“Nah … Sekarang seep bagian lo—Malah ngelamun Ini bocah.”
Seorang perempuan berparas cantik dominan manis tak habis pikir dengan temannya ini yang sedari tadi melamun. Dan karena itu pula, lamunan indah bak langit seorang gadis cantik bernama Olive pun buyar.
“Eh, apa Be?” Sempat terdiam sejenak karena linglung.
“Apa! Apa! … Kerja woi bukan ngelamun,” tegurnya.
“Iya, apa? Gue tadi cuman kepikiran dikit doang.” Olive menyahut.
Be yang tak tega melihat teman unyunya ini marah dengan keadaan dramatis, hanya bisa menghela nafas. “Hey! Lihatlah keadaannya, wajah ditekuk, bibir mengerucut hidung bengir yg merah, pipi chubby yang menggembung mirip sekali dengan boneka powerball,” pikirannya.
“Lain kali masalah pribadi lu cerita ke gue di luar jam kerja, oke?” Nasihat Be.
“Iya, Be.”
“Eh, anyway beresin meja meja itu, sekarang bagian lo yang beres beres kan?” ucap Bee sambil mengemas barang barang untuk pulang.
“Hemm.” Olive mengangguk.
Bee. Teman sama-sama karyawan cafe di tempatnya bekerja. Ia tak berbeda jauh dengannya yg menyempatkan bekerja paruh waktu untuk menyambung hidup, karena itulah Olive mau dekat dengannya.
Sedangkan Olive, dia lah tokoh utama. Gadis yang polos dan cerdas tapi pemalas. Usianya 17 tahun. Gadis cantik dan tegas, memiliki kepedulian tinggi. Campuran Korea-Thailand. Berasal dari keluarga broken home. Namun, memiliki pesona luar biasa.
Olive yang terlampau kaku jarang sekali mendapatkan teman. Bukan karena dia yang menyebalkan tapi orang-orang yang sedikit demi sedikit menjauh setelah perkenalan pertama mereka.
Ada yang mengatakan bahwa saat pertama kali bertemu, Olive tak pernah sekalipun mengindahkannya. Malah jika ingin berbicara dengannya harus memulai topik pembicaraan terlebih dahulu. Dan Olive tak pernah sekalipun mengindahkan pertanyaan demi pertanyaan itu, tapi anehnya, dia mempunyai banyak penggemar. Aneh bukan?
Bee terkadang heran kenapa Olive sangat kaku, bahkan seorang introvert pun pasti ada titik lemah. Berbeda dengan Olive, kepada Bee saja dia hanya akan berkata ‘apa’ ‘oh’ ‘hemm’ ‘baiklah’.
Bee pernah bertanya tentang itu padanya. Tapi Olive hanya menjawab, ‘Apa harus jungkir balik buat jawab pertanyaan orang?’ Seperti itulah dia. Tidak suka menggangu dan tidak suka diganggu.
Selama hidupnya, Olive hanya sekolah dan bekerja. Tidak ada kegiatan lain selain itu. Sudah banyak perempuan maupun laki laki yang terpukau dengan pesonanya. Bahkan di sekolah pun sudah mengadakan fan club untuknya. Dia tidak akan memperdulikan hal hal semacam itu. Masa bodoh dengan orang orang yang mengatakan ‘tidak tahu diri’ Olive bahkan tidak datang di hari pesta ulang tahun kemarin yang dibuat fans clubnya.
Sedikit disayangkan, gadis itu juga jomblo.
“Gue pamit ya, titip cafe. Kalau udah ada orang shift malam, lo bisa titip kunci ke dia,” ujar Be. Nama aslinya Febee hanya saja sering disebut Be atau Bee.
“Buru-buru?” tanya Olive.
Febee memutar bola mata malas, apa anak itu buta? Sudah tahu dia sedang berkemas barang miliknya untuk pulang.
“Enggak, gue mau semedi nginep di sini. Ya pulanglah, heran gue punya temen otak kadal kayak lo,” Febee tak habis pikir. “Udah lah, gue pergi ya, bye!” pamitnya lalu benar benar pergi.
Sedangkan Olive tengah menatap lekat punggung teman satu pekerjaannya itu, gadis itu seakan bahagia dengan hidupnya yang sebenarnya sama-sama menderita seperti dirinya.
“Semoga hidup gue juga bisa secerah lo, Febe,” gumam Olive sambil tersenyum sederhana.
Sepulang bekerja, Olive langsung saja merebahkan diri di kamarnya. Tanpa mandi, makan dan berganti baju. Badannya sakit dan remuk, ia sangat butuh istirahat.
Pagi hari menjelang ….
Di Sebuah komplek, Rumah Kayu coklat bernuansa kuno yang merupakan rumah sewaan dengan harga murah terlihat seorang gadis masih berbaring dalam selimut tebal miliknya.
Mata lentik itu terbuka, memaksa tubuhnya bangkit dengan kesadaran setengah terjaga, “Hoaammm ….”
Tidak ada yang tahu jika seorang Olive yang dingin mempunyai kebiasaan menyapa uap saat bangun tidur seperti barusan ini. Olive segera melihat jam dinding di kamarnya 07. 30.
“Ahh baru jam setengah delapan, fyuhh ….”
Lihatlah! Anak sekolah pada umumnya akan kaget bahkan setidaknya menjerit histeris kala mengetahui ia akan terlambat sekolah dan pastinya akan terkena hukum. Tapi, Olive? Ia hanya santai, Olive bersiap-siap dan hanya minum air putih untuk mengganjal perutnya yang lapar di pagi hari.
Olive hidup sendiri setelah perceraian kedua orangtuanya 5 Tahun lalu. Sang ibu pergi bersama pria lain dan sang ayah juga lebih memilih bersama keluarga barunya. Kedua orang tuanya sibuk dengan keluarga baru mereka masing masing terlebih karir mereka. Sang ayah yang menjadi CEO di perusahaan agrarose dan sang ibu seorang penyanyi yang gemulai.
Dari latar belakang mereka seharusnya sekarang Olive bahagia karena terlahir dari seorang pengusaha dan aktris. Tapi, tidak! Baginya dunia adalah neraka kecil.
Pernah sekali Olive mencari tahu keberadaan orang tuanya melalui sosmed, dan hasilnya membuat ia terkejut. Masing-masing dari mereka sangat bahagia seperti tidak memiliki tanggung jawab sekali pada pernikahan mereka sebelumnya. Dari situ ia mulai belajar hidup sendiri atau memang sedari dulu ia sendiri?
Saudara? Ha ha, Olive hanya bisa tertawa hambar. Dia dulu memiliki Brother. Tapi, dulu! Dulu sekali … semenjak ia tahu jikalau kakak laki-lakinya itu seorang buronan polisi. Sekarang, entah di mana ia berada belum ditemukan. Meski dalam hati, ia masih merutuki jika dia sangat merindukan bajingan sedarah itu.
Back the topic ….
Setelah bersiap siap untuk pergi sekolah ia segera berangkat hanya menggunakan sepeda kesayangan. Di perjalanan yang padat ia mengayuh sepeda, membasuh peluh. Berbeda dengan anak-anak pada umumnya yang diantar jemput oleh kendaraan beroda empat atau pun beroda dua. Tidak lupa kebiasaan Olive, yang selalu memakai earphone di kedua telinganya.
“TROUBLE” Entah lagu, lirik ataukah deru nadanya yang membuat seorang Olive nyaman terbawa arus alunan musik. Sesekali ia mengayuh sepeda dengan melirihkan bait-bait lagu. Pikirnya, lagu itu tercipta untuk kisah hidupnya yang penuh peluh.
Banyak kendaraan angkutan umum berlalu lalang sekedar menyapanya, Olive tidak banyak bicara hanya sesekali tersenyum paksa. Ia tidak terlalu percaya dengan apa itu kesetiaan. Selama ia tidak dirugikan ia akan terus terlihat baik baik saja.
Sesampainya di sekolah ia tak langsung masuk melainkan berhenti di depan gerbang utama. Sejenak ia melihat tulisan yang tertera di atas gapura sekolah itu.
“HIGH SCHOOL INTERNATIONALITY”
Sekolah yang begitu diidam-idamkan semua anak seusianya dan tentu bayaran yang harus dikocek tidak segampang membeli es krim. Yang paling Olive syukuri ia sejak kecil selalu mendapatkan beasiswa karena memperoleh nilai tertinggi terus di sekolahnya.
Olive yang sedari tadi berekspresi datar menghentikan lamunan, dan segera memanjat gerbang pembatas yang sudah tertutup rapat. Mudah baginya karena ini bukan yang pertama kali.
Ia berjalan santai di lorong sekolah yang sepi. Karena memang waktu sudah memperlihatkan pukul 08.59. Waktu di mana jam pelajaran dimulai 1 jam yang lalu. Ia masuk tanpa permisi dan duduk di kursi yang paling pojok sebelah kanan belakang.
“Sial, semoga aja pak botak lagi gak ngajar,” do'a nya. Karena ia sedang sangat malas berdiri di depan kelas sambil memegang kuping yang panas terkena omelan maut guru menyebalkan itu.
Keringat yang berjatuhan di pelipis serta di dagu lancip seorang gadis, siapa lagi kalau bukan Olive merupakan tontonan live gratis yang tak bisa dilewatkan di kelasnya, tentu itu terjadi setiap pagi. Menurut mereka hal seperti itu sangatlah menawan dan lihatlah baru juga sampai di kelasnya ia sudah disoraki histeris oleh para penggemarnya.
Ada yang berkata, “Princess come back.”
“Cantik.”
“Manis.”
“Perfect.”
“Sempurna.”
“Act Cool.”
“Kyaaa, mata gue kelilipan.”
“Oh, My Gosh.”
“It's Really Hot.”
“Oliveee!”
“Andai emak gue kayak dia.”
“Maap abang khilaf.” dan lain lain.
Sebenarnya, Olive sendiri sempat heran. Dia bahkan tidak memiliki sesuatu yang istimewa. Tajir melintir? Tidak! Orang tuanya lah yang kaya raya, dan bukan dirinya.
Cantik? Errrr, entahlah dia dibilang gadis cantik sekaligus tampan di pandangan semua orang. Semua berawal dari dia memberanikan diri bertanya pada teman sekelasnya dulu saat Semester 1 SMA.
“....”
***
“Marin!!”
Semua pasang mata tertuju pada dua sejoli yang sedang mengadu sendok makan siang di kantin. Ia adalah Olive yang kaku sedang memanggil nama teman makan siangnya.
Yang ditanya hanya menampilkan wajah terkejut. Sebab, nama itu adalah awal pertama olive memanggil seseorang di semester awalnya.
“I-iya?”
“Gue boleh nanya?” Jujur saat itu ia tidak bisa berpikir harus bertanya kepada siapa lagi selain bertanya langsung.
“T-tentu saja boleh, lo mau nanya apa Liv?”
“Lo suka sama gue?”
“Say what!”
“....”
***
Sejak saat itu banyak kabar beredar bahwa dirinya seorang bisex atau diartikan penyuka laki laki dan suka perempuan. Ia kira akan banyak gunjingan setelah itu, tapi ternyata “No, Big No.” Tidak ada yang memaki, menghina, ataupun menghujatnya. Justru di situlah ketenarannya dimulai. Ia menjadi incaran semua kaum, baik adam ataupun hawa.
“Cih! Lama-lama telinga gue sakit. Gak punya kerjaan lain apa mereka?” kesal Olive dalam Hati setelah duduk risih di kursinya.
Brakkk!!
Suara tamparan meja keras diketuk seseorang yang menyebalkan, siapa lagi dia? Bahkan satu kelas pun tahu siapa dia.
“Astagfirullah …” Nyebut Aje. Siswa tampan yang mempunyai kembaran bernama Jeje. Mereka sangatlah populer di sekolah tersebut, tapi beruntungnya berkawan baik dengan gadis dingin itu.
Dan ya, Olive tidak terlalu banyak teman melainkan rekan yang baik hati tapi bermuka dua.
Namun, dari semua milyaran orang di dunia hanya 4 orang saja yang mampu meluluhkan hati olive. Siapa mereka? Febee. Jeje. AJ dan Win. Selain Bee yang lumayan dekat dengan Olive. Mereka bertiga JJ. AJ dan Win sudah saling mengenal dari bayi brojol, istilahnya dulu mereka 1 klinik saat melahirkan, ibu mereka saling berkenalan dan berteman baik sampai mereka dewasa. Jadi pantas kalau mereka tahu gelagat Olive selama ini.
“Kenapa lo?” tanya Jeje menatap datar dengan sabar pada si biang kerok.
Siapa lagi kalau bukan Winer, biang rusuh di antara 4 serangkai. Nama geng mereka, di baca EF AY. Dia juga yang barusan membuat rusuh dengan menggebrak meja seenaknya. Kalian tahu, bahwa Olive satu satunya perempuan di lingkar persahabatan ini.
“Ngagetin tahu lo, monyet!” AJ menoyor kepala Win keras.
“Asssh! ... Sorry, gue cuman usil dikit doang padahal sama temen kita,” alasan Win menatap lurus pada Olive. Yang ditatap hanya acuh.
“Temen cewek kita yang mana?” tanya Aj bodoh.
Sekarang giliran Jeje yang menoyor keras kepala kembarannya. Yang dijitak justru senyum-senyum sendiri. Semua kompak bergidik ngeri. Bahasa sundanya, “Ai siya kunaon?”
“Gila lo? Di jitak bukannya sakit malah nyengir,” heran Jeje segera menjauh.
“Eh, kenapa jadi lo berdua yang ribut?” lerai Win. “Sekarang gue mau nanya deh sama lo, Liv,” sambung Win duduk di hadapan gadis itu.
“Ya ... tinggal tanya aja susah,” sekarang Jeje yang banyak bicara.
“Apa?”
Setiap obrolan yang mengandung unsur kata “Olive” dipastikan semua pasang mata akan menunduk, tapi telinga dipasang baik-baik untuk sesi menguping.
Buat apa? Bahan gosip satu sekolah, seperti sekarang ini. Banyak orang yang sengaja berlalu lalang hanya untuk menguping pembicaraan mereka. Sepertinya, mereka sudah pantas jadi artis yang setiap detiknya tersorot kamera.
“Lo lagi deket sama cewek sekolah tetangga yah?” tanya Win antusias namun dengan nada hati-hati.
“What!! Who? Are you crazy man? Masa si Olive nempel sama cewek, gak mungkin banget. Si Olive normal woi!”
Sudah dibilang sekarang Jeje yang banyak bicara. Dan kembarannya Aj? Tidak henti-hentinya cengengesan dari tadi. Maybe ... Ada otak di balik kelapa? Wajib dipertanyakan, tapi biarlah.
“Ap-apa sih? Nggak lah!” Olive mengelak dengan pipi bersemu merah.
Mereka bertiga sudah tahu Olive sejak lama. Olive tidak akan berkomentar kalau tuduhan itu salah. Karena menurutnya tidak penting untuk dibicarakan. Itu artinya tuduhan yang Win lemparkan ada benarnya, walau sebenarnya Win punya bukti.
“Halah … Ngaku aja lo, gue gak akan bocor kok,” dasar bodoh. Dia seperti kelinci yang bisa berlari cepat dan melihat jernih, tapi tuli sekaligus dongo karena kurang gizi tomat.
“Enggak, lagian gue nyari batangan bukan lemper,” sahut Olive dengan tenang.
Ekspresinya, selalu meyakinkan siapapun. Sangat pandai berbohong di keadaan sulit sekalipun, Win patut apresiasi.
“Are you sure? Gue punya bukti untuk omongan gue.” Win tersenyum tak tertebak. Melihat lengkungan setan itu membuat Olive menebaknya, ia sudah tahu jika kelinci bongsor itu akan melakukan sesuatu di luar nalar manusia biasa.
Ngomong-ngomong, mereka anggaplah memakai bahasa china aksen. Karena sebenarnya, mereka tinggal di daratan Timur. Sangat beruntung orang-orang itu bersekolah di tempat elit tersebut. Apalagi Olive. Karena kecerdasannya, ia mampu bersekolah di sekolah yang sangat membantunya dan bisa berkumpul dengan ketiga teman dekatnya itu.
“Bukti apaan bro? Spill cepetan,” ujar Aj diangguki Jeje.
“Ada lah, gue gak akan ngasih tahu kalian. Kalau lo semua mau pada tahu, tanya dulu ke si Olive,” jawab Win menyombongkan diri.
“Ah gak seru lo, spill cepetan!” sahut Jeje ikut nimbrung.
“Tahu nih, pake acara rahasia segala. Tapi … Kalau misal iya pun lo gaet cewek, kita gak ngelarang sih Liv. Secara kan, yang demen sama lo bukan kita, tapi si bontot. Iya gak Win?” usut Jeje memanasi Win.
Benar saja, Win berubah kikuk dan tak percaya diri. Olive selalu melihat interaksi mereka, ia hanya cukup menyimak dan tahu segalanya. Ia juga sebenarnya sudah tahu jika temannya itu menyukainya, hanya saja ia tak mau ambil resiko saja yang mengakibatkan pertemanan mereka akan hancur.
“A-apaan sih lo pada? Mana ada!” elak Win menyangkal kalimat yang dilontarkan Jeje padanya.
“Ciee, Win malu malu nih!” seru Aj yang kurang ajarnya ikut-ikutan.
“N-nggak lah, ya kali gue demen si Olive.” elak Win dengan alasannya.
“Bokong ya, lo! …” tebak Jj mengacungkan jari telunjuk menggoda temannya.
Mendengar bacotan temannya itu akan percuma saja jika terus mengelak, lagi pula sudah sering ia diperlakukan seperti ini. Ia juga tahu Olive sudah mengetahui perasaannya dan hanya berpura-pura tidak peka, huh menyebalkan. Win hanya menganggukkan kepala tanda setuju sebelum ia berpikir ….
“BOONG BEGO! BUKAN BOKONG!” teriak Win membenarkan.
“Ya maap,” balas Jj malas, perasaan apapun itu Jj selalu salah di mata teman-temannya.
Olive hanya menatap malas ketiga kelinci ini. Jika bukan karena sayang sudah ia buang di rawa-rawa. Eh, sayang deng buat makan kucing tetangga.
“Temen.” Olive meluruskan semua kesalahpahaman mereka terhadapnya dan Be. Ia tahu pasti mereka mencurigainya dan Be.
Sekarang, Win yang menatap jengah teman perempuannya ini. Jujur, Olive satu satunya teman perempuan yang akan selalu ia jaga dan ia jauhkan dari fakboy maupun fakgirl. Bahkan kadang Win suka tidak sadar diri, bahwa dirinya sendiri juga seorang Fakboy.
Jj dan Aj hanya ber Oh ria. “Tapi kemarin gue liat lo ngobrol akrab sama tu cewek–”
“Kemana yang ngajar?” Olive celengak celinguk.
Bukannya mengalihkan pembicaraan. Cuman aneh saja, biasanya dia datang ke kelas, di kelasnya udah keduluan guru.
“Guru-guru ada rapat mendadak, jadi sekarang jamkos dulu,” sahut Jj.
“Ouh ….”
Setelah itu Olive berdiri dari kursi dan berjalan keluar kelas, ketiga temannya hanya menatap heran dan tidak ada pilihan lain selain mengikuti gadis itu, sedari tadi mereka memang sudah bosan di kelas.
Jj, Aj, dan Win memang berasal dari keluarga yang bisa disebut kaya raya, jadi mereka bebas di sekolah walaupun sebenarnya itu tak patut di contoh.
Hanya saja mereka berteman selayarnya saudara. Saling menjaga satu sama lain. Jika satu terluka masa semua merasakan sakitnya.
Semua orang yang berlalu lalang di area kantin seketika menjadi riuh histeris karena kedatangan ice girl mereka, Olive, dan ... 3 teman konyolnya. Kenapa jam pelajaran banyak siswa siswi diam di kantin? Alasannya karena ingin memotret aktivitas geng itu.
Mereka berempat duduk di kursi yang masih kosong. Sebentar lagi jam istirahat, pasti kursi akan segera penuh oleh pelajar, pikirnya. Olive tidak memperdulikan teriakan teriakan histeris para hawa dan gombalan-gombalan anak laki-laki yang melihat mereka.
Berbeda dengan Jj dan Aj yang malah memberi smirk serta sedikit kedipan mata pada gadis-gadis itu. Tentu akibatnya semakin panjang lolongan-lolongan anjing yang kurang belaian. Di pastikan hanya Win dengan Olive saja yang waras saat ini.
“Aduh … laper banget,” ringis Jj dengan perut keroncongan.
“Yaelah ... tinggal mesen makan aja susah amat. Kita ini konglomerat, jangan sok miskin lo,” balas Aj pada saudaranya.
“Makanya pesenin Sat, gue lemes gak bisa berdiri,” keluh Jj.
“Ogah, Pesan aja sendiri. Punya kaki tuh gunakan. Lo sebenernya sehat sehat aja, cuman kelaparan. Tampang kek orang kena kanker stadium 4 aja.”
“Tega bener lu sama kembaran sendiri, gue mati siapa yang kelonin lo malem-malem, hah?” timpal Jj menaikan intonasi bicaranya.
“Berisik banget lu pada,” lerai Win marah sambil melotot.
“Ya, maap,” sahut Jj menunduk.
“Gue maafin,” sahut balik Aj, Win, dan Jj balik memandang Monyet berperawakan orang hutan itu.
‘Pletakk!’
“Wey, monyet!!” teriak Aj tak terima dengan 2 jitakan di kepalanya. Ia sangat kesal pada Jeje.
“Siapa yang minta maaf sama lu sih goblok,” jawab Jj kesal. Win menanggapi dengan mengangguk.
“Barusan kan lu minta maaf, dari pada nggak ada yang jawab, yaudah gue yang jawab.” Aj membela diri.
“Please lah ya! Kalau bisa ditukar, gue mau Jin BTS aja yang jadi kembaran gue,” sahut Jj. Win tertawa mendengar penuturan Jeje. Sedangkan, Olive tersenyum tipis menanggapi. Ada ada saja, pikir gadis itu.
Bel pulang sudah berbunyi 15 menit yang lalu. Olive berjalan menyusuri area lorong kelas dengan santai.
Brukk!
Olive meringis sakit di pantatnya, seseorang menabrak dia tanpa melihat jalan apa bagaimana? Pastinya itu cukup sakit. Ia mendongak ke atas hendak melihat siapa orang itu, tapi seketika matanya yang memejam sakit jadi melotot.
“Eh, kok gue kayak kenal?” batin Olive terduduk di lantai.
Orang yang menabrak olive langsung sigap membantunya dengan berjongkok. “Sorry! Sorry, gue gak sengaja. Lo gak papa kan?” tanya orang itu. Olive berdehem.
Olive berdiri merapikan baju dan roknya yang kotor. Dia hendak pergi sebelum ada tangan yang mencegahnya.
“Tunggu! Nama lo siapa?” Olive melepaskan tangan kekar itu, pergi dengan santai.
“Menarik ….”
Olive mengayuh sepeda dengan peluh lumayan deras di dagunya. Sesampai di rumah ia menepikan sepeda pink miliknya di depan rumah sederhana.
“Loh, loh, itu rumahnya? Dia sendirian kan di rumah?”
“Itu rumahnya kecil tapi nyaman lah buat tinggal berdua sama gue.”
“Gak apa-apa sederhana yang penting guenya yang kaya, iya gak bro?”
“OLIV!—bsssbbppb.” teriak salah seorang laki-laki, sebelum dibekap oleh salah seorang temannya yang lain.
Dia tahu ada yang mengikutinya sampai rumah atau selalu? Tapi ia tak perduli, selagi tidak mengganggu ia tidak akan memperdulikannya.
Olive sudah mengganti seragam dengan baju tidur, tentu sebelum itu ia mandi. Malam begitu sunyi, Ia benci kesunyian ini. Karena, dengan semua itu pikirannya tiba-tiba saja selalu membayangkan kejadian-kejadian yang memilukan. Bahkan ia tak pernah sekalipun menceritakannya pada siapa pun.
‘Derrrt … dreeet’
Handphone bergetar tanda ada panggilan, lamunan Olive buyar, tergantikan dengan ekspresi kebingungan menatap layar handphone.
‘Win? Untuk apa ia menelpon!’
“Hallo!! Ol, ntar malem on club ok!” Suara menginterupsi itu terdengar lancar dalam signal 4G.
“Ogah, mending rebahan sambil mesen seblak,” ucap Olive.
“Yaelah, Kali-kali lu weekend kerja main ke club, gk minum-minum kok … cuman ngedugem doang, na ... na ... na …”
“Hemm, ngajak sesat terus lo ah!” Setelah itu ia mematikan sambungan telepon itu sepihak.
‘Tringg!’
Suara notifikasi handphone bergetar. Olive membuka pesan dari seseorang.
“Jam 8 malam, Tempat biasa.”
Begitulah isi pesannya, Olive kembali menaruh benda pipih tersebut dan tertidur di kasur. Hahh! … Sesungguhnya Olive malas sekali keluar rumah, apalagi libur kerjanya tidak setiap hari. Ia akan sangat kekurangan stamina, apalagi olahraga. Beruntungnya, selama ini dia tak pernah sakit parah selain demam dan pilek.
“Kesana jangan ya! Tapi males,” gumam Olive menimbang-nimbang.
“ARRGHHHHH MALESSSSSS!” teriaknya, frustasi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!