Tak ada yang tidak mengenal ketiga anak kembar laki-laki yang terkenal di kota ini. Si pintar, si tampan dan si kuat, mereka di kenal dengan sebutan The Three Musketeers.
Si pintar Athos, kakak pertama Melody dan yang tertua dari si kembar Musketeers. Bukan hanya pintar bahkan dia merupakan seorang jenius dalam banyak hal.
"Baiklah, aku rasa cukup. Setelah libur selesai kita bahas lagi mengenai hal ini. Selamat berlibur untuk kalian semua." Ucap Athos memasukan semua barang miliknya ke tas.
Athos mengakhiri rapat OSIS yang dipimpin olehnya yang merupakan ketua OSIS di sekolah mereka. Athos berjalan keluar ruangan namun tidak lama seorang murid perempuan dari anggota OSIS memanggilnya.
"Selamat ya atas kemenanganmu di Olimpiade matematika kemarin, dan kau juga tetap berada di peringkat pertama di tingkat sebelas." Ucap gadis yang menghampiri Athos.
"Jangan memberiku selamat untuk hal yang sudah biasa aku dapatkan." Jawab Athos yang terkenal kaku dan terkesan angkuh.
"Ini untukmu." Gadis itu memberikan sepucuk surat dan langsung pergi.
Athos menerimanya dan memasukan ke tas miliknya. Tak sekalipun dia membuka untuk membacanya.
Tidak berapa lama Athos berada di sebuah supermarket hendak belanja. Dia mengelilingi setiap sudut supermarket dan melihat seorang gadis hampir terjatuh saat ingin mengambil tisu yang berada di rak paling atas.
Dengan reflek, Athos memegangi tubuh gadis itu hingga gadis tersebut tidak jadi jatuh. Lalu Athos membantunya mengambil tisu untuknya tanpa sepatah katapun.
Gadis itu sempat terpaku melihat Athos. Dia memakai masker yang menutupi bagian bawah wajahnya.
"Terimakasih." Ucap gadis itu setelahnya berjalan pergi.
Athos menoleh ke bawah dan melihat handphone gadis itu terjatuh. Namun ketika Athos mencarinya dia sudah berada di kasir dan hendak ke luar supermarket.
Dia pun mengejar gadis tersebut hingga tak sengaja menabrak seseorang. Athos hanya menoleh sesaat untuk meminta maaf pada orang yang ditabraknya dan kembali mengejar gadis tadi sampai ke luar supermarket.
"Maaf, handphone-mu jatuh." Seru Athos membuat gadis itu melihatnya.
Athos memberikan handphone-nya, namun tiba-tiba gadis itu memeluknya. Membuat Athos mematung karena tidak mengerti dengan yang terjadi. Namun dia juga tidak menghindar dan membiarkan gadis itu memeluknya.
"Kau membantuku sebanyak tiga kali, itu sebagai ucapan terimakasihku padamu."
Hanya melihat dari matanya, Athos tahu kalau gadis itu tersenyum walau memakai masker.
Gadis itu langsung masuk ke kursi bagian belakang sebuah mobil yang langsung berjalan.
Athos masih memperhatikannya dan terkejut ketika gadis itu membuka maskernya. Di dagu bagian kiri bawah gadis itu terdapat sebuah lebam yang terlihat masih baru. Gadis itu memakai masker untuk menutupi lebam tersebut.
Tiba-tiba hujan turun rintik-rintik...
Si tampan Prothos, kakak kedua Melody berjalan memasuki sebuah mall sambil menelepon seseorang. Dengan ketampanan dan aura yang bersinar terang setiap wanita yang berjalan, melihat ke arahnya terus dan saling berbisik memuji ketampanannya.
"Nanti malam aku akan menjemputmu. Ya, hari ini café tutup kau tidak perlu khawatir. Sekarang aku akan memotong rambutku agar saat bertemu denganmu aku semakin terlihat tampan."
Setelah menutup teleponnya, Prothos menaiki ekskalator menuju lantai dua. Namun langkahnya terhenti ketika melewati sebuah restoran cepat saji.
Dia memperhatikan sepasang pria dan wanita yang tertawa manja di dalam restoran tersebut. Di ambilnya handphone miliknya dan menelepon kembali nomer yang tadi baru saja dia hubungi.
"Kau dimana?" Tanya Prothos.
"Sudah aku bilang, aku bersama teman-temanku sedang belajar kelompok." Jawab seorang wanita di ujung telepon.
Pandangan Prothos tidak berubah dari wanita yang berada di restoran bersama seorang pria yang terus diperhatikan Prothos. Wanita itu menerima telepon darinya.
"Hei, sepertinya aku tidak jadi menjemputmu nanti malam." Ucap Prothos.
"Kenapa?"
"Aku ingin punya pacar baru." Ujar Prothos langsung menutup teleponnya.
Dia melanjutkan jalannya dengan langkah gontai hingga tidak sengaja menabrak seorang wanita yang berpakaian kasual dengan hoodie menutupi kepalanya.
Prothos terus berjalan dan tidak menoleh.
"Anak SMA jaman sekarang tidak sopan. Kalau dia muridku akan aku hukum anak itu." Gumam wanita yang ditabrak Prothos.
Prothos pergi ke lapangan basket dan berlatih sendiri setelah memotong rambutnya. Dia menumpahkan kekesalannya dengan bermain basket.
"ARGGHHH!!" teriak Prothos saat melakukan dunk.
Setelah itu dia mengambil handphone-nya, dan menelepon wanita lain.
"Nanti malam aku akan menjemputmu. Ayo kita berpacaran."
Tiba-tiba hujan turun rintik-rintik...
Si kuat Aramis, Kakak ketiga Melody. Dia sedang duduk di sebuah gedung tua yang tinggi, dengan sebuah kanvas yang ada di sisi kirinya, terlihat gambar seorang anak kecil bermain layangan yang talinya sudah terputus. Di sebelah kanannya ada beberapa minuman kaleng yang sudah kosong. Tangan dan wajah Aramis penuh cat warna.
Drrrtt Drrrrtt
"Hhmm..." Aramis menjawab teleponnya. "Baiklah."
Berselang beberapa lama, Aramis berdiri di samping danau buatan yang berada di suatu kawasan yang sepi, di hadapannya sudah berdiri lima orang yang juga berseragam.
Orang-orang itu menyerang Aramis yang hanya seorang diri. Namun tidak membutuhkan waktu lama bagi Aramis untuk mengalahkan mereka.
Handphone-nya yang berada di dalam tas miliknya berbunyi. Dia membuka kasar tasnya hingga semua yang ada di dalamnya berjatuhan. Handphone-nya, dompet dan hanya sebuah buku gambar.
Digapainya handphone-nya dan menjawab.
"Sudah selesai." Jawab Aramis pada sahabatnya yang menelepon. "Sial!! Kau selalu menjadikan aku objek kebohonganmu!!" Setelah itu mematikan teleponnya.
Dia memungut buku gambarnya dan memasukan ke dalam tas. Setelah itu dia mengambil dompet miliknya yang terbuka. Diperhatikannya sesuatu yang ada di dalam dompet, sebuah foto yang terlihat sudah lama.
Tersungging sebuah senyuman tipis di bibirnya saat melihat foto dua orang anak kecil saling merangkul.
Tiba-tiba hujan turun rintik-rintik...
Mereka bertiga menengadah melihat langit yang turun hujan.
...***...
Maafkan aku, Bu...
Melody berkata dalam hati sambil memandang batu nisan dimana ibunya beristirahat untuk selamanya. Hatinya merasakan kehampaan setiap kali berkunjung ke makam sang ibu. Bagaimana tidak, Melody sama sekali tidak memiliki kenangan bersama sang ibu karena ibunya meninggal setelah melahirkan dirinya.
Ketika mengandung Melody sang ibu di diagnosa menderita kanker paru-paru sehingga dokter menasehatkan untuk menggugurkan kandungannya namun hal itu tidak di setujui sang ibu yang lebih menyayangkan bayinya. Hingga akhirnya sang ibu melahirkan Melody namun nyawanya tak dapat tertolong. Hal itu pula yang mengakibatkan Melody merasa kalau kematian sang ibu di sebabkan oleh dirinya.
Hanya berdiri membeku dan tanpa kata, setiap kali Melody berziarah ke makam ibunya. Dia sama sekali tidak pernah menyentuh makam sang ibu dan hanya berdiri terpaku di jarak satu meter.
Hari ini adalah hari ulang tahun Melody yang ke lima belas tahun akan tetapi sama seperti setiap tahunnya, Melody sama sekali tidak sedikitpun merasa senang, bahkan hari ulang tahunnya adalah hari yang paling dia benci karena pada hari itu pula menjadi hari peringatan kematian ibunya. Hari dimana dia lahir, di hari itu pula sang ibu meninggalkan dirinya. Namun dalam hati kecilnya, Melody merasa sangat ingin melihat sang ibu dan ingin merasakan sekali saja membuat kenangan bersamanya.
Melody memandang ketiga kakak laki-laki yang sedang menaburkan bunga-bunga ke atas makam. Saat ini dia merasakan kecemburuan pada ketiga kakak kembarnya tersebut karena mereka pasti memiliki kenangan dengan sang ibu sedangkan dirinya sama sekali tidak memilikinya, satu kenangan pun tidak.
"Melody, kau baik-baik saja?" tanya ayah sambil memegang pundak puteri kesayangannya. Semua mata menatap pada Melody. "Wajahmu pucat, sebaiknya kita pulang saja sekarang."
"Tidak apa-apa, yah." kata Melody berusaha bersikap semuanya baik-baik saja.
"Sudah sore dan sebentar lagi pasti turun hujan, ayo semuanya kita pulang," seru ayah pada ketiga kakak laki-laki Melody. "Kakek dan paman pasti sedang susah payah membuat makanan untuk merayakan hari ulang tahunmu. Ayo kita pulang sekarang." ayah tersenyum lembut pada Melody.
...***...
Melody Quattro Sanzio adalah gadis dingin yang tidak mudah bergaul dengan siapapun. Sangat suka bermain musik terutama gitar, dan suka bernyanyi. Pandai menciptakan lagu dengan gitar peninggalan ibunya. Merupakan satu-satunya wanita di anggota keluarganya, karena itu dia adalah harta paling berharga bagi seluruh anggota keluarganya. Selalu bersikap dingin dan ketus. Memiliki tinggi badan 162 cm.
Hari sudah mulai gelap ketika Melody bersama keluarganya tiba di rumah. Paman Ronald dan kakek menyambut kedatangan mereka namun tanpa kata Melody pergi menaiki tangga dan masuk ke dalam kamar. Dia menghempaskan dirinya ke tempat tidur dengan rasa kesedihan yang dia bendung sejak di pemakaman.
Melody membenamkan wajahnya ke bantal dan menangis. Menangis sesungutan hingga sulit bernapas. Dia tidak memedulikan kucingnya yang bernama Mimi terus mengeong, meminta perhatian darinya. Menangis dan menumpahkan kesedihan, begitulah setiap tahun yang terjadi di hari ulang tahunnya.
Tiba-tiba terdengar suara yang berasal dari jendela kamarnya. Melody menarik napas untuk berusaha menghentikan tangisnya. Dia menghapus air mata yang membasahi seluruh wajahnya sebelum berjalan dan membuka tirai jendela kamar.
"Selamat ulang tahun, Melon..." seru Lion dengan senyum lebar dan lambaian tangan pada Melody. Dia berada di beranda kamarnya.
Lionel Fleecysmith adalah tetangga samping rumah. Kamarnya dengan kamar Melody berada bersebelahan dan hanya terpaut jarak tidak sampai lima meter. Lion panggilannya, dia adalah teman Melody sejak dulu. Mereka berdua sudah kenal sejak kecil dan bahkan selalu satu sekolah. Walau kadang mereka berdua tidak akur karena sifat yang bertolak belakang namun pada dasarnya Melody dan Lion memiliki hubungan yang sangat dekat, hal itu yang tidak pernah mereka sadari.
Lion sangat suka dance dan tidak memedulikan waktu dan tempat saat sudah masuk ke dunianya sendiri, hal itu membuat Melody tidak suka karena menganggap Lion terlalu norak dan mencolok. Sangat mudah bergaul dengan siapapun dan memiliki banyak teman. Selalu bersikap santai dengan tampang bodohnya yang membuat Melody sering ketus terhadapnya. Sangat suka bersenang-senang dan adalah sahabat dari salah satu kakak Melody. Tinggi badannya 179 cm, dan hanya tinggal berdua dengan neneknya. Kedua orangtuanya sejak dulu tinggal di luar negeri. Memiliki gaya berpakaian yang unik dengan pakaian serba putih yang membuatnya selalu tampil sama, walau hanya jaketnya yang membuat sedikit tampak berbeda. Memiliki motor yang diberinya nama Megan, yang dianggapnya sebagai kekasihnya. Lion memiliki sifat misterius yang selalu di sembunyikannya pada siapapun.
"Sebagai hadiah aku akan mempersembahkan gerakan baru yang aku ciptakan." ujar Lion setelah itu menghidupkan musik dan mulai menggerakan tubuhnya mengikuti irama.
"Bagaimana? Gerakanku keren kan?" tanya Lion setelah berhenti nge-dance.
Tanpa kata Melody langsung menutup kembali tirai jendelanya. "Dasar es melon, kenapa tidak memberi komentar? Padahal aku sudah menunjukan gerakan baru yang aku ciptakan." seru Lion dengan nada kesal.
"Kenapa setiap tahun kau tidak memberi komentar, aku kan sudah berbaik hati memberikanmu hadiah!" lanjut Lion.
"Apanya hadiah, setiap tahun kau hanya menari seperti orang bodoh." ucap Melody di balik tirai yang tertutup.
Dia tersenyum, melupakan kesedihannya.
...***...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Illustration...
Melody membuka mata, mencari handphone miliknya yang berada di samping bantal untuk melihat waktu. Sudah hampir pukul setengah enam pagi. Hari ini adalah hari pertamanya masuk ke SMA setelah libur selama hampir satu bulan. Walau matanya masih mengantuk tapi ini adalah hari yang sudah lama dia nantikan. Setelah mengelus Mimi kucingnya, Melody langsung bergegas bangun.
"Selamat pagi adikku yang cantik." senyum manis kakak kedua Melody yang bernama Prothos. Prothos duduk di meja makan sambil membaca buku pelajarannya. Melody tidak menjawab dan hanya duduk di salah satu kursi meja makan juga.
"Melo, kakak buatkan telur gulung kesukaanmu, nanti siang kau tidak perlu jajan karena makanan di luar itu sangat tidak baik untuk kesehatan." ujar kakak pertama Melody yang sedang sibuk di dapur. Namanya adalah Athos.
"Kau benar-benar keterlaluan ayah, kenapa menyiram dengan air dingin? kau memang ayah yang sangat kejam." gumam kakak ketiga Melody yang berjalan menuruni tangga sambil mengeringkan kepala dan wajahnya dengan handuk. Ayah baru saja membangunkannya dengan menyiramkan air dingin padanya. Namanya adalah Aramis. "AKU MASIH NGANTUK!!" teriak Aramis sambil duduk di samping Melody. Hal itu membuat Melody tampak kesal karena teriakan kakak ketiganya tersebut. "Kenapa lihat padaku?" tatap Aramis dengan galak pada Melody.
Athos, Prothos, dan Aramis adalah ketiga kakak laki-laki Melody yang hanya lebih tua dua tahun darinya. Nama yang aneh bukan? Nama itu diambil dari tiga tokoh jagoan berpedang pembela kebenaran ciptaan penulis klasik Perancis Alexandre Dumas, The Three Musketeers. Ayah Melody adalah penggemar berat cerita tersebut sehingga memberi nama pada ketiga anaknya seperti tokoh didalam cerita tersebut agar mudah di ingat olehnya.
Athos, Prothos, dan Aramis adalah saudara kembar dengan wajah dan sifat yang berbeda-beda. Satu-satunya kesamaan mereka hanya tinggi badan mereka 184 cm, sangat tinggi untuk ukuran pria di negara ini. Hal itu yang membuat mereka menjadi pusat perhatian dimanapun mereka berada, apalagi ketika berjalan bersama. Walau hanya seorang murid biasa, mereka bertiga sangat terkenal karena dengan kelebihannya masing-masing. Si Pintar, Si Tampan dan Si Kuat.
Athos Uno Sanzio yang tertua memiliki hobi memasak dan menjahit. Hampir semua pekerjaan rumah dikerjakan olehnya. Tapi percayalah, kemampuannya bukan hanya itu saja. Banyak hal mampu dilakukannya karena dia adalah orang yang sangat ambisius. Ketika sudah menetapkan suatu tujuan maka dirinya akan mati-matian untuk mencapainya. Selalu bersungguh-sungguh dalam segala hal yang sudah dimulainya. Bahkan ayahnya pun tak akan mampu melarang keinginannya karena itu ayahnya selalu menyebutnya anak sombong dan angkuh. Motto hidupnya adalah menganggur adalah dosa. Dengan sifat yang kaku Athos adalah siswa terpintar di sekolah karena itu pula dia menjadi ketua OSIS, padahal dirinya hampir tidak pernah belajar. Penanggungjawab kedua kembaran dan adik perempuannya. Sangat dapat diandalkan oleh ayahnya yang sering berpergian karena kerjaannya. Dia juga penanggungjawab café milik ayahnya. Sering memenangkan Olimpiade matematika dan lomba pidato dalam bahasa Inggris, Jepang dan Rusia. Namun bukan ketiga itu saja bahasa yang dia kuasai. Dialah si Pintar Musketeers.
Sedangkan Prothos Due Sanzio memiliki julukan sang Casanova karena sifat Playboy-nya. Terkenal selalu berganti kekasih setiap satu bulan. Kata-katanya selalu manis pada semua wanita hal itu yang membuatnya menjadi idola banyak wanita. Selalu menebar pesona dengan senyum menawannya pada semua wanita yang melihat dirinya. Selalu menjadi pusat perhatian dengan aura seorang bintang. Namun siapa sangka kalau sifatnya sangat sensitif dan memiliki pandangan tidak biasa mengenai suatu hubungan. Dia adalah ketua klub basket. Prothos sangat benci kotor, yang membuatnya menjadi orang terbersih di rumah. Paling tampan dari kedua kembarannya yang juga tampan, namun dia yang paling lemah dalam hal berkelahi. Akan tetapi karena hidupnya selalu teratur, rajin berlari pagi dan olahraga lainnya, makan dan tidur tepat waktu, dan anti rebahan membuat tubuhnya jauh lebih berstamina. Dialah si Tampan Musketeers.
Terakhir adalah Aramis Tre Sanzio, memiliki sifat urakan dan malas. Kerjaannya hanya bermain game atau pun bergadang menonton pertandingan sepak bola. Karena itu nilainya selalu buruk. Hanya dirinya yang bertangan kidal. Dia sangat suka berkelahi. Tidak jarang dia membolos sekolah dan pulang dengan wajah yang lebam karena berkelahi. Hal yang paling dikuasai adalah berkelahi, karena sejak dulu Aramis menguasai setidaknya lima macam ilmu bela diri. Hal itu yang membuatnya menjadi sosok yang mengerikan di sekolah dan di kotanya. Selalu menatap dengan mata tajam dengan wajah galak karena itu ketampanannya menjadi hal yang sia-sia untuknya, setiap wanita yang menyukainya akan langsung ketakutan dan tidak berani padanya. Meski begitu dirinya yang paling naif di antara kedua kembarannya. Namun siapa sangka, dirinya memiliki suatu rahasia mengenai bakat terpendamnya. Selalu menyendiri di saat sesuatu mengganggu pikirannya. Dialah si Kuat Musketeers.
Mereka bertiga terkenal dengan sebutan The Three Musketeers.
"Ars, jangan galak dengan adikmu!" seru ayah berjalan ke dapur membantu Athos yang sibuk membuat sarapan.
Ayah Melody bernama Leonard Sanzio dan berusia 37 tahun, dan masih terlihat tampan. Saat menikah dengan ibu, usianya baru 20 tahun. Setelah sepeninggalan ibu, ayah tidak pernah berkeinginan untuk mencari pengganti ibu. Dia adalah seorang pelukis, dia juga memiliki sebuah café kecil bernama Three Musketeer Café yang dikelolahnya. Ketiga kakak laki-laki Melody yang membantunya, hal itu pula yang membuat ketiga Musketeers terkenal di kota mereka. Café tersebut buka pukul empat sore hingga pukul sembilan malam. Melody sangat sayang pada ayahnya, dan menganggap kalau dia adalah ayah terbaik di dunia. Tidak ada lagi ayah sebaik ayahnya.
"Ternyata kalian semua sudah bangun." Kakek hadir dan duduk dikursi utama di tengah-tengah. "Wah cucuku sudah cantik ya".kakek menatap Melody dengan senyum.
Tiba-tiba Paman Melody yang bernama Ronald Sanzio datang dan memberantaki rambut panjang Melody yang sudah di ikat rapi. "Kalau begini apanya yang cantik." ledek Ronald.
"Paman ini, seru Melody kesal. Pantas saja sudah usia 33 tahun tapi belum menikah. Walaupun paman dokter bedah tidak akan ada wanita yang suka pada paman karena sifat paman yang kekanak-kanakan ini. Sebagai wanita aku juga akan menjauhi pria seperti paman!" Seru Melody dengan kesal sambil mencoba merapikan kembali rambutnya.
Tanpa di duga Melody, semua tertawa mendengar apa yang di katakannya dan itu semakin membuat dirinya merasa kesal.
...***...
Melody membawa gitar kesayangannya berjalan keluar. Gitar itu adalah gitar milik ibunya dulu. Ibu Melody adalah seorang penyanyi namun di masa jayanya dia menikah dengan ayah Melody dan memilih meninggalkan karirnya. Bakat ibunya tersebut menurun pada Melody. Dengan gitar yang dia beri nama Gita, Melody sudah menciptakan lima belas lagu sejak kelas 2 SMP. Melody mahir memainkan gitar sejak usia 8 tahun. Cita-citanya adalah seperti sang ibu, menjadi seorang penyanyi, karena itu kemana pun dia pergi, Melody selalu mengajak serta gitar tersebut, bahkan ke sekolah sekalipun.
"Melo, tidak ada lagi tempat untuk gitarmu." ujar Athos menatap Melody yang baru saja keluar dari rumah. "Bisakah kau meninggalkannya di rumah saja dan tidak membawanya ke sekolah? Mobilnya terlalu sempit dan kita berenam, mobil paman Ron sedang rusak jadi dia berangkat bersama kita, sedangkan alat-alat melukis ayah sudah terlalu banyak." tatap Athos dengan harapan adik tersayangnya mau mengerti. "sudah tak ada lagi tempat. " lanjut Athos hendak menutup pintu bagasi mobil. "Tinggal saja di rumah ya?"
Melody menggeleng, "Aku harus membawanya." ucap gadis mungil itu memelas.
"Buat apa bawa gitar butut itu?" kata Aramis, Melody mulai naik darah mendengarnya.
"Ada apa pagi-pagi sudah ribut?" tanya nenek Arumi yang baru saja keluar dari rumahnya yang ada di sebelah kiri rumah Melody. Rumah mereka hanya di batasi dengan tembok setinggi satu meter, itu membuat mereka mudah berkomunikasi dengan tetangga di sebelahnya.
"Maaf ya nek kami membuat keributan pagi-pagi. Begini nek, Melo mau membawa gitarnya tapi mobil sudah penuh." Jawab Athos dengan tersenyum ramah yang merupakan ciri khasnya.
"Pokoknya aku harus bawa". ucap Melody.
"Jadi seperti itu... " nenek Arumi tersenyum ramah.
"Nenek, aku berangkat ya." pamit Lion seraya memakai helm dan keluar hendak berjalan menuju motornya yang terparkir.
"Lion, sini dulu sebentar. panggil nenek Arumi." Lion berjalan kembali mendekat pada nenek Arumi. "Bawakan gitar Melody ke sekolah."
"Apa? Kenapa aku nek?" protes Lion dengan wajah tidak senang.
Aramis mengambil gitar dari tangan Melody lalu melangkah melewati tembok pembatas. Dia memberikan gitarnya pada Lion. "Cepat bawa kalau masih ingin hidup." ancam Aramis.
Lion menatap Melody dengan tajam, tatapannya terlihat sangat kesal pada Melody, namun Melody tidak memedulikannya dan langsung masuk ke dalam mobil. Tersungging senyum kepuasan di bibirnya. Puas karena melihat kesengsaraan dari musuh abadinya.
...***...
Sesampainya di sekolah, Melody memasuki kelas barunya yang ada di lantai dua setelah melihat daftar kelas untuk siswa kelas satu yang baru masuk. Melody memilih duduk di kursi paling belakang yang dekat dengan jendela yang bisa melihat suasana lapangan. Kelas sudah hampir di penuhi orang namun Melody hanya terdiam sendiri memperhatikan keluar jendela. Dia adalah gadis pemalu dan pendiam, dia sangat sulit bergaul dan selalu merasa tidak bisa memulai perkenalan karena itu sejak dulu dia tidak memiliki seorang teman. Kesendirian adalah satu-satunya teman baginya, itu menurut dirinya.
Lion datang dan meletakan gitar Melody ke atas meja, "Lain kali bawa gitarmu sendiri dan jangan menyusahkan orang lain." ujar Lion kesal.
Melody tidak berniat menjawab kata-kata Lion, namun Lion tetap tidak beranjak pergi darinya. Itu membuat Melody bingung. Dia segera mengangkat kepalanya melihat Lion yang berdiri di samping mejanya. "Kenapa?"
"Mana ucapan terima kasihnya?" tatap Lion.
Melody kembali menoleh keluar jendela, tidak ingin menanggapi kata-kata Lion. Melody selalu merasa tidak perlu mengucapkan kata itu pada Lion. Tapi dia tidak mengerti kenapa dia selalu begitu pada Lion. Hal itu yang selalu menjadi masalah untuk Lion. Karena sikap Melody yang acuh tak acuh pada Lion, membuat Lion kadang sangat kesal padanya.
"Percuma bicara dengan es melon." gumam Lion setelah itu berjalan menjauh dari Melody.
Pandangan Melody yang menatap keluar jendela tertuju pada sosok seorang siswa. Siswa itu adalah Felix, orang yang menjadi alasan kenapa dirinya masuk ke sekolah ini. Sejak setahun yang lalu Melody mulai tertarik dengan pria bernama Felix tersebut. Melody pernah melihat Felix di sebuah toko alat musik. Saat itu Felix sedang mencoba sebuah biola dengan memainkannya. Melody terpesona dan mencari tahu dimana Felix sekolah. Tanpa di duga Felix satu sekolah dengan ketiga kakak laki-lakinya. Melody tidak ingin berharap apapun, baginya cukup melihat Felix saja dari kejauhan. Dia sadar kalau dirinya tidak akan bisa mengenal Felix dengan sifatnya yang pendiam itu.
Tiba-tiba seseorang duduk di kursi sebelah Melody. Dia menoleh melihat siapa orang itu. Ternyata adalah Lion. Melody tidak mengerti maksud dari Lion yang duduk di mejanya.
"Semua kursi sudah terisi penuh, kau lihat kan?" ucap Lion menidurkan kepalanya ke atas meja dengan beralaskan tas miliknya. "Aku juga dengan berat hati duduk disini, ya ampun, kenapa aku sial begini." gumam Lion.
"Apa maksudmu? Sebentar lagi bel masuk, cepat pergi ke kelasmu!" seru Melody.
"Kau masih tidak mengerti ya, es melon. Lion mengangkat kepalanya. Aku juga ada di kelas ini. Yang benar saja, kita selalu satu kelas. Bisa-bisa aku mati karena bosan melihatmu terus." ujar Lion. "Baiklah aku akan pindah! Kau puas!?"
Namun tanpa mereka duga wali kelas mengatur tempat duduk. Setiap siswa harus duduk bersama seorang siswi agar terjalin keakraban satu sama lain dan tidak membedakan. Guru mengundi nomer dan membaginya. Jika seorang siswa dan siswi mendapatkan nomer yang sama maka mereka akan duduk dalam satu meja.
Setelah mengambil undian Melody segera membuka kertasnya dan melihat nomer tujuh tertulis di atas kertas. Dia tidak terlalu penasaran siapa yang akan duduk bersamanya, bahkan dia tidak peduli. Wali kelas menyebutkan tiap angka dan siswa-siswi yang mendapatkan angka tesebut mengangkat kertas di tangannya. Sampailah pada akhirnya wali kelas menyebutkan nomer tujuh, Melody dengan ragu mengangkat kertas di tangannya. Melody sangat terkejut ketika seorang siswa yang duduk di kursi sederetnya juga mengacungkan tangan. Dia benar-benar sial kali ini. Melody sangat kesal karena siswa yang mengacungkan tangan tersebut adalah Lion. Dia berpikir kalau lebih baik duduk sendiri saja seperti biasanya, dari pada harus duduk bersama orang yang selalu membuatnya kesal.
"Sepertinya kali ini aku benar-benar sangat sial." ucap Lion sambil memindahkan barang-barangnya ke tempat Melody dan duduk di sampingnya. "Padahal kau mengusirku tapi lihat sekarang?!" lanjutnya. Melody tidak menghiraukan kata-katanya dan hanya menatap keluar jendela. "Jangan menggangguku ya!!"
Melody menoleh pada Lion dengan kesal. Dia merasa kalau kata-kata itu seharusnya keluar dari mulutnya.
Waktu istirahat Melody pergi ke samping ruang klub basket. Duduk disebuah kursi taman sambil memetik gitar yang selalu di bawanya. Memainkan alunan salah satu lagu yang di buatnya sambil memandang indahnya langit siang ini.
"Kau bisa main gitar?" tiba-tiba seseorang mengejutkan Melody. Melody melihat ke sumber suara. Felix yang baru saja keluar dari klub basket berjalan ke arahnya. "Sudah lama aku ingin belajar memainkan gitar. Kau keren sekali." Senyum Felix membuat jantung Melody berdetak cepat. "Siapa namamu? Aku Felix kelas XI IPA 3. Kau pasti kelas sepuluh kan?" Felix duduk disamping Melody.
"Me, Melody. Namaku Melody kelas X-4. jawab Melody menghindar dari tatapan Felix karena saat ini dia merasa sangat malu.
"Melody? Namamu unik ya." ujar Felix. "Melody, bisa mainkan satu lagu untukku?"
"Apa?" Melody semakin merasa bodoh berada di dekat pria yang disukainya.
"Apa ada masalah?" tanya Aramis yang tiba-tiba datang membuat kedua orang tersebut terkejut. Melody melihat ketidaksukaan terpancar dari wajah Felix ketika melihat kehadiran Aramis. "Kenapa..."
"Kenapa kau suka cari masalah?" seru Felix memotong perkataan Aramis dan sambil beranjak berdiri. dia mengernyitkan kedua alisnya dengan tatapan kesal pada Aramis.
"Masalah? Harusanya aku yang bicara begitu?" Aramis menyunggingkan bibirnya.
"Ada apa, Ars?" tiba-tiba Prothos yang berada di ruangan klub basket keluar dan menghampiri keributan kecil tersebut.
Tidak jauh dari tempat itu Lion melihat apa yang sedang terjadi.
"Wow, Three Musketeer sepertinya kurang satu." Ledek Felix dengan diiringi senyum sinisnya. Mendengar perkataan Felix, Aramis mulai geram dan hampir saja tinjunya mendarat di wajah Felix kalau Prothos tidak menahannya.
Melody hanya diam saja melihat itu semua terjadi karena tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Sepertinya hubungan di antara Felix dan kakak-kakaknya tidak terlalu bagus, hanya itu yang terpikirkan olehnya.
"Baru saja kau masuk ke ruang klub dengan tidak sopan, dan sekarang kau berani sekali... "
"Tidak sopan? Kalian ingat, sekolah ini ada di dalam kekuasaan keluargaku, jadi terserah aku mau bagaimana." sekali lagi Felix memotong perkataan kakak Melody. Prothos mulai terlihat kesal.
Bel tanda masuk berbunyi.
"Melody bangkit berdiri, Kak Oto, kak Ars." ucap Melody pada kedua kakaknya. Felix mengerutkan keningnya saat mendengar Melody memanggil mereka kakak. "Aku akan masuk ke kelas." Setelah itu Melody berjalan meninggalkan mereka tanpa peduli apa yang akan terjadi selanjutnya pada mereka.
...***...
Melody membuang napas ketika duduk di kursi kelasnya. Dia merasa kejadian tadi membuatnya mengerti mengenai satu hal yaitu menjauh dari Felix. Prothos dan Aramis, kakaknya terlihat tidak suka pada Felix dan begitu juga sebaliknya. Melody merasa kalau Felix telah bersikap tidak sopan pada kedua kakaknya tadi, dan itu membuatnya tidak suka, tidak suka pada cara bicara Felix yang kasar.
"Apa yang terjadi tadi?" tanya Lion yang baru duduk di kursinya. "Oto dan Ars, ada masalah dengan Felix?" Melody diam saja dan tidak ingin menghiraukan kata-kata Lion. "Aku lupa. Dari dulu kakak-kakakmu memang tidak suka pada Felix."
"Kenapa?" tanya Melody mulai bersikap ingin tahu.
"Wah, kenapa tiba-tiba ingin tahu begitu?" Ledek Lion. Dia tersenyum skeptis pada Melody. "Kau tahu kalau keluarga Felix menguasai sekolah ini?" tanya Lion menatap Melody. "Dia ingin semua siswa di sekolah ini tunduk padanya, tapi Ato, Oto, dan Ars sama sekali tidak peduli dengannya. Jadi jangan dekat-dekat dengan dia. Ya lebih baik kau tidak mendekatinya."
Mendengar perkataan Lion membuat Melody semakin merasa tidak baik. Bahkan Athos kakak tertuanya juga tidak menyukai pria yang sejak dulu disukai olehnya. Itu membuat usaha Melody yang susah payah masuk ke sekolah ini jadi sia-sia.
...***...
Melody berjalan keluar kelas saat jam pelajaran usai. Ketika sampai di depan pintu, dia terkejut melihat Felix berdiri di depan pintu. Melody pura-pura tidak melihatnya dan lebih memilih untuk berjalan saja. Dia berniat menjauh dan berusaha menghilangkan rasa sukanya pada Felix mulai hari ini karena tidak ingin membuat masalah dengan ketiga kakaknya.
"Hai, Melody..." panggil Felix pada Melody yang berpura-pura tidak melihatnya. Mau tidak mau Melody berhenti di depannya. "Aku tidak tahu kalau mereka itu kakakmu, tolong maafkan aku."
Maaf? Kenapa dia minta maaf padaku? Seharusnya dia minta maaf pada kedua kakakku Prothos dan Aramis. Lagi pula dia minta maaf karena dia tahu mereka adalah kakak-kakakku. Lalu apa kalau mereka bukan kakak-kakakku dia masih mau minta maaf? Sepertinya tidak. Terlihat sekali sifat aslinya, ucap Melody dalam hati.
"Mau pulang ya? Apa mau pulang bersamaku?" ucap Felix.
"Melo..." tiba-tiba Athos datang, dan membuat raut wajah Felix berubah karena tidak senang. Athos juga sempat menatap aneh ke arah Felix. "Kami akan langsung ke café, jadi kau pulang sendiri. Tidak apa-apa kan?".
"Kalau begitu... "
"Lion..." Athos memanggil Lion yang baru keluar kelas sekaligus memotong perkataan Felix. Tampak sekali kalau Athos tidak menganggap keberadaan Felix saat ini.
"Iya. Ada apa?" Tanya Lion dengan wajah bodohnya sambil melepaskan headphone yang terpasang di telinganya.
"Kau bisa pulang dengan Melo?" Athos balik bertanya.
Lion tidak langsung menjawab, dan memperhatikan keberadaan Felix. Tiba-tiba dia memasang kembali headphone-nya dan mengambil gitar yang di bawa Melody. "Hhuft...” Desah Lion. “Ayo jalan!” Setelah itu Lion berjalan dan Melody segera mengikutinya dari belakang.
"Tolong jangan dekati adik kami!" Seru Athos pada Felix yang terdengar samar-samar oleh Melody. Setelah itu Athos pergi.
"Kau tahu kan, aku paling tidak suka kalau di larang!!" teriak Felix.
Melody dapat mendengar jelas ucapan Felix. Di sekeliling semua siswa melihat ke arah Felix dengan bisikan-bisikan pertanyaan. Melody mengangkat kepala dan menatap pada Lion yang berjalan di depannya. Lion sama sekali tidak bereaksi, mungkin karena headphone yang dipakainya sehingga dia tidak mendengar perkataan Felix tadi.
...***...
Ketika mereka sampai, Melody segera turun dari motor Lion dan langsung berjalan menuju rumahnya tanpa sepatah katapun.
"Heh, Seperti biasa tidak ada basa-basinya." Seru Lion pada Melody. "Awas saja, aku tidak akan mau lagi pulang bersamamu." Nada suara Lion terdengar sangat kesal.
Melody menyembunyikan senyumnya sambil terus berjalan masuk ke dalam rumahnya yang berada tepat di samping kanan rumah Lion.
Di rumah hanya ada kakek karena ayah dan ketiga kakak Melody di café, sedangkan paman Ronald saat ini bekerja.
Melody segera masuk ke dalam kamar yang terletak di lantai dua dan langsung meletakan Gita di atas tempat tidur. Dia berbaring di sampingnya sambil membuang napas panjang mengingat apa yang terjadi di sekolah tadi. Memikirkan bagaimana ketiga kakaknya tidak menyukai orang yang disukainya. Itu sedikit membuat Melody merasa sedih.
"Heh, es melon!!" terdengar suara dari jendela kamar. Melody dapat menebak siapa pemilik suara tersebut. Es Melon adalah panggilan Lion kepadanya. "Ingat ya jangan menumpang lagi!" serunya.
Melody segera menutup tirai jendela kamarnya.
"Tidak sopan, diajak ngomong malah menutup jendela. Dasar es melon!!" teriak Lion kesal. "Awas kau ya!! " Lion sangat kesal.
Dia segera membawa keluar sound system dari dalam kamarnya ke beranda, lalu menghidupkan musik sangat keras untuk mengganggu Melody yang berada di seberang kamarnya dengan bergerak kesana sini mengikuti hentakan musik.
"Aku akan minta tukar kamar saja agar si bodoh itu tidak menggangguku terus." gumam Melody terlihat sangat kesal sambil melirik tajam ke arah jendela kamarnya.
...***...
Sesampainya di café, The Three Musketeers langsung memasuki ruang ganti untuk berganti seragam cafe. Setelahnya keluar bersama-sama mempersiapkan café yang akan dibuka.
"Hari ini Sandy dan Chino tidak bisa bekerja." ucap Prothos sambil membalikan stiker Close menjadi Open di pintu. "Kau tidak masalah sendirian di dapur?" Prothos berjalan kembali mendekati Athos yang ada di meja kasir bersama Aramis.
"Tidak masalah." jawab Athos.
"Nanti jam delapan aku akan pergi." ujar Aramis.
"Kau ini selalu pergi lebih dulu." keluh Athos yang berjalan hendak masuk ke dapur.
Tiba-tiba pintu masuk terbuka, dan muncul seorang gadis cantik yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Athos tertegun di depan pintu dapur melihat gadis yang berjalan lalu duduk ke salah satu meja. Athos segera menghampiri kedua kembarannya. Gadis itu memandangi ketiga saudara kembar tersebut dan wajahnya terlihat senang.
"Pelanggan baru. Aku belum pernah melihatnya. Dia sangat cantik." ucap Prothos pada Athos. Prothos hendak menghampiri meja gadis itu.
"Biarkan Ars yang melayaninya." seru Athos membuat Prothos bingung. "Ars, layani gadis itu!!"
"Kenapa aku? Pelanggan baru biasanya Oto yang melayani?" tanya Aramis bingung.
"Cepat sana!!" ulang Athos.
Aramis segera membawa buku menu ke gadis yang sudah mengangkat tangannya memanggil mereka untuk memesan.
"Ada apa? Kau mengenalnya?" tanya Prothos bingung pada sikap Athos.
"Tidak." jawab Athos memasuki dapur.
Aramis meletakan buku menu di hadapan gadis yang merupakan pelanggan baru di café tersebut. Seperti biasa Aramis yang selalu tampak tidak bersahabat menunjukkan sifat aslinya walau pada pelanggan baru, karena itu biasanya Prothos yang selalu melayani pelanggan baru di café tersebut.
"Pilih saja apa yang kau mau." ucap Aramis. "Untuk pelanggan baru kami punya diskon tigapuluh persen dengan daftar menjadi member café."
"Benarkah?" tanya gadis itu.
"Ya, dengan minimal order dua ratus ribu."
"Kalau begitu pilihkan menu yang seharga dua ratus ribu. Apa aku perlu memberikan kartu Identitas?"
"Kalau kau sudah memiliki KTP berikan padaku, atau kartu pelajar juga boleh."
"Kartu pelajar saja ya, ulang tahunku ke tujuh belas masih bulan depan jadi belum punya KTP."
Gadis itu memberikan kartu pelajarnya dan setelah itu Aramis hendak pergi.
"Kau tidak membutuhkan nomer handphone-ku?"
"Tidak ada paksaan kalau kau tidak ingin memberikannya." jawab Aramis.
"Ngomong-ngomong, apa benar kalian kembar? Kalian tidak seperti anak kembar."
"Dari mana kau tahu tentang café kami? Katakan saja yang jelas, kau ingin nomer handphone salah satu dari kami kan? Tapi hanya nomer handphone Oto yang bisa diberikan pada pelanggan baru."
"Aku masih tidak tahu siapa saja nama kalian. Aku hanya tahu Athos, Prothos, dan Aramis. Kalau yang tadi masuk ke dapur siapa dia? Apa aku boleh minta nomernya?"
Aramis menoleh ke arah dapur dan tahu kalau yang di maksud adalah Athos.
"Namaku Tasya, apa dia sudah punya pacar?"
Aramis berpikir sejenak. Dia paling suka mengerjai kembaraannya yang satu itu karena Athos adalah orang yang kaku terlebih pada seorang wanita.
"Sebenarnya ini melanggar peraturan, tapi berterimakasihlah padaku, siapa namamu tadi? Tasya?"
Tasya mengangguk.
"Namanya Athos panggil saja Ato. Dia belum punya pacar, dan belum pernah berpacaran." ucap Aramis. "Kau beruntung hari ini..."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!