Assalamualaikum, hai hai hai, kita ketemu lagi dengan cerita Rega dan Gisell. Adakah yang sudah menunggu kisah mereka? Nggak ada ya, hehe...
Di sini ceritanya aku mulai dari awal mula bagaimana Gisell mengejar Rega... Selamat membaca...
.
.
.
.
Seorang gadis berseragam biru putih tengah berlari menyusuri lorong sekolahnya untuk mencari keberadaan sahabtanya.
Tiba di kantin, gadis itu langsung mengerem laju larinya tepat di depan meja dimana dua sahabatnyas sedang asyik bercengkerama. Ia langsung menggebrak meja, yang mana membuat dua sahabatnya tersebut berjingkat kaget.
"Gawat! Benar-benar gawat darurat," seru gadis itu sambil mengatur napasnya yang putus-putus.
"Apanya yang gawat, kamu bikin kaget aja deh. Ini minum dulu!" ucap Gisel seraya menyodorkan orange juice miliknya.
"Iya loh, Nath. Untung aku masih waras, nggak jantungan," imbuh Viona.
Nathali langsung menenggak habis orange juice milik Gisel hingga tandas, "Pokoknya gawat, kalau kamu tahu ini, kamu pasti bakal lebih syok dari aku," ungkap Nathali.
"Oke, kamu tarik napas dulu lalu buang pelan-pelan Terus cerita sama kita, ada apa?" tanya Gisel penasaran, hingga merubah posisi duduknya.
"Oke, dengerin baik-baik, ya nona muda Parvis. Kakak kamu mau di tembak sama kak Nandira sore nanti di lapangan kampus depan. Dia mau pakai toa biar semuanya dengar dan menjadi saksi atas bersatunya si miss wanted di SMA tercinta kita dengan salah satu pria tertampan dan terpintar di kampusnya, gila nggak tuh?" jelas Nathali.
" Wih, keren tuh. Bakal jadi berita heboh seantero yayasan, daebak!" seru Viona antusias.
"Tunggu, tunggu! Yang Kamu maksud, kakakku? Kak Elang? Kak Nandira mau nembak dia? Aduh, kasihan. Pasti di tolak, kakakku kan udah bucin akut sama kak Bianca. Apa kak Dira nggak tahu itu, ya?" ucap Gisel, ia merasa prihatin dengan nasib yang akan menimpa Nandira.
"Aduh Sel, sebelum kamu mengasihani Kak Dira, mending mengasihani diri kamu sendiri lebih dulu deh. Sekarang kamu makan yang banyak, Aku takut habis ini kamu bakal kehilangan selera makan kamu kalau tahu kebenarannya," kata Nathali.
Gisell mencibir, "Apaan sih, yang bakal di tolak kakak kan kak Dira, bukan aku. Itu urusan dialah! Lagian selama abang masih jomblo, apa yang perlu aku khawatirkan? Aku yakin dia jomblo karena nunggu aku mateng buat di jadiin jodoh," ungkap Gisel percaya diri.
"Nah! Itu masalahnya, Sel!" Nathali menepuk bahu Gisell.
Gisel berjingkat kaget, "Apa sih Nath, seneng banget bikin anak orang jantungan," omelnya.
"Pastiin jantung kamu aman kali ini, Sel," ucap Nathali.
"Apa sih, nggak jelas ini anak.. Udah ah, mau balik ke kelas. Bentar lagi jam istirahat habis," cetus Gisell, ia bangkit dari duduknya dan bersiap pergi.
Namun, langkah kaki siswi SMP kelas dua itu terhenti saat temannya berteriak, "Yang mau di tembak kak Rega, bukan kak Elang, Sel!" seru Nathali.
Deg!
Gisell sampai harus mikir beberapa detik untuk mencerna kalimat sahabatnya tersebut.
"Mak-sud kamu?" Gisell ingin memastikan kalau telinganya masih berfungsi dengan benar.
Nathali mengangguk, "Kak Dira mau menyatakan cinta sama kak Rega," ulang Nathali, yang mana membuat tubuh Gisel lemas seketika.
"Lo nggak kenapa-kenapa kan, sel? Jantung masih aman kan?" tanya Viona memastikan," kayaknya aku mesti ngucapin turur berduka deh sama kamu kali ini. Siapa sih yang nggak tertarik sama kak Dir, kita mah murid SMP cuma kayak remahan peyek kalau di bandingin sama kak Dira yang notabennya miss perfect seantero jagad SMP-SMA tercinta kita ini," imbunya dengan wajah prihatin.
" Sssstt, gila kamu, Vio. Udah tahu Gisell termehek-mehek sama kak Rega dari orok, kok kamu malah nyiram garam pada lukanya gini sih, apalagi rumornya demi ngejar kak Rega, kak Nathali mau lanjutin ke jurusan kedokteran juga loh, secara dia kan nggak cuma cantik tapi juga cerdas, kasihan Gisell," bukannya menghibur, tapi kata-kata Nathali menambah sesak di dada Gisell.
" Ish kamu mah sama aja, Nath! Nggak usah di pikirin sel, kamu juga cantik kok, cuma kan sekarang ini belum di poles aja, kalau udah dandan sedikit macam Kakak-kakak SMA itu juga nghak kalah cantik kok kayaknya," kata Viona.
Hening sesaat, membuat Nathali dn biona saling pandang dan menyalahkan ucapan mereka satu sama lain lewat mata.
"Ini nggak boleh di biarin!" ucap Gisell tiba-tiba. Tangannya mengepal dengan sorot mata yang mulai menyala," Enak aja mau jagain jodoh aku. Nggak perlu! Aku aja mati-matian buat tetap jomblo sampai kelas dua SMP ini demi abang, masak abang mau di gasak sama kak Dira duluan. Nggak benar ini! Aku nggak mau jodohku bekas cewek lain, no!" ucapnya geram tak terima.
Nathali dan Viona saling lempar pandang," Sepertinya Gisel udah kerasukan setan cemburu, Vi," ucap Nathali, dan Viona mengangguk setuju.
"Dari orok, abang tuh udah di takdirkan buat jadi suami aku! Nggak bisa, ini nggk bisa di biarkan. Abang tuh hatinya nggak tegaan, nanti kalau dia di tembak takutnya di terima karena kasihan. Aku nggak mau jodohku mampir dulu ke cewek lain. Nggak! Nggak bisa!" ucap Gisell frustrasi. Ia bergegas balik badan lalu melangkah cepat.
Nathali dan Viona langsung mengejar sahabat mereka tersebut," Sel, tunggu! Kamu mau kemana?" tanya Viona. Pasalnya Gisel bukannya berjalan menuju kelas mereka, malah sebaliknya.
" Aku mau ke kampus sebelah, sebelum kak Dira melakukannya, aku harus maju duluan buat nembak abang!" sahut Gisell yang berjalan tergesa.
" Wah, jangan ngawur kamu, nggak malu apa. Kita masih SMP masa iya mau nembak mahasiswa paling populer nomor dua di kampusnya. Lagian kita masih terlalu kecil nggak sih bahas soal cinta?" ucap Viona.
Gisell berhenti sejenak, untuk mencerna perkataan Viona barusan. Ia ingat pesan kedua orang tuanya untuk fokus dengan sekolahnya dulu dan jangan memikirkan soal cinta-cintaan, apalagi dia yang baru kelas dua SMP.
Tapi, kalau dia membiarkan siswi SMA yang masih satu yayasan dengan SMP tempatnya menimba ilmu tersebut menyatakan cintanya kepada laki-laki yang selalu ia kagumi sejak balita tersebut, yang ada dia akan kepikiran dan tidak bisa berkonsentrasi dengan sekolahnya. Apalagi kalau sampai Rega menerima Nandira, secara gadis itu adalah siswi paling cantik dan populer seantero jaga SMP-SMA Luxury internasional school.
"Benar katamu Vio, tapi... Kalau sampai mereka benar jadian, kan kasihan Gisell. Pasti dia patah hati sebelum berkembang. Apalagi kak Dira itu cantik banget, siapa coba yang nggak suka sama dia, beruntung banget kak Rega bisa di sukai cewek yang merupakan salah satu aset terbaik sekolah kita. Gisel harus lari jauh buat ngejar supaya bisa sejajar dengan kak Dira. Takutnya kak Rega menerima....."
" Diaaaam! Kalian berisik tahu nggak, aku sedang galau ini, malah kalian tambah bikin pusing!" kesal Gisel, ia melanjutkan langkah kakinya.
"Nggak akan aku biarin! Sebelum kak Dira, aku harus maju duluan, soal malu itu urusan nanti!" gumam Gisel bertekad memantabkan niatnya.
"Astaga, nekad dia, Nath!" ucap Viona pada Nathali, keduanya kembali mengejar Gisel yang sudah menggebu-gebu ingin ke kampus yang letaknya hanya bersebrangan dengan sekikah mereka tersebut.
Namun, sayang belum. Juga gadis iti sampai di gerbng sekolah, bel tanda masuk berbunyi.
"Mending kita masuk dulu deh, Sel. Jangan bolos lagi. Baru kemarin kita bolos cuma buat Antre makan mie di tempat yang lagi Viral itu. Ntar ortuku bisa-bisa stop jatah bulanan aku kalau ketahuan bolos lagi," Nathali memberi saran.
"Kalian kalau mau masuk, sana. Aku harus ke kampus abang sekarang, kakau nggak, nanti keduluan kak Dira!" ucap Gisel.
"Aduh Sel, jangan nekad deh, lihat tuh pak Sapto, udah melotot ke arah kita, kayak mau nelam kita hidup-hidup gitu. Serem! Lagian saingan kamu kak Dira, yang cantik, kalem, lemah lembut, aduhai lagi. Kalau kamu kalau kamu begini, berat!"
Gisell mendengus lalu menghentakkan kakinya," Yaudah ayo! Aku nembak abangnya ntar aja pulang sekolah,"
...****************...
Luxury univercity siang itu sangat cerah. Langit tampak biru dengan berhias awan putih seputih salju. Teriknya matahari tak menyurutkan semangat seorang gadis yang masih mengenakan seragam atasan putih dengan rok biru motif kotak-kotak tersebut untuk melakukan apa yang sudah ia niatkan dan mantabkan sejak tadi sebelum pulang sekolah.
Gadis yang tak lain adalah Gisella Abraham Parvis, putri tunggal pasangan Alex dan Anes itu kini sedang berdiri di tengah lapangan kampus Luxury Univercity dengan membawa sebuah toa yang diam-diam ia ambil dari kantor osis sepulang sekolah tadi.
Dua sahabatnya Nathali dan Viona setia menemaninya, meskipun sebenarnya mereka deg-degan karena takut.
"Sel, Kamu yakin mau lakuin ini? Mending pulang aja yuk!" bujuk Nathali.
"Iya Sel, mending kita ngadem di mall aja yuk, jajan es krim biar hati kamu dingin nggak panas gini," Viona juga ikut membujuk.
Namun, tekad Gisell sudah bulat. Kalau tidak sekarang kapan lagi. Ini baru Nandira yang ia tahu menyukai Rega, bisa jadi ada Dira-dira yang lainnya yang tak ia tahu. Secara Rega adalah salah satu idola kampus yang tak hanya ganteng, tapi otaknya juga cerdas, sosok sempurna untuk di kagumi dan patut di jadikan khayalan sebagai calon imam para mahasiswi. Sebelum itu terjadi, Gisel harus memastikan jika Rega memang tercipta hanya untuknya.
Ia yakin, kalau Rega menyayanginya. Terbukti dari pria itu yang selalu memanjakannya. Menuruti apa yang ia mau meskipun dengan sikap cueknya. Tapi memamg seperti itulah Rega, pria yang sejak bayi selalu menjaganya itu sebelas dua belas dengan kakak sulungnya Erlangga, yang juga sahabat Rega.
"Kalian kalau mau pulang, ya pulang sana. Jangan ganggu misiku!" ucap kepada kedua sahabatnya.
"Tapi, sel. Apa nggak akan jadi masalah nanti, kalau kak Rega nolak, gimana? Apa enggak malu? Belum lagi kalau kak Elang tahu, bisa gawat,"
"Itu urusan nanti, abang nggak mungkin buat aku malu, di pasti terima aku kok. Udah kalian mending minggir deh, nanti keburu Kak Dira ke sini, hus hus sana!" Gisel mengibaskan tangannya untuk mengusir Nathali dan Viona.
Kedua sahabat Gisel tersebut hanya bisa saling pandang dan mengangkat kedua bahu mereka," kamu sih Nath, tadi pakai acara kasih tahu Gisel segala, kan jadi gini. Selama ini dia udah tahan banget buat nggak bersikap aneh-aneh sama kak Rega, masih bisa berpikir. Harusnya janganlah bilang," ucap Viona.
"Kok nyalahin aku sih, sebagai sahabat Gisell aku merasa itu info penting banget untuk masa depannya dia. Nggak aku kasih tahupun lama-lam dia juga bakal tahu, terus kalau tahu pas kak Rega ma kak Dira udah jadian, kamu mau nanggung patah hatinya Gisel?" balas Nathali.
" Ah kalian malah berisik, udah gih, sana minggir. Udah panas banget ini," kata Gisell, ia mengusap keningnya yang sudh basaj oleh keringat.
Nathali dan Viona tak bisa apa-apa lagi, jika tun putri keluarga Parvis sudah berkemauan, tidak ada yang bisa mencegah. Selain pawangnya, tentunya.
" Good luck, Sel. Aku support dari pojokan sana, ya. Di sini panas, takut pingsan!" ucap Nathali dan Gisel hanya mengangguk.
Gisel melihat ke kanan dan kiri, tiba-tiba saja jantungnya berdetak lebih kencang, grogi, cemas, takut bertumpuk menjadi satu. Beberapa kali terlihat ia menghela napasnya untuk meyakinkan diri.
Gisel mulai menyalakan toa di tangannya, "Mohom maaf semuanya, mengganggu aktivitas kakak-kakak semuanya. Saya di sini hanya ingin menyatakan sesuatu kepada seorang mahasiswa kedokteran bernama Regantara, yang pasti kalian semua mengenalnya. Kalau abang mendengar ini, tolong ke sini, bang. Atau, Siapapun yang melihatnya, tolong panggilkan dia ke sini!" ia mulai melaksanakan aksinya lalu menunggu beberapa saat kedatangan pria yang di maksud.
Sontak saja, apa yang di lakukan Gisel itu mengundang perhatian dari para mahasiswa penghuni kampus. Mereka bahkan menghentikan aktivitas mereka demi menonton aksi gadis remaja itu.
Sementara itu, laki-laki bernama Rega tersebut sedang berada di laboratorium. Karena terlalu fokus, ia tak mempedulikan kehebohan yang sedang terjadi di luar sana. Bahkan ia tak sadar jika namanya di sebut oleh gadis yang kini sedang mengusap peluh di dahinya.
"Ga, ada yang nyari lo tuh!" kata salah satu teman Rega yang baru saja masuk ruang laboratorium tersebut.
Rega menoleh, "Siapa?" tanyanya singkat.
"Bocil! Siswa SMP seberang. Kayak pwrnah lihat sih, tapi nggak paham gue. Adik lo bukan sih? Manggil lo abang soalnya," jawab Peter.
"Adik?" Kening Rega mengernyit.
"Nggak tahu juga sih, dia pakai toa segala di tengah lapangan pula, padahal lagi panas banget gini. Samperin gih, siapa tahu adik lo beneran, kasihan panas banget ini," ujar Peter.
Rega diam sejenak, gadis SMP? Apa itu Gisel, adiknya? Pikirnya.
"Abaaaaang! Ini Gisell! Abang masih di area kampus kan? Abang dengar Gisel kan?" belum juga pikiran itu menghilang, suara gadis itu kini sudah terdengar jelas oleh telinga Rega.
"Noh, dengar kan sekarang. Buruan samperin tuh bocil, udah jadi udang rebus kali dari tadi nungguin, udah jadi pusat perhatian para mahasiswa juga," kata peter.
Tanpa melepas baju lab-nya, Rega bergegas keluar, langkahnya terhenti di depan pintu ketika mendengar Gisel kembali bicara.
" Abang dimana sih? Yaudah dengerin aja dari jauh nggak apa-apa....," suara itu terjeda, membuat Rega penasaran sekaligus was-was, apa yang ingin gadis remaja itu katakan kepadanya sampai harus seperti ini, berdiri di lapangan dan memakai pengeras suara. Pasalnya, anak itu suka sekali bikin ulah demi mendapat perhatiannya.
"Abang Regantara! Dengan ini, aku Gisel, menyatakan cinta sama abang, i love you abang! Mau nggak abang jadi pacar Gisel? Gisell tunggu jawabannya, lima menit dari sekarang, keburu panas nih!"
"Astaga!" hanya itu kalimat yang keluar dari mulut Rega. Ia menoleh ke Peter yang tiba-tiba tertawa terbahak-bahak setelah mendengar pernyataan Gisel, "Gila lo, bocil di embat, Ga?" kedeknya.
Rega acuh dengan ledekan Peter, ia memilih berlari menuju lapangan. Sialnya dari lab sampai ke lapangan cukup jauh.
Di sepanjang perjalanan itu, semua mahasiswa yang ia lintasi meledeknya.
"Ciiieeee yang di tembak bocil, cieee!"
"Gila tu bocil, berani banget Ga, udah sikat aja, di apa-apain pasti nurut,"
"Nggak nyangka, selama ini kirain jomblo, ternyata mainnya ama bocil! Ganteng-ganteng pe do fil!"
"Nggak usah ke sana deh, Ga. Bocil gitu aja di tanggepin, mending ama gue yang lebih cantik kemana-mana,"
Dan masih banyak lagi suara-suara yang Rega dengar. Namun, diantara semua ledakan itu ada yang menbuatnya terpaksa berhenti sejenak,
"Nggak tahu malu banget tuh bocah, baru SMP udah obral gitu, murahan banget. Apa nggak di didik sama orang tuanya,"
"Tahu tuh, padahal sekolah di Luxury Internasional school, tapi kelakuannya gitu, kayak nggak di didik!"
Rega sampai harus sedikit mundur dan mendekati dua cewek yang sedang menggunjing Gisel tersebut. Mereka langsung salah tingkah ketika Rega berdiri di depan mereka. Mereka pikir Rega mau menyapa mereka.
" Ngomong apa lo barusan?" tanya Rega.
" Itu, ga... Lo pasti dengar kan ada anak SMP depan yang menyatakan cinta sama lo, nggak tahu malu banget kan? Kamu pasti ilfeel deh sama dia, mana mau seorang Regantara pacaran sama bocil, heran kok bisa sih anak kayak gitu sekolah di sini, anak siapa sih?"
Rega geram, ia benar-benar tak suka jika orang tuanya di bawa-bawa. Ia ingin sekai menyumpal. Mulut dua hadi di depannya, tapi mengingat Gisell yang masih panas-panasan di lapangan sana, membuatnya urung melakukannya," Lo berdua seorang majasiswa yang tentu saja lebih dewasa dari dia, tapi kelakuan lo minus, jauh di bawah dia yang lo bilang masih anak-anak. Orang tua kami tidk3 pernah mengajari kami untuk berkata minus kayak lo, ngerti!" ucapnya ya g langsung melangkah pergi.
Rega berlari hingga sampai di lantai dimana ia bisa melihat Gisel. Gadis remaja itu tersenyum ke arahnya, ia mengarahkan toanya ke bibir," Abang... "
Sebelum Gisel melanjutkannya, Rega mengisyaratkan untuk berhenti menggunakan tangannya, tunggu abag akan turun, jangan bicara apa-apa lagi, seperti itulah isyarat yang ia berikan. Ia langsung berlari ke lapangan.
Tepat di depan Gisel, Rega berhenti, "Apa yang kamu lakukan, dek?" tanyanya dengan napas ngos-ngosan.
"Abang nggak dengar tadi aku ngomong apa? Oke kalau gitu aku ulangi. Abang Regantara yang ganteng, aku Gisella, mencintaimu, maukah abang jadi pacar ku?" tanya Gisell dengan imutnya.
...****************...
Dengan malu-malu Gisell menyatakan cintanya untuk Rega. Wajahnya tampak merona, entah karena panasnya matahari atau memang karena rasa malunya.
Sedetik, dua detik, tiga detik, Rega tak memberi respon apapun terhadap pernyataan cinta Gisel barusan. Pria itu hanya memasang wajahnya datar, sebelum akhirnya tergelak.
"Hahaha, kamu itu ada-ada aja, dek!" Rega mengacak rambut Gisel gemas. Remaja yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri tersebut memang selalu berhasil membuat ulah untuk mencari perhatiannya.
"Aku serius, abang," ucap Gisel, yang mana langsung membuat tawa di bibir Rega perlahan meredup.
Rega menghela napasnya. Ia menoleh ke sekeliling, di beberapa penjuru kampus, para mahasiswa sedang menyaksikan adegan di lapangan tersebut layaknya menonton sebuah drama. Bahkan, banyak yang bersorak menyemangati Gisel namun dengan nada mengejek.
"Wah, bocil jaman sekarang, ya. Pada pintar cari cowok yang good looking, tapi keren sih, cil. Pepet terus, tuh Rega, si kanebo kering!" celetuk salah satu mahasiswa.
"Te...rima, te...rima, te...rima!" sebagian besar berteriak seolah sedang mmeberikan dukungan kepada club sepak bola kesayangan mereka.
Rega merengkuh bahu Gisel, "Kita neduh ke sana, dik. Di sini panas sekali," ucapnya mengajak Gisel ke sebuah tempat yang teduh dan sepi. Ia tak ingin Gisel menjadi bahan bullian teman-temannya.
"Huuuuuuuu!!!!" seru mereka saat melihat Rega mengajak Gisel pergi. Rega sama sekali tak mempedulikan sorakan mereka.
"Abang nggak jawab," ucap Gisel setelah mereka sampai di tempat yang tak ada satu orang pun melihat tersebut.
Lagi, Rega menghela napasnya dalam. Ia menyentuh kedua bahu Gisel, "Kamu itu adik abang, Dek. Jadi, mana mungkin kita saling jatuh cinta. Lagian, kamu masih terlalu kecil, kenapa punya ide seperti ini, sih? Kamu..."
"Aku beneran cinta sama abang, bukan sebagai adik. Tapi aku mau abang sayang sama aku sebagai seorang cewek," Gisel memotong kalimat Rega yang belum selesai.
Entah bagaimana Rega harus menanggapinya, yang jelas, ia tak mungkin menerima gadis remaja itu sebagai kekasih. Yang benar saja, Gisel baru kelas dua SMP.
Rega tersenyum," Udah, nggak usah bahas cinta-cintaan. Belajar aja yang rajin. Katanya mau jadi designer yang hebat," ucapnya mengacak rambut Gisell.
Gadis itu menunduk, "Abang nggak cinta sama aku? Abang nggak sayang,"
"Sayang, tentu saja abang sayang kamu. Mana mungkin abang nggak sayang adik abang ini. Kalau nggak sayang, selama ini nggak mungkin abang perhatian sama Gisel,"
"Kalau begitu, ayo pacaran, Abang?" ucap Gisell.
Rega mengusap wajahnya kasar, "Kenapa harus gini, sih," gumamnya.
"Abang nolak aku, kan?" tembak Gisel langsung.
"Dengerin abang, dik. Kamu itu masih belum paham apa itu sebenarnya yang dinamakan cinta. Kamu tahu dengan apa yang kamu katakan tadi? Kamu itu masih terlalu kecil untuk mengenal cinta. Nanti, akan ada saatnya kamu mengerti, saat kamu dewasa,"
"Intinya, abang nolak aku kan?" tanya Gisel dengan mata berkaca-kaca. Ia tak tahu bagaimana rasanya patah hati, yang ia tahu saat ini dadanya sakit.
Rega melihat ke sekitar, memastikan tak ada orang yang melihat, ia merengkuh Gisel ke dalam pelukannya, "Adik abang jangan nangis dong. Masa gini aja nangis sih, yang penting kan abang sayang sama Gisell. Kamu akan jadi adik abang yang paling abang sayang," ucapnya.
Rega bukanlah perayu ulung, apalagi untuk menenangkan gadis remaja yang baru saja patah hati karenanya tersebut. Ia hanya melakukan seperti biasanya yang ia lakukan terhadap Gisel ketika gadis itu merajuk.
" Abang jahat sama Gisel. Gisel ngak mau cuma jadi adik abang. Gisell nggak mau keduluan kak Dira yang mau nembak abang. Pasti abang terima dia kalau dia menyatakan cinta sama abang. Abang kan meskipun jutek tapi nggak tegaan. Apalagi kak Dira mau di lapangan nembak abang pakai toa kayak Gisel tadi, panas-panasan. Gisel nggak ridho, nggak boleh pokonya,"
Entah ke berapa kali Rega menghela napasnya dalam. Memang gadis bernama Dira itu menyatakan cinta kepadanya, tapi tidak seperti yang di katakan oleh Gisel, Dira melakukannya di tempat yang cukup sepi, di bawah pohon rindang yang ada di kampus. Mana mungkin gadis itu mau panas-panasan di lapangan. Dan Rega menolak gadis itu. Mungkin sekarang gadis itu sedang menangisi kegagalannya mendapatkan cinta Rega.
"Dengar, dik. Kalau soal perasaan dan hati, abang nggak akan terpengaruh. Hanya karena nggak tega, lalu abang terima? Tentu saja enggak begitu konsepnya. Lagian, nggak ada yang akan nembak abang, kok," jelas Rega yang berdusta di akhir ucapannya. Jika ia jujur, Nandira sudah menembaknya tadi, tapi bukan di lapangan apalagi memakai toa, sudah di pastikan Gisel akan mengamuk.
"Seperti yang abang lakukan sama Gisel? Nggak cinta makanya tega!"
"Suatu saat nanti, saat kamu dewasa, kamu akan mengerti, dik," kata Rega di akhir percakapan mereka saat itu.
Meski di tolak oleh Rega, namun hal itu tak pernah menyurutkan semangat Gisel. Hari-hari, bahkan tahun-tahun selanjutnya ia justru semakin semangat untuk mengejar cinta Rega.
Hingga ia duduk di bangku kuliah, semangatnya tak pernah surut memperjuangkan perasaannya tersebut. Namun, Rega masih sama. Tak membalasnya. Meski hubungan mereka senagai kakak adik tetap terjalin, tapi Gisel juga tak menyerah mengejar cinta Rega.
Ada saja tingkah yang di lakukan oleh Gisel demi mendapat perhatian lebih dari Rega. Padahal, tanpa di mintapun, pria memng selalu perhatian dengannya, namun selalu saja bersalih sebagai abang. Dan itu sering kali membuat Gisel kecewa.
Pernah suatu hari, saat Rega melakukan kegiatan bakti sosial di daerah yang terdampak musibah bencana alam gempa bumi, Gisell menyusul pria yang sudah berprofesi sebagai dokter sejak usia muda karena kecerdasanya tersebut.
Semua orang tak mengijinkannya pergi, tapi ia kekeuh ingin pergi hanya karena ia tahu dalam kelompok bakti sosial itu ada mahasiswi calon dokter yang naksir dengan Rega. Tentu saja hal itu membuatnya kebakaran jenggot dan bertekad menyusul ke daerah rawan bencana tersebut.
Sebagai orang tua, Alex dan Anes tentu saja merasa khawatir, takut akan ada gempa susulam yang membahayakan putri semata wayang mereka. Alhasil, Gisel nekad kabur menjadi relawan yang diadakan oleh kampusnya dengan kedua sahabatnya menuju ke tempat dimana Rega berada.
Merasa cemas dan khawatir, Alex pun menyuruh Gavin untuk menyusul saudara kembarnya.
"Ayolah, dad. Kenapa harus Gavin, sih? Kakak kan juga bisa, atau suruh siapa gitu, bawahan daddy kan banyak," tolak Gavin.
"Kakakmu sedang sibuk lagian dia kan bisa di katakan sebagai pengantin baru, nggak mungkin daddy suruh ke tempat bahaya seperti itu. Kalau terjadi apa-apa, kasihan kakak iparmu, kamu sajalah, sekalian jadi relawan," ujar Alex.
"Terus, kalau Gavin yang kenapa-kenapa nggak apa-apa gitu? Mom, daddy pilih kasih nih!" adu Gavin pada Anes.
"Mas apaan sih, nggak boleh gitu. Kunlagi pusing ini, putriku minggat ke tempat bahaya , mas Alex Malah begitu," ucap Anes.
"Ya gimana, makanya punya pacar biar ada yang khawatir selain daddy dan mommy," ucap Alex.
Gavin hanya mencebik. Dan pada akhirnya ialah yang harus mengalah menyusul dan emmastika jika Gisel aman sentosa karena sang ratu alias mommy tercinta yang memintanya.
"Cepat Vin, susul adikmu, mumpung belum terlalu lama minggatnya," Ucap Anes Yang tidak bisa di tolak oleh Gavin, apalagi ia melihat raut kecemasan di wajah yang tetap cantik meski sudah memasuki usia senja tersebut.
.
.
.
"Gara-gara kamu nih, aku harus nyusul ke sini. Udah deh, nyerah aja kenapa sih, abang tuh cuma anggap kamu adik, kok sampai segininya kamu usaha," ucap Gavin saat dalam perjalanan dari tempat pengungsian satu menuju posko di mana Rega sedang menjalankan tugasnya sebagai dokter. Tak butuh waktu lama, hanya beberapa menit saja di tempuh dengan berjalan kaki dari pos tempat mereka tinggal.
" Aku tuh yakin kalau abang juga cinta sama aku. Karena dia nggak pernah nolak aku secara terang-terangan langsung. Buktinya dia juga nggak punya cewek sampai sekarang, karena memang dia jodoh aku," kekeuh Gisell.
"Bagaimana kalau itu cuma perasaan kamu saja? Mungkin abang nggak enak mau nolak kamu terang-terangan," entah berapa kali Gavin mengatakan hal itu.
"Nggak, ku yakin klau abang itu emang udah di gariskan jadi jodoh aku. Titik no debat!"
"Susah emang ya, ngomong sama batu. Keras. Nanti kalau patah hati baru tahu rasa!"
"Udah sering kalau itu mah, aku udah kebal," sahut Gisel. Yang mana membuat Gavin hanya geleng-geleng kepala.
"Lagian kamu itu cinta apa terobsesi, sampai apa-apa abang, dikit-dikit abang. Buat abang , demi abang, nggak ada gitu yang buat diri sendiri?" tanya Gavin.
Gisel menggeleng, "Karena duniaku itu, ya abang, jadi mau gimanapun ya pusatnya abang lagi abang lagi,"
"Ampun deh, punya kembaran gini amat. Udah sampai!" kata Gavin menahan tangan Gisel supaya berhenti berjalan.
"Udah sampai ya?" ujar Gisel tanpa sadar mereka sudah sampai ke pos-pos kesehatan. Ia mengedarkan pandangan untuk mencari seseorang di sana.
"Abaaannng!" seru gadis itu saat melihat sosok yang ia cari. Pria itu memang selalu memesona dengan pakaian dokternya. Apalagi ketampanannya yang di atas rata-rata membuatnya lebih menonjol di banding yang lain.
"Kan, bagimana bisa ku tenang, anteng di rumah jika pesonanya nggak kaleng-kaleng gini," gumamnya.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!