NovelToon NovelToon

MY SWEET BOYFRIEND

Sama-sama Jomblo

“Eh Ra, lo tumben datang pagi,” sapa Sissy, sahabat Rara yang sudah sejak kecil bersama. Ia berjalan mendekati Rara yang berhenti untuk menunggunya.

“Gue? Tumben datang pagi? Nggak salah lo Sy? Harusnya 'kan gue yang nanya, lo tumben datang pagi,” balas Rara dengan menaikkan sebelah sudut alisnya.

Sissy tertawa, “Lo kalau ngomong ya, suka benar deh,” ucap Sissy kemudian ia menggandeng tangan Rara dan keduanya pun berjalan menuju ke kelas mereka yang berada di bagian belakang.

“Ya iyalah Sy. 'Kan begitu kaki lo melangkah masuk ke sekolah selalu bertepatan dengan bunyi bel,” ujar Rara yang memang merupakan sebuah kenyataan.

“Gue heran deh, kok lo bisa tepat banget ya ngukur waktunya,” imbuh Rara.

“Hahaha, lo nggak tahu aja kalau gue itu punya ilmu buat menghalangi gerbang ditutup sebelum kaki gue masuk ke sekolah,” gurau Sissy yang membuat Rara memutar bola matanya jengah.

Rara dan Sissy merupakan siswi kelas sepuluh. Dengan paras keduanya yang sama-sama cantik dan manis hanya saja Sissy terlihat lebih anggun dibandingkan Rara yang tidak begitu memusingkan penampilan.

Sama-sama cantik dan sama-sama cerdas pula tidak membuat keduanya saling memendam rasa iri meskipun dari status sosial, Sissy merupakan anak dokter dan Rara hanyalah anak seorang nelayan tradisional. Bahkan setiap hari hubungan persahabatan mereka seperti sangat sulit untuk dipisahkan. Rumah mereka pun hanya berjarak dua rumah.

Sissy tak bisa tanpa Rara dan Rara yang selalu ingin bersama Sissy. Apalagi semenjak berusia enam tahun Ibu Sissy sudah pergi menghadap sang Pencipta, Sissy pun lebih banyak waktu bermain bersama Rara dan keluarganya. Ibu Fina yang merupakan bunda Rara pun sangat menyayangi Sissy seperti halnya ia menyayangi Rara dan Julian, adik Rara. Ayah Sissy yang merupakan seorang dokter tak bisa selalu bersamanya.

“Lo belum jawab pertanyaan gue Sy,” ucap Rara membuat Sissy terkekeh.

“Ya ampun Rara cintaku, penasaran banget sih. Jadi tuh, tadi malam gue dapat telepon dari Yudi kalau dia ada naruh sesuatu di laci meja gue pagi ini. Gue penasaran lah, makanya cepat-cepat datang ke sekolah,” jawab Sissy antusias.

“Yudi?”

“Itu lho Ra, cowok yang sering gue ceritain. Yang lagi PDKT sama gue,” ucap Sissy.

“Oh dia. Terus dia emang naruh apa di laci meja lo?” tanya Rara lagi. Ia begitu hafal dengan karakter Sissy yang sangat senang apabila kita selalu bertanya tentang hal yang membuatnya senang.

“Katanya sih, cokelat,” jawab Sissy.

“Cokelat?” beo Rara.

“Ya ampun Ra, jangan bilang lo nggak tahu kalau hari ini tuh hari valentine?” pekik Sissy yang tiba-tiba menghentikan langkah mereka.

“So?”

“Ya harusnya lo tahu juga 'kan kalau hari kasih sayang tuh identik dengan yang namanya cokelat. Huhh, gini nih akibat lama ngejomblo. Jadi jomblo ngenes 'kan lo,” ledek Sissy.

“Emang lo sama si Yudi itu udah jadian?” selidik Rara, karena yang ia tahu sahabatnya ini belum pernah bercerita jika ia dan Yudi sudah menjalin hubungan pacaran.

“Hehe, belum sih,” ucap Sissy cengengesan.

“Yee, sama aja dong. Lo juga jomblo kalau gitu,” balas Rara kemudian ia lebih dulu masuk ke dalam kelas meninggalkan Sissy yang masih setia berdiri di depan pintu kelas.

“Ra tungguin gue,” teriak Sissy yang kemudian ia juga menyusul masuk ke dalam kelas.

Rara duduk di bangku yang berada di belakang Sissy namun berada di sebelah kiri Sissy karena yang tepat berada di belakang Sissy itu sahabat mereka yang bernama Nadila. Sementara yang duduk bersama Sissy adalah Regita.

Mereka memang sengaja tidak memilih tempat duduk bersama karena di sekolah khususnya dalam hal pelajaran sekolah mereka sudah memutuskan untuk menjadi saingan. Namun hanya seputar pelajaran dan nilai saja. Setelah berada di luar sekolah atau saat jam istirahat, mereka kembali seperti biasa. Dan mereka sudah sepakat tidak akan membahas soal persaingan nilai jika bukan di saat belajar di sekolah.

“Yeeyy, gue dapat cokelat. Banyak banget,” teriak Sissy begitu menemukan sebuah kotak besar berisi berbagai merek cokelat.

“Ya ampun Arsyila Herlambang alias Sissy, biasa aja kali. Nggak usah lebay, kayak nggak pernah makan cokelat aja,” tegur Rara karena ia tadi baru saja ingin meminum airnya namun langsung dibuat terkejut oleh Sissy, untung saja Rara belum minum sehingga ia tidak tersedak.

“Sy, lo kumat? Masih pagi lho ini,” celetuk Nadila yang baru saja sampai di ambang pintu.

Sissy mengerucutkan bibirnya. Memasang ekspresi merajuk sehingga membuat Rara menahan tawa.

Nadila, salah satu sahabat mereka yang memang baru akrab sejak masuk SMA karena saat MOS dulu, mereka kerap sekelompok. Nadila ini sangat sederhana dan terkesan tomboy. Lebih parah dari Rara kalau soal penampilan. Namun dibalik kesederhanaannya itu, jika diperhatikan dengan saksama, ada wajah ayu dan teduh. Matanya juga sangat polos dan tulus. Hanya saja kerap kali ucapannya membuat mereka lebih memilih bungkam.

Nadila pun berjalan ke arah bangkunya yaitu tepat di belakang Sissy. Ia meletakkan tasnya di kursi lalu duduk manis.

“Sy, lo ngambek?” tanya Nadila namun dengan nada yang begitu datar.

“Tau ah. Lagian sahabatnya lagi senang malah dibilang kumat,” gerutu Sissy.

“Ya maaf,” ucap singkat Nadila namun sama sekali tak terlihat raut wajah seperti orang meminta maaf.

Sissy, meskipun ia tidak berbalik menatap Nadila, ia bisa menebak seperti apa sahabatnya itu meminta maaf. Daripada kesal melihat wajah Nadila yang tidak merasa bersalah padahal emang hanya hal sepele, Sissy pun memutuskan untuk tidak menengok ke belakang.

Rara hanya bisa melirik bergantian sahabatnya itu tanpa ingin berkomentar.

Tak lama kemudian Regita masuk ke kelas dan melihat Rara sedang melirik Sissy dan Nadila bergantian. Sissy tengah memasang wajah jutek dan Nadila yang seperti biasa, diam entah memang suka diam atau tengah menghayal.

“Pagi beib. Kok tumben nggak ngerumpi?” sapa Regita yang langsung duduk di bangkunya.

Tak ada sahutan membuat Regita heran.

“Kalian berantem?” tanya Regita lagi.

“Nggak!” jawab ketiganya kompak yang justru membuat Gita semakin heran.

“Jadi gue tadi tuh senang banget dapat cokelat dari gebetan gue. Dia ngasih surprise di laci meja gue. Eh sedang senang-senangnya malah Nadila ngatain gue kumat,” cerita Sissy.

“Serius lo dapat cokelat dari gebetan lo?” tanya Gita penasaran.

“Iya. Nih,” ucap Sissy sambil mengeluarkan kotak cokelat dari laci mejanya lalu ia letakkan di atas meja.

“Wah gila, cokelatnya banyak banget!!” pekik Gita.

Sissy tersenyum bangga, ia sudah yakin kalau Gita lah yang akan antusias kalau persoalan percintaan karena sahabatnya itu merupakan play girl yang pacarnya dimana-mana namun herannya tidak pernah kedapatan saat selingkuh.

“Gila aja gebetan lo, belum jadian udah ngasih hadiah valentine gini. Semalam sih Antoni nelepon gue katanya mau ngasih hadiah. Kak Varel juga katanya istirahat nanti mau ngasih cokelat. Septian ngajakin jalan sedangan Ricko, gue nggak tahu dia ada planning apa,” tutur Regita menceritakan para kekasihnya.

“Itu lo lagi ngabsenin pacar lo, Git?” tanya Nadila.

“Hehe ya gitu,” jawab Regita setengah bangga juga malu.

“Emang lo nggak takut ketahuan sama Kak Varel? Secara dia pacar lo satu sekolahan. Kalau Antoni itu teman sekolah gue sama Sissy dulu di SMP dan dia sekarang sekolah di SMK Nuansa Persada. Terus kata lo si Septian itu anak kuliahan dan Ricko katanya pacar LDR-an lo sejak lulus SMP,” ucap Rara menjabarkan. Ia hanya takut dan prihatin jika sahabatnya ini mengambil jalan yang keliru dan pada akhirnya akan mencelakai dirinya sendiri.

“Iya, lo nggak takut kepergok saat lo lagi kencan gitu?” timpal Sissy.

“Untungnya nggak pernah sih. Gue atur waktu dan gue usahain nggak datang ke tempat dimana mereka biasa nongkrong,” jawab Regita.

“Hebat juga cara lo,” ucap Nadila yang dianggap pujian oleh Regita namun berbanding terbalik dengan apa yang ada dipikiran Nadila.

“Hahaha, siapa dulu dong, Regita Cahyani. Kenapa La, lo juga mau belajar kayak gue? Tenang, pasti gue ajarin kok,” ucap Regita bangga.

“Gue ogah. Lo aja,” tolak Nadila dengan wajah masam.

Regita tertawa puas melihat wajah Nadila yang terlihat kesal. Sementara Rara hanya diam saja tak berniat menanggapi. Kalau Sissy, ia semangat empat lima buat mendengarkan cerita Regita setiap hari. Ia sangat suka mendengar cerita cinta sehingga Sissy tak pernah bosan jika Regita menceritakan kisah cintanya.

Bell tanda pelajaran pertama akan dimulai pun berbunyi. Sebelum memulai pelajaran, seluruh siswa-siswi diwajibkan berkumpul di lapangan upacara untuk mendengarkan apel pagi dari guru piket setelah lima menit lamanya barulah mereka kembali lagi ke kelas.

Berhubung hari ini adalah hari Sabtu, maka kelas sepuluh D mengawali pelajaran pertama mereka dengan pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan.

Rara merupakan pecinta tenis meja, setelah ia dan teman-temannya melakukan pemanasan maka ia pasti akan menuju ke ruang olah raga untuk bermain tenis meja bersama ketua kelasnya yaitu Fiko Afandi yang biasa disapa Fiko.

Nadila memilih bermain voly sedangkan Sissy dan Regina memilih bergosip.

“Sy, lo tuh udah temenan lama sama Rara. Emang Rara nggak punya gebetan? Secara dia 'kan juga cantik,” tanya Regita.

“Seperti yang gue bilang, kita udah sahabatan dari bocah. Emang tuh anak nggak punya pacar. Ayah sama Bunda nggak ngizinin. Usia kita juga masih belia banget,” jawab Sissy.

“Emang sih, usia kita masih muda banget. Tapi ya namanya juga anak muda. Lagi gencar-gencarnya mengenal cinta. Hidup serasa nggak berwarna aja gitu kalau nggak ada pasangan yang perhatian dan sayangin kita. Gue bahkan udah pacaran sejak SD. Walaupun itu masih cinta monyet, tapi namanya juga ngelibatin hati, pasti segala sesuatu yang ingin kita lakuin serasa berwarna,” cerita Regita.

Gue bahkan nggak yakin, Git. Apakah elo emang ngerasain yang namanya cinta atau lo hanya sekadar iseng doang. Karena kalau menurut gue, namanya cinta ya pasti hanya ke satu orang aja, nggak lebih.

Sissy hanya bisa melepaskan kata-katanya itu di dalam hati karena ia tidak ingin Regita kesal padanya dan menganggap dirinya sok bijak.

Pengumuman di Mading

Bell istirahat berbunyi, para siswa-siswi berhamburan keluar kelas, tak terkecuali keempat siswi cantik kelas sepuluh D. Regita yang paling semangat karena ia sudah janjian dengan Kak Varel, siswa kelas dua belas IPA 2  yang dikategorikan siswa tampan dan tajir di sekolah.

Banyak yang merasa iri pada Regita yang mampu menggaet Kak Varel padahal ia baru saja menjadi siswi di sekolah ini sejak tujuh bulan yang lalu. Tapi memang, Kak Varel sudah jatuh cinta padanya sejak MOS dan saat itu ia menjabat sebagai ketua OSIS.

“Cie yang janjian di kantin,” goda Sissy.

“Hehehe, gue duluan ya,” ucap Regita kemudian ia pergi lebih dulu menuju ke kantin.

Kini tersisa Nadila, Sissy dan Rara di depan kelas.

“Eh, itu di mading ada apa ya? Kenapa banyak yang ngumpul di sana?” tanya Nadila seraya menunjuk arah mading.

Sissy dan Rara menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Nadila.

“Ke sana yuk,” ajak Sissy.

Rara dan Nadila mengangguk kemudian ketiganya berjalan bersama ke arah mading.

Rara dan Sissy mengenali sebagian wajah yang berada di sekitar Mading. Mereka adalah teman-teman yang mengikuti seleksi tingkat sekolah untuk kegiatan OSN (Olimpiade Sains Nasional).

“Sepertinya itu pengumuman seleksi, Sy,” ucap Rara.

“Sepertinya Ra,” timpal Sissy.

Banyak bisik-bisik para siswa-siswi yang berkumpul di dekat Mading itu ketika ketiga sahabat itu datang.

“Heran, padahal masih kelas sepuluh,” ucap salah satu siswi yang diketahui adalah senior kelas sebelas.

“Iya. Gue nggak nyangka aja mereka berdua masih beberapa bulan di sekolah ini udah nikung aja,” timpal yang lainnya.

“Mungkin emang otaknya encer,” ujar yang lainnya.

Meskipun risih dengan bisik-bisik dari kakak kelas, ketiga sahabat itu berusaha untuk cuek saja dan memilih melihat pengumuman di mading.

“Ya ampun Ra, gue nggak nyangka lo sama gue bisa mewakili sekolah kita ditingkat kabupaten!” pekik Sissy girang.

“Iya Sy, gue bahkan nggak nyangka banget ini. Sumpah!” timpal Rara.

“Gue sebagai sahabat kalian sangat bangga. Gue doain kalian nggak hanya sampai ditingkat kabupaten melainkan sampai nasional,” ucap Nadila mendoakan.

“Aamiin,” ucap Sissy dan Rara bersamaan.

Melihat kebahagiaan diwajah ketiga adik kelasnya itu membuat beberapa kakak kelas dengki dan langsung meninggalkan area Mading dan dengan sengaja menyenggol bahu Sissy.

“Aww. Hati-hati dong Kak,” keluh Sissy namun si kakak kelas tak mempedulikan.

“Udah Sy, nggak usah kesal. Kayaknya dia iri sama kalian karena bisa mewakili sekolah sedangkan dia enggak,” ucap Nadila yang langsung diangguki oleh Rara.

“Selamat ya Sy, Ra. Kalian memang adik kelas yang paling cerdas,” ucap Lukas, ketua OSIS.

“Makasih Kak,” ucap Sissy mencoba tersenyum padahal dalam hati ia masih sangat kesal.

“Makasih Kak Lukas. Kayaknya nanti aku nggak bisa bantuin Kak Lukas buat ngurus OSIS, Kak. Maaf ya,” ucap Rara, ia adalah wakil ketua OSIS dua.

“Ya nggak masalah dong, Ra. Masih ada si Reya wakil ketua OSIS satu,” ucap Lukas memaklumi. “Intinya gue bangga sama lo. Sebagai ketua OSIS gue benar-benar bangga,” lanjutnya.

“Sekali lagi makasih Kak,” ucap Rara.

Lukas mengangguk kemudian ia berpamitan untuk pergi ke ruang Wakasek kesiswaan.

“Kak Lukas baik banget ya. Udah ganteng, jago main badminton, ketua OSIS pula. Dan selalu masuk di tiga besar peringkatnya. Jago main gitar. Uhh idaman banget,” puji Sissy sambil terus melihat punggung Lukas yang makin menjauh.

“Ekhhmm ... seingat gue tadi ada yang dapat sekotak cokelat dari gebetannya,” sindir Nadila.

“Iya ya Nad. Gue juga sepertinya tadi lihat ada yang nerima sekotak cokelat deh,” timpal Rara.

Wajah Sissy merona malu.

“Hehehe, kalian nyindir gue heeh. Lagian gue tuh emang nge-fans sama Kak Lukas. Hanya saja gue sadar diri nggak mungkin dapetin dia. Ibaratnya itu adalah mustahil,” ungkap Sissy.

“Udah nggak usah mellow. Siapa tahu nanti Kak Lukas bisa lihat di sekolah ini ada seorang Arsyila Herlambang alias Sissy yang cantik dan cerdas sedang menunggunya untuk dijadikan kekasih,” hibur Rara yang memang tahu seperti apa nge-fansnya Sissy pada Kak Lukas.

“Aamiin. Ya udah yuk ke kantin. Tadi abis olah raga gue laper banget nih,” ajak Nadila.

“Sama,” timpal Rara.

Ketiganya pun menuju ke kantin. Disana mereka bisa lihat Regita sedang bersama Kak Varel. Mereka terlihat sedang makan sambil sesekali bercerita. Mereka juga tertawa bersama dan kadang wajah Regita terlihat malu-malu.

Jam istirahat hampir usai. Rara, Sissy, Nadila dan Regita menuju ke kelas mereka. Setelah makan di kantin tadi, Regita memutuskan untuk kembali ke kelas bersama ketiga sahabatnya itu.

“Ra, Sy, lo berdua dipanggil ibu Ainun,” ucap Fiko, ketua kelas.

“Ngapain Fik?” tanya Rara.

“Itu lho, mengenai kalian yang terpilih mewakili sekolah kita untuk OSN nanti. Sebenarnya gue udah di kasih tahu dari tadi cuma gue pikir kalian di kantin makanya gue tunggu sampai kalian balik ke kelas,” jelas Fiko.

“Oh gitu, makasih ya, Fik. Kita ke sana dulu,” ucap Rara kemudian bergandengan dengan Sissy.

“Oh ya, selamat ya buat kalian berdua. Gue sebagai ketua kelas kalian merasa sangat bangga,” ucap Fiko.

“Thanks,” ucap Rara dan Sissy bersamaan kemudian mereka pergi ke ruang guru dimana Bu Ainun sedang menunggu mereka.

Tokkk ... Tokkk ... Tokkk ...

“Masuk!” seru Bu Ainun dari dalam ruangannya.

Rara membuka pintu dan mengucap salam bersama Sissy.

“Oh Aisyah dan Arsyila. Silahkan duduk. Ibu dari tadi menunggu kalian,” ucap Bu Ainun ramah. Ia merupakan wakil kepala sekolah bidang kurikulum. Usianya sudah kepala empat namun wajahnya masih terlihat seperti wanita berusia tiga puluhan tahun. Wajahnya sangat enak dipandang karena ia begitu ramah dan tentunya cantik.

Rara dan Sissy pun duduk.

“Jadi begini, berhubung Aisyah akan mewakili sekolah kita untuk olimpiade Fisika dan Arsyila olimpiade matematika, maka mulai minggu depan kalian akan mendapatkan kelas tambahan dari guru bidang studi masing-masing. Ibu juga akan memberikan surat izin kepada orang tua kalian agar mereka tahu bahwa sepulang sekolah kalian masih akan mendapatkan bimbingan belajar,” ucap Bu Ainun.

“Baik Bu,” ucap Rara dan Sissy kompak.

Bu Ainun tersenyum kemudian ia menyerahkan dua amplop yang berisi surat izin.

“Selamat ya untuk kalian. Ibu terus terang sangat bangga karena kalian masih kelas sepuluh sudah bisa mengalahkan senior kalian padahal mereka justru harusnya lebih bisa menang mengingat itu adalah konsentrasi belajar mereka,” ucap Bu Ainun bangga.

“Terima kasih Bu,” ucap Rara dan Sissy terus bersamaan.

“Ya sudah kalian silahkan kembali ke kelas karena sebentar lagi bel pelajaran selanjutnya akan dibunyikan,” ucap Bu Ainun.

“Baik Bu. Kami permisi dulu,” ucap Rara.

“Pamit Bu,” ucap Sissy.

Bu Ainun mengangguk. Ia terus menatap punggung kedua siswi cerdas itu hingga punggung mereka sudah tidak terlihat dan pintu ruangannya pun sudah kembali tertutup.

Di dalam kelas, Nadila dan Regita tidak terlalu banyak bicara karena memang keduanya memiliki sifat dan sikap yang bertolak belakang. Mereka hanya berbicara sesekali dan seperlunya saja.

Sepenggal Kisah Masa Lalu

Malam hari seperti biasanya, makan malam di rumah Rara hanya ada ia, Bunda dan adiknya Julian. Karena sang Ayah merupakan nelayan yang melaut pada malam hari. Paginya, hasil ikan tangkapannya akan di jual oleh Bunda Fina di pasar tradisional.

Di ruang makan memang mereka tak banyak mengobrol sebab sang Ayah selalu mengingatkan untuk tidak mengobrol saat makan. Takut tersedak, makan belepotan dan parahnya jangan sampai tertelan tulang ikan.

Setelah makan, Bunda langsung menuju ke ruang keluarga bersama Julian sementara Rara membereskan piring kotor dan sisa makanan mereka. Itu sudah menjadi kebiasaannya. Ia sangat senang bisa membantu Bunda karena setelah sholat subuh sang Bunda sudah menuju ke pasar untuk berjualan ikan dan siang ia menyiapkan makanan dan mengurus yang lainnya. Sedangkan Rara hanya bisa membantu di malam hari sebab Ayah dan Bunda menyuruhnya istirahat setelah pulang sekolah.

Setelah menyelesaikan tugasnya, Rara bergabung bersama adik dan Bundanya di ruang keluarga. Mereka nampak sedang menonton serial kartun kesukaan mereka yaitu lanjutan dari serial animasi Naruto, kini kisah tentang anaknya. Bahkan serial kartun bapaknya saja sudah berpuluh kali diputar ulang namun Rara dan Julian sejak kecil tak bosan untuk menontonnya.

Ketika iklan, Rara pun masuk ke kamarnya dan mengambil amplop surat izin dari Bu Ainun tadi.

“Bun, Rara mau ngasih surat izin dari Bu Ainun,” ucap Rara lembut saat ia sudah duduk bersama Bundanya.

“Surat izin?” tanya Bunda Fina sambil memandang Rara.

“Iya Bun. Ini surat izin untuk tambahan jam pelajaran karena Rara tepilih mewakili sekolah untuk olimpiade Fisika, Bun. Jadi mulai minggu depan setelah pulang sekolah Rara akan mendapat tambahan pelajaran,” ucap Rara menjelaskan.

Mata Bunda Fina berkaca-kaca menatap Rara.

“Ya Allah, anak Bunda. Bunda bangga banget sama kamu, Nak. Nggak nyangka kamu baru kelas satu SMA sudah bisa mewakili sekolah. Berarti kamu mengalahkan kakak kelasmu ya, Nak,” ucap Bunda Fina terharu.

“Iya Bun. Rara aja nggak nyangka bisa terpilih. Masih merasa mimpi aja Bun,” ucap Rara dengan senyuman bahagia.

Bunda Fina tersenyum bahagia. Dalam hati ia tak henti bersyukur memiliki anak yang cerdas.

“Bun, aku juga terpilih mewakili sekolah untuk cabang olah raga catur,” ucap Julian yang tak mau kalah dengan sang kakak.

Julian tak begitu pintar dalam pelajaran. Ia hanya bisa meraih peringkat sepuluh besar saja sejak sekolah dasar hingga kini ia kelas satu SMP. Namun ia berbakat pada bidang seni dan juga sangat menyukai permainan catur.

“Ya Allah, Bunda nggak nyangka anak-anak Bunda semuanya bisa mencetak prestasi. Bunda sangat bangga,” ucap Bunda lagi. Ia bahkan hampir tak bisa berkata-kata lagi mendengar kabar bahagia ini.

“Oh iya Bun, Sissy juga terpilih lho. Dia mewakili sekolah untuk bidang studi Matematika. Hebat 'kan, Bun?” cerita Rara. Ia memang tak segan memuji kecerdasan otak Sissy sejak dulu.

“Wah benar, Ra? Kalian memang sangat hebat. Sejak TK lho kalian adalah saingan dalam merebut nilai namun juga kalian bisa begitu bersahabat. Bunda senang dengan prinsip kalian. Urusan nilai beda sama urusan persahabatan. Tetap jalin keakraban kalian walaupun suatu saat ada yang mencoba merenggangkan bahkan merusak persahabatan kalian,” nasihat sang Bunda.

“Iya Bun. Kami akan selalu bersahabat. Kita juga saling jaga dan saling suport kok, Bun.”

“Syukurlah,” ucap Bunda Fina lega.

“Asal Kakak jangan sampai menyukai cowok yang sama dengan Kak Sissy. Bisa-bisa kalian musuhan,” celetuk Julian yang membuat Bunda Fina dan Rara menatap heran padanya.

“Lah kok ngomongnya udah sampai sana, Dek?” tanya Rara heran.

“Iya nih, masih kecil juga,” timpal Bunda Fina.

Julian menggaruk kepalanya yang tidak gatal kemudian ia tersenyum.

“Ya aku cuma sekadar mengingatkan, Kak,” ucap Julian, ia mengerucutkan bibirnya.

“Tapi ada benarnya juga apa kata adik kamu, Ra. Jangan sampai hal itu terjadi. Kalian bisa-bisa nanti akan bertengkar lalu bermusuhan. Sebaiknya kamu hindari hal-hal seperti itu. Sissy begitu tulus bersahabat denganmu meskipun kita hanya orang biasa. Beda sama Sissy yang Papanya seorang dokter,” ucap Bunda Fina menasehati.

“Tentu saja Bun. Lagian untuk sekarang Rara nggak ada pikiran sampai ke sana. Fokus Rara hanya belajar agar bisa juara dan mendapatkan beasiswa kuliah lalu Rara jadi dokter,” ucap Rara antusias.

“Syukurlah kalau seperti itu pikiran Rara. Bunda jadi nggak terlalu khawatir,” ucap Bunda Fina lega.

“Iya Bun. Rara bertekad ingin membuat Ayah dan Bunda bangga. Seorang anak nelayan berhasil menjadi dokter,” ucap Rara dengan mata berbinar.

“Aamiin,” ucap Bunda Fina dan Julian bersamaan.

“Jadi gimana Bun, mau tanda tangan sekarang?” tanya Rara.

“Biar Ayah saja. Biar dia senang kalau tahu anaknya menjadi wakil sekolah untuk olimpiade Fisika,” jawab Bunda.

“Ya udah, suratnya di Bunda dulu ya. Rara mau masuk kamar. Mau belajar sedikit baru tidur,” pamit Rara.

“Jangan terlalu banyak belajar. Biar nggak pusing,” ucap Bunda dan Rara hanya menjawab dengan anggukan.

Rara mencium pipi Bundanya kemudian ia mengacak rambut Julian.

“Rese deh,” protes Julian namun Rara hanya menjulurkan lidahnya kemudian ia bergegas masuk ke dalam kamarnya.

Di dalam kamar, Rara mengambil buku paket fisika kemudian ia membacanya sambil sandaran di tempat tidur. Ia hanya membaca saja, belum mencoba untuk mengerjakan soal-soal.

Mendadak Rara teringat ucapan Julian tadi. Ia menjadi teringat lagi akan kejadian satu tahun yang lalu ketika mereka masih berada di kelas tiga SMP.

 

Flash back on ....

 

Bel istirahat berbunyi, seluruh siswa keluar dari kelas menuju ke kantin. Di dalam kelas sembilan A, tersisa Rara dan Sissy yang sedang merapikan alat tulis mereka.

“Ra, gue mau cerita sesuatu sama elo,” ucap Sissy setelah ia menyimpan buku di dalam tasnya.

“Sama Sy, gue juga ada yang pingin gue ceritain,” ucap Rara, kini keduanya saling berhadapan.

“Lo dulu deh Ra yang cerita,” ucap Sissy.

“Ya nggak bisa gitu dong Sy. Lo dulu, lo 'kan tadi yang mau ngomong duluan,” tolak Rara yang sebenarnya sangat malu.

“Ya udah. Gini Ra, gue lagi suka sama seseorang dan gue udah mulai PDKT sama dia,” cerita Sissy dengan wajah berseri-seri.

“Oh ya? Sama dong. Emang siapa Sy?” tanya Rara antusias.

“Oh ya? Lo beneran lagi suka sama seseorang Ra?” tanya Sissy sedikit kaget.

“Heemmm.”

“Siapa Ra?” tanya Sissy penasaran, oh tidak bahkan ia sangat penasaran.

“Lo aja yang kasih tahu gue duluan. Gue penasaran,” elak Rara.

“Ih. Ya udah kita sebutin bareng-bareng aja,” usul Sissy.

“Ya udah. Hitung bareng-bareng,” ucap Rara setuju.

Satu ....

Dua ....

Tiga ....

“Keenan.”

Mulut Rara terbungkam mendengar nama yang disebutkan oleh Sissy. Hatinya terasa sesak. Hampir saja ia menyebutkan nama yang sama dengan yang Sissy ucapkan.

Menyadari Rara yang hanya diam saja, Sissy menjadi gemas.

“Curang ih,” keluh Sissy.

“Hehehe. Maaf ya Sy, gue emang sengaja biarin elo ngomong duluan,” ucap Rara berkilah.

“Hehe. Tapi sumpah gue kaget dengar lo suka sama si Keenan. Perasaan kalian dari kelas satu selalu berantem,” ucap Rara penasaran.

“Hehehe, nggak tahu juga sih Ra. Akhir-akhir ini dia suka banget baik-baikin gue. Perhatian dan sweet banget. Kayaknya gue kena karma deh,” cerita Sissy namun wajahnya terus saja berseri-seri.

“Kalau emang kalian saling suka, gue dukung banget Sy. Asal jangan sampai dia bikin lo sakit hati aja. Gue orang pertama yang bakalan kasih dia perhitungan,” ucap Rara bersemangat, padahal ia hanya sedang menyemangati dirinya sendiri.

“Gue senang banget punya sahabat kayak elo. Tapi jangan kata gue nggak nunggu jawaban elo dari tadi ya, Ra. Cepat kasih tahu gue, siapa cowok yang lagi lo sukai itu,” desak Sissy.

Rara bingung dan sedikit kesal juga karena Sissy ternyata masih menunggu jawabannya. Ia berusaha memikirkan satu nama.

“Jovy,” jawab Rara singkat dan lirih.

“What? Jovy? Anak Pak lurah? Jovy anak kelas sepuluh, kan?” tanya Sissy beruntun karena ia sangat terkejut.

Rara hanya menjawab dengan anggukan lemah.

Sissy tersenyum seringai. “Pantas aja lo dari dulu suka main tenis meja sama dia. Ternyata lo cinlok ya Ra,” ledek Sissy.

Rara tersenyum masam, dalam hati ia merutuki mulutnya yang asal menyebut saja. Mana mungkin ia suka sama Jovy yang jelas-jelas masih bocah itu.

“Tapi dia masih bocah, beda dua tingkatan dengan kita lho, Ra,” ucap Sissy menyayangkan.

“Gue bakalan tunggu sampai dewasa,” jawab Rara asal yang membuat Sissy tak bisa untuk tidak menggoda Rara.

“Ya ampun nekat ya. Ya udah, sekarang kita ke kantin aja. Gue juga udah janjian saya Keenan,” ajak Sissy.

Mendengar Sissy yang sudah janjian dengan Keenan membuat Rara menjadi sesak. Ia tak ingin berada di antara mereka yang tentu saja akan membuatnya sakit hati.

“Lo duluan aja. Gue mau ke perpustakaan, ada buku yang gue mau pinjam,” tolak Rara.

“Ya udah deh. Gue tunggu di kantin,” ucap Sissy pasrah.

Keduanya pun keluar kelas bersama-sama namun berpisah arah karena memang arah kantin dan perpustakaan itu berlawanan.

Di perpustakaan Rara duduk sambil membaca buku dalam hati namun sebenarnya ia sedang tak bersemangat kemudian ia kembali menutup buku tersebut. Apalagi di perpustakaan saat ini hanya ada dirinya. Bu Rini yang bertugas menjaga perpustakaan meminta tolong padanya untuk menjaga perpustakaan karena ia sakit perut.

“Gue juga suka sama dia, Sy. Tapi lo sahabat gue dari kecil. Gue lebih sayang sama lo daripada rasa sayang gue ke Keenan. Lo satu-satunya yang tulus sahabatan sama gue,” gumam Rara lirih.

“Hahh ... biarlah begini. Semoga Sissy bahagia. Ngelihat dia bahagia gue udah senang banget,” ucap Rara berusaha tegar. Ia pun kembali membaca bukunya.

 

Flash back off ....

 

Di kamar Rara saat ini ....

Bulir air mata menetes di pipi Rara. Ia sebenarnya tidak senang jika mengingat kejadian itu. Yang mana pada akhirnya Keenan meninggalkan Sissy dan lebih memilih teman sekolahnya saat sudah masuk ke sekolah menengah atas dengan alasan sekolah berbeda dan susah bertemu.

“Kali ini gue nggak sedang suka sama cowok yang sama dengan Sissy. Gue harap Sissy nggak disakitin lagi. Gue nggak akan terima jika si Yudi itu nyakitin Sissy.”

Rara pun menyimpan bukunya kemudian ia merebahkan tubuhnya karena rasa kantuk sudah tak bisa ia tahan lagi.

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!