Kala itu Weyli Hanggraini atau sering dipanggil Lili, wanita berusia 27 tahun, tengah berdiri di depan pintu utama gedung Nycta corp. bersama beberapa karyawan lainnya.
Ia adalah wanita berparas cantik yang bekerja pada perusahaan fashion terbesar di Kota Jogoya. Sebuah kota yang terkenal dengan budaya daerah yang masih kental dan hal itu yang membuatnya terkenal hingga ke mancanegara, termasuk produk-produk fashion perusahaan tempat Lili bekerja.
"Eh, itu taksi pesanan gue udah datang. Gue duluan ya?" ucap Lili kepada beberapa rekan kantornya.
"Lu yakin ga mau bareng gue aja, Li?" tanya Victor yang mencoba menahan Lili.
"Yakin... Ya udah gua cabut deh ya?" sergah Lili.
"Tapi," ucap Victor.
"Bye..." Lili pun berlalu cepat.
"Udahlah, Tor. Besok juga lu bakal ketemu doi lagi," ujar rekan kantornya yang lain.
*
Malam telah larut, jam menunjukkan pukul 22.13. Lili tengah duduk di taksi yang akan mengantarkannya pulang.
"Huft... Males banget gue kalau harus pulang bareng Victor. Untung ni taksi cepat datang," batin Lili sambil merebahkan kepalanya di sandaran kursi belakang.
Ponsel Lili pun berbunyi. Sebuah pesan chat masuk dari Celine, teman Lili yang sedang menginap di apartemennya.
----------------
Celine
Lik! Lama banget sih lu. Mau nginap di kantor lu?
Lili
Ini gue lagi OTW pulang. Kan gue udah bilang ini minggu-minggu audit kantor, jadi gue lembur.
Celine
Ya udah. Titidije lu ya, Lik.
----------------
Tengah sibuk dengan ponselnya, tiba-tiba mobil taksi yang ditumpangi Lili mengerem keras.
CIIIITTTT
"Ada apa ini, Pak?" Lili sontak terkejut setelah tubuhnya nyaris terpelanting ke arah depan.
"Itu Mbak, motor di depan ugal-ugalan," jawab supir taksi.
"Yah, dia jatuh!" Lili panik.
Supir taksi itu langsung turun dari mobil dan disusul oleh Lili.
"Mas? Aduh, hampir saja tertabrak tadi," ucap supir taksi sembari membantu pengendara motor itu bangkit.
"Makanya kalau bawa motor jangan ugal-ugalan dong Mas! Masalah Masnya apa sih? Sampai mobil segede gaban begini masa ga kelihatan? Makanya kalau jalan pakai mata!" ucap Lili kepada pengendara motor itu.
Pengendara motor itu pun membuka helm full face-nya. Ia adalah seorang pemuda sekitar berusia 22 atau 23 tahun. Wajahnya yang menarik dan kulit wajahnya yang belia tetap tidak membuat emosi Lili mereda. Kalau disamakan, pemuda ini seperti tokoh-tokoh visual dalam cerita-cerita di W*ttp*d.
Wajah pemuda itu tampak meringis menahan sakit tapi matanya menyorotkan protes kepada Lili.
"Saya ini korban, Mbak. Kok malah diomelin?" ucap pengendara motor itu.
"Heh! Kalau ga gara-gara lu ugal-ugalan... Lu... " Lili masih meneruskan ocehannya yang kemudian dipotong oleh supir taksi.
"Mbak... Mbak... Maaf, bukan Mas ini yang ugal-ugalan," ucap supir taksi.
"Hah? Maksudnya?" ucap Lili.
"Ada satu motor lagi di depan tadi yang ugal-ugalan. Dia nyerempet mas ini sampai jatuh seperti ini. Makanya saya tadi ngerem mendadak karena mas ini hampir kita tabrak, Mbak," jelas supir taksi.
"Mbaknya tidur ya tadi di dalam mobil? Lain kali jangan asal tuduh ya, Mbak," ucap pemuda itu.
Lili memandangi lutut dan siku pemuda itu lecet mengeluarkan darah. Ia merasa iba kepadanya.
"Oh, begitu kejadiannya. Maaf, maaf. Tapi kamu ga apa-apa kan?" tanya Lili.
"Ga apa-apa," jawab pemuda itu ketus.
"Saya lihat motornya ga ada masalah serius sih, cuma masnya nih, apa masih bisa motoran dalam keadaan begini?" ucap supir taksi khawatir.
"Ga apa-apa, Pak. Biar saya minta jemput teman saya saja," ucap pemuda itu seraya mengambil ponsel dan hendak menggunakannya.
Merasa tidak enak hati karena sudah mengomeli pemuda itu dan merasa iba dengan kondisi luka-lukanya, Lili bermaksud memberikan uang kepada pemuda itu.
Melihat Lili merogoh tas kecilnya, pemuda itu segera berkata dengan ketus. "Eh, eh... Mbak mau ngapain? Ngasih santunan buat saya?"
"Udah, kamu ambil aja ini untuk pengobatan kamu," ucap Lili yang segera menyodorkan uang kepada pemuda itu.
"Ga perlu Mbak! Ga semua hal bisa diselesaikan pakai uang!" ucap pemuda itu kesal.
"Ye! Songong amat, sih! Gue tuh niat membantu, tahu!" ucap Lili kesal.
"Mbak..." Supir taksi itu mencoba menengahi percekcokan itu.
"Sudah, Pak... Mending bawa Mbak ini pulang. Sudah malam, ga bagus perempuan di luar malam-malam seperti ini. Terkecuali kalau dia perempuan... " ucap pemuda itu.
"Heh! Sialan! Kamu berani-beraninya ngatain gue perempuan ga bener ya!" ucap Lili sambil menarik kerah baju pemuda itu.
"Ih, apa sih! Sekarang agresif banget gini. Jangan-jangan bener Mbaknya... " ucap pemuda itu.
Sebelum sempat Lili memberikan reaksi lebih jauh, supir taksi itu pun segera melerai dan membujuk Lili untuk segera melanjutkan perjalanan mereka.
"Ngomong-ngomong, Mbak ga ngerasa... " ucap supir taksi sambil memandang ke sekeliling mereka dengan tatapan ngeri.
"Bulu kuduk saya aja sampai berdiri loh, Mbak. Lihat saja kita sedang ada di mana. Sepi begini," lanjut supir taksi itu.
Melihat di kiri dan kanan jalan adalah hutan, Lili pun berpikiran sama dengan supir taksi itu. Tiba-tiba sayup terdengar suara burung hantu.
UUEUG.. UUEUG...
"Bener juga si bapak ini bilang. Biar aja bocah ini gue tinggal sendirian di sini. Biar dimakan wewegombel sekalian!" batin Lili.
Lili dan supir taksi itu pun pergi meninggalkan pemuda itu. Supir taksi pun lega karena percekcokan itu bisa berakhir dan akan meneruskan perjalanannya.
Sementara pemuda itu hanya tersenyum tergelitik.
"Tu cewek ngerepotin banget sih. Udahlah gue apes lecet-lecet gini, ditambah lagi congor tu cewek yang bikin pusing," batin pemuda itu.
*
Setiba di apartemen, Lili pun menumpahkan kekesalannya dengan bercerita kepada Celine.
"Sudah, sudah, Bestie. Elu cuma kecapean aja sebenarnya. Menurut gue, tu cowok ga sepenuhnya salah, malah dia yang jadi korban kan?" ucap Celine.
"Iya juga, sih. Tapi dia seriusan songong banget tahu Lin!" balas Lili.
"Ya udah, udah... Bye the way, lu udah makan belum? Gue rasa yang bikin lu nyolot begini karena selain lu cape, lu juga laper deh. Iya kan?" tanya Celine.
"Gue udah makan sih tadi," jawab Lili.
"Jam berapa? Paling juga tadi sore," tebak Celine.
"Jam tujuh sih. Dan sekarang gue emang laper lagi, bener," jawab Lili dengan nada merendah dan senyum kecil menyeringai.
"Nah! Apa gue bilang! Dah, kita gofood aja sekarang!" ucap Celine girang.
"Udah semalam ini, paling menu-menunya itu-itu aja. Nasi goreng, nasi kucing, nasi nasi nasi... Yang ada tambah melar gue. Masak Topokki aja. Tuh di lemari gue ada nyetok," jawab Lili.
"Astaga, Lili, gimana lu ga punya asam lambung. Lu nyetok beginian?" ucap Celine.
"Ya udah kalau lu ga mau," ucap Lili.
"Mau!" tukas Celine.
...🤗 Hai teman-teman 🤗...
...Terima kasih sudah mengikuti cerita ini....
...☘☘☘...
...Sekarang yuk kita kenalan dengan para tokoh....
Weyli Hanggraini (Lili)
Wanita karir berusia 27 tahun yang bekerja di perusahaan fashion terbesar di sebuah kota berkembang, Nycta corp. Profesinya sebagai planner membuatnya menjadi wanita tersempurna yang handal mengorganisir lingkungannya. Karakternya supel, cerewet, berpikir praktis dan juga egois.
...☘☘☘...
Rifki Ardalian (Kiki)
Pemuda pekerja serabutan berusia 22 tahun. Karakternya lembut, romantis dan juga sering berhubungan dengan orang lain atas dasar manfaat atau kepentingan.
...☘☘☘...
Rosalina Celine
Wanita berusia 26 tahun yang bekerja sebagai guru PAUD. Karakternya ceria, setia kawan dan pencemburu.
...☘☘☘...
Victor Lau
Pria berusia 30 tahun yang bekerja sebagai department supervisor di Nycta corp. Karakternya ambisius, play boy, dan di banyak kesempatan sering mencari muka di hadapan orang-orang tertentu.
...😊 Nah, itu mereka 😊...
...🤙 yang akan berperan dalam cerita ini. 🤙...
...Yuk ikuti terus ceritanya...
...☘☘☘...
...🙏 Jangan lupa jadikan ini cerita favoritmu, 🙏...
...👍 tinggalkan jejak berupa like dan komentar.. ✏...
...😇 Dukunganmu sangat berarti bagiku 😇...
...🤗 Selamat membaca 🤗...
...☘☘☘...
...****************...
PROLOG
POV1 - Lili
...☘...
...Aku hanyalah air...
...Di saat mereka bilang aku menghanyutkan...
...Padahal aku hanya mengalir mengikuti lekuk tanah...
...Aku hanyalah air...
...Di saat mereka bilang aku mampu melubangi sebongkah batu...
...Tanpa mereka mau tahu setinggi dan sesering apa aku jatuh...
...Aku hanyalah air...
...Yang menunggu samudra...
...Tempat aku menuju ke sana...
...Dengan berbagai liku dan curam yang kulaluinya...
...Aku berharap kau hidup...
...Menghirupku, mengenaku, mewadahiku...
...Lalu aku hidup padamu...
...Kekasih yang tak pernah kuimpi...
...Bahkan di setiap tetes kuhancur...
...~WLili, 2022...
...☘...
Aku bukan seorang pemuisi. Aku hanya wanita pekerja yang dibenci karena omelan-omelanku, juga karena penampilanku yang mereka bilang sempurna --nyaris menjadi racun yang memabukkan-- lalu sering diam-diam dikatakan j*lang.
Aku sendiri membenci mereka yang sembrono, tidak teratur, kumal, dan melakukan kesalahan-kesalahan di luar rencana. Sekaku itulah aku.
Lalu bagaimana bisa aku menulis selarik dua larik puisi? Bukankah mereka adalah aksara bebas tanpa ikatan makna? Bukankah lebih baik membaca warta berita atau hasil riset kuantitatif yang sudah jelas-jelas saja?
Kenyataannya bisa. Ya, aku justru tercandui oleh puisi. Sejak aku bertemu dengannya. Dia bukan sosok sempurna seperti yang orang-orang katakan di luar sana. Dia pun sebenarnya tak lebih dari sebuah entitas tanpa batasan fisik.
Apakah dia hanya bayang-bayang? Ataukah dia hanya hantu yang bergentayangan?
Dia adalah angin yang membawa kepadaku kesejukan romantisme. Dia adalah buluh yang lembut membelaiku di saat aku jenuh. Dia adalah air yang kuteguk untuk dahaga akan cinta.
Siapa pun dia, dia telah mampu merubahku. Aku yang semula hanya salah satu semut pekerja yang tabah memanggul batu di bahuku, menjadi aku yang terbang sesekali mengepakkan sayap-sayap wewarniku. Menikmati dan memandang dunia yang indah untuk kutentukan sendiri arah hidupku dari ketinggian.
Dia...
Yang sebenarnya hanya itik kecil penyemarak dunia. Tak berarti apa-apa, tapi juga begitu berarti bagi lengkung senyumku.
Aku berharap suatu saat nanti kubisa bertemu dengannya. Benar-benar bertemu dengannya di dunia nyata. Bukan seperti ini, yang selalu bersua di ruang dengar semata.
Dengan dia yang mengenalku hanya dari suaraku. Dengan aku yang mengenalnya hanya dari suaranya.
Dia, aku, dan ruang dengar virtual.
☘☘☘
"Selamat pagi! Welcome Ryu! Welcome Une! Welcome Lolipop! Welcome Donat! Welcome... Eh, Anak Ayam online juga... Semalam kemana lu, Yam? Gua naikin lu ya, Yam! Ini dia, guys, si Anak Ayam udah join lagi sama kita."
Pagi ini pukul 6.30 ponsel Lili sudah berisik oleh suara penyiar live streaming. Lili tengah menyisir rambutnya kemudian berjalan ke sana ke mari memilah pakaian dan aksesorisnya.
Ponsel itu tergeletak begitu saja di meja tempat Celine melahap sarapannya.
"Anak Ayam semalam lembur, Tong," jawab Celine kepada ponsel yang menangkap suara begitu saja tanpa headset.
"Eh, elu, Meng! Lu lagi sama Anak Ayam?" tanya penyiar kepada Celine.
"Iya. Biasa lah..." jawab Celine dengan panggilan Meng secara virtual. Sedangkan Anak Ayam, itu adalah nama Lili secara virtual.
"Hei, Tong, tahu ga lu... Udahlah gue capek-capek lembur, semalam gue ngadepin hal yang nyebeliiin banget!" ucap Lili yang tiba-tiba sudah berada di dekat Celine.
"Apaan tuh, Yam?" tanya penyiar dengan nama TongTongJer.
"Ah, mulai deh, pagi-pagi curhat. Ubah aja judul room lu Tong, jadi Curhat Bersama Mamah Dedeh," ucap Celine.
"Hahaha... Jangan lupa password-nya ya Yam. Mamah, curhat dong! Hahaha... By the way, emangnya semalam lu ngadepin apaan sih?" tanya penyiar.
Lili pun bercerita tentang apa yang terjadi semalam sambil meraih ponselnya. Ia bercerita sambil membaca chat-chat berjalan di layar ponselnya itu. Sambil bercerita, Lili juga menjawab pertanyaan serta komentar dari pendengar lain melalui typing-an di dalam siaran tersebut.
"Eh, kok... Aduh, malah ke-scroll ke room lain," keluh Lili.
"Yang berbeda itu ketika tak ada restu dari semesta kepada kita. Sebagaimana angin terhadap daun yang jatuh. Sebagaimana air terhadap debu yang hanyut. Sebagaimana... "
"Ih, pagi-pagi udah ngebucin. Males banget," gerutu Lili lalu memindahkan kembali siaran di ponselnya kepada siaran semula.
"Wait... wait! Tu suara merdu banget tahu, Lik! Mana kata-katanya romantis banget lagi. Ala-ala Dilan gitu," ucap Celine.
"Apaan sih, Lin? Bikin ngantuk tahu ga!" jawab Lili.
"Coba aja dengerin dulu. Lu belum pernah kan masuk room sajak kaya tadi?" bujuk Celine.
"Room sajak? Room bucin kali!" ucap Lili.
"Iya, room sajak! Tu cowok bukan ngebucin sama siapa-siapa. Doi cuma lagi bacain sajak," jawab Celine.
"Sajak?" tanya Lili.
"Iya, sajak. Puisi, puisi! Ah, circle online lu gibah-gibah mulu, sih! Sesekali ke circle-nya orang-orang literasi dong! Sini-sini, mana hape-lu sini," ucap Celine.
"Eh, main rebut-rebut aja lu, Lin!" protes Lili.
"Wah, tulisan yang bagus ya, guys. Terima kasih Rintik Sendu sudah mengirimkan sebuah tulisan yang luar biasa pada pagi hari ini," ucap penyiar.
"Mengirim tulisan?" ucap Lili.
Celine pun memberikan ponsel itu kembali kepada Lili.
"Buat teman-teman yang ingin mengirimkan puisi untuk saya bacakan boleh langsung ke DM di sini ya. Atau boleh juga buat kamu yang mau naik buat baca, langsung typing aja di bawah," ucap penyiar.
"Lu sering denger room ini, Lin?" tanya Lili kepada Celine yang sedang berjalan menjauh untuk membersihkan peralatan makannya.
"Sesekali doang. Mayan buat bergalau-galau ria. Secara, lu kan tau gue jomblo udah lama. Ngedengerin sajak-sajak kaya gitu adalah vitamin buat gue," ucap Celine yang meninggikan suaranya karena berjauhan dengan Lili.
Lili pun menyimak dengan saksama apa yang sedang disampaikan oleh penyiar. Penyiar itu adalah seorang pemuda dengan suara yang merdu. Suaranya terkesan berkarakter bijaksana.
"Serius banget lu ngedengerinnya? Doyan juga kan lu akhirnya sama Dilanisme kaya gitu?" goda Celine.
"Gue kepo aja, Lin. Baca-baca sajak atau puisi kaya gitu menurut gue unik aja. Bukan doyan. Emangnya elu, yang doyan cari bucinan," jawab Lili.
"Hahaha... Suka-suka lu aja deh, Lik. By the way, gue cabut duluan, ya? Thanks udah nampung gua buat nginap tadi malam di sini," ucap Celine.
"Mau cabut? Cepet amat? Baru juga jam berapa... " ucap Lili.
"Iya, pagi ini gue ada acara pertemuan dengan wali murid. Ada yang perlu di-prepare dulu di sana," ucap Celine.
"Oh, ya udah. Hati-hati ya," balas Lili.
"Yuhu. Duluan ya, Li. Bye..." ucap Celine pamit.
"Bye... " balas Lili.
Lili pun kembali menyimak dan memperhatikan layar ponselnya.
"Arjuna, room Sajak Pagi Juna," ucap pelan Lili.
Kemudian, Lili pun menekan tombol subscribe di layar ponselnya itu.
"Ada Anak Ayam! Terima kasih sudah subscribe. Anak Ayam sepertinya baru join di Sajak Pagi Juna ya? Salam kenal dari Arjuna," ucap penyiar.
----------------
Anak Ayam
Salam kenal kembali
Udin_24
Hai Anak Ayam, folback y
YosefSea
Puan
----------------
"Oh, cewek ini ya? Ngomong-ngomong kalau boleh tahu Mbak Anak Ayam asal mana nih?" tanya Arjuna.
TIIING... TIIING... TIIING...
Tiba-tiba alarm di ponsel Lili pun berbunyi.
"Sudah hampir jam tujuh. Gue harus berangkat kerja nih," ucap Lili.
----------------
Anak Ayam
Ijin pamit host. Terima kasih sajiannya.
----------------
"Oke, Mbak Anak Ayam. Sama-sama. Terima kasih sudah mampir," ucap Arjuna.
Lili pun bersiap lalu memesan taksi untuk mengantarkannya ke kantor.
Setelah berada di taksi, Lili membuka kembali catatan-catatan to-do-list mengenai pekerjaannya nanti di ponselnya.
Perjalanan menuju kantor seperti biasanya akan diwarnai oleh padatnya lalu lintas. Ia setidaknya membutuhkan waktu sekitar 45 menit perjalanan dengan menggunakan taksi.
TIIING...
Sebuah notifikasi kecil muncul di layar ponselnya.
----------------
Penyiar kesayangan kamu Arjuna telah relive!
----------------
Lili hampir membuka notifikasi itu untuk kembali bergabung dengan siaran, tapi ia justru mengabaikannya. Lili lebih memilih untuk kembali membuka to-do-list-nya.
Walau pun demikian, ia masih sempat tersenyum mengingat apa yang pagi ini baru ia temukan. Sebuah siaran bertajuk sajak. Sebuah hal menarik yang selama ini ia abaikan.
Lili pun berhenti sejenak dari memperhatikan to-do-list-nya. Ia memandang kosong ke arah boneka dashboard.
"Ternyata selama ini gue terlalu kuper. Selama ini gie ga pernah keluar dari circle virtual gue. Padahal, di platform itu banyak banget orang yang siaran," batinnya.
Lili lalu mengangkat kedua alisnya dan berkedip cepat. Ia mencoba mengalihkan perhatiannya kembali ke catatan tugas-tugas kantornya.
Kemudian, ponsel Lili pun berdering.
"Halo? Iya Nad?" ucap Lili pada sambungan telepon.
"Mbak Lili dimana?" tanya penelepon.
"Saya sedang on the way ke kantor. Ada apa?" jawab Lili.
"Mbak dicari sama Pak Victor," ujar penelepon.
"Pak Victor? Kok masih pagi sudah stay di kantor aja ya? Pakai acara nyari-nyari saya segala, lagi?" balas Lili.
"Saya kurang tahu, Mbak. Mbak sudah cek WA? Biasanya Bapak WA Mbak kan?" ucap penelepon.
"Belum sih. Biar saya cek deh. Makasih ya, Nad," ucap Lili.
"Iya, Mbak. Sama-sama," jawab penelepon.
Panggilan telepon pun berakhir.
"Ck... Apaan lagi sih. Pasti tu orang cuma nyari-nyari alasan aja buat ketemu sama gue! Nasib gue gini amat sih, harus sekantor dengan orang macam Victor, si Vikiran Kotor!" batin Lili.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!