NovelToon NovelToon

Pak Satpam, Marry Me...!!!

1 - Dewa Yunani

"Awwh..." Teriak seorang gadis saat dirinya baru keluar dari toilet, tiba-tiba kakinya tergelincir membuat sang gadis terjerembab.

Grep

Kok engga sakit? apa gue udah meninggoy? seharusnya kepala gue udah kebentur, bokong gue udah nyium lantai. Ini kenapa, engga berasa apa-apa ya? gumam gadis itu dalam hati.

"Nona, anda tidak apa-apa?" sebuah suara bariton mengembalikan jiwa gadis itu ke alam nyata.

Gadis itu membuka matanya pelan, saat matanya terbuka sempurna betapa terkejutnya dia. Wajah seorang pria tepat didepan mata, sedang menatapnya dengan wajah tanpa ekspresi.

"Ya Tuhan... Aku udah disurga ternyata, sangat tampan malaikat didepanku." Ucap gadis itu pelan tapi masih terdengar ditelinga sang pria yang masih menompang tubuh gadis itu.

Pria itu mengerutkan keningnya mendengar ucapan sang gadis, sementara gadis itu masih saja terpesona dengan pria didepannya. Tanpa ada sedikitpun niat untuk mengalihkan pandangannya, ia masih terlalu nyaman berada dalam posisi seperti itu.

"Badan anda berat sekali, nona. Bisakah anda berdiri, tangan saya lelah menompang badan anda!!" ujar pria itu dengan nada dingin. Seketika keadaan menjadi beku aura dingin menyeruak disekitar.

"Hah, ah iya.. maaf. Maaf, saya sudah menyusahkan, Mas!" ucap gadis itu sekuat tenaga ia menahan rasa gugup. Jantungnya apalagi, sedang bermain drum didalam sana.

Tanpa sepatah kata pun, pria itu berlalu begitu saja. Meninggalkan gadis itu yang masih membeku di tempatnya sebelum kemudian tersadar dan mengejar sang pria yang sudah menjauh darinya.

"Heiii, mas. Tunggu!" Panggil gadis itu sambil berlari mengejar pria yang menolongnya.

"Mas... mas satpam, tunggu. Itu cowok kagak punya telinga apa ya! di panggil bukannya berhenti, maaaass....!!!" teriaknya lagi, dan berhasil membuat pria berseragam satpam itu berhenti dan membalikkan badannya kebelakang dimana gadis yang ditolongnya sedang berlari kearahnya.

"Aku mau ucapin terima kasih, mas nya main kabur aja." Sewot gadis itu dengan nafas terengah-engah karena harus berlari mengejar pak satpam itu.

"Sudah, itu saja kan?"

"Bulan, namaku Bulan." Gadis yang bernama Bulan itu menyodorkan tangannya memperkenalkan diri. Namun sayangnya, pria itu hanya melirik tangan Bulan lalu pergi begitu saja meninggalkan Bulan yang melongo melihat sikap pria itu.

"Ganteng sih ganteng. Tapi... dingin banget, jabat tangan aja engga mau. Tangan gue yang selembut sutera ini di anggurin, kagak tau dia di luar sana pria-pria pada berebutan pengen genggam tangan seorang Bulan. Kasiannya kamu tangan!" Bulan menatap nanar tangannya yang mengantung di udara tidak tersambut oleh satpam dingin itu.

"Hmm... Aku suka laki-laki seperti ini." lanjut Bulan tersenyum penuh arti.

Bulan menangkup kedua pipinya, matanya berkedip pelan. Wajah pria itu tersimpan indah dimemori kepalanya. Bibir merah itu tersenyum merekah, hatinya sedang berbunga-bunga.

"Ya ampun, tampan banget. Beneran manusia bukan sih? eh.. tapi dia pakai seragam satpam, berarti doi kerja disini. Ya ampun kesadaran gue timbul tenggelam gini sih, Fix ini mah, JODOH!" Bulan mengepal kedua tangannya memukul-mukul udara sambil jingkrak-jingkrak.

"Babang tampan, tunggu Bulan. Aku akan mendapatkanmu dan menjadi cahaya untuk malammu." Imbuhnya kembali seraya berjalan meninggalkan toilet yang menjadi saksi keromantisan awal pertemuan mereka.

Bulan kembali bergabung bersama sahabatnya dengan wajah berbinar-binar, senyum tak lepas dari bibirnya. Persis seperti orang sawan, senyum-senyum engga jelas.

"Eh, bego. Lu ngapain aja ditoilet, semedi?" Cecar Nura.

"Tau tuh, kita udah jamuran nungguin lu buat makan!" sambung Alin.

Yang ditanya malah asik dengan dunianya sendiri, kedua sahabatnya saling pandang. Alin yang ditatap Nura hanya mengedikan bahu, tidak tau apa yang terjadi dengan Bulan.

"Iss,,, dasar bego. Ditanyain malah mesam mesem sendiri." Ketus Nura. Mengeplak kepala Bulan dengan buku menu cafe itu.

"Napa lu, geplak pala gue. Papa gue tiap tahun fitrahin ini kepala, seenak udel lu geplak-geplak! " Kesal Bulan menggosok kepalanya yang sakit dengan cemberut, bibirnya panjang lima centi.

"Lagian, lu ditanyain kagak jawab." Sungut Nura kesal.

"Apaan!!" Ketus Bulan.

"Lu, napa lama ditoilet?" tanya Nura kembali.

"Gue abis ketemu malaikat, beuuuhhh gantengnya kayak Hermes." Wajahnya kembali berbinar.

"Maksud lu, Hermes brand ternama itu?" tanya Alin polos. Harap maklum ya, Alin ini agar lola. Kudu extra sabar hadapinnya, kalau ngegas makin parah lolanya.

"Haisss,,, makanya lu waktu pelajaran Sejarah jangan tidur. Itu loh Dewa Yunani yang terkenal akan ketampanannya." Jelas Bulan.

"Emang di Sejarah ada ya, pembahasan tentang Dewa Yunani?" Alin berpikir sambil mengetuk-ngetuk dagunya.

"Nura, lu nemu dimana teman model gini?" tanya Bulan dengan mengetatkan giginya, saking geram dengan sahabatnya yang satu itu.

"Udah, anggap aja dia makhluk tak kasat mata. Apa tadi maksud lu malaikat ganteng?"

Bulan pun menceritakan dengan semangat mengebu-gebu pertemuannya dengan lelaki yang menolongnya ditoilet. Keduanya menyimak dengan serius, mereka sesekali mangut-mangut.

"Dibajunya ada nama, napa engga lu liat?"

"Nah itu dia, masalahnya. Mata gue yang cantik indah ini, tak bisa berpaling menatap wajahnya. Mana teringat gue liat namanya, gue seperti terhipnotis saat berhadapan dengannya." Jelas Bulan, mengingat betapa begonya dia tadi. Seharusnya dia dengan mudah bisa mengetahui nama pria itu, jelas-jelas dibajunya ada nama.

"Aaakkhh... bego banget sih gue." Rutuk Bulan menyesali kebodohannya seraya mengacak rambut sendiri.

"Hati-hati lu, siapa tau jelmaan genderuwo. Mana ada di dunia nyata gini, lelaki tampan seperti Dewa Hermes itu." Ucap Nura.

"Makanya halu lu jangan ketinggian, kagak bisa lagi bedain mana yang nyata sama ilusi." lanjut Nura kembali.

"Masa sih, gue halu liat tu cowok? tapi dia sempat nahan badan gue biar engga jatuh? berarti dia nyata ra, lu jangan takut-takutin gue." Cicit Bulan pada Nura, ia tidak terima pria itu dikatain jelmaan atau ilusi.

"Buktinya, dia engga jabat tangan lu kan? karena dia tau tangannya kagak bisa sentuh lu."

"Kakinya nginjak lantai engga?"

"Engga tau, gue cuma fokus wajahnya aja."

Nura tepok jidat liat, kelakuan sahabatnya itu. Ia menghela nafas pelan lalu menggeleng pelan.

Bulan kembali sibuk dengan pikirannya sendiri, ia menjadi ragu dengan pria yang ditemuinya tadi. Tapi disisi lain, ia bisa rasakan tangan pria itu saat menompang tubuhnya.

Siapa Pria itu?

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Haiii,,, selamat datang di novel baru kak Jingga,, 😘

Maafkan kak Jingga ya, Halunya sangat banyak dan tinggi, dari pada mubazir kebuang. Mending di obok-obok menjadi sebuah tulisan...

Semoga suka ya, dengan kisah Bulan dan pak Satpam 😎

Semoga aja itu bukan jelmaan ya, serem juga kalau beneran🤭

Jangan lupa tinggalkan jejak jempol ya cinta-cinta LIKE, KOMEN DAN VOTE

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

2 - Calon Imam

Gubraak! Duarr! Itulah yang dirasakan Bulan saat bertemu dengan pria yang berprofesi sebagai satpam kemarin. Meski baru bertemu sekali, Bulan tidak bisa mengeluarkan bayang laki-laki itu dari pikirannya.

Hati dan pikirannya tumpang tindih, Bulan bertekad hari ini ia akan mencari tau tentang sosok pria itu. Sosok yang membuat ia menderita insomnia, sosok yang membuat jantungnya berdebar-debar seperti kelebihan dosis obat. Sosok yang membuat ia harus secepatnya bertemu dengan Dokter Spesialis Jantung dan Kejiwaan.

Seperti sekarang ini, waktu sudah menunjukkan pukul 06.00 pagi, tapi ia masih betah guling-guling diatas tempat tidur sambil mesam mesem sendiri menatap langit-langit kamarnya. Hingga suara ketukan pintu membuyarkan senyum yang sedari tadi menghiasi wajahnya.

"Siapa sih, ganggu orang aja!" gerutu Bulan.

Ceklek

"Ya ampun Bulan, napa kamu belum mandi, hah? udah jam berapa ini?" Suci sang mama menatap putrinya dari ujung kepala sampai ujung kaki masih mengenakan piyama tidur.

"Iya ma, jangan teriak-teriak." Mama Suci hanya mengeleng melihat kelakuan putrinya.

"Cepetan sana mandi."

Bulan bergegas masuk kedalam kamar mandi, menghidupkan shower dan mengguyur tubuhnya. Hari ini ia mandi begitu cepat, setelah bergelut dengan pikirannya sebuah ide cemerlang muncul dikepalanya.

Setelah berpakaian rapi dan menyemprotkan parfum Bulan segera melangkah keluar kamar turun ke lantai bawah. Saat sampai diruang makan, sang Papa sudah terlebih dahulu duduk disana.

"Papaaa..." Teriak Bulan semangat karena pagi ini ia akan merayu papanya untuk sebuah misi.

"Papa belum budeg, Bulan! kenapa kamu hobi sekali teriak-teriak! kamu pikir kita tinggal dihutan." Sahut Arman sang papa, masih sepagi ini ia sudah di buat sakit kepala oleh putrinya.

Bulan hanya nyengir, memperlihatkan muka tanpa dosa. Kemudian duduk disebelah kiri papa Arman dan menikmati nasi goreng seafood sesuai permintaannya pada sang mama.

"Papa hari ini kehotel?" tanya bulan basa basi disela kunyahannya.

"Engga, papa hari ini mau yasinan!" sahut sang papa santai lalu meminum secangkir kopi.

Bulan melongo, "Yasinan siapa, pah?"

"Kambing Pak Yanto kemarin ketabrak."

"Pah, garing tau engga!" Bulan merengut, bisa-bisanya ia dikibulin papanya.

"Lagian basa basi kamu terlalu basi!"

Bulan tersenyum paksa.

"Pah."

"Hm.."

"Di hotel ada satpam baru ya?"

"Engga tau papa, kenapa?"

"Boss macam apa papa, masak ada karyawan baru engga tau." Cibir Bulan pada papanya.

"Udah ada bagian HRD yang ngurusinnya. Engga semuanya harus papa yang turun tangan, kamu ada masalah dengan satpam hotel? biar papa pecat dia kalau macam-macam dengan putri papa."

Papa salah, putri papa ini yang mau macami babang satpam tampan. Bisik Bulan dalam hatinya.

"Udah-udah, lanjutin sarapannya nanti bisa terlambat kekantor." Sela Suci menengahi.

Tidak ada pembicaraan lagi diantara keduanya, mereka melanjutkan sarapan sampai selesai.

"Bulan pamit pa, ma." Ujarnya mencium kedua pipi orang tuannya.

"Hati-hati, sayang."

*****

Siang hari setelah bertemu klien, Bulan dan Nura menuju hotel milik sang papa. Bulan akan melakukan misinya mencari tau tentang sosok satpam yang telah membuat hatinya jungkir balik.

"Lu penasaran banget sama tu cowok, Lan?" tanya Nura saat dalam perjalanan menuju hotel milik papa Arman.

"Iya, gue harus pastikan dia karyawan papa atau bukan." ujarnya sambil menoleh sebentar ke arah Nura yang duduk dibalik kemudi.

"Gue semalam ngga bisa tidur, setiap kali gue merem wajahnya muncul. Sangat meresahkan!" imbuhnya kembali, memejamkan mata menarik dan membuang nafas dengan kasar.

Kini mereka telah sampai diparkiran hotel, setelah memarkirkan mobil. Keduanya membawa langkah menuju kedalam hotel, mereka disambut ramah oleh satpam yang bertugas saat itu. Siapa yang tidak mengenal putri dari Bapak Arman Ardhana Pemilik Star Moon hotel.

Terlalu asik mengobrol tanpa memperhatikan jalan, Bulan menubruk sesuatu yang keras membuat tubuhnya terhuyung kebelakang tanpa bisa dicegah pan tatnya mencium mesra lantai.

Bukannya marah, mulut Bulan ternganga melihat pria berbadan tegap dengan rahang tegas berdiri didepannya. Dengan wajah datarnya namun masih terlihat tampan.

"Sungguh indah ciptaanmu ya Tuhan. Nikmat mana lagi yang engkau dustakan." Batin Bulan.

"Calon imam nih, JODOH takkan kemana." Gumam Bulan matanya terus menatap takjub pada pria didepannya. Rasa sakit dikeningnya hilang entah kemana.

"Tolong, lain kali jalan pakai mata!" Ucap pria itu datar penuh penekanan setiap kata yang di keluarkan dari mulutnya.

"Dimana-mana itu jalan pakai kaki, mas. Gimana caranya jalan pakai mata!" Ujar Bulan dengan senyum menggoda seraya menaik turunkan alisnya.

Pria itu berlalu meninggalkan Bulan tanpa membalas sepatah katapun.

"Mas, tunggu!" Bulan merentangkan tangannya menghalangi jalan pria itu, mata Bulan melirik name tag diseragam pria itu. Senyum lebar menghiasi wajah Bulan

"Alif.." Gumam Bulan pelan.

Pria yang bernama Alif itu, memijit pelipisnya. Ia sangat pusing dengan gadis didepannya, Bulan mengikis jarak diantara mereka. Membuat Alif mundur kebelakang, alisnya berkerut.

Mau apa gadis aneh ini. Cicitnya dalam hati.

"Mas Alif, kita nikah yuk..??"

Alif sontak membelalakan matanya, menelan salivanya dengan sangat susah mendengar ucapan gadis didepannya. Tubuhnya membeku, melihat tidak ada respon dari lelaki itu Bulan kembali mendekati.

Karena postur tubuhnya yang tinggi, Bulan harus mendongak menatap mahakarya yang sempurna didepannya. Mata mereka bertemu dan saling mengunci.

"Aku mencintaimu, mas Alif."

Cup

Ucap Bulan dengan sedikit menjinjit mencium bibir Alif sekilas, tindakannya itu berhasil mengembalikan kesadaran Alif yang sudah berkelana jauh setelah ditembak oleh kata pamungkas milik Bulan.

"Apa kamu tidak punya malu, mengajak seorang pria yang tidak kamu kenal, menikah? atau memang kamu seorang wanita penggoda! tapi maaf, kamu salah jika berfikir saya akan tergoda dengan rayuan murahan kamu itu!" sarkas Alif dengan sangat dingin. Tatapannya tajam seakan menghunus tepat dijantung bagi yang melihatnya.

Tapi tidak berlaku bagi Bulan, tatapan itu semakin membuat ia tenggelam akan pesona Alif. Cintanya pada satpam itu terus tumbuh dan mekar, semua kata-kata Alif terhempas begitu saja diterpa angin.

Jangan panggil aku Bulan Mazaya Ardhana, jika tidak bisa memilikimu 'Mas Alif Alfarezi'." Ucap Bulan menatap punggung Alif yang telah menjauh.

"Gila, Lan. Tampannya ngga manusiawi." Nura menguncang tubuh Bulan saking senangnya. Tatapan memuja dan berbagai pujian terlontar dari mulut Nura.

"Stoop.. Dia milik gue, macam-macam gue slepet juga lu." Seru Bulan melototi Nura.

"Pelit amat lu, sama bestie wajib berbagi. Mubazir tau, kalau setampan itu dianggurin." Nura masih tidak mau kalah dengan Bulan.

"Cuma gue yang boleh menikmati wajah tampannya, lu nekat gue congkel mata lu. Gue jadikan bakso cilok!"

"Alamaak, sejak kapan lu punya jiwa psikopat!" Nura begidik ngeri.

"Sejak aku jatuh cinta dengan mas Alif. Oh... mas Alif, namamu dan namaku akan bersanding di buku Nikah."

"Dasar bucin...."

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

3 - Ternoda Sudah

Alif memegang bibirnya yang dicium oleh Bulan, walau hanya sebuah kecupan tapi Alif masih bisa merasakan bekas bibir kenyal gadis itu. Diusianya yang menginjak kepala tiga, ini pertama kalinya Alif disentuh oleh makhluk yang bernama wanita selain ibunya.

"Kenapa dari tadi bibir itu kau pegang-pegang terus?" tanya bang Ucok dengan logat bataknya yang heran melihat Alif.

Alif tersentak dengan ucapan bang Ucok, dia tidak sadar kalau sejak tadi bang Ucok memperhatikannya. Alif tersenyum kikuk, ia bingung harus menjawab apa. Ia masih kesal mengingat perbuatan Bulan padanya.

"Hmm.. tadi ada perempuan gila nyium saya, bang!" Keluh Alif pada bang Ucok, mereka sedang berada di pantri karena saat ini jam istirahat dan hanya ada mereka berdua disana.

"Bah... Hahahaha..." bang Ucok ketawa ngakak, mendengar keluhan Alif.

"Kasian sekali bibir kau itu, ganteng-ganteng disosor orang gila." Ucap bang Ucok disela tawanya, ia terus ketawa terpingkal-pingkal tidak bisa menahan rasa geli membayangkan Alif dicium perempuan gila.

"Cantik tidak perempuan yang nyium kau itu?" bang Ucok masih cekikikian.

Pikiran Alif langsung terbayang sosok Bulan, gadis cantik yang begitu sempurna. Jujur Alif mengakui kecantikan Bulan, tapi melihat kelakuannya sama saja dengan perempuan penggoda di luar sana.

"Percuma cantik, bang. Kalau engga bisa jaga diri!"

"Lhah, ngga bisa jaga diri? tak ngerti aku maksud kau, coba kau jelaskan." Pinta bang Ucok yang bingung dengan kalimat yang Alif ucap.

Alif menghirup nafas dalam, "Saya ngga sengaja kemarin nolongi seorang perempuan, dia hampir jatuh didepan toilet. Nah, tadi saya ketemu lagi sama perempuan itu. Dia nyium saya bahkan dia ngajak saya nikah, menurut abang gila engga tuh perempuan. Berani cium seorang pria yang engga di kenalnya."

"Berarti yang cium bibir kau itu, tamu hotel sini. Wah, beruntung sekali perempuan itu."

"Coba aja yang nyium kau itu anak pak Boss, kau yang beruntung." tambah bang Ucok lagi.

"Beruntung apanya, yang ada buntung bang. Bibir saya ternoda sudah." Kata Alif.

"Eh, kau ini tidak tau saja. Anak pak Boss, beuuhh... cantiknya kayak bidadari turun dari kayangan, banyak karyawan sini berharap jadi pacarnya." Jelas bang Ucok.

"Tapi saya tidak berharap, bang." Alif tidak mau pusing harus berurusan dengan perempuan. Apalagi perempuan dengan tingkah seperti Bulan, bisa stroke akibat darah tinggi.

"Kau belum liat, kalau sudah liat aku jamin kau tidak bisa tidur tujuh hari tujuh malam tujuh purnama." Ujar bang Ucok.

"Abang terlalu berlebihan."

"Kau ini, di bilang sama orang tua tidak percaya."

*****

Setelah berganti shift dengan yang lain Alif segera menuju ketempat parkir hotel mengambil motor, kemudian melajukan motornya kembali kerumah. Tapi sebelum itu, ia akan singgah sebentar untuk mengisi lambungnya.

Saat berhenti dipersimpangan lampu merah, Bulan yang saat ini akan pergi bersama kedua bestienya tidak sengaja melihat kearah samping kanan. Dimana disana tampak seorang pria yang sedang duduk diatas motornya juga melihat kearah kirinya dengan kaca helm terbuka sehingga Bulan dengan jelas bisa melihat siapa pria itu. Tapi sayangnya karena kaca mobil Bulan gelap, ia tidak bisa melihat kedalam mobil.

"Mas Alif." Gumam Bulan, wajahnya berseri-seri melihat pria yang dicintainya.

"Kita emang JODOH, mas." imbuhnya lagi, betapa senangnya Bulan bisa melihat sang pangerannnya.

Lampu berubah hijau, Bulan yang tadinya akan mengambil jalur lurus, kini ikut berbelok kekanan mengikuti Alif sampai motor yang dikendarain oleh Alif berhenti disebuah tenda pinggir jalan yang bertuliskan ayam bakar 'MANG MAUN'. Melihat Alif turun dari motornya dan masuk kedalam tenda itu, Bulan juga ikut masuk dan melupakan janjinya untuk bertemu kedua bestie somplaknya itu.

Setelah menulis pesanannya dan menyerahkan pada pelayan, Alif bermain dengan ponselnya sambil menunggu makanan datang. Tanpa menyadari Bulan telah duduk disampingnya.

"Mas serius banget sih dengan ponselnya,sampai aku dianggurin." Kata lembut dan manja itu berhasil membuat Alif terlonjak kaget hampir saja menjatuhkan ponsel miliknya. Beruntung dia duduk dipojok paling belakang sehingga tidak menarik perhatian pengunjung lain.

"K-kamu!" Alif sampai kesulitan untuk berbicara karena begitu terkejut melihat Bulan, tiba-tiba saja sudah ada bersamanya.

"Iya, aku. Calon istrimu." Sahut Bulan santai tanpa merasa berdosa sedikitpun telah membuat jantung Alif memompa darah sangat cepat karena kedatangannya seperti hantu.

"Mau ngapain kamu disini? kamu ngikutin saya?" selidik Alif setelah berhasil menguasai diri.

"Mas aneh, ya makanlah kesini masak mau shopping!" Bulan menjawab dengan merengut.

"Iya.. saya tau, tapi kenapa ka--"

"Udah jangan banyak protes, makanannya datang." Potong Bulan cepat begitu melihat seorang anak remaja datang dengan membawa pesanan mereka.

"Kenapa Ayamnya dua nasinya cuma satu?" tanya Alif begitu makanan tersaji diatas meja.

"Kita akan makan sepiring berdua, mas. Mas yang akan menyuapi aku makan." Ucap Bulan dengan senyum di wajahnya.

"Hah, tidak-tidak kamu makan sendiri. Jangan mengganggu makan saya."

Alif bersiap untuk makan, dengan usilnya Bulan menangis tiba-tiba membuat pengunjung lain melihat ke arah mereka. Seketika mereka menjadi pusat perhatian.

"Aduuh, napa pakai nangis segala sih!" Alif berdecak kesal, melirik tajam pada Bulan.

"Mas, pacarnya kenapa dibuat nangis?" ucap seorang ibu-ibu yang duduk tak jauh dari mereka.

"Eh, di-dia bukan pacar saya bu!" Alif gelagapan.

"Saya istrinya." Kedua mata Alif terbelalak dengan ucapan Bulan.

Istri? beo Alif dalam hati.

"Saya lagi ngidam bu, pengen makannya di suapin, tapi suami saya nolak katanya malu dilihat sama yang lain." Lanjut Bulan lagi dengan suara serak karena ia benar-benar menangis.

Astagaa... perempuan penggoda ini bikin kepala aku mau pecah. Alif mengumpat dalam hati.

"Oalah, ya engga apa toh mas. Biasa itu bawaan janin harus dituruti biar engga ileran anaknya. Mas juga harus banyak sabar hadapi istrinya yang sedang hamil, biasa wanita hamil itu perasaannya sangat sensitif." ucapan ibu tadi membuatnya semakin geram dengan gadis disampingnya itu. Ingin rasanya dilipat-lipat kecil gadis itu dan dimasukin kedalam saku celananya.

Ya Tuhan, nganu-nganu belum. Udah hamil. Sahut Alif dalam hati.

"Ayok mas, aku sudah sangat lapar. Apa kamu tega liat anak dan istri kamu kelaparan." Bulan menahan tawanya melihat wajah kesal Alif. Ia tersenyum penuh kemenangan.

Alif menghirup nafas dalam-dalam, dengan memaksakan senyum di wajahnya. Ia menyuapi Bulan dengan lembut dan juga dirinya hingga makan malam yang romantis ala Bulan selesai.

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Hari ini Up satu dulu ya bestie, besok kita lanjut lagi... kasian Babam Alif, kita kasih nafas sebentar jangan sampai darah tinggi.

Kita siapin Stok sabar yang banyak dulu ya bestie 🤧

jangan lupa LIKE, KOME, dan VOTE bestie

🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!