Nama gue Adella, lahir dari keluarga Prameswara,
dan merupakan anak satu - satunya. Jadi anak dari keluarga Prameswara itu susah susah gampang. Banyak Susahnya! Kenapa? Karna Bokap jadi punya banyak musuh.
Selain jadi pengusaha, sekaligus Patner kerja keluarga Wilkinson, Bokap juga terjun ke dunia gelap, bukan karna mati lampu, atau bukan karna kerja malam, tapi Karna banyak mafia yang terjun ke dalam sana.
Gue pernah minta ke bokap buat ikutan ke dunia mafia, seru aja gitu pegang pistol terus main tembak - tembakan. Tapi bokap bilang gak boleh, dan apa yang keluar dari mulut bokap udah keputusan mutlak.
Tiap hari gue dikawal 1 orang, namanya Joy. Dia udah kayak kakak gue sendiri, orangnya kaku, tapi sangat sangat bertanggung Jawab. Gue gak pernah sedikitpun dalam bahaya kalau dia ada di deket gue.
Beda sama temen gue yang konglomerat, dia punya 50 pengawal buat menjaga dia. Gue cuma mampu punya satu, tapi yang berkekuatan 50. Lebih keren gue kan?
Gue punya tiga sahabat terbobrok yang ada di dunia ini. Gak ada yang beres pokoknya! Ada yang namanya Lucy, Gak paham lagi gue otak dia pentium berapa, Lemotnya gak ketulungan.
Ada lagi yang namanya Key, Ganjen banget tuh anak, najis gue Lihatnya, setiap ada cogan pasti dia minta gue buat nyari nomernya, dan alhasil nama gue yang tercoreng, dia yang jadian.
Satu lagi Dan yang terakhir, sekaligus yang paling parah. Namanya Lunetta, Sumpah demi apapun dia ngeselin. Apa yang jadi mau dia harus diturutin, kadang begonya gak ketulungan, dan satu yang paling gue benci. DIA CENGENG! Pernah dulu gue jatuh dari motor, dia dateng ke gue sambil nangis nangis karna gue jatuh. Kan gak jelas!
Tapi di balik itu semua, mereka gak pernah biarin gue jatuh sendirian, Mereka bakal lihat gue jatuh, dan ngetawain, baru deh tolong. Mereka selalu ada kalau gue lagi kesel atau sedih. Jadi Worth it lah sama kebobrokan tadi.
Nyokap gue meninggal dua tahun lalu, dibunuh sama salah satu saingan bokap. Hahaha, Keji banget kan? Awalnya bokap udah ngerahasiain identitas keluarganya, tapi karena musuhnya lebih picik, jadilah nyokap yang harus berkorban buat ngelindungin gue.
Setiap hari gue bakal habisin waktu buat latihan bela diri, entah itu Karate, Boxing atau yang lainnya. Lumayan lah untuk membunuh waktu.
Tapi belakangan gue udah mulai males latihan, dan lebih suka main ke rumah Luna, selain rumahnya gede kayak kos kos an 40 kamar, lebih mewah malah. Walau bukan karna itu sih gue suka ke sana.
Alasannya karna Abang Luna pulang ke Indonesia. Namanya bang Jordan, dia cinta pertama gue, tapi dia gak pernah suka sama gue. Iyalah! Beda 10 tahun gue sama dia.
Lihat cogan yang gak dipacarin sama Key itu kayak anugerah tersendiri, makanya gue betah lihat wajah dia, apalagi dia ganteng banget. Lumayanlah buat cuci mata.
Setelah ini gue, Lucy dan Key bakal ninggalin Luna dan masuk ke SMA yang udah kami incar sekian lama. Gue gak kebayang gimana rasanya jadi anak SMA, atau mungkin sama aja kayak sekarang ini? Entahlah!
Well, selamat datang di Dunia gue. Anak dari seorang mafia geng besar, yang gak percaya sama status pacaran. Hahhaha, gue Jomblo ting ting! Original sedari Lahir! Berani nembak gue, patah tangan Lo!
Berani kurang ajar, Patah leher Lo!
Berani ?!!
🐶🐶🐶 🐵🐵🐵🐵🐶🐶🐶
Kelas mulai tampak ramai di hari pertama, banyak yang menjadi orang gila dadakan dengan memakai pita sesuai tanggal di tambah Bulan lahir.
Coba bayangkan mereka yang lahir di bulan 31 desember. Mereka harus memakai 42 kucir di kepalanya, sangat tidak manusiawi.
Nasib baik gadis setengah tomboy ini lahir tanggal 1 Januari, dia hanya perlu mengucir dua rambutnya, meski tetap saja menjijikan.
Gadis itu berjalan santai dengan tangan yang dimasukan ke kantong dan permen karet di mulutnya, dia duduk diantara teman satu kelasnya.
Sebenarnya dia ingin meminta agar satu kelas dengan Lucy dan Key, namun pihak sekolah tidak mengijinkan karena tiap kelas akan dipilih acak.
" Hey kamu, sudah datang terlambat, malah langsung duduk, gak ada sopan santunnya sama kakak kelas."
Adel hanya melirik orang itu dan kembali menghadap depan, membuat orang itu menjadi marah karena diabaikan oleh Adel.
" Kamu punya telinga gak? Kalau dibilangin itu nyahut," ujar orang itu menarik lengan Adel kasar agar gadis itu berdiri.
Adel menghempaskan tangan orang itu dan menatap orang itu dengan tajam, membuat orang itu sedikit takut karena tatapan Adel.
" Lo pikir Lo siapa boleh pegang tangan gue?" tanya Adel tanpa takut sedikitpun.
" Masih adek kelas udah songong, Sini kamu," ujar orang itu hendak menarik untuk menghukum Adel. Namun Adel segera menghindar enggan disentuh oleh orang itu.
" Gue Sekolah disini bayar, gue bisa laporin tindakan Lo barusan, Lo gak perlu sok senioritas, dan Lo gak perlu pegang gue, najis tau gak," ujar Adel yang berbisik pada orang itu lalu tersenyum manis dan kembali duduk.
Orang itu sangat kesal namun tidak bisa berbuat apa - apa, hingga orang itu memilih untuk meninggalkan Adel, mungkin akan melaporkan pada temannya.
Tampak Lucy dan Key yang ternyata satu kelas melambaikan tangan pada mereka seakan pamer hanya Adel yang tidak beruntung disini.
Yah, bagi kalian yang belum tahu, Lunetta alias Luna tidak bergabung dengan mereka di SMA ini karena dia dipaksa papanya untuk sekolah di STM Taruna.
Haha, membayangkan Luna akan menderita tentu membuat Adel bahagia, sekolah yang mayoritas lelaki dengan disiplin tinggi, akan cocok untuk Luna yang memiliki hobi menjadi malas dan cengeng.
" Bagi Siswi yang bernama Adella Putri Prameswari, harap menuju ke sumber suara sekarang, terima kasih."
Tangan Adel terkepal karena namanya dipanggil, demi apapun dia akan membuat perhitungan pada pengurus OSIS yang tadi. Pasti orang itu yang mengadukan Adel ke pengurus lain.
" Sial, Lo berani bangunin macan tidur, gue cakar Lo sampe mirip Selena Gomez," desis Adel pelan.
Adel bangkit dan melihat ke arah dua temannya, mereka seakan bertanya mengapa Adel harus dipanggil ke sumber suara? Padahal hari ini adalah pertama kalinya mereka menginjakkan kaki di tempat ini.
Gadis itu memberi isyarat semua baik - baik saja, tidak mungkin dia kalah dan mendapat masalah lebih karena satu pengecut yang tidak berani menghadapinya terang terangan.
Adel berjalan dengan santai ke arah sumber suara, dia memasang wajah datar saat semua pengurus menatapnya dengan jijik.
" Kamu Adella?" tanya salah seorang pengurus yang ada disana.
" Yaps," jawab Adel dengan singkat.
" Kamu akan kami beri tindakan pendisiplinan karena terlambat dan membantah perkataan panitia."
Kan, benar kan. Masalah Senioritas lagi. Adel sampai heran apa untungnya bagi mereka membully anak baru? mendapat harta melimpah kah? Langsung menjadi jodoh Shawn mendez kah? Adel tidak habis pikir dengan jalan pikiran mereka.
" Kamu harus menulis pernyataan menyesal karena terlambat dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi, di tanda tangani oleh wakil ketua OSIS," ujar orang itu memberi Instruksi pada Adel.
" Maaf kak, tapi gunanya apa ya?" tanya Adel yang tak habis pikir dengan hukumannya.
" Setidaknya itu lebih manusiawi dibanding membersihkan toilet satu sekolah kan?" tanya orang itu dengan mengancam, Adel malah tersenyum sinis dengan ancaman itu, coba saja mereka.
" Maaf kak, tapi saya membayar mahal di sekolah ini bukan untuk menjadi Office girl, bahkan biaya Spp saya sama kakak itu sama," ujar Adek tak gentar membela ysng benar.
" lantas kamu mau apa? Melapor ke kepala yayasan? Asal kamu tahu, kami sudah diberi wewenang penuh untuk mendidik peserta MOS, Silakan kamu melapor, mungkin malah kamu yang akan di Drop out di hari pertama kamu menginjakkan kaki di sekolah ini."
Adel terkaku mendengar penjelasan itu. Gawat juga urusannya jika sampai Adel sungguh dikeluarkan, dia pasti akan langsung di sekolahkan di Luar negeri.
Prajurit memang harus mundur jika dalam situasi tidak memungkinkan untuk menyerang, begitu pula Adel, gadis itu memilih mengalah dan mengangguk pasrah.
" Baiklah, akan saya lakukan," ujar Adel yang langsung berbalik, membuat panitia ingin melemparinya dengan sepatu mereka.
Baru kali ini ditemukan murid yang sangat memberontak seperti Adel. Sudah tertebak dia akan menjadi pembuat masalah di sekolah ini, bahkan mungkin hanya satu dua bulan saja bertahan disini.
Adel langsung pergi dari barisan dan mencari tempat teduh yang kosong untuk menulis surat pernyataan. Gadis itu menulis dengan sedikit asal, yang penting ada kata maaf dan berjanji tidak mengulanginya lagi.
Gadis itu segera bangkit dan mencari siapa wakil ketua OSIS yang bahkan Adel tidak tahu siapa aja pengurus OSIS di SMA ini.
Namun bukan Adel namanya jika tak banyak akalnya, gadis itu merogoh sakunya dan menemukan uang dua lembar seratus ribu. Adel tersenyum dan berjalan tenang menuju kantin.
" Kak boleh minta tolong? " tanya Adel sopan terhadap salah satu lelaki yang duduk di meja kantin paling dekat pintu.
Lelaki itu memandang Adel dari atas sampai bawah, seakan meneliti dan menilai serta menebak kenapa ada anak MOS menyasar ke kantin seperti ini?
" Kenapa?" tanya orang itu dengan cuek.
" Eem, saya membutuhkan tanda tangan wakil ketua OSIS, Apakah kakak bisa membantu saya untuk menemukannya?" tanya Adel masih dengan suara yang kalem.
Setidaknya dia tahu, jika bertemu dengan orang apalagi meminta bantuannya, dia harus bersikap sopan, dan jika orang itu malah macam - macam, patahkan saja tulangnya.
" Apa untungnya gue bantuin Lo?" tanya orang itu sambil mengesap minumannya.
" Saya ada ini, mungkin kakak tertarik," ujar Adel mengeluarkan selembar uang yang ada di kantongnya.
" Oke deal, yok ikut gue," ujar lelaki itu yang langsung bangkit berdiri meninggalkan Adel.
Gadis itu tersenyum senang karena dua hal. Yang pertama karna dia tidak perlu menghabiskan uangnya, yang kedua karna orang ini mau membantunya, yang ketiga Adel bertemu dengan orang yang sportif karena dia tidak mengambil uang Adel sebelum orang yang dicari ketemu.
Orang itu berjalan semakin ke arah belakang sekolah diikuti oleh Adel yang senantiasa waspada. Jika hanya sekelas preman tawuran antar sekolah, Adel hanya butuh waktu lima menit per orang untuk melumpuhkannya.
Tenyata di bagian belakang sekolah ini terdapat kantin yang cukup ramai, namun penghuninya mayoritas adalah lelaki, bahkan mungkin hanya ada lelaki di tempat ini.
" Woy Fa, dicariin cecan neehhh," teriak orang itu yang membuat seisi kantin menatap Adel dengan pandangan menyelidik, Adel sendiri langsung menatap tajam orang yang sudah membuatnya malu tersebut.
"Cowok yang disana, tuh yang disitu yang lagi ngerokok, dia orang yang Lo cari, selesai kan tugas gue? Mana duitnya?" Tagih orang itu setelah menunjuk salah seorang siswa paling urakan dan paling 'menjijikan' disana.
" Yang bener aja dia waketos? Serius kak? Masak kayak gitu bentukannya?" Tanya Adel tak percaya, dimana mana pengurus OSIS pasti rapi, tampan atau cantik pencitraan, bermuka dua, eeehh sebegitu burukkah?
" Iyaa, gue gak bohong, gak tega gue bohongin bocil baru masuk kayak Lo, Lo pasti bikin masalah kan sama OSIS sampai disuruh nemuin Fafa?" Tanya orang itu yang membuat Adel menyengir dan mengangguk, karna memang itu kan kenyataannya?
" Hahaha, kebaca banget *****, tahu aja mereka kalau Fafa gak bakal mau kayak gitu, eh tapi gue kasih tips, kalau Lo mau dapat tanda tangannya, Lo gak usah sok manis, to the point aja kenapa Lo minta," ujar orang itu yang malah membantu Adel.
" Kenapa kakak mau bantu gue?" Tanya Adel penasaran, bisa saja dia dikerjai oleh kakak kelasnya ini, mereka kan juga belum Saling kenal, wajar kan Adel curiga?
" Kalau gue lihat Lo satu gen sama gue, kemungkinan ke depannya kita bisa jadi teman, jadi gue bakal bantu Lo sekali ini, percaya aja sama gue. Mana duitnya?" Ujar orang itu yang kembali mengulurkan tangannya.
Adel mengambil uang dalam sakunya dan mulai berjalan ke arah pria bernama Fafa itu, dia menghela napas dan dengan tegas mengulurkan kertas folio yang dia bawa.
" Permisi kak, saya mau minta tanda tangan kakak karna saya dihukum oleh Pengurus OSIS yang ada di lapangan. Silakan kakak tanda tangani dan bantu saya, terima kasih."
Orang itu memandang Adel dengan alis terangkat, Adel meneguk ludahnya takut, sepertinya dia sungguh dikerjai oleh orang tadi, sial, kenapa dia malah percaya pada orang itu?
Semua orang yang ada di sana bahkan menatap Adel dengan tatapan aneh, mungkin mereka heran mengapa ada Adik kelas seberani dan sekurang ajar Adel.
" Siniin kertasnya," ujar lelaki yang Adel mintai tolong, namun Adel malah melongo dan masih belum menangkap maksud perkataan orang itu.
" Gak jadi? Yaudah," ujar orang itu kembali menghisap rokoknya, Adel langsung gelagapan dan menyodorkan kertas yang dia bawa, orang itu menanda tangani kertas yang dibawa Adel dan memberikan kertas itu kembali pada Adel.
Anehnya, semua orang yang ada di tempat itu bertepuk tangan dan menyoraki Adel seakan gadis itu sudah memenangkan sesuatu. Namun Adel mengabaikan tepukan itu karna dia ingin lekas pergi dari tempat ini.
" Makasih banyak ya kak, permisi semua," ujar Adel sopan saat menerima kembali kertas tersebut
" Rafa, inget nama gue Rafa," teriak orang itu sebelum Adel benar benar meninggalkan kantin tersebut.
Adel berjalan dengan bangga dan menghampiri pengurus OSIS yang menatapnya heran karna Adel kembali begitu cepat.
" Done ya, bye," ujar Adel tanpa takut menyerahkan kertas yang dibawanya dan langsung meninggalkan mereka yang masih melongo menatap kertas itu.
Adel kembali ke barisan dengan perasaan bangga karna berhasil membuat mereka semua kicep padanya.
Adel duduk santai di antara murid lain yang memakai seragam SMP nya, dia duduk sendiri tanpa ada kawan bicara, sementara yang dia lihat Key dan Lucy asyik sendiri sambil menunjuk nunjuk pengurus OSIS yang dirasa tampan.
" Baiklah, untuk kegiatan pertama, silakan kalian duduk berhadap hadapan dengan depan belakang kalian."
Mereka semua mengikuti instruksi Pengurus OSIS itu dan duduk sesuai yang diinginkan. Adel yang duduk paling belakang hanya diam dan menunggu orang di depannya berbalik.
Seorang gadis berkepang dua, berkacamata besar dengan freckles di sekitar hidungnya. Kulitnya putih bersih, hanya saja gadis itu selalu menunduk seperti orang minder hingga kecantikannya tidak nampak.
" Lo keturunan Bule ya?" Tanya Adel spontan, gadis yang ditanya diam dan menunduk takut, membuat Adel menatapnya heran.
" Kalau ditanya itu jawab, Lo gak bisu kan?" Tanya Adel sedikit menyentak, orang di depannya bahkan tampak kaget dan menggeleng pelan, Adel bisa melihat kegelisahan itu. Sebenarnya apa yang terjadi? Gadis di depan Adel tampak takut menghadapi Adel. Memang Adel bertampang kriminal?
" I.. iya," jawab orang itu pelan dan gemetar.
" Wih, sudah kuduga, pantes cakep Lo, cuma culun aja," ujar Adel dengan kekehan pelan. Mendengar Adel terkekeh tentu membuat gadis di depannya menengok penasaran hingga mata mereka bertemu dan berpandang.
Oh tidak, jangan bayangkan hal yang menjijikkan, mereka hanya bertukar kontak mata, tidak ada hal yang istimewa.
" Nah kita ambil contoh, eeemmm siapa ya kira kira."
Adel baru menyadari bahwa salah seorang pengurus OSIS SMA Semesta ini masih memberikan instruksi kedua untuk apa yang harus mereka lakukan. Sedangkan Adel yang tak menyimak tentu tak tahu apa yang mereka bicarakan.
" Eeemm itu aja tuh, dua dari belakang. Tolong dong," ujar pengurus OSIS itu meminta bantuan pad temannya yang lain. Tak lama seseorang mendekat dan mengangkat gadis di depan Adel dan sedikit menyeret gadis itu ke depan sana.
Adel menunggu apa yang akan dilakukan oleh orang itu. Ternyata mereka mengambil spidol merah dan mulai menggambar wajah gadis itu dengan bentuk yang lucu, namun apa yang mereka lakukan tidaklah lucu, mereka bergantian menggunakan wajah manis gadis itu sebagai media kreasi mereka.
" Woii, apa gunanya sih kayak gitu?" Adel langsung berdiri dan menunjuk ke arah gadis yang menjadi korban Bully kakak kelasnya sendiri. Mereka yang ditunjuk Adel tampak tak terima, apalagi kemarin Adel juga sudah berulah dan beruntungnya gadis itu bisa mendapatkan tanda tangan Rafa dengan mudah.
" Terus kamu mau apa? Menggantikan tempat dia?" Tanya pengurus itu dengan wajah tengilnya. Adel akan mengingat moment ini, dia pun juga akan membuat mereka semua mengenang moment ini.
" Kalian tahu kan bullying bisa dilaporin ke kantor polisi? Saya rasa kalian cukup pintar untuk tahu hal itu," ujar Adel tersenyum miring, tampak mereka menahan tawa karna perkataan Adel.
" Lapor aja sana, punya bukti apa kamu? Lagian ini tuh bagian dari kegiatan, kamu sebagai peserta nurut aja, dasar pemberontak."
Adel tak menyangka masih ada manusia spesies seperti mereka di muka bumi yang modern ini. Masih jamankah bersikap senioritas dan membully adik kelas? Bodohnya, kenapa mereka yang dibully hanya diam tidak memberontak?
" Key! Lo rekam semua kan?" Tanya Adel berteriak dan menatap ke arah Key yang juga menatap ke arahnya. Key terkaget karna diteriaki, namun gadis itu mengangguk mantab membuat Adel tersenyum penuh kemenangan.
" Lah? Emang rekam apa.."
" Ssttt." Key langsung mencegah Lucy untuk bicara, gadis lemot itu akan menghancurkan rencananya jika buka suara. Key tidak tahu apa yang direncanakan Adel, namun dia akan membantu agar gadis brutal itu selamat kali ini.
" Ka.. kalian... Ka.. kalian kan tahu gak boleh bawa ponsel waktu MOS! Kalian melanggar aturan! Saya bisa ya hukum kalian," ujar pengurus itu dengan gugup. Adel bisa melihat kegelisahan orang itu, bahkan keringat di dahinya tidak bisa berbohong.
" WOI KALIAN SEMUA! MASAK KALIAN TERIMA DAN MAU MAU AJA DI BULLY SAMA MEREKA? KALIAN KESINI BUAT SEKOLAH COY BUKAN BUDAK MEREKA!" Adel tiba - tiba berteriak dan menginterupsi keadaan.
Semua peserta terdiam dan menyadari perkataan Adel benar. Mereka harus menolak jika niat pengurus OSIS adalah membully mereka, apa hubungannya hal itu dengan pengenalan sekolah? Mereka mulai berteriak pada Pengurus OSIS, membuat Pengurus OSIS terkejut seketika.
" Kamu! Berani kamu ya!" Sentak pengurus OSIS lain dan berjalan mendekat ke arah Adel. Namun gadis itu tidak gentar sedikitpun, seakan sudah siap menerima apapun yang akan diberikan oleh orang itu.
" KALIAN SETUJU SAMA PERNYATAAN SAYA? ATAU MALAH SETUJU WAJAH RUPAWAN KALIAN HARUS JADI MEDIA KEISENGAN MEREKA? COBA PIKIRKAN BERAPA RUPIAH YANG KALIAN KELUARKAN UNTUK MERAWAT WAJAH ITU?"
Mereka tampak setuju dan makin bersorak agar pengurus OSIS itu meminta maaf dan tidak melanjutkan kegiatan ini. Dalam sejenak suasana menjadi ricuh, bahkan sampai terdengar di telinga para guru.
Yang laki laki bantu menyoraki, yang perempuan bangkit bersiap untuk menjambaki, keadaan akan semakin pecah jika dari pihak sekolah tidak turun tangan mengirimkan perwakilan guru yang menjabat jadi kesiswaan.
" BERHENTI! Siapa yang menjadi biang rusuhnya?!" Bentak guru itu dengan wajah galaknya. Mereka yang tadi heboh bersorak Sorai kicep seketika. Adel tertawa remeh saat menyadari seperti apa teman teman barunya ini.
" Saya Bu!" Ujar Adel dengan keras sambil mengangkat tangannya, memang dari awal dia yang menyebabkan kerusuhan ini, namun tidak akan ada asap jika tak ada Api, Adel tidak takut sama sekali karna dia merasa melakukan hal yang salah.
Adel menatap gadis culun yang kini wajahnya sudah bergambar gambar dengan bentuk beragam, Adel mendekat dan menepuk pundak gadis culun itu lalu membisikkan sesuatu yang membuat gadis culun itu tersenyum tipis.
" Lo tenang aja, kalau mereka bully Lo lagi, lo bilang sama gue, gue patahin lehernya, take care."
Adel berbalik dan berjalan mengikuti guru yang berwajah killer tersebut, namun tak ada ketakutan sedikitpun dari langkah Adel, gadis itu merasa tidak dalam posisi salah hingga dia harus ketakutan. Berbeda dengan pengurus OSIS yang tampak gugup dan memandang Adel dengan sebal.
Dari kejauhan ada dua orang pria yang mengamati kejadian dari pengurus OSIS membully gadis cupu itu sampai Adel yang dibawa ke ruang BP bersama Pak Praja, guru yang terkenal killer dan garang di SMA Semesta, namun tampaknya gadis pemberontak itu tetap tenang saja.
" Gimana? Lo tertarik kan? Seru juga kalau kita pakai tuh cewek," ujar salah seorang pria pada pria lainnya, tampak pria lain itu tersenyum miring dan mengangguk tanda setuju dengan ide temannya, tampaknya akan seru jika gadis pemberontak itu ikut bermain dengan mereka.
" Menarik, kita lihat aja nanti hasilnya, kabarin anak – anak misi baru kita dan taruhan yang di dapat, gue bakal taruh mobil gue di permainan kali ini," ujar lelaki itu dengan dingin dan menyeramkan, sementara pria yang lain hanya mengangguk senang dan mengambil ponselnya untuk mengabari teman – temannya yang lain.
***
" Kamu! Baru dua hari jadi siswa di SMA ini sudah membuat rusuh saja, kamu mau di drop out sekarang juga?" tanya guru yang Adel tahu namanya pak Praja, terlihat dari papan nama yang menempel di dada sebelah kiri guru buncit itu.
" Karna saya punya alasan kuat untuk masalah ini pak," jawab Adel dengan tenang, membuat dua pengurus OSIS yang ada disana semakin grogi. Adel tersenyum penuh kemenangan, jujur saja dia juga grogi namun dia tidak menampakkannnya untuk membuat lawannya menjadi mati kutu, setidaknya hal itu lah yang dikatakan oleh guru bela dirinya, jangan biarkan musuh melihat kelemahanmu, atau dia akan mengalahkanmu dengan mudah.
" Apa alasan kamu?" tanya guru itu dengan galak sambil menurunkan sedikit kacamatanya dan meneliti Adel dari atas hingga bawah. Jika saja ini bukan di lingkungan sekolah, Adel sudah pasti menendang wajah hidung belang itu, namun Adel masih waras untuk tidak menambah masalah dalam hidupnya.
" Menurut bapak, pembullyan dalam kegiatan Masa Orentasi apakah dibenarkan?" tanya Adel yang ingin sedikit bermain – main agar pengurus OSIS itu makin ketakutan.
" Tentu saja tidak, SMA Semesta sangat mengalarang adanya pembullyan dalam bentuk apapun, dalam kegiatan apapun," jawab guru itu dengan cepat tanpa berpikir, Adel mengangguk paham dan puas dengan jawaban guru itu.
" Sayangnya pengurus OSIS sebagai panitia yang harusnya mengayomi justru melakukan tindakan menyedihkan itu pak," ujar Adel tersenyum dan melihat ke arah kedua orang yang ada di sebelahnya.
" Bo… bohong pak," ujar pengurus OSIS itu membela diri dan memotong perkataan Adel, namun Adel malah tersenyum dan menatap kembali guru tersebut dengan tatapan yakin.
" Mereka menarik salah seorang siswa dan menggambari wajah siswa itu dengan girangnya, bahkan meminta semua siswa melakukan hal yang sama dengan patner mereka, menurut bapak, apa gunanya materi seperti itu dimasukkan ke dalam materi? Apakah masuk akal?"
" Seluruh peserta MOS menyaksikan hal itu, bapak bisa tanyakan pada mereka jika bapak tidak yakin, jika bapak tidak menindak lanjuti masalah ini dengan adil, saya akan melaporkan hal ini ke dinas pendidikan dan akhirnya nama sekolah ini yang akan menjadi jelek, saya rasa pihak sekolah tak akan mengambil resiko ini."
Guru tersebut tampak terkejut dan memandang ke arah dua orang siswa yang berstatus panitia tersebut, beliau menggelengkan kepala tak menyangka siswa tersebut berani melakukan pembullyan di area sekolah. lebih terkejut algi dengan keberanian Adel yang notabene masih siswa baru.
" kamu silakan kembali ke lapangan dan melanjutkan kegiatan, terima kasih untuk info dan bantuannya, dan kalian berdua, kalian akan tinggal untuk mempertanggung jawabkan perbuatan kalian."
Adel tersenyum puas mendengar jawaban guru tersebut, meski pengurus OSIS disini menyebalkan, untung saja guru ini masih bisa bertindak adil, Adel bangkit berdiri dan berpamitan dengan guru itu, Adel tersenyum mengejek pada dua orang yang kini memandang Adel dengan sebal.
" Semangat!' ujar Adel dengan wajah riang meski tanpa suara, membuat dua orang itu makin kesal namun Adel tak peduli, dia tetap berjalan keluar dari ruang BP menuju lapangan karna acara tetap dilanjutkan meski terjadi kekacauan.
Mereka semua memandang Adel yang baru saja datang dengan wajah penasaran, bagaimana mungkin Adel pergi dan datang dengan wajah tenang seperti itu? Apakah Adel berhasil ' mengalahkan' dua iblis kecil tadi? Bagaimana caranya Adel bisa meyakinkan guru itu sementara Adel anak baru? Dalam sekejap Adel jadi terkenal di kalangan siswa, namun bukan itu yang sebenarnya diinginkan Adel, gadis itu hanya ingin hidup dengan tenang.
" Lo gak hapus spidolnya? Betah Lo jadi badut badutan gitu?" tanya Adel saat duduk kembali ke tempatnya dan mendapati gadis culun itu masih belepotan spidol. Gadis itu tampak menggeleng dan tak mengatakan apapun, membuat Adel gemas sendiri karenanya.
" Lo gak jawab gue doain bisu seumur hidup," ujar Adel mengancam dan menunjuk ke arah gadis itu, gadis itu tampak kaget dan menatap Adel yang juga sedang menatapnya, gadis itu menggerakkan matanya gelisah dan akhirnya menunduk kembali, hampir saja Adel menabok gadis itu jika dia tidak segera menjawab Adel.
" sa.. saya sengaja gak hapus buat nolong kamu kalau guru tadi butuh bukti," ujar gadis itu tetap menunduk, Adel tersenyum karna akhirnya bisa membuat gadis itu bicara, meski hal itu belum cukup untuk memuaskan Adel.
Adel mengangkat wajah gadis itu untuk memandangnya, memasang wajah galak namun menahan dagu gadis itu agar tetap menatapnya. Gadis itu tampak terkejut dan takut, matanya tidak berani bertatap dengan Adel, gadis itu mencari obyek lain untuk dilihat.
" Eh cupu, kalau diajak ngomong atau ngajak omong itu lihat ke orangnya, Lo lagi ngajak omong manusia cuy," ujar Adel dengan galak namun tidak kasar, mohon maaf saja, itu kan sudah pembawaannya.
" Ta.. tata." Adel mengerutkan keningnya saat gadis di depannya menyebutkan kata 'Ta' apa maksudnya? Apakah gadis itu masih belajar huruf arab dasar?
" Nama saya Tata, Agatha, bukan Cupu," ujar gadis itu mulai berani memandang ke arah Adel, disambut senyuman riang oleh Adel, gadis itu senang akhirnya si cupu di depannya berani untuk menatap matanya.
" Nah gitu dong, berani natap mata gue, gue gak gigit, Cuma suka jilat aja. Kalau Lo gak mau orang – orang Bully Lo, Lo harus berani natap mata mereka, Oke?" tanya Adel melepas tangannya setelah memastikan Tata paham dengan ucapannya.
" Ma.. makasih ya Adel," ujar Tata tersenyum canggung, namun hal itu sudah cukup bagi Adel karena gadis itu sudah berproses, perlahan pasti gadis itu bisa mendapat kepercayaan dirinya, Adel yakin itu.
" Silakan kalian istirahat, kalian bisa main ke kantin dan membeli makanan disana." Key dan Lucy langsung menghampiri Adel, membuat beberapa orang disana menatap ngeri karna ternyata ada yang mau mendekat dan bahkan berteman dengan gadis sekasar Adel.
" Gilak Lo, dua hari sekolah ini udah bikin gaduh aja, salut gue," ujar Key dengan riang dan menepuk pundak Adel, Adel hanya terkekeh menanggapi Key yang dia rasa berlebihan, meski Adel yakin sih jika Key tidak akan mampu dan mau melakukan hal seperti ini.
" Kantin yuk, risih gue dilihatin mulu," ujar Lucy yang melepas rangkulan Key ke Adel, Key memutar bola matanya malas karna Lucy sangat merusak suasana, namun Key setuju juga dan akhirnya mereka berjalan bersama menuju kantin, surganya semua siswa.
" Eh terus nasib panitia yang tadi pergi sama Lo gimana Del?" tanya Key setelah mereka duduk tenang dengan makanan masing – masing. Kantin SMA Semesta sangat luas dan bersih, persis seperti restauran membuat siswa siswi nyaman makan di kantin.
" Gue gak tahu juga yah, soalnya gue disuruh balik duluan sama tuh guru, gue gak mau ikut campur lah," ujar Adel mengedikkan bahunya tidak peduli karna memang urusannya selesai dengan meminta keadilan untuk dua orang itu, selepas itu sudah bukan urusan Adel lagi.
" eh Guys, mereka bukan?" tanya Lucy tiba – tiba sambil menunjuk dua orang yang keluar membawa sikat WC secara terang – terangan membuat dua orang itu memandang Lucy dengan tatapan galak.
" ****, jangan ditunjuk lah ****, kalau mereka kesinggung gimana? Gila Lo," ujar Key menurunkan tangan Lucy segera, gadis itu memang paling takut dengan keributan dan kekerasan, namun dia malah dipertemukan dengan Adel yang hobi melakukan itu semua.
" Lo, Lo lihat dan tunggu aja pembalasan gue," ujar dua orang itu menghampiri Adel yang membuat suasana kantin yang tadinya ramai menjadi sepi.
" Really? I Can't wait for that, but first of all, kakak bisa lanjutin dulu gak? Bau WC nya bikin saya gak selera makan nih," ujar Adel dengan tengil sambil menutup hidungnya. Bahkan semua orang yang ada disana menahan tawa seketika melihat respon Adel yang justru membalikkan keadaan.
Dua orang itu pergi dengan perasaan malu, mereka memandang Adel sengit lalu keluar dari kantin sesegera mungkin, Key langsung bernapas lega dan mengontrol debar jantungnya.
" Parah Lo Del, kakak kelas Lo gituin, hahahah," ujar Key dan Lucy tertawa lepas karna Adel memang tidak ada tandingannya.
Adel mengibaskan rambutnya yang dia kuncir dia dengan wajah sombong, lalu tertawa bersama Key dengan Lucy yang tak mau ikut dalam pembicaraan.
Suasana kantin yang ramai hening seketika, Adel dan teman temannya serta anak kelas X lain menjadi bingung apa yang terjadi hingga mereka bungkam, padahal tadinya mereka ricuh dan berisik, sampai penjual jajanan pun diam dan menjuali pembeli dengan hening.
" Ada apa sih?" Bisik Key dengan tatapan menyelidik, tidak ada yang salah, namun suasana seperti ini memang tidak biasa. Adel menggeleng dan melirik sekitar dengan waspada, Adel merasa ada sesuatu mendekat, insting bela dirinya mengatakan hal seperti itu.
Adel langsung berbalik dan melayangkan tinjunya saat merasa hawa itu mendekat, penghuni kantin termasuk Key dan Lucy memekik saat tangan Adel berhasil dicekal oleh orang itu. Adel sendiri melotot kaget dan berusaha menarik tangannya yang di cengkram kuat.
" Bagus juga refleknya," ujar orang itu tenang dan memandang Adel dengan mata dingin yang mengintimidasi, namun Adel tidak takut sama sekali, dia hanya berusaha melepaskan tangannya, alhasil dia memilih untuk melayangkan tangan satunya.
Namun naas, tangannya ditangkap oleh orang yang entah muncul dari mana, Adel diam namun tak pasrah, dia berusaha mengingat dua wajah yang memegang tangannya, Adel diam dan tidak berontak saat mengingat siapa yang ada di depannya, Adel memandang dua orang itu datar.
" Lo harus tahu kapan Lo bisa pakai tinju ini, karna ini bisa jadi boomerang buat Lo," ujar orang yang terakhir hadir, Adel tak menjawab, gadis itu sadar dia ada di posisi tidak menguntungkan. Dia memilih melihat sekitar yang tampak penasaran dengan kejadian ini, memang mereka berdua siapa sih di sekolah ini?
Kedua orang itu melepaskan tangan Adel, salah satu diantara mereka mulai mendekat membuat Adel memundurkan kepalanya secara reflek, entah mengapa lidahnya kelu dan tidak bisa mengeluarkan rasa keberatan diperlakukan seperti ini.
" Coba terbiasa sama situasi kayak gini, baru Lo pantes jadi cewek gue," ujar orang itu persis di telinga Adel, gadis itu menengok dan menatap tak suka pada orang itu, memangnya Adel mau dengan dia? Orang itu tersenyum tipis, sangat tipis sampai Adel hanya bisa melihatnya selama dua detik.
" Huftt, tahan napas gue lihat mereka. Mereka tadi bisikin apa ke Lo Del?" Tanya Key dengan penasaran, pasalnya dia hanya bisa melihat perubahan wajah Adel tanpa tahu apa yang mereka bicarakan. Melihat respon penghuni kantin lain, pasti bukan hal bagus dan Key tidak mau Adel kembali terkena masalah.
" Gakpapa, gak penting juga. Balik yuk gue gak betah dilihatin kayak gini, males gue," ujar Adel yang bangkit berdiri, Key hanya mengangguk dan ikut bangkit berdiri sementara Lucy tetap tenang dengan baksonya, membuat Key gemas dan menarik paksa gadis itu, bagaimana bisa Lucy tidak penasaran sama sekali?
Mereka kembali dari kantin menuju lapangan, mencari tempat teduh dan menunggu waktu istirahat selesai. Baru saja Adel meletakkan pantatnya di lantai itu, segerombolan gadis menghampirinya dan menatapnya dengan penasaran. Adel yang ditatap mencoba santai dan menunggu apa yang akan mereka lakukan, jujur saja Adel sudah lelah untuk berhadapan dengan orang orang aneh disini.
" Lo cewek yang tadi didatengin Rafa ya? Rafa ada urusan apa datang ke Lo? Terus tadi dia bisikin apa ke Lo?" Pertanyaan dari salah seorang gadis yang Adel yakin adalah ketua gengnya. Apa urusan mereka dengan lelaki tadi, dan namanya, Adel tidak asing dengan nama itu.
" Rafa?" Tanya Adel membeo sambil mengerutkan keningnya. Sepertinya Adel pernah mendengar nama itu, tapi dimana? Adel masih tidak bisa mengingatnya.
" Iya Rafa, Waketos sekolah ini, eh lupa gue, Lo anak baru ya, pantes gak tahu Rafa. Gue saranin ke Lo gak usah dekat dekat sama Rafa, gue bilang gini karna gue kasihan sama Lo kalau sampai jadi korban berikutnya."
Wajah serius orang itu membuat Adel memikirkan perkataan gadis itu. Memang Adel tak ingin mencari masalah, dan dia tidak berencana untuk menemui lelaki itu, meski sebenarnya lelaki itu juga membantunya menyelesaikan hukuman tempo hari.
" Makasih sarannya kak, saya bakal lebih hati hati," ujar Adel sopan dan tersenyum, orang itu mengangguk puas dan pergi begitu saja dari sana. Adel memicingkan mata curiga karna melihat mereka berbisik riang saat cukup jauh dari Adel.
" Tumben Lo terima saran orang asing Del? Kayak bukan Lo," ujar Key menatap Adel dengan bingung sekaligus curiga, penasaran apa yang sebenarnya akan Adel lakukan.
" Emang gue ada bilang terima saran mereka? Gue kan cuma bilang makasih udah kasih saran, perkara mau gue ikutin atau engga ya urusan nanti," jawab Adel dengan santai membuat Key mengangguk paham.
Key menengok ke arah Lucy yang memandang mereka dalam diam, pantas saja Key merasa tak nyaman, kebiasaannya sejak kecil jika ada yang memperhatikan dia akan merasa tak nyaman, hal itu pula yang membuat Key sering tidak nyenyak dalam tidurnya karna selalu merasa diawasi.
" Lo kenapa sih Luc? Kok ngelihatin gue sama Adel sampai kayak gitu? Serem tahu gak sih," ujar Key sambil meraup wajah Lucy yang fokus melihat ke arahnya. Lucy menggeleng lemah dan menghela napasnya.
" Gue udah coba ikutin apa yang kalian omongin, tapi gue tetap gak ngerti, terus gue mau nyahut tapi takut salah ngomong, jadi gue cuma lihatin kalian berdua aja," ujar Lucy dengan polosnya, membuat Adel kan Key berpandangan cukup lama.
" Huahahahahahha!! " Mereka tertawa ngakak sampai saling dorong, melihat wajah polos Lucy serta pikiran lemotnya memang terkadang menjadi hiburan tersendiri. Sebenarnya apa isi kepala Lucy?
" Gue tuh sebenernya kasihan sama Lo, cuma kadang kesel aja, Lo pahamnya apa sih? Hahahaha, sakit perut gue *****," ujar Key memegang perutnya sambil terus tertawa sementara Lucy mengerucutkan bibirnya karna merasa diejek.
" Gak usah baper gitu, gue cuma bercanda kalik, ya walau sebenarnya itu kan fakta, hahaha, gue tetap sayang sama Lo kok walau Lo lemotnya gak ketulungan," ujar Key merangkul Lucy yang masih cemberut, sementara Adel hanya terkekeh karna tingkah mereka.
Adel melihat ke arah kanan karna merasa ada yang memperhatikan, dia melihat segerombolan pria melihat ke arahnya, namun dia tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Mereka tampak berdebat sebelum akhirnya pergi dari sana saat sadar Adel mengetahui keberadaan mereka.
" Kayaknya gue harus hati hati," ujar Adel pelan sambil menunduk, dia tidak ingin Key dan Lucy terlibat, bila itu hal buruk, biarlah hanya dia yang merasakannya.
" Eh Del, lo beneran gak kenal sama cowok yang namanya Rafa itu?" Tanya Key setelah dia puas bersenda gurau dengan Lucy. Adel yang dipanggil menengok dan menggeleng karna memang dia sungguh tidak tahu siapa lelaki itu.
" Kalau dia waketos, berarti dia yang bantu gue waktu dihukum sama panitia kemarin, dia mau tanda tanganin surat perjanjian gitu, tapi gue sekilas gak ingat wajahnya dan gue juga gak kenal dia siapa," ujar Adel menjelaskan situasi apa adanya.
" Yah, gue kirain Lo kenal sama dia," ujar Key dengan lesu sambi memegang dagunya, dia mengambil ponsel dan membukanya, Adel yang memerhatikan Key pun ikut merasa heran.
" Memang kenapa?" Tanya Adel dengan penasaran, Key menegak dan menatap Adel dengan mata yang berbinar, begitu saja Adel sudah bisa menebak apa yang ada di pikiran Key.
" Kalau Lo kenal kan gue bisa minta kontaknya, cakep sih dia, gue udah langsung jatuh cinta gitu, rahim dalam perut gue udah meronta - ronta waktu lihat dia tadi."
Adel langsung menoyor kepala Key cukup keras, berharap isi kepalanya kembali normal. Bagaimana mungkin Key selalu bersikap seperti ini saat melihat lelaki tampan, bahkan nyaris setiap saat Adel harus berkorban dan meminta kontak mereka demi Key.
" Loh bukannya Lo masih sama si Bule?" Tanya Lucy yang mengingat bahwa Key berkenalan dengan seorang pria 'lokal' saat mereka mengunjungi Paris di liburan terakhir. Liburan yang menyenangkan meski rasanya tak lengkap karna Luna tidak bisa hadir. Gadis itu harus mengikuti tes untuk masuk ke STM Taruna.
" Ya kan dia gak tahu kalau disini gue punya cowok lagi, lagian gue gak yakin bakal ketemu lagi sama tuh orang, modal Vidcall aja mana cukup. Rindu itu ketemu coy, bisa dirasakan hangat peluknya," ujar Key memeluk dirinya sendiri. Adel hanya menghela napasnya, tidak paham lagi dengan Key.
" Parah Lo, gak nyangka gue punya temen se gila Lo. Lagian apa gantengnya tuh cowok sih? Perasaan biasa aja deh, ganteng juga bang Jordan," ujar Adel mengutarakan pendapatnya. Key memutar bola matanya karna sudah menebak Adel akan membawa nama Jordan.
" Selera Lo yang Om Om gitu ya? Bang Jordan umur 25 coy, mana mau dia sama bocah kayak Lo? Mending cari yang nyata bisa dipacarin," ujar Key semangat sambil menepuk pundak Adel. Adel menggelengkan kepalanya mendengar respon Key.
" Cari yang nyata juga gue yang maju buat minta kontaknya ke orangnya. Lo mah cuma ngumpet di ketek gue terus tahu tahu jadian, kampret Lo," ujar Adel menyingkirkan tangan Key yang ada di pundaknya.
" Ya udah tuh Rafa deketin aja, mana tahu dia sebenarnya suka sama Lo kan?" Usul Key dengan ngawur, membuat Adel spontan menabok kepala Key pelan. Key yang ditabok terkekeh sementara Lucy masih menjadi pendengar setia.
" Gak mau gue, bukan tipe, buat Lo aja, makasih," ujar Adel bergidik geli, Rafa sama sekali bukan tipe Adel. Tipe Adel adalah pria dewasa berahang tegas, wajah bersih serta berwibawa, dan dia masih menemukan pribadi itu dalam diri Jordan saja.
" Bener loh Lo gak mau sama Rafa, dia buat gue aja berarti? Bener loh ya," ujar Key menunjuk nunjuk Adel, Adel memandang Key dengan aneh dan menyingkirkan tangan Key yang menunjuknya.
" Ambil aja, bungkus, bawa pulang, Tapi..." Adel mengangtungkan kalimatnya dan memandang Key seperti menahan tawa, Key menautkan alisnya dan memiringkan kepala memandang Adel, menunggu Adel melanjutkan kalimatnya.
" Tapi apaan ****? Gue nungguin nih," ujar Key setelah lama Adel hanya diam dan memandangnya, Adel terkekeh karna memang dia sengaja menunggu Key meresponnya.
" Tapi...... Kalau dia mau sama Lo, haahaha," tawa Adel pecah karna Key nampaknya baru menyadari hal itu, selama ini dia selalu mendapatkan lelaki yang dia incar. Bagaimana jika lelaki bernama Rafa itu menolaknya? Bisa mati kutu Key padahal dia sudah kepedean seperti ini.
" Kemungkinan besar dia mau sih sama gue, mengingat yang sudah sudah loh ya, tinggal gimana gue bisa dapat kontak dia aja," ujar Key menaikkan kepercayaan dirinya sambil mengibaskan rambut panjangnya yang diikat 8 karna dia lahir tanggal 6 di bulan 2.
" Minta tolong Adel aja kayak biasanya," ujar Lucy menyahut memberi saran. Key berbinar sementara Adel memandang Lucy dengan kesal.
" Good Idea Lucy, Lo memang sahabat gue yang paling baik, ya kan Del?" Tanya Key dengan geli, Adel tak menjawab, bahkan menengok pun tidak. Gadis itu melihat lapangan yang mulai ramai karna waktu istirahat sudah habis. Adel langsung berdiri dan berjalan menuju lapangan, meninggalkan Key yang tertawa geli dan Lucy yang tak mengerti.
*
*
*
" Lo yakin dia target berikutnya?" Tanya seorang pria pada teman yang ada di depannya. Saat ini segerombolan pria itu berkumpul di kantin sambil menghisap racun yang ada di tangan mereka.
" Kayaknya gak mudah boy, kenapa gak temannya aja?" Tanya pria yang lain lagi. Sepertinya mereka tak yakin dengan keputusan yang dibuat oleh pemimpin mereka disini.
" Well, gue tertarik sama dia, selamai ini gue dapat cewek yang kalem dan mau aja sama gue, gue pengen coba yang ganas kayak dia," ujar lelaki itu sambil mengeluarkan asap dari dalam mulutnya.
" Kita lihat kawan kawan, apakah Bos Rafa bisa memenangkan cewek tadi? Eh tapi, darimana Lo yakin dia masih virgin? Lo tahu kan Bos besar minta nya gimana?" Tanya seorang pria lain memandang Rafa dengan serius.
" Kalau gue pribadi yakin dia Virgin, kelihatan dari gerak geriknya, that's why gue santai aja pilih dia," ujar Rafa dengan santai. Dalam kepalanya memikirkan suatu rencana yang cukup bagus untuk mewujudkan keinginannya.
" Kenapa Lo gak berhenti aja sih Fa? Lo gak kasihan sama mereka, apalagi kebanyakan cewek polos gitu."
" Iya Loh ****, sampai ada yang bunuh diri, Terus yang terakhir kemarin kabarnya masuk rumah sakit jiwa," ujar seseorang sambil menepuk pundak Rafa, membuatnya dihadiahi tatapan tajam dari lelaki itu.
" Gak usah pake nabok ****! Kayak cewek Lo," sentak Rafa menggeplak kepala orang yang tadi menabok pundaknya. Orang itu terkekeh memegang kepalanya yang terasa perih dan pusing, namun dia tidak bisa membalas Rafa.
" Terus Lo mau pakai cara apa? Kalau Lo pakai cara biasa aja pasti gak mempan, kelihatan bar bar gitu," ujar seorang yang memiliki papan nama Arya. Arya sebenarnya tidak pernah setuju dengan tradisi ini, satu persatu dari mereka sudah mundur, namun entah mengapa Rafa tetap mau mengikutinya.
" Gue bakal pikirin lagi, gue gak mau buru buru Boy, yang kemarin juga masih anget dan masih bisa kebayang rasanya," ujar Rafa tersenyum miring dan mematikan benda beracun di tangannya karna tinggal sedikit.
" Gue harap Lo segera berhenti Boy, gak takut karma Lo?" Tanya Arya yang heran sedari dulu Rafa yang paling mau melakukan hal seperti ini. Meski sebenarnya Arya tahu Rafa sudah muak, namun dia tetap berpura pura bahagia melakukan semua ini.
" Gue gak percaya sama Karma, dan lagipula Lo tahu dengan pasti alasan gue memulai ini semua," ujar Rafa dengan sinis, Arya hanya bisa pasrah dan mengangguk, berharap Rafa akan sadar dengan sendirinya, berharap lelaki itu menemukan seseorang yang akan mengubahnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!