°°°~Happy Reading~°°°
"Paman, Paman mau bawa Shilla Kemana... ."
Wajah cantik itu seketika memucat saat sang paman kini semakin menariknya masuk ke sebuah rumah mewah di tengah perkebunan.
Pergelangan tangannya terasa kebas, cengkraman itu terlalu kuat hingga berhasil menorehkan bekas kemerahan di atas permukaan kulitnya.
"Paman..." Perempuan itu menyentak tangan sang paman agar melepaskan cengkeramannya, namun lagi-lagi usahanya tak membuahkan hasil.
"Paman... Tolong lepasin Shilla, sakit..." rintih Shilla menahan sakit.
"Diamlah Shilla!!!" geram Hendar pada sang keponakan yang sedari tadi memberontak enggan menurutinya. Laki-laki berusia pertengahan abad itupun semakin mengeratkan cengkramannya, menarik paksa Shilla meski sedari tadi gadis itu berusaha berontak, enggan melangkah.
"Paman mau bawa Shilla kemana? Paman bilang kita akan ke rumah sakit, kenapa kita malah kesini? Shilla tidak mau, Shilla mau pulang saja..." pinta Shilla dengan wajah memerah menahan tangis. Gadis itu benar-benar ketakutan, firasat buruk itu semakin memenuhi isi kepalanya.
"Diam atau paman akan menghentikan pengobatan adikmu itu, Shilla!!!" ancam Hendar.
"Paman--"
Hendar berdecih, Shilla benar-benar berisik, keponakannya itu hanya bisa menyusahkannya saja selama hidupnya.
"Dengar! Kamu akan Paman nikahkan dengan juragan kaya. Juragan kaya itu berjanji akan memberikan mahar yang besar, dengan mahar itu Paman akan gunakan untuk membayar hutang-hutang ayahmu. Paman sudah muak di datangi rentenir-rentenir sial*n itu, jadi kau harus menurut atau aku akan menghentikan semua biaya pengobatan adikmu itu, Shilla... ."
Shilla tersentak hebat, pupil matanya melebar, ketakutan itu benar adanya. Tanpa hati pamannya itu akan menikahkannya dengan sosok laki-laki yang bahkan tak pernah ditemuinya.
Atau lebih buruknya, ia akan di nikahkan dengan sosok tua bangka yang memiliki banyak istri juga simpanan.
Tidak. Ia tidak mau.
"Shilla tidak mau," sentaknya.
"Shilla tidak mau Paman... Shilla ingin menikah dengan laki-laki yang Shilla cintai. Shilla ingin mencari cinta sejati Shilla sendiri..." ungkap Shilla dengan percaya dirinya, membuat Hendar sontak tertawa sinis.
"Hahaha... Cinta sejati? Kau bicara cinta denganku? Omong kosong," decak Hendar. Seumur hidupnya ia tak lagi mengenal cinta setelah mendapatkan penghianat terbesar dari sang mantan istri, membuatnya kini menjadi sang pemabuk dan pecandu narkob*.
"Jika kau lebih memilih cinta sejatimu itu, lalu bagaimana dengan hutang-hutang ayahmu, bod*h!!!"
"Shilla-- Shilla bisa mencicilnya sedikit demi sedikit, Paman. Shilla juga akan bekerja keras, Shilla akan mencari pekerjaan tambahan, Shilla akan banting tulang, Shilla akan--"
"Mencicil? Kau bilang akan mencicil? Jangan bodoh kau Shilla, meskipun kau bekerja siang malam, kau pun tak akan mampu melunasi hutang-hutang ayahmu yang menggunung itu. Dan jangan lupakan dengan biaya pengobatan adikmu yang hanya bisa menyusahkan itu!"
Hendar kembali menarik tangan Shilla memasuki teras rumah mewah itu, perempuan itu tak lagi dapat berkutik saat ancaman Hendar kembali mengudara.
"Jangan berani-berani kau menentang pernikahan ini atau nyawa adikmu itu tidak akan selamat!"
Shilla menunduk pasrah saat pintu rumah mewah itu terbuka sempurna. Shilla tak berdaya. Ingin rasanya menentang pernikahan ini, namun keselamatan adiknya menjadi taruhannya.
Seminggu yang lalu adik perempuannya menjadi korban tabrak lari, kondisinya kritis, biaya yang harus ia tanggung tak sedikit, membuatnya terpaksa meminta bantuan pada sang paman agar mau melunasi tagihan rumah sakit.
Berharap mendapatkan bantuan, pamannya itu malah kini menjualnya, memperdagangkannya pada juragan kaya dengan dalih melunasi hutang sang ayah yang tak seberapa.
Ingin memilih kabur saja, namun bagaimana dengan adik perempuannya yang masih kritis di rumah sakit.
Ingin meminta pertolongan, namun pada siapa, di dunia ini yang tersisa hanya paman, juga adik perempuannya.
Shilla dilema, namun gadis itu tak berdaya, ia tak sanggup menolak atau bahkan membuka suara.
"Selamat siang tuan Antonio... ."
🍁🍁🍁
Annyeong Chingu
Selamat datang di cerita baru aku.
Eitsss, jangan di skip dulu.
Coba dibaca dulu ya... .
Siapa tau suka, hihihi... .
Happy Reading
Saranghaja 💕💕💕
°°°~Happy Reading~°°°
"Selamat siang tuan Antonio," sapa Hendar pada sosok laki-laki yang kini tengah duduk menyilangkan kaki di atas sofa single.
"Kau sudah membawanya?"
Menghiraukan sapaan Hendar, laki-laki itu langsung menagih janjinya. Suaranya dingin, terdengar tegas--menandakan keseriusan.
Membuat bulu kuduk Shilla seketika meremang. Perempuan itu bahkan tak berani mengangkat kepalanya--menilik pada sosok yang kini tengah menatap tajam ke arahnya.
"Iya tuan... Saya sudah membawanya,"
Hendar mendorong paksa tubuh ramping Shilla, membuat gadis itu refleks melangkah ke depan. Tubuhnya semakin bergetar hebat, ketakutan itu semakin merayap menyelusup dalam relung hatinya.
Apa yang sebenarnya akan mereka lakukan pada dirinya?
Shilla merem*s jemari tangannya. Tak ada yang bisa ia lakukan. Perempuan itu hanya bisa tertunduk dengan ketakutan yang semakin membuncah setiap detiknya.
"Apa kau bisa memastikan jika dia masih virgin?" tanya Damian to the point.
Laki-laki bernama lengkap Damian Antonio De Vallier itulah yang kini akan membeli Shilla dengan harga fantastis. Damian tak sudi jika harus memakai "perempuan bekas" laki-laki lain.
"Yeah, saya bisa memastikannya, Tuan. Bahkan saya bisa pastikan jika Shilla tidak pernah tersentuh lelaki manapun. Saya jamin, anda tidak akan kecewa..." tantang Hendar dengan smirk menyungging di bibirnya.
"Ku pegang kata-katamu. Sampai kau berani bermain-main denganku, kau harus bersiap untuk kehancuranmu."
Ancaman yang menggaung itu sontak membuat Shilla semakin bergetar ketakutan.
Sekejam inikah sosok yang akan dinikahkan dengan dirinya? Apa tak ada secuil rasa belas kasih untuk dirinya untuk bisa terlepas dari pernikahan paksa ini nantinya?
Sungguh rasanya Shilla ingin menumpahkan tangis, bahkan sudut matanya sudah mulai berair, hampir saja meloloskan isinya, sebelum akhirnya laki-laki itu kembali menginterupsi.
"Persiapkan dia segera."
Sosok perempuan berpakaian pelayan pun kini mendekat menghampiri Shilla yang masih berdiri mematung dengan ketakutan yang tak lagi dapat di sembunyikan--wajahnya terlihat pias.
"Mari nona..." Perempuan berusia 51 tahun itu melingkarkan tangannya, berniat membawa Shilla menepi ke ruangan lain untuk di rias.
Pernikahan itu akan dilakukan hari ini juga. Damian tak ingin mengulur waktu lebih lama lagi untuk mencapai tujuannya.
Shilla nampak enggan, setengah hatinya ingin memohon agar bisa dibebaskan, namun setengahnya lagi merasa takut akan ancaman sang paman yang kembali menggaung meruntuhkan keberaniannya.
"Nona, silahkan..." Bi Asih kembali menginterupsi.
Shilla semakin kalut, gadis itu menatap satu per satu manusia yang mendiami ruangan itu dengan tatapan mengiba berharap mendapatkan belas kasihan.
Hingga pandangan mereka bertemu, manik mata yang sudah penuh akan lelehan air mata itu menatap sendu pada sosok itu seolah meminta pertolongan.
'Ku mohon, lepaskan aku... .'
🍁🍁🍁
Shilla terduduk di depan meja rias dengan tatapan sendu, ia telah selesai di rias sejak setengah jam yang lalu, kerudung putih dan kebaya berwarna senada kini mempercantik penampilannya yang semakin ayu.
Sedang di luar, ijab qabul kini tengah resmi berlangsung. Suaranya nyaring terdengar karena pintu kamar sengaja di buka lebar agar Shilla mampu mendengar saat-saat calon suaminya melantunkan untaian indah kalimat ijab qabul.
Hingga akhirnya kalimat itu berhasil di lantunkan, kata sah pun menggaung memecah kesunyian.
Air mata Shilla jatuh luruh tak tertahankan.
Shilla menangis tergugu, gadis itu tak lagi dapat menyembunyikan semua kesedihan yang membelenggu hatinya yang kini begitu rapuh.
"Nona, tolong tenangkan diri anda. Anda harus segera keluar menemui tuan Damian, suami anda," sahut Bi Asih prihatin.
Shilla membisu. Perempuan itu tak mampu menjabarkan bagaimana perasaannya saat itu.
Sedih, marah, kecewa. Entah perasaan apa itu. Shilla tak mampu menjabarkannya. Ia hanya ingin menangis, meratapi nasib hidup yang selalu saja tak berpihak pada dirinya sang yatim piatu.
Hingga akhirnya ia didudukkan di samping sang suami yang hanya menatapnya beku. Diciumnya punggung tangan itu sesuai instruksi yang menggaung dari sang penghulu.
Tanpa sadar, setitik air mata itu jatuh membasahi punggung tangan itu. Shilla benar-benar tak kuasa menyembunyikan rasa yang menyeruak kala itu.
Bagaimana hidupnya nanti, ia hanya bisa memasrahkan diri pada Sang Pencipta.
🍁🍁🍁
Annyeong Chingu
Masih pada semangat ngga nih bacanya, hehehe... .
Happy Reading
Saranghaja💕💕💕
°°°~Happy Reading~°°°
Malam semakin bergulir, Shilla telah selesai membersihkan diri setelah menjalankan akad sederhana siang tadi.
Gadis itu memilih duduk di tepi ranjang dengan sesekali memainkan ujung kerudung yang masih membalut kepalanya.
Perasaannya tak tenang, jantungnya berdebar tak karuan. Menanti sang suami memasuki kamar pengantin mereka, rasanya benar-benar sulit untuk dijabarkan.
Memantapkan hati untuk bisa menyerahkan hati juga tubuhnya pada suaminya, rasanya benar-benar sulit ia lakukan.
Hingga pintu ruangan itu akhirnya terbuka, menampilkan sosok laki-laki dengan setelan kemeja putih tengah melangkah memasuki ruang kamarnya.
Laki-laki itu semakin mendekat, langkah lebarnya semakin mengikis jarak di antara keduanya. Membuat Shilla semakin berdebar hebat. Jemarinya bahkan semakin kuat mencengkeram ujung kerudungnya yang sudah kusut akibat ulah jemari tangannya.
"Shilla--namamu Shilla."
Entah itu sebuah pertanyaan atau pernyataan, Shilla lantas mengangguk.
"I-iya, Tuan..." lirihnya lebih seperti sebuah bisikan.
Damian berdecih, laki-laki itu tidak suka dengan panggilan yang kini disematkan oleh sang istri.
"Saya bukan majikan kamu, jangan panggil saya seperti itu!" tegasnya. Ia benci dengan panggilan itu. Panggilan itu seolah menyiratkan jika kini ia tengah mempekerjakan seorang perempuan bayaran.
"B-baik, Mas..." Suaranya semakin lirih, gadis itu benar-benar takut jika suaminya itu kembali menolak panggilannya.
"Kamu harus tau, tidak mungkin saya menikahi kamu tanpa tujuan, apalagi saya sudah mengeluarkan banyak uang untuk bisa menebusmu," ungkap Damian.
Shilla tertunduk dalam.
Itulah kenyataannya. Dirinya memang dijual oleh sang paman hanya untuk setumpuk uang yang ditawarkan.
Tapi, meski begitu, mengapa ucapan itu terasa begitu menyakitkan?
"Kamu tau kenapa saya menikahi kamu?"
Gadis itu menggeleng lemah. Nyatanya, Shilla memang tidak tahu tentang mengapa pernikahan itu harus terlaksana.
"Saya ingin seorang anak."
"Lahirkan seorang anak, lalu kamu akan bebas dari pernikahan ini," tukas Damian.
Membuat Shilla seketika itu terhenyak.
Anak? Jadi, suaminya itu menikahinya hanya demi seorang anak?
Shilla lantas mengukir senyum ditengah perih luka hatinya.
Jadi inilah nilai dirinya selama ini? Dinikahi hanya untuk sekedar melahirkan anak, lalu di buang begitu saja bagai seonggok sampah yang tak lagi berarti?
Sehina inikah dirinya, sosok gadis berumur 19 tahun yang bahkan belum pernah mengenal cinta sama sekali?
Serendah inikah dirinya, hingga laki-laki itu tanpa hati membuat dirinya seperti perempuan murahan yang menjadikan rahimnya sebagai rahim bayaran? Menjual anaknya sendiri hanya untuk sepeser uang?
Meski pernikahan itu tercipta tanpa dilandasi ikatan cinta, tidak bisakah laki-laki itu menghormati sucinya pernikahan?
"Seminggu setelah kamu melahirkan, saya akan membawa anak saya kembali ke Jakarta. Kamu bisa melanjutkan hidup kamu. Dan sebagai imbalannya, rumah ini akan menjadi milik kamu di hari itu."
Shilla menelan ludah kasar, berkali-kali gadis itu mengerjap, berusaha menahan isak yang semakin mendobrak keluar.
Laki-laki itu benar-benar tidak berperasaan. Bagaimana bisa ia dengan tega memisahkan seorang ibu dengan bayinya yang bahkan masih membutuhkan air susunya.
"I-itu terlalu singkat." Bibirnya bergetar, Shilla benar-benar tak kuasa menahan semua rasa sakit yang kini menyeruak.
"Lalu, kamu ingin berapa lama?"
"D-dua tahun, setidaknya-- biarkan Shilla memberikan bayi Shilla ASI--"
"Tidak. Itu terlalu lama." Tolaknya mentah-mentah.
Shilla memejam, negosiasi itu sama sekali tidak memihaknya.
"Satu tahun, hanya satu tahun. Biarkan Shilla bersamanya selama waktu itu, mas." Pinta Shilla mengiba.
"Tidak bisa, satu bulan!"
"Tidak!!! Tolong, itu tidak cukup. Shilla--"
"Satu bulan atau kamu akan kehilangan bayimu di hari pertama kamu melahirkannya," sergah Damian, membuat Shilla seketika bungkam.
'Tidak. Jangan. Itu terlalu singkat.' Batin Shilla menjerit.
"Jadi sekarang lakukan tugasmu, agar bisa segera terlepas dari pernikahan ini."
Damian semakin mendekat, perlahan tangannya kini bergerak melepaskan kerudung yang masih membalut kepala sang istri.
Mengungkung tubuh ramping itu, hingga pergumulan panas di malam itu tak dapat lagi dielakkan.
Mereka menyatu tanpa adanya ikatan cinta yang membelenggu.
🍁🍁🍁
Annyeong Chingu
Happy Reading
Saranghaja 💕💕💕
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!