NovelToon NovelToon

Suamiku Santri Idaman

Dilamar Usai Putus

"Kita putus!"

Deg!

Seketika Yumna mengangkat kepalanya demi menatap ke arah pria yang telah menjalin hubungan dengannya selama hampir lima tahun lamanya itu.

Bagaimana mungkin Yunus--sang pacar tega memutuskan hubungan dengannya hanya karena Yumna tidak ingin memenuhi permintaan pria itu agar mau berhubungan di luar nikah dengannya?

"Tap~"

"Kamu tidak mencintaiku, Yumna!Tandanya kamu bahkan tidak ingin menyerahkan dirimu padaku sebagai bukti cintamu. Lalu untuk apa kita menjalin hubungan ini? Semuanya sia-sia!" tambahnya lagi, semakin menyayat hati Yumna.

"Tapi cinta tidak harus dibuktikan dengan itu, Yunus. Kenapa kamu sangat mementingkan itu?!" balas Yumna sengit. Ia tidak habis pikir dengan alasan yang Yunus kemukakan. Baginya alasan itu sangatlah tidak masuk akal.

"Karena itu yang aku inginkan. Dan kamu sama sekali tidak bisa memberikannya. Sudahlah, kita putus saja. Aku akan mau balikan sama kamu. Kalau kamu mau memberikannya!" putus Yunus akhirnya. Meninggalkan Yumna dengan sejuta belati yang siap menyayatnya.

Apa-apaan ini? Kenapa semua pria sama saja? Ingin sekali rasanya Yumna melempari punggung Yunus yang kini meninggalkannya begitu saja di depan sebuah danau dengan batu besar di sekitar air itu.

"Dasar pria!! Semua sama aja! Mereka hanya mau itu!!" teriak Yumna kesal. Menumpahkan air matanya karena harus putus begitu saja dengan sang pacar setelah membuang percuma waktunya selama ini untuk menjalin hubungan dengan pria itu.

Sungguh, Yumna tidak pernah menyangka jika hari ini akan datang. Hari di mana dirinya berpisah dengan Yunus karena sebuah alasan yang tidak masuk dalam logika.

Tapi memang mau berlogika gimana lagi jika nafsu sudah di ubun-ubun?

Dasar pria!!

Di saat Yumna menumpahkan tangisnya sembari mengumpat sang pacar. Eh salah, mantan pacar maksudnya. Suara seorang pria aneh terdengar menyapa telinga Yumna.

"Ya jelas maunya cowok cuma itu. Tapi kan tidak semua cowok maunya yang haram! Mantan pacar kamu aja itu yang kebelet. Tapi enggak mau nikahin anak orang."

Setelah berkata demikian, pria muda berpakaian kemeja dan memakai tas sekolahan keluar dari persembunyian. Berdiri beberapa meter dari tempat Yumna duduk.

Dengan segera, Yumna menghapus air matanya. Mendelik kesal ke arah pria yang menurutnya masih anak kecil itu.

Tahu apa bocah itu? Sok ikut campur sekali urusan orang dewasa.

"Siapa kamu? Jangan ikut campur. Kamu hanya bayi baru lahir kemarin sore!" ejek Yumna. Kemudian bangkit dari duduknya. Hendak pergi meninggalkan anak muda rese itu.

Namun ucapan anak muda yang sama sekali belum Yumna ketahui namanya itu segera menghentikkan langkahnya.

"Sayang sekali. Aku harus ikut campur. Karena aku adalah pria yang telah Allah kirimkan untuk menjadi jodohmu," ujarnya seraya tersenyum nakal.

Tanpa menunggu lama lagi. Dengan segera Yumna melangkahkan kakinya beranjak pergi dari sana. Meninggalkan pria muda itu dengan sejuta senyuman menawan di wajahnya.

'Dasar anak kecil. Bahasanya sok bijak dan dewasa. Jodohku? Ya Allah, entah kenapa rasanya ingin muntah!' batin Yumna.

Wanita dewasa berhijab sedada itu melenggang pergi. Masuk ke dalam mobilnya dan segera melajukan kendaraan roda empatnya berlalu dari sana.

Sementara pria muda itu tersenyum. Kemudian ikut pergi dari tempat tersebut. Pulang untuk mempersiapkan apa yang telah ia rencanakan.

**

Malam harinya, tepatnya ba'da shalat maghrib. Yumna tengah duduk di meja makan bersama kedua orang tuanya. Matanya menatap kosong ke arah makanan yang ada di hadapannya.

Ingin rasanya ia mencurahkan isi hatinya pada kedua orang tuanya tentang kesedihannya setelah putus dari sang pacar. Sayangnya, ia tidak berani. Karena selama ini ia berpacaran secara sembunyi-sembunyi. Kan tidak lucu jika anak dari salah satu tokoh agama di masyarakat menjalin hubungan dengan seorang pria yang belum halal untuknya.

"Kamu kenapa galau gitu, Nak? Apa ada masalah?" tanya sang Umi.

Yumna menggeleng tanpa ingin mengatakan apapun. Sementara sang abah menatapnya intens untuk mencari tahu sesuatu yang sedang anaknya sembunyikan darinya.

"Gimana pekerjaan kamu? Semuanya baik-baik saja?"

"Alhamdulillah baik-baik saja, Abah. Pekan depan Yumna akan pergi dinas di Surabaya."

Sejenak sang Abah terdiam. Kemudian memulai pembicaraan. "Tapi sesuai dengan perjanjian ya. Kamu harus menikah sebelum itu. Jadi jika ada laki-laki yang datang melamarmu, maka Abah akan terima. Janji agama dan akhlaknya baik. Ingat, kamu itu sudah berumur 27 tahun. Sudah waktunya untuk menikah."

Yumna menghela napas panjang. Siapa yang akan datang melamarnya coba? Sementara ia baru saja putus dari pacar rahasianya?

'Aku kan tidak punya penggemar rahasia yang akan tiba-tiba datang melamar? Abah ada-ada aja,' batin Yumna tersenyum sendu.

Tapi siapa yang akan menyangka tentang sebuah takdir yang telah Allah skenariokan?

Tak disangka, usai makan malam. Keluarga Yumna kedatangan tamu yang tidak diundang.

Dan yang lebih mengagetkan lagi ialah--kedua pasangan suami istri itu datang bersama seorang anak muda yang telah membuat mood Yumna tambah hancur tadi sore setelah diputuskan Yunus.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam. Pak Latif, Bu Nurma? Ayo silakan masuk," ajak Abah dengan raut sumringah.

Pria yang di panggil Pak Latif itu saling berpelukan dengan Abah. Sementara wanita yang bernama Ibu Nurma berjabat tangan dengan Umi.

Di belakang mereka, anak laki-laki itu tampak diam dengan wajah datar yang sama sekali berbeda saat bersama dengan Yumna sore tadi.

'Tuh anak sakit gigi kali, ya?' batin Yumna seraya mengulum senyum.

Sedang anak muda itu melirik kesal ke arah Yumna yang seperti sedang tersenyum mengejeknya.

'Kita lihat saja nanti, siapa yang akan tersenyum di akhir cerita ini,' tekad anak muda itu kuat. Menyeringai ke arah Yumna yang mendadak merinding melihatnya.

"Silakan duduk Pak-Bu, Nak Abyan."

Deg!

Jantung Yumna tiba-tiba berdetak hebat. Bagaimana bisa sang abah mengetahui nama anak muda itu? Apakah mereka saling kenal?

Berbagai presepsi hilang timbul di dalam benak Yumna. Namun belum sempat napas Yumna berangsur kembali. Ucapan ayah dari anak muda itu seketika membuat Yumna membeku di tempatnya.

"Mohon maaf sebelumnya, Pak Ayub. Kedatangan kami ke sini yaitu untuk melamar anak bapak, Yumna ... untuk menjadi istri dari anak kami Abyan Amru."

Mata yang semula normal di tempat. Mendadak hendak keluar dari peraduannya. Napas Yumna tercekat. Sementara anak muda yang bernama Abyan itu menundukkan kepala.

Apa-apaan ini? Kenapa malah jadi seperti ini?

Yumna melirik ke arah kedua orang tuanya. Baru saja mereka membicarakan tentang jodoh untuk dirinya, tapi sekarang anak muda itu malah datang dengan membawa orang tuanya.

Takdir macam apa ini? Yumna ingin sekali tertawa sumbang dengan permainan takdir yang membawanya saat ini.

Apa ini karma untuk dirinya yang telah menjalin hubungan di luar nikah alias pacaran dengan sang kekasih?

Jika memang iya, Yumna benar-benar bertaubat dan berharap jika bukan ini hukuman untuknya.

Sayangnya, Yumna terlalu terlambat dalam bertaubat. Kini seorang anak kecil baginya datang menjelma sebagai sebuah bentuk hukuman atas dosanya. Di tandai dengan jawaban 'iya' dari sang Abah.

**

Sebuah rasa yang harusnya menjelma dalam bentuk kata bahagia ketika seorang wanita dilamar oleh pria. Namun kini, hanya kesedihan yang melekat dalam dada.

Yumna menatap nanar ke arah sang Abah dan Umi. Rasanya ingin sekali Yumna memberontak atas keputusan yang tiba-tiba ini.

Harusnya kedua orang tuanya menanyakan dulu pendapat dirinya. Tapi ini apa? Mereka malah mengabaikan dirinya.

Padahal setahu Yumna, dalam agama mereka, seorang wanita berhak untuk memberikan pendapat. Tapi apa ini?

Ah! Yumna tidak bisa membiarkannya begitu saja. Ia harus berbicara dengan anak muda ini.

"Maaf, Pak-Bu, Umi-Abah. Apa saya boleh berbicara dulu dengan Abyan?"

Semua mata akhirnya tertuju pada Yumna. Setelah sebelumnya ia dicueki habis-habisan dan sibuk membicarakan pernikahan yang sama sekali tidak Yumna inginkan.

"Boleh. Pergilah duduk di sana." Abah menunjuk teras rumah untuk memberikan ruang agar kedua orang itu dapat berbicara.

Tidak menunggu lama, Yumna kini telah duduk di kursi teras sementara Abyan berdiri agak jauh dari wanita dewasa yang sedang memasang wajah sangar padanya.

"Jangan menatap aku horor seperti itu. Terima saja lamaranku. In syaa Allah aku akan membahagiakanmu."

Semakin Abyan berkata demikian, Yumna makin menatapnya tajam kemudian segera mengalihkan pandangan.

"Batalkan lamaran ini! Saya tidak mau menikah dengan anak kecil. Apa kata teman-teman di kantor saya jika saya menikah dengan anak muda yang masih bau kencur sepertimu?!"

Mendengar ucapan Yumna yang mengejek bau badannya. Abyan mengendus tubuhnya. "Aku tidak bau kencur kok. Aku wangi parfum. Nanti kalau kita udah nikah. Kamu bisa menciumnya sepuasnya."

Yumna mendelik geli. Apa-apaan anak muda ini? Bicaranya sok dewasa sekali.

"Saya tidak peduli dengan apapun perkataanmu. Tolong batalkan pernikahan itu. Saya tidak mau menikah dengan anak kecil."

"Aku tidak mau membatalkannya. Kamu terima aja. Lagipula itu demi kebaikanmu. Daripada kamu pacaran dengan pria tidak jelas yang memutuskanmu tadi sore hanya karena kamu tidak membiarkan dia menyentuhmu? Mending sama aku yang sudah jelas serius menikahimu."

"Saya tetap akan menolak!" putus Yumna. Bangkit dari duduknya dan hendak masuk ke dalam rumah untuk memberikan keputusannya. Namun ucapan Abyan selanjutnya membuat Yumna membeku di tempat.

"Kamu harus menerima pernikahan ini. Jika tidak, aku akan memberitahukan pada Abahmu kalau selama ini kamu telah menjalin hubungan haram itu secara sembunyi!"

Deg!

'Gila nih anak. Pakai ancam itu segala lagi. Kalau Abah tahu, bisa-bisa Abah stroke dan jantungan,' batin Yumna meringis. Merasa sudah tidak punya kesempatan lagi untuk menolak dari lamaran Abyan yang masih ia anggap sebagai anak kecil.

Keputusan Yumna

"Jadi gimana, Nak Yumna? Apakah kamu ingin menerima Abyan untuk menjadi suamimu?" tanya Pak Latif memastikan keputusan Yumna setelah wanita itu berbicara dengan Abyan.

Ingin rasanya Yumna menolak, namun wajah Abyan mirip dengan orang yang sedang mengancamnya saat ini. Apalagi tatkala Abyan meletakkan satu jarinya di lehernya sendiri dengan posisi seperti orang yang tengah menggorok leher--layaknya dalam film thriller yang pernah Yumna tonton.

Bukan hanya Abyan yang berulah. Abah bahkan ikut-ikutan mengancam Yumna. Pria tua itu berbisik pada anak ketiganya.

"Jika kamu tidak menerima Abyan, Abah pastikan setelah ini kamu akan menyesal!"

Mata Yumna menatap horor ke arah wajah Abah Ayub.

Kenapa Abahnya malah jadi seperti ini? Apa pria paruh baya itu bahkan tidak memikirkan perasaan dirinya?

"Sudahlah, Nak. Terima saja," tambah Umi menimpali.

Yumna seakan sedang terdesak oleh keadaan. Namun sebelum ia benar-benar memberikan jawaban, terlebih dahulu Yumna bertanya.

"Maaf Pak-Bu. Apakah Abyan masih sekolah?"

Kepala kedua orang tua Abyan mengangguk. Lalu Pak Latif menjawabnya. "Benar, Nak. Saat ini dia mahasantri di salah satu pesantren yang ada di kota kita ini. Tapi Nak Yumna tenang saja. Biarpun begitu, in syaa Allah Abyan sudah siap menjadi suami dari Nak Yumna."

Hah! Yumna menghela napas panjang meski pelan. Karena takut jika ada yang tersinggung akibat perbuatannya.

Apa jawaban yang harus Yumna berikan saat ini?

Ia benar-benar buntu sekali.

"Jadi bagaimana, Nak Yumna? Ibu berharap kamu menerima anak Ibu, ya?" pinta Ibu Nurma menimpali ucapan suaminya. Hal itu semakin menambah beban di hati Yumna.

Jujur, Yumna tidak ingin menikah dengan Abyan. Anak muda itu sangat rese dan tengil menurutnya.

Tampangnya juga biasa-biasa saja. Ya, meski terlihat sangat karismatik dan berwibawa.

Tapi kan, tetap saja dia masih seorang santri, mahasantri atau apalah itu! Jelasnya anak muda itu masih sekolah.

"Maaf Pak-Bu. Apakah saya boleh meminta waktunya selama tiga hari untuk istikharah? Saya harus memantapkan hati saya dulu." Yumna mengajukan keinginannya. Meski Abah dan Umi sudah sangat menunggu jawaban dari anaknya.

Kedua orang tua Abyan melirik ke arah anaknya yang sedang menunduk sejak tadi. Tanpa mencuri kesempatan untuk menatap Yumna yang meski sudah berumur tapi damagenya layaknya gadis remaja.

"Gimana menurut kamu, Abyan? Mau di kasih waktu dulu?"

Anggukan kepala Abyan berikan seraya tersenyum lembut dan sopan kepada kedua orang tuanya.

"Baik Pip, Mim, Abyan akan kasih waktu."

Pada akhirnya mereka pun sepakat untuk menunggu keputusan dari Yumna tiga hari lagi. Tapi walau begitu, apapun jawaban dari Yumna nanti, Abah dan Umi telah bersepakat untuk menerima Abyan sebagai menantu mereka.

**

Tiga hari kemudian, Yumna akhirnya memberikan keputusannya.

Selama ia melakukan istikharah, hanya nama Abyan yang selalu terbesit dalam pikiran dan hatinya.

Yumna merasa seperti sudah di guna-guna oleh pemuda itu.

Dan kenyataannya memang iya, Abyan menyihir Yumna dengan doa-doanya di sepertiga malam terakhir tatkala manusia sedang tertidur dengan pulasnya.

"Jadi gimana, Na? Kamu sudah putuskan untuk menerima Abyan, kan?" tanya Abah saat mereka sedang sarapan pagi. Kali ini ikut bersama mereka kakak kedua Yumna yang bernama Zaid--seorang polisi yang bekerja di kota Bandung. Dan pulang saat mendengar sang adik dilamar oleh seorang pria.

"Menurut Abah gimana? Apa anak itu memang pantas untuk Yumna?"

"In syaa Allah pantas, Na. Tanya aja Mas kamu tuh, iya kan, Zaid?"

"He'em." Zaid menganggukkan kepalanya tanpa berbicara lebih. Ia sudah tahu semua informasi tentang Abyan yang telah lancang melamar adiknya yang umurnya cukup jauh dengannya itu. Jadi Zaid setuju dengan keputusan Abah dan Uminya.

Hufff!!

Yumna menghela napas panjang. Menatap ragu ke arah makanan di hadapannya saat ini.

Sepertinya Abyan memang jawaban atas doa-doanya selama ini. Bukan Yunus yang nyatanya hanya menginginkan keperawanannya. Melainkan seorang Abyan--pria muda yang berani untuk menghalalkan dirinya.

"Baiklah, Abah-Umi, Mas Zaid. Yumna terima lamaran dari anak itu."

"Alhamdulillah!!" seru semua keluarga dengan kompak.

Kemudian tanpa menunggu lama, Abah langsung menghubungi keluarga Abyan untuk memberikan jawaban atas keputusan anaknya.

**

Di sisi lain tempat, Abyan jingkrak-jingkrak kegirangan setelah usai sujud syukur saat memperoleh telpon dari kedua orang tuanya yang memberitahukan jawaban dari Yumna.

"Alhamdulillah ya Allah, aku senang banget!" serunya, membuat seorang pria satu kamar asramanya itu mendelik kesal.

"Udah ah enggak usah lebay. Biasa aja. Awas aja kalau sampai kamu nyesal karena udah nikahin Teteh aku nanti. Dia enggak sebaik yang kamu pikir," ujar seorang pria yang wajahnya cukup mirip dengan Yumna itu.

"Ah kamu tuh, Han. Padahal kamu sendiri yang mau jodohin aku sama kakakmu dari dulu. Tapi malah kamu yang bilang kayak gitu."

"Ya, memang. Itu karena aku ingin kamu dapat merubah Teteh aku menjadi lebih baik lagi."

"In syaa Allah. Tolong doakan, oke?"

"Hem."

Kedua sahabat satu kamar asrama sejak SMA itu pun akhirnya mengerjakan hal lain setelah membicarakan banyak perkara soal Yumna.

**

Waktu berlalu dengan cepat. Tiga hari setelah keputusan Yumna keluar untuk menerima lamaran dari Abyan. Kini Abyan dan keluarganya datang untuk melangsungkan akad nikah dengan di hadiri masyarakat setempat dan keluarga inti dari calon mempelai pria.

Pernikahan dilakukan dengan sangat sederhana. Mengundang anak-anak yatim dan para fakir miskin. Tidak ada pesta yang mewah. Bahkan teman Yumna juga hanya satu orang yang datang. Teman dekatnya tentu saja. Sementara teman-teman sekantornya tidak ada yang wanita itu undang selain bosnya yang juga sampai saat ini belum membaca pesan darinya.

"Kamu sudah yakin dengan pilihan kamu, Na?" tanya Ratih untuk memastikan kembali keputusan sahabatnya itu dengan menikah dengan anak yang berbeda usia dengannya.

Saat ini Yumna sedang di rias oleh MUA terbaik di kota itu. Sesuai dengan permintaan Yumna pada kedua orang tuanya.

"In syaa Allah aku yakin."

"Tapi kamu beneran udah putus kan dari pria gila itu?"

"Ya. Sudah."

"Baguslah. Pantas saja dia tidak masuk kantor beberapa hari terakhir ini. Rupanya sedang stres karena putus darimu."

"Ah sudahlah, jangan ngomongin dia lagi. Sebentar lagi aku akan menjadi istri dari seorang anak kecil. Jadi doain aku mampu untuk menghadapi tingkahnya. Karena dia benar-benar menyebalkan!!"

Mendengarnya Ratih tergelak sembari menahan sakit di perutnya.

"Awas hati-hati. Bisa-bisa dia tidak dapat membuatmu berjalan untuk dinas keluar kota esoknya."

Mata Yumna memicing menatap sahabatnya itu. Merasa sangat kesal karena Ratih malah mengatakan hal yang tidak masuk akal.

Bagaimana mungkin Yumna akan mau menyerahkan dirinya pada Abyan? Pria itu masihlah anak kecil yang tentunya belum tahu apa-apa menurutnya.

"Sudahlah. Palingan dia yang akan pingsan di malam pertama. Secara, dia kan masih anak-anak. Di kasih permen aja pasti langsung nurut tuh," sahut Yumna tersenyum mengejek.

"Hehehhe kita lihat saja nanti, aku yakin anak itu tidak akan seperti apa yang kamu pikirkan."

Pernikahan Sementara

Momen yang paling menegangkan juga mendebarkan saat pernikahan ialah akad. Yaitu sebuah penyerahan antara orang tua atau wali pada seorang pria yang sebelumnya tidak pernah wanita itu kenal. Tapi kini akan menjadi pendamping dan penyayangnya setelah terlafadzkan kata itu.

Debaran jantung Yumna yang berukuran seperti kepalan tangan orang dewasa itu begitu cepat dan terdengar dalam keheningan. Menunggu semua proses akad dimulai.

Yumna duduk di dalam kamar dengan ditemani oleh Ratih, Uminya dan ibu dari Abyan. Sementara para tamu wanita berkumpul di depan kamar dengan posisi cukup jauh dari pihak laki-laki.

Mata Yumna mengerjap cepat dengan napas yang memburu tatkala suara Abyan terdengar lantang mengucapkan kata qabul.

"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha Yumna Syukriyyah bintu Ayub Al-Anshari alal mahril madzkuur wa radhiitu bihi, wallahu waliyut taufiq." Abyan mengucapkan akad nikah dengan tegas dan tidak gugup sama sekali.

"Bagaimana para saksi? Sah?"

"SAH!!" sahut saksi dan para undangan yang datang.

Mendengar kata sah yang diucapkan lantang oleh para tamu undangan pun, Yumna meneteskan air mata haru.

Meski awalnya ia kesal dengan Abyan karena memaksanya untuk menerima pernikahan ini, namun Yumna tetap saja tidak mampu menahan kristal bening untuk jatuh dari pelupuk matanya.

"Alhamdulillah. Barakallahu laka wabarakah 'alaika wa jama'ah bainakuma fii khayr."

Semua orang terlihat bahagia dengan pernikahan Yumna dan Abyan. Mereka memberikan ucapan selamat dan mendoakan keduanya agar selalu tercipta rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warahmah.

"Selamat ya besti. Akhirnya predikat jomblomu tercabut juga, hahaha," lontar Ratih seraya tertawa. Membuat Yumna mendelik geli sekaligus kesal.

"Enggak usah ngeledek deh. Mendingan aku daripada kamu."

"Hehehe iya-iya. Enak ya punya suami yang pintar agama. Kayaknya kamu akan terus mendengarkan ceramah deh setelah ini. Nanti jangan lupa ilmunya di bagi-bagi ya?"

Yumna semakin kesal saja tatkala Ratih berkata demikian. Namun kemudian memilih untuk diam sebelum sahabatnya itu melanjutkan ucapannya yang akan semakin membuat ia tidak suka mendengarnya.

Sementara di seberang sana, Abyan juga sedang berdiri menyambut ucapan selamat, yang datang dari para tamu undangan pria.

Zaid yang merupakan kakak kedua dari Yumna berdiri dengan tegak di hadapan Abyan. Seakan sedang memberikan peringatan pada pria muda itu.

"Ingat! Jangan sakiti hati adik saya anak muda. Jika sedikit saja Yumna menangis gara-gara kamu. Saya pastikan, kamu hanya akan tinggal nama!" ancam Zaid dengan tampang garangnya. Membuat bulu kuduk Abyan meremang.

Abyan meneguk salivanya kasar, menatap Zaid antara takut dan berusaha memberanikan diri. Sampai akhirnya, adik bungsu dari wanita yang baru saja ia nikahi itu datang menolongnya dari ketegangan tersebut.

"Udah Byan, enggak usah takut. Aku yakin kamu pasti bisa bahagiain teteh aku yang hidupnya penuh skandal itu," ucap Farhan menepuk pundak sahabatnya. "Yang ada, aku malah kasihan sama kamu. Nanti kalau Teteh enggak mau jalanin kewajibannya, kamu ancam lagi saja dia."

Mendengarnya, Abyan tersenyum smirk. Namun pura-pura terlihat lugu dan polos di hadapan Zaid. Padahal, dalam otaknya sudah berkumpul berbagai macam cara untuk menaklukan hati Yumna.

'Aku tidak takut dengan ancaman siapapun. Karena yang aku takutkan hanyalah Allah. Terkait manusia, mereka tidak akan bisa menumbangkanku. Jadi, tersenyumlah sekarang Yumna. Karena nanti malam kamu akan tumbang karenaku. Hahhahaa,' batin Abyan penuh tekad dan rencana yang matang.

**

Hari pernikahan yang menyenangkan sekaligus membuat sedih itu Yumna lalui dengan baik. Beberapa tamu undangan yang hadir mulai pulang satu persatu.

Yumna ditarik oleh sang Umi menuju sebuah kamar.

"Ada apa, Umi? Kok tarik-tarik Yumna?" tanyanya penasaran.

Namun sang Umi belum memberikan jawaban apapun. Dan malah meminta Yumna untuk duduk.

"Ada yang ingin Umi nasihatkan sama kamu, Nak," ucap Umi kemudian. Membuat Yumna meneguk salivanya berat. Sepertinya ia akan menangis nih sebentar lagi.

"Katakan, Umi."

Umi menganggukkan kepalanya. Tangannya terulur untuk mengenggam jemari anaknya.

"Yumna, tolong jangan membangkang perintah suamimu dan jangan membocorkan rahasianya, Nak. Sebab jika kamu menyalahi perintahnya, berarti kamu telah membakar dadanya. Dan jika kamu membocorkan rahasianya, maka kamu tidak akan aman dari pengkhianatannya."

Deg!

Degup jantung Yumna terdengar tidak karuan lagi. Hampir saja ia berjanji untuk selalu membangkang apapun perintah Abyan nantinya.

Karena bagaimanapun, bagi Yumna Abyan masihlah anak muda yang tidak tahu apapun tentang sebuah pernikahan.

"Umi ... bisakah aku menjalani pernikahan ini dengan Abyan? Sungguh, aku tidak yakin jika pernikahan kami akan bertahan lama, Umi. Secara, dia masih anak muda yang labil."

"Jika dia masih labil, maka tugas kamu untuk meluruskannya. Pernikahan itu untuk saling menyempurnakan kekurangan. Bukan untuk saling menyalahkan yang pada akhirnya akan berujung pada sebuah perpisahan. Umi yakin, jika Abyan bisa menjadi suami yang baik dan bertanggung jawab, Nak."

Helaan napas terdengar berat keluar melalui rongga mulut Yumna. Berat rasanya untuk menerima kenyataan itu. Namun, mau tidak mau ia harus menerimanya.

**

"Ini susu untukmu," seloroh Abyan tatkala keduanya telah berada di dalam kamar Yumna.

Yumna melirik ke arah Abyan yang terlihat lucu dengan piyama doraemonnya. Sesaat mengulum tawa namun akhirnya ngakak juga.

"Hahahah. Itu kenapa kamu pakai piyama gitu? Dasar anak kecil!" ejek Yumna. Seraya memeriksa berkas laporan yang akan ia bawa untuk dinas esok hari di Surabaya.

Abyan tidak peduli, ia meletakkan segelas susu yang sudah tersisa setengah di atas meja kerja istrinya.

Sementara dirinya mengambil duduk di atas ranjang dengan menyandarkan kepalanya. Matanya melirik ke arah Yumna yang terlihat sangat sibuk.

Bisa dikatakan, sedang pura-pura menyibukkan diri agar terbebas dari ritual malam pertama.

"Aku kan memang masih anak kecil. Tapi kamu tenang saja. Aku sudah belajar soal cara memuaskanmu kok," kata Abyan tanpa difilter sedikitpun.

Wajah Yumna bersemu kemerahan. Melirik tajam ke arah Abyan yang sedang tersenyum mesum.

"Katakan! Siapa yang ngajarin kamu bilang vulgar kayak gitu? Ustadz mana dia? Biar aku datangin dan kasih peringatan!" tanya Yumna sarkasme. Ia tidak menyangka jika seorang mahasantri jaman sekarang bisa berkata demikian.

"Aku tahu sendiri kok. Lagipula ...." Abyan bangkit dari ranjang mendekati Yumna. Membuat Yumna was-was dengan apa yang akan Abyan lakukan. "Kamu harus terbiasa dengan itu. Karena kita akan sering melakukannya," ujarnya berbisik tepat di telinga Yumna.

Sungguh, Yumna merinding mendengarnya. Namun berusaha untuk tetap terlihat tenang. Menutupinya dengan mengetik laptop di depannya. "Jangan macam-macam. Saya belum mencintai kamu. Cinta saya masih untuk~"

"Masih untuk pria tidak bertanggung jawab yang hanya menginginkan tubuhmu tanpa berniat menikahi itu?" pangkas Abyan. Semakin mendekatkan wajahnya pada Yumna dan kini berada tepat di depan pipi wanita itu.

"Kamu tidak tahu apapun tentang dia. Kami saling mencinta~"

Cup!

Ucapan Yumna kembali terhenti tatkala Abyan mencium pipinya.

Yumna melirik tajam ke arah Abyan. Namun pria itu berpura-pura tidak peduli dan bahkan tidak menjauhkan sedikitpun wajahnya pada Yumna yang kini semakin dekat.

"Jangan berbicara tentang pria lain. Apalagi mantan mu itu. Aku cemburu."

Mata Yumna membola, tidak menyangka jika seorang anak muda seperti Abyan juga tahu caranya cemburu.

Yumna bangkit dari duduknya. Menutup laptopnya karena sekarang ia tidak bisa fokus lagi setelah keperawanan pipinya telah di ambil oleh suami mudanya itu.

"Kamu tidak berhak cemburu, Abyan. Karena kamu hanyalah suami sementara saya. Setelah saya kembali dari dinas di Surabaya, saya akan mengajukan gugatan cerai dengan kamu. Jadi setelah ini, kamu tidak akan bisa apa-apa lagi."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!