Gadis dengan mata hazel tersebut menatap ruangan yang dipijakinya dengan muut melongo. Banyak baju berceceran di lantai, buku yang tergelatk di tempat tidur, selimut yang sudah entah dimana tempatnya. Nafasnya langsung berhenti berdetak karena sudah tidak pervaya dengana apa yang dilihatnya.
Tubuhnya terasa begitu lemah ketika dia dihadapkan dengan kondisi seperti dihadapannya. Jam sudah menunjukan pukul sepuluh dan bahkan dia belum menelan sebutir nasi sejak pagi. Dari bangun tidur, dia sudah disibukan dengan pekerjaan rumah. Mulai dari memasak, mengepel, menyapu halaman, memberishkan kaca dan merapikan kamar. Dua kamar sudah dirapikan dan sekarang tinggal kamar terakhir. Padahal dia sudah harus ke kampus dan lanjut bekerja di café milik sahabatnya. Rasanya dia benar-benar harus memiliki kekuatan samson agar bisa dengan cepat mengerjakan tugas.
“Semangat, Vinda,” ucapnya dengan semangat menggebu.
Kakinya melangkah masuk dan mulai mengemasi semuanya. Meletakannya pada tempat sebelumnya. Dimulai dari buku yang bercecer, memasukan pakaian ke keranjang kotor, meletakan selimut dan langsung memberishkan semua kotoran yang ada di kamar tersebut. Ada sisa makanan, bungkus jajan dan masih banyak lagi sampai satu kotak sampah yang ada di dalam kamar tersebut.
“Memang gak berguna kamu di sini,” ucap Vinda sembari memasukan sampah tersebut ke dalam kotak sampah.
Setelah semua beres dan enak dilihat, Vinda tersenyum puas. Dia mematikan AC yang sudah sejak tadi menyala. Resti akan marah besar kalau masuk dengan AC yang masih menyala. Padahal dia sediri yang menghidupkannya.
Vinda tidak mau ambil pusing dan memilih untuk keluar ruangan tersebut. Menutup pintu dan turun dari lantai dua. Dia kembali membuang sampai dan saat sudah selesai semuanya, dia langsung pergi ke kamar dan membersihkan diri. Dia harus segera ke kampus karena ada jam siang yang begitu penting untuknya.
*****
Vinda sibuk mengemasi buku-bukunya dan segera ke café karena sebentar lagi sudah masuk shift-nya. Memang itu milik sahabatnya, tetapi tidak juga terlambat dalam bekerja. Butuh lima belas menit dari kampusnya dengan menaiki sepeda. Saat sampai, dia dengan gesit masuk ke ruang ganti dan mengganti pakaiannya dengan pakaian kerja.
“Baru datang, Vin?” tanya seorang gadis yang sudah berganti pakaian.
“Iya, Del.”
“Tumben kamu datangnya pas mepet shift,” Della, sahabatnya yang juga bekerja di sana menatap Vinda dengan penuh tanya. Pasalnya, sahabatnya ini tidak pernah terlambat sedikit pun atau pun datang mepet dengan jam ganti shift.
“Ada jam siang,” jawab Vinda dengan senyum sumringah dan langsung melangkah ke depan dan menggantikan shift.
Della hanya menatap Vinda dengan tatapan iba. Dia bukannya tidak tau dengan semua penderitaan Vinda karena dia pernah melihat hal itu dengan mata kepalanya. Belum lagi, mereka sudah mengenal sejak kecil dan tau bagimana kehidupan Vinda yang begitu keras. Sering di pukul dan dihajar, dijadikan pembantu oleh ibu angkatnya dan tentu saja itu tanpa sepengetahuan dari ayah angkatnya karena ayahnya begitu sayang kepadanya.
Della menghela nafas karena sampai diusia dua puluh dua tahun Vinda tetap diam dan menjalani semuanya. Bahkan ada luka di punggungnya yang tidak diketahui siapapun. Tentu itu karena seseorang yang sudah dianggap seperti sodara menurutnya. Tetapi, orang tersebut pergi tanpa mengatakan apapun kepadanya dan tiu membua Vinda merasa sakit.
Di lain sisi, Vinda masih sibuk membersihkan meja kotor dan mengemasi gelasnya. Meletakan di nampan dan hendak membawanya ke belakang. Namun, saat dia berbalik, tanpa sengaja dia menabrak seseorang dan membuat gelas tersebut jatuh dan mengenai sepatu mengkilap tersebut. Vinda langsung melongo tak percaya.
“Kamu bisa kerja gak, sih!” bentaknya tanpa rasa belas kasih.
Vinda langsung mengambil tisu dan duduk untuk membersihkan. "Maaf,” ucapnya merasa bersalah.
Tidak ada jawaban. Tetapi, saat tangannya hendak membersihkan, orang tersebut melangkah dan mengumpat kasar tentangnya. Rasanya Vinda benar-benar sakit merasakannya. Dia hanya menghela nafas dan berusaha menabahkan diri.
Ini bukan sekali saja, kan, Vin. Kamu pasti kuat, ujarnya menyemangati diri sendiri.
*****
“Sial!” geram lelaki tersebut dengan amukan yang sudah begitu meluap.
Michael Aditama, putra tunggal dari keluarga kaya raya pemilik Tama Company. Keluarganya memang tergolong konglomerat dan masuk dalam jajaran orang terkaya nomor empat se-Asia. Wajahnya terpahat bak dewa, tidak ada sedikit pun goresan di wajahnya. Benar-benar sempurna.
Michael, selain terkenal dengan ketampanan dan juga kepandaiannya, dia juga terkenal dengan stragegi bisnis yang benar-benar akan melumpuhkan lawannya. Benar-benar aset berharga keluarganya. Banyak pesaing bisnis yang memilih mundur ketika berhadapan dengannya. Selain itu, dia tidak pernah mengalah dan berusaha mendapatkan apapun yang diinginkannya. Dengan cara apapun itu.
“Kalian bisa kerja apa gak, hah!” teriaknya kesal dengan mata berkilat marah. Michael merupakan atasan yang benar-benar dikenal dengan kekejamannya, tetapi banyak yang tetap memujanya meski secara diam-diam.
“Maaf, Bos. Kami akan kembali menemukannya,” ucap seorang pria dengan badan kekar dan mengenakan setelan jas yang melekat sempurna di tubuhnya.
Michael semakin menatap tajam ke arah kedua anak buahnya yang sudah menciut. Wajahnya mengeras ketika anak buahnya datang dengan membawa kabar yang tidak diinginkan. Dia merasa sudah membayar mahal dan tidak mendapatkan hasil? Memangnya dia menyewa siapa sampai begitu sulit menemukan satu wanita?
Michael menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan. Mencoba menguasai emosinya yang sudah meledak. Dia bukan tipe pria sabar yang akan menunggu hingga kabar baik datang. Dia merupakan pria dengan kesabaran setipis sutra. Dia tidak memungkiri hal tersebut.
Michael menatap kedua anak buahnya lekat. Dia tau seperti apa anak buah yang sudah terdidik di Tama Company. Semua adalah orang dengan kemampuan yang sudah tidak diragukan lagi. Papanya tidak akan mempekerjakan seseorang dengan kemampuan yang masih dipertanyakan.
“Temukan dia dalam tiga hari. Jika dia tetap tidak ditemukan, bersiaplah keluar dari Tama Company,” desis Michael tanpa rasa bersalah.
Kedua bodyguard yang sudah ditugaskan mencari seseorang langsung mengangguk. Mereka menyembunyikan rasa terkejut yang sempat hinggap ketika Michael akan mengancam akan memecat mereka.
Michael hanya diam dan duduk di kursi kebesarannya. Hatinya sudah bertalu dan bersiap mendapatkan kabar dari kedua anak buahnya. Tangannya mengibas beberapa kali sebagai pertamanda agar mereka segera keluar dan melaksanakan tugas. Mereka mengerti dan mengangguk faham. Setelahnya, mereka langsung keluar dan menutup pintu rapat.
_____
Pria dengan rambut pirang coklat tersebut menatap kedua body guard yang baru saja keluar dari ruangan Michael tengah berbisik mengenai seorang gadis. Kepalanya langsung menggeleng dan merasa bahwa sahabatnya memang sudah gila. Langkahnya kembali melanjutkan menuju ruangan Michael. Awalnya dia hendak ke ruangannya, tetapi melihat kegilaan sahabatnya tidak berubah, kakinya mengurungkan niat dan menuju ruangan bertuliskan Direktur Utama.
Tanpa permisi, tangannya memutar knop pintu dan menatap Michael yang tengah duduk dengan wajah kusam. Pasti dia habis marah, pikirnya dan langsung masuk begitu saja.
“Bisakah kamu mengetuk pintu terlebih dahulu, Mike?” celetuk Michael yang sudah tidak memiliki mood bagus.
Mike yang disindir hanya menyengir tanpa raa bersalah. Dia berjalan mendatangi Michael yang masih setia duduk di bangku kebesarannya. Sudah lama mereka berteman dan dia tau semua mengenai Michael. Termasuk teman masa kecilnya.
“Kamu masih mencari gadis tersebut?” tanya Mike ketika sudah duduk di bamgku bersebrangan dengan Michael saat ini.
Michael hanya mengangguk tenang dan itu menimbulkan rasa frustasi dalam pikrian Mike. Sejak kapan sahabatnya terobsesi dengan satu wanita? Sejak kapan pria yang begitu banyak dikerubungi kaum hawa mencari gadis yang entah dimana keberadaannya saat ini. sudah lebih dari satu tahun dia mencari dan tidak ditemukan.
“Kamu gila?” ucap Mike dengan wajah tenang dan hanya dia yang berani mengatakan hal tersebut, “kamu mencari seorang gadis yang entah dimana keberadaannya. Padahal kamu bisa menemukan dan memilih siapa saja.”
Michael hanya terkekeh mendengar ucapan sahabatnya. Memang benar yang dikatakan Mike dan itu tidak dipungkiri. Dia memang bisa memilih siapapun, tetapi gadis yang saat ini dicarinya berbeda. Dia adalah cinta pertamanya dan sesalnya, baru satu tahun ini dia berusaha mencari keberadaan gadis tersebut. Malaikatnya.
“Memangnya kalau kamu bertemu dengannya, apa yang akan kamu lakukan?” tanay Mike semakin penasaran. Setahu Mike, Michael tidak akan bertahan lama dengan seorang wanita. Tiga bulan adalah waktu terlama untuknya dalam menjalin sebuah hubungan.
Michael tersenyum misterius dan menatap Mike dengan tatapan tajam. “Apapun yang akan aku lakukan, kamu tidak perlu memusingkannya, Mike.”
Mike hanya menghela nafas kasar dan menatap sahabatnya. “Aku harap kamu tidak akan menjadi gila dan menyesal nantinya.”
“Menyesal untuk apa?” tanya Mike penasaran.
“Menyesal karena ternyata gadis yang kamu cari selama ini memiliki wajah jelek dan tidak sepeti mantan-mantanmu sebelumnya.” Mike menatap tajam ke arah Michael dan mendesah kesal ketika yang diajak berbicara malah santai dengan wajah tanpa dosa.
Michael bahkan tidak pernah membayangkan bagaimana wajah malaikatnya. Dulu waktu dia masih berusia delapan tahun, malaikatnya tersebut begitu menggemaskan. Seorang gadis kecil yang begitu pemberani dan juga manis. Membayangkannya saja dia sudah merasa ingin segera menemuinya.
“Bukan masalah.” Michael tidak pernah mempedulikan seperti apa wajah yang nantinya akan dilihat. Semua akan sama dan dia merindukan gadis tersebut.
Mike hanya pasrah dengan apa yang menajdi jawaban sahabatnya. Dia merasa percuma menasihati Michael sampai mulutnya berbusa karena memang tidak akan didengarkan. Bagi pria tersebut yang penting adalah gadis yang selalu disebutnya malaikat.
“Baiklah. Semoga semua baik-baik saja,” ucap Mike sembari melangkah keluar ruangan.
Michael yang melihat hanya tersenyum penuh arti. Dia tidak menghiraukan apa yang disarankan oleh Mike dan memilih jalannya. Dia tau apa yang terbaik yang harus dilakukan.
_____
Jam sudah menunjukan pukul 18.00. Langit sudah mulai gelap dan gedung berlantai sepuluh itu juga sudah mulai sepi. Hanya ada beberapa karyawan yang masih sibuk dengan komputernya. Michael menaiki lift dan menuju parkir khusus petinggi perusahaan. Mobil mercedes hitam sudah terparkir di sana. Langkahnya semakin bersemangat dan langsung melenggang masuk. Setelah masuk dan memasang sealtbet, Michael siap menstarter mobilnya, tetapi dering ponsel membuatnya menghentikan aktivitasnya dan memilih untuk melihat siapa yang menghubunginya di jam seperti ini.
Roy. Tangannya langsung menggeser gambar berwarna hijau yang teletak di layar ponsel pintarnya tersebut.
“Bos, gadis itu sudah ditemukan,” ucap Roy dari seberang.
Michael yang mendengar langsun tersenyum penuh makna. Apakah anak buahnya harus terlebih dahulu diancam? Kenapa tidak sejak kemarin-kemarin mereka menemukannya agar tidak membuatnya marah? Tetapi, dia tidak mau mengurusi hal tersebut karena enggan merusak kebahagiaannya.
“Kirimkan alamat rumahnya,” ucapnya dingin dan langsung mematikan ponsel.
Michael menatap layar ponselnya dan menunggu pesan masuk. Tidak membutuhkan waktu lama, sebuah denting pesan masuk berbunyi dan langsung dibuka oleh Michael, secepat kilat. Bibir bagian kanannya terangkat dan menghasilkan senyum penuh makna. Tangannya langsung menstarter dan menjalankan mobil, meninggalkan parkiran perusahaan.
“Aku menemukanmu, Malaikatku,” ucap Michael dengan suara penuh kebahagiaan.
_____
Gadis berambut coklat keemasan memarkirkan mobilnya di halaman rumah berlantai dua dengan warna yang lebih didominasi krem. Setelah dirasa sudah cukup, dia langsung turun dari mobil dengan wajah angkuh yang memang sudah tercetak sejak lahir. Rensi membuka pintu mobil dibagian penumpang dan menatap barang belanjaannya dengan cermat.
Banyak. Jelas, karena memang hobinya hanya berbelanja dan juga liburan. Saat ini dia tengah memasuki semester sembilan. Sayangnya, dia tidak memikirkan skripsi dan bahkan banyak sekali nilai yang tidak lulus pada mata kuliah sebelumnya. Yang ada di pikirannya saat ini hanya bermain dan bersenang-senang. Untuk apa terlalu banyak bekerja, lagi pula dia akan tetap bekerja dan memiliki aset keluarganya. Papanya seorang penguasaha properti sukses dan Rensi yakin, ayahnya hanya akan mewariskan semua kepadanya.
“Vinda,” teriak Rensi dengan suara lantang.
Dia hanya diam di depan mobil dengan tangan yang masih megetuk pintu pelan, matanya menatap pintu rumahnya yang belum juga terbuka. Kemana, Vinda? Rensi menghela nafas kasar saat Vinda tidak juga turun.
“Vinda!” teriak Rensi semakin kencang.
Tidak lama, suara pintu di buka dan menampilkan Vinda dengan pakaian santai dan kacamata bertengger membuat Rensi menyeringai meremehkan. Dia menatap saudara tirinya itu dengan tatapan meremehkan.
“Darimana aja sih, kamu?” tanya Rensi dengan nada kesal.
“Maaf, tadi masih jalan,” ucap Vinda yang sudah tau apa yang harus dikerjakan. Seperti sudah terbiasa, Vinda langsung menuju ke arah pintu belakang dan mengambil semua paper bag yang ada di sana.
“Ini semua punya kamu, Ren?” tanya Vinda tidak percaya dengan apa yang dibawanya. Hampir dua puluh lima paper bag dan itu semua dari nama toko yang berbeda.
Rensi merasa tidak suka dengan pertanyaan Vinda dan menatap tajam. “Memangnya kenapa? Ada masalah?”
Vinda baru akan menjawab, tetapi suara berat dari arah belakang membuatnya mengurungkan niat. Vinda membalik badan dan menatap seorang pria berusia empat puluh lima tahun tengah menatap kearah mereka dengan senyum tulus. Senyum yang sudah dirindukan Vinda beberapa hari ini.
“Ayah,” ucap Rensi mendahului Vinda dan langsung memeluknya. Vinda yang melihat hanya menundukan kepalanya lemah dan berusaha tegar. Dia juga ingin memeluk ayahnya, tetapi dia yakin Rensi tidak akan merelakannya.
Beni menatap Vinda dengan senyum yang masih tidak dihilangkan. Ada beberapa paper bag yang dibawa Vinda dan itu membuat Beni bertanya. Dia cukup mengenal anaknya tersebut dan dia yakin itu bukanlah belanjaan Vinda.
“Vinda, itu belanjaan siapa?” tanya Beni dan itu membuat Rensi yang masih bergelanyut manja ikut menatap Vinda.
“Rensi, Ayah,” jawab Vinda dan mendapat tatapan tidak mengenakan dari Rensi. Dia enggan menjadi sasaran pertanyaan dari ayahnya.
Rensi yang ditatapan ayahnya tajam hanya tersenyum ringan, menampilkan wajah penuh penyesalan yang sudah dibuat-buat. Padahal dia sendiri tidak merasa menyesal sedikit pun. “Maaf,” ucap Rensi sembari memegang kedua telinganya. Dia sering menirukan apa yang dilakukan oleh Vinda dan itu membuatnya menjadi terbiasa. Bedanya, kalau Vinda melakukannya dengan perasaan bersalah, sedangkan rensi hanya untuk main-main dan mengelabuhi ayahnya.
“Baiklah,” jawab Beni memaklumi, “tetapi, bawa sendiri belanjaannya,” celetuk Beni tidak tega melihat Vinda membawa sebegitu banyaknya paper bag.
Rensi menatap Vinda dan memanyunkan bibir. Meski seperti merajuk, matanya mengisyaratkan lain agar Vinda membelanya supaya ayahnya tidak menyuruhnya. Vinda tau dan cukup untuk menolak, tetapi dia memilih lain dan mengiyakan permintaan Rensi.
“Gak usah, Ayah. Biar Vinda saja,” ucap Vinda dan langsung masuk ke dalam. Sebelum ayahnya menanyakan hal lain dan jelas dia tidak akan pernah bisa berbohong. Vinda cukup tau keberadaannya dan sadar dengan siapa dirinya. Seorang gadis yatim piatu yang kemudian mendapatkan kasih sayang dan juga keluarga. Dia tidak mau menjadikan kebahagiaan ayahnya lenyap jika dia mengatakan semuanya.
Sedangkan di luar, Rensi merajuk meminta dibelikan mobil baru. Beni awalnya menolak, tetapi akhirnya dia luluh dengan syarat mobil Rensi diserahkan kepadaVinda dan setuju. Mereka melangkah masuk, meninggalkan halaman luas dengan gerbang yang masih terbuka. Membiarkan sepasang mata menatapnya dengan tatapan memuja.
____
Setelah mendapatkan alamat rumah malaikatnya, dia langsung menghampiri dengan kecepatan penuh. Michael memang gila karena dia hanya memberikan foto saat dirinya masih berusia sebelas tahun dan gadis kecil tersebut berusia sembilan tahun. Sedangkan usianya saat ini sudah mencapai dua puluh enam tahun. Namun, saat dia sampai, anak buahnya langsung menghampiri mobilnya dan masuk.
“Malam, Bos,” ucap Roy dengan wajah masih menunjukan keseriusan.
Michael hanya diam dan mengawasi rumah yang didalamnya terdapat dua gadis dan satu pria berusia empat puluh lima tahun. Dia masih hafal dengan wajah Beni karena tidak banyak berubah meski sudah berpuluh-puluh tahun tidak bertemu. Rasanya hari ini kebahagiaannya sempurna.
“Cantik,” gumamnya dengan senyum yang masih menghiasi.
Michael menatap lekat Rensi yang masih bergelanyut manja di lengan Beni. Setelah puas, dia menatap Roy yang sudah mengeluarkan amplop hitam hasil penyelidikannya.
“Jadi, apa yang kamu dapat?” tanya Michael dengan wajah serius.
“Namanya Rensi. Dia merupakan salah satu mahasiswi di Tama University jurusan Bisnis. Saat ini dia berada di semester sembilan dan belum pernah melakukan bimbingan skripsi sama sekali.”
“Siapa pembimbingnya?” tanya Michael tanpa melepaskan pandangannya dari Rensi. Dia memang mengenal gadis kecil yang dulu sempat menolongnya, tetapi dia tidak mengetahui siapa nama gadis tersebut karena saat dia sadar, gadis tersebut sudah diseret paksa oleh ibunya.
Michael menghembuskan nafas perlahan mengingat kejadian tersebut. Dia tidak bisa menolong dan hanya diam ketika malaikatnya mendapatkan sisksaan. Dia juga sering mengintip dari celat pagar dan melihat penyiksaan terus berlanjut. Michael kecil tidak berani masuk karena takut dialah penyebab kemurkaan wanita dewasa tersebut.
Michael menitikan air mata ketika mengingatnya. Helaan nafas terdengar berat dan matanya langsung menatap Roy yang ternayata sejak tadi memperhatikannya. “Siapa pembimbing gadis tersebut?” tanya Michael dengan suara yang mulai sinis karena Roy tidak merespon ucapannya.
“Mr. Wilson.”
“Katakan kepadanya untuk meluluskan dan memperlancar skripsi Rensi. Katakan kepada pihak kampus untuk semua nilai dibuat sempurna,” titah Michael membuat Roy membelalak.
Michael tau seisi kampus tersebut. Dia tau karena memang kampus tersebut adalah milik keluarganya. Keluarga Aditama dan dia bisa melakukan apapun yang diinginkannya. Meluluskan Rensi adalah misinya agar malaikatnya tidak lagi mengalami kesulitan.
Roy hanya mengangguk pasrah dan mengiyakan apa keinginan bosnya. Tangangannya kembali membuka amplop coklat yang sudah digengamnya dan mengeluarkan kertas bertempelkan foto seorang gadis dengan senyum manis. Roy memperhatikannya lekat dan menghela nafas ketika membaca semua tentang gadis tersebut. Andai gadis yang dicari bos adalah dia, akan jauh lebih baik, pikir Roy dalam hati.
Roy kembali menatap Michael yang masih setia memperhatikan Rensi dan ayahnya masuk ke dalam rumah. “Maaf, Bos. Saya memiliki satu info lagi mengenai gadis bernama…”
“Sudah. Tugas kalian selesai. Kalian sudah menemukannya,” potong Michael tegas karena yang dibutuhkan olehnya hanya mengenai Rensi, malaikat kecilnya.
“Tetapi, ada…”
“Aku tidak membutuhkan info mengenai asisten rumah tangganya,” desis Michael dan membuat Roy langsung diam, “sekarang kembalilah ke kediaman Ayah dan jangan katakan apapun.”
Roy hanya mengangguk dan langsung keluar dari mobil tersebut. Michael masih menatap rumah tersebut sampai seorang gadis keluar dari rumah dan menutup pintu. Michael menatap lekat dan merasa mengenal gadis tersebut. Vinda yang tidak sadar hanya menutup pintu dan segera masuk ke rumah.
Michael mengabaikan pikirannya dan hanya merasa itu karena dia kelelahan. Jadilah dia memutuskan untuk pulang dan beristirahat. Esoknya, dia akan menyusun rencana mendekati Rensi.
“Aku akan mendapatkanmu, Rensi,” ujarnya dengan perasaan yakin.
_____
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!