sebagai wanita malam? Melayani berbagai jenis pria hidung belang.
"Aku siap menikah dengan anda." Ara memejamkan mata setelah mengucapkan kalimat pemberontakan dari dalam hati kecilnya.
Paman Alkan memberikan pulpen pada Ara dan menunjukkan tempat Ara untuk tanda tangan. Tangan gemetar Ara mencoret kertas perjanjian hitam diatas putih. Coretan terakhir tinta, membuat Ara pasrah. Hidupnya tak ubah seperti boneka. Setidaknya, dirinya tidak harus melayani banyak pria setiap malam. Kehormatannya masih tersisa, meskipun menjadi istri siri seorang pria asing.
Persetujuan Ara, membuat Bryant tersenyum di balik topeng. Kedua pria itu keluar dari kamar tamu dan membiarkan Oci menyiapkan mempelai wanitanya. Setelah menunggu tiga puluh menit, Oci keluar bersama Ara dengan penampilan sederhana. Balutan kebaya putih lengan pendek dan rambut tersanggul seadanya, wajah dengan riasan tipis.
"Bisa kita mulai?" tanya Bryant dan masih memakai topeng.
Oci membiarkan Ara duduk di samping Bryant. Suasana tampak tegang dengan hawa dingin menyebar. Pak penghulu memulai do'a sebelum melakukan pernikahan dan menjabat tangan Bryant dengan kuat. "Saya nikahkan dan kawinkan ananda Bryant Angkasa Putra dengan saudari Ayesha Ramadhani binti Machmud dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan sepasang cincin emas dua puluh karat dibayar tunai."
"Saya terima nikah dan kawinnya Ayesha Ramadhani binti Machmud dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." Bryant mengikrarkan janji suci dan menghentakkan tangan penghulu.
"Bagaimana saksi? Sah?" tanya pak penghulu.
"Sah……"
Ucapan para saksi yang terdiri dari empat orang, membuat Ara sadar dari fikirannya. Berfikir semua yang terjadi hanyalah mimpi, tapi semua yang terjadi adalah nyata. Setelah ditalak, kata sah terdengar seperti cambukan di dalam kehidupan Ara.
"Mulai hari ini kamu tinggal disini dan jangan pernah keluar dari pintu itu! Semua keperluan mu sudah tersedia, jika membutuhkan sesuatu hubungi Oci." Bryant memberikan ultimatum setelah satpam, pak penghulu keluar dari Apartemen miliknya.
Aku terjatuh begitu dalam, cinta yang ku agungkan menjadi ledakan. Bagaikan hidup tanpa jiwa dan menjadi boneka. Semua mempermainkan ku tanpa perasaan, sesak sakit dan lukaku tak lagi terobati.
Semua orang meninggalkan Ara didalam apartemen, Oci mengantarkan paman Alkan kembali ke rumah dan Bryant memilih menuju salah satu tempat terbaik di lingkungan apartemennya. Sebuah club yang pastinya hanya di huni para pemilik apartemen. Tanpa peduli sinar mentari yang masih terbit, Bryant memasuki club.
Kegalauan Bryant terlihat dari caranya memainkan gelas wine di tangannya, bahkan mencoba menghubungi istrinya berulang kali. Tapi satu panggilan darinya tak terjawab meskipun hanya lima detik. Hampir tiga jam Bryant hanya duduk dan melakukan satu hal, yaitu mencoba berbicara dengan Hazel. Kesabaran Bryant telah habis. "Bro, wine!"
Dengan banyaknya minuman, Bryant menghilangkan beban hidupnya.
Kegalauan Bryant terlihat dari caranya memainkan gelas wine di tangannya, bahkan mencoba menghubungi istrinya berulang kali. Tapi satu panggilan darinya tak terjawab meskipun hanya lima detik. Hampir tiga jam Bryant hanya duduk dan melakukan satu hal, yaitu mencoba berbicara dengan Hazel. Kesabaran Bryant telah habis. "Bro, wine!"
Botol berserakan dan satu gelas mini di tangan Bryant selalu terisi lagi dan lagi. Hingga seorang manager club datang. "Antar tuan ini ke apartemen Anggrek. Ini sudah kelewat batas."
"Baik pak." sahut bartender dan merebut gelas wine di tangan Bryant.
Bryant menolak, tapi bartender tidak menyerah dan memapah tubuh kekar dan berat Bryant dengan susah payah keluar dari club dan menuju lift. Dengan banyaknya minuman yang masuk ke tubuh Bryant, kesadarannya mulai hilang kendali. Sehandal apapun dirinya, kali ini batasan terlewati. Tidak seharusnya Bryant meneguk lima botol wine dalam waktu beberapa jam.
Tingtong!
Tingtong!
"Tuan sepertinya anda tinggal sendiri. Mari saya bantu menegakkan tubuh anda dan silahkan pindai password apartemen anda." tutur bartender dengan sabar.
"Hmm. Jangan menikah lagi ya, semua itu berat dan menyakitkan." curhat Bryant tanpa sadar, membuat bartender menahan senyuman.
Bryant berusaha membuka mata untuk membuka pintu apartemennya, pintu terbuka. Bryant melepaskan diri dari papahan bartender. "Aku bisa sendiri. Thank's."
Bartender mengangguk dan meninggalkan Bryant yang masuk ke dalam apartemennya. Suasana temaram dengan lampu malam. Bryant berjalan terseok-seok, menyambar sebuah vas bunga.
Praaang…..
Suara itu mengejutkan Ara yang baru saja terlelap akibat lelah menangis. Dengan buru-buru Ara keluar dari kamar dan menyalakan saklar lampu. Seorang pria dengan pakaian acak-acakan bersandar di salah satu bufet dengan pejaman mata. Wajah tampan dengan pahatan sempurna terlihat jelas, dengan bimbang Ara mendekati pria yang kini menjadi suaminya.
"Sayaaang." panggil Bryant yang melihat samar wanita di depannya.
Ara mematung, suara Bryant terdengar merdu dan membuat bulu meremang. Tidak seperti ultimatum beberapa jam lalu yang terkesan mau menang sendiri. Bryant menghampiri Ara dan menarik pinggang Ara dengan posesif. "Hey kenapa diam? Lihat aku sudah menikah. Ayo ucapkan selamat."
"Maaf tuuan. Sayaa…empt."
Pagutan bibir Bryant membungkam bibir Ara, sentuhan Bryant sangat agresif dan menuntun. Ara memukul dada Bryant agar dilepaskan, usahanya berhasil. Bryant melepaskan pagutan, namun bibir sexy Bryant menurunkan tujuan perjalanannya. Leher jenjang Ara menjadi sasaran keduanya. Ara berusaha menolak dan memberontak, tapi kekuatannya tak sebanding.
Seharian dirinya tak memakan satu asupan pun dan kini Bryant menguasai tubuhnya dengan posesif. Ara hanya bisa pasrah, Bryant menggiring Ara memasuki kamar dengan pakaian berceceran dimana-mana. Tanpa menutup pintu kamar, Bryant melanjutkan aksinya. "Sayaang you mine. Just mine."
Cup….
Lembut dan memaksa, seperti sengatan listrik yang menyetrum tubuh Ara. Untuk pertama kali, tubuhnya dijam@h dengan tatapan mendamba seorang pria. Tatapan penuh cinta dan hasrat. Semakin luas penjelajahan Bryant, Ara semakin tenggelam dalam permainan suami barunya.
Bibir dan tangan Bryant seakan berlomba-lomba mendapatkan penghargaan, menjelajahi perbukitan dengan jalanan mulus bebas hambatan. Setiap lekukan mendapatkan absen dengan bukti stempel merah. Warna putih menjadi belang tak beraturan. Hingga Ara kembali dalam kesadaran, saat sesuatu mencoba memasuki gua miliknya.
"Kenapa susah? Sayang kenapa sempit sekali?" tanya Bryant frustasi.
Ara hanya bisa menahan setiap usaha Bryant memasukkan tongkat bisbol itu ke dalam guanya. Hingga tangan Bryant ikut memposisikan tongkat bisbolnya secara manual, seakan gua itu menolak miliknya. "Akhirnya."
Dengan menarik tangan Ara ke punggung, Bryant kembali mendekatkan tubuhnya dan membungkam bibir Ara dengan rakus. Menyesap dan memangutnya tanpa henti. "Love you sayaang…"
"Aaarrrgghh….." seru Ara menahan rasa perih dan sakit akibat Bryant menghujam guanya dengan kekuatan penuh.
Sesuatu mengalir dari dalam guanya. Sudah tidak ada lagi yang tersisa. Kehormatannya sudah direnggut suami barunya, pria yang hanya mengharapkan seorang anak dan akan membuangnya setelah melahirkan.
Aku ikhlas memberikan kehormatanku. Semua demi hutang ku pada mu, kini aku hanyalah istri siri penebus hutang. ~batin Ara dengan lelehan air mata.
Bryant tak menyadari kegilaannya menjamah tubuh Ara, telah menghancurkan sisa kepercayaan di hati Ara. Ara hanya pasrah dengan pergulatan panas satu sisi. Hingga tubuh Bryant ambruk di sisi Ara dengan nafas ngos-ngosan. "Terima kasih Hazel cintaku."
Cup…..
Tangan Bryant membenamkan tubuh Ara dalam pelukannya. Ara hanya bisa menangis dalam diam. Nama yang terucap dari bibir Bryant, menjadi sembilu tajam. Tubuhnya terjamah atas nama wanita lain.
Keesokan harinya,,
Tubuh Bryant terasa kaku dan pegal. Merasakan ada yang salah, dengan membuka mata. Bryant menatap tak percaya dengan posisinya saat ini, tubuhnya polos dan memeluk wanita yang kemarin sah menjadi istri dirinya. Bahkan dengan eratnya kedua lengan kekarnya memeluk Ara posesif. Ara masih terlelap dengan sisa kelopak mata yang basah.
Dengan perlahan Bryant melepaskan tubuh Ara, kesadaran perlahan pulih dan mengingat semua kegilaan dirinya menerkam Ara. Bahkan pergulatan semalam jauh lebih beringas, dibandingkan saat bersama Hazel istrinya. Tapi ada yang mengusik hati Bryant. Dan tangan Bryant menyibak selimut, tubuh polos keduanya tak mengalihkan fokus pencarian Bryant.
Noda darah di sprei putih terlihat jelas, darah keluar saat dirinya susah payah meloloskan serangan dan itu artinya istri sirinya masih perawan. Kenyataan ini, membuat Bryant bergegas turun dari ranjang. Tidak peduli dengan rasa pusing di kepalanya.
Perasaannya tidak karuan, bukan hanya hati yang bergemuruh dan merutuki kebodohannya. Kini tanpa sengaja, dirinya menjadi alasan seorang wanita kehilangan kehormatannya tanpa izin sang pemilik tahta. Bryant memunguti semua pakaian dan memakainya kembali. Tanpa berbalik untuk melihat kondisi Ara setelah melewati malam panas tanpa kekuatan.
Kepergian Bryant, membuat Ara membuka matanya. Ara memilih berpura-pura tidur, agar Bryant tidak merasa bersalah. Meskipun, hati terdalamnya tak lagi bernyawa.
Ketika waktu tak lagi menjadi milikku. Apalah arti hidupku? Aku hanya raga tanpa jiwa. Menjadi boneka dalam permainan takdir, terhempas dari gunung berapi dan masuk ke dalam lembah kegelapan. Cahaya pun enggan memberikan secercah harapan padaku. Andai aku tak beriman, goresan darah pastilah menodai jejak perjalanan hidupku. Kesendirian dan kehampaan ku menjadi bumi dan langit ku. Aku hanyalah Istri siri penebus hutang.
Meninggalkan luka di mata Ara, Bryant melajukan mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata. Pria itu bergegas kembali ke rumah mewahnya dan berniat meminta maaf pada Hazel atas pengkhianatan yang dilakukannya.
"Hazel?" seru Bryant dari depan rumah setelah keluar dari mobil, bibi segera menghampiri tuan Bryant dengan celemek basah.
"Maaf tuan, Nyonya Hazel masih belum kembali." lapor bibi dengan gugup.
Ucapan bibi membuat wajah Bryant merah menahan geram. Dirinya seperti orang tidak waras kembali kerumah dan istrinya ntah saat ini ada dimana. Suara langkah kaki memasuki rumah, terdengar cukup jelas. "Darimana saja kamu? Apa..."
Bryant menghentikan ucapannya, setelah berbalik dan melihat siapa yang datang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!