NovelToon NovelToon

Menjadi Madu Sahabatku

Bab. 1. Saudara yang Tidak dianggap

Ting tong ting tong ting tong, suara alarm yang memekakkan telinga menggema diseluruh sudut kamar seorang gadis yang masih terlelap di bawah selimut. Gadis itu menyembulkan kepalanya dengan menggerakkan otot-ototnya yang terasa kaku.

Dia miring ke kanan dan ke kiri berusaha untuk mengumpulkan nyawa, perlahan namun pasti kedua mata indahnya mulai terbuka.

"Hoam, jam berapa ini?" Viola melirik ke arah jam yang menggantung didinding, dan terlihat sekarang masih pukul 4 pagi.

Kemudian Viola bangun dan membereskan tempat tidur yang sedikit berantakan, dia lalu beranjak keluar kamar sembari menghidupkan semua lampu yang ada dirumahnya.

Viola segera masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri, karna dia harus sampai dipasar pada pukul 5 pagi.

Setelah selesai membersihkan diri, Viola sibuk memasak menu sarapan. Dia mengambil seikat kangkung dan juga tempe yang akan menjadi menu andalannya pagi ini.

Setelah perang didapur selesai, Viola bergegas untuk pergi ke pasar. Dia mengambil jaket, dan juga topinya lalu beranjak keluar dari rumah itu.

Viola mengendarai motor pinjaman dari tempatnya bekerja sehari-hari, dia melajukan motor itu dengan sedikit pelan karna semilir angin yang terasa menerpa kulit tubuhnya.

Tidak berselang lama, Viola sudah sampai ditempat tujuan. Terdengar suara teriakan dari para penjual yang menjajakan barang dagangannya, membuat keadaan pasar sangat ramai dan berisik.

"buah duku buah duku buah duku, mari beli mari beli. Rasa dijamin manis, semanis aku mencintaimu!" teriak Viola saat melewati Ibu-Ibu penjual buah, dia berteriak dengan sangat nyaring membuat banyak orang tertawa karna mendengar teriakannya.

"Vio, mau buah dukunya 2 kilo. Kasi bonus ya!" ucap seorang pembeli yang baru sampai ditempat itu.

"siap sayang. jangankan 2 kilo, 5 kilo pun aku bungkus," ucap Viola sembari menyuruh Ibu penjual duku untuk menyiapkan pesanan dari pembeli itu.

"kalau 5 kilo, aku ngutang!" balas pembeli itu lagi sembari mengambil buah duku dan memakannya.

Viola hanya melambaikan tangannya dan berlalu pergi menuju tempat yang seharusnya. Setiap melewati berbagai macam barang dagangan, Viola pasti akan berteriak menjajakan dagangan yang dia lewati. Maka tidak heran jika hampir seisi pasar kenal dengan sosok gadis cerewet sepertinya.

Begitulah keseharian yang selalu dijalani oleh gadis muda bernama Viola Rinjani, berumur 23 tahun yang memiliki tubuh tinggi dan wajah manis membuat orang lain tidak bosan saat melihatnya.

Sifatnya yang ramah dan baik hati membuat orang-orang suka bergaul dengannya, walaupun terkadang dia akan menjadi pribadi yang cerewet jika berkaitan dengan barang dagangannya.

"Bik, maaf ya aku telat!" seru Viola saat baru sampai ditempat biasa dia bekerja.

"enggak apa-apa kok," jawab Bik Rima sembari menyusun sayuran-sayuran yang akan dia jual.

Viola segera membantu Bik Rima untuk menyusun segala barang jualan mereka, dia juga sudah berteriak-teriak menjajakan barang dagangan itu agar para pembeli singgah untuk membeli dagangannya.

"hey, Vio. Kasi cabainya sekilo," seru seorang wanita paruh baya dengan ketus, dia menarik kursi pendek yang ada di dekat Viola untuk dijadikan tempat duduk.

Viola hanya melirik ke arah wanita paruh baya itu, dia lalu menghembuskan napas kasar karna malas berurusan lagi dengannya.

Setelah menyiapkan pesanan wanita itu, Viola segera menyerahkannya serta menyebut harga yang harus wanita itu bayar.

"dasar perampok! mahal banget sih, harga cabainya," ketus wanita paruh baya yang bernama Pipin itu, dia membuka bungkusan cabai untuk melihat kualitasnya.

"harganya udah pasaran Bik, sama kok sama yang lain," jawab Viola, tingkah Bibinya itu memang selalu saja meresahkan.

"sama apa! jelas-jelas jualanmu ini sangat mahal," bantah Bik Pipin lagi dengan bibir yang sudah maju beberapa senti.

Viola merasa sangat kesal, ingin sekali dia menenggelamkan Bibinya itu ke rawa-rawa.

"kalau memang Bibi gk suka, lebih baik Bibi beli ditempat lain," seru Viola, dia mendudukkan pantatnya di samping kumpulan jahe.

"penjual macam apa kamu, yang mengusir pembeli. Dasar anak pembawa sial!"

"sudah cukup ya Bik! aku di sini sedang kerja, jadi jangan membuat keributan," ketus Viola, dia sudah tidak tahan melihat tingkah jahanam sang Bibi.

"percuma Kakakku menyekolahkanmu sampai SMA, toh kerjanya jadi kuli dipasar," cibir Bik Pipin, membuat emosi Viola semakin membara.

"udah Nak, gak usah diladeni. Bibimu itu memang sarap," bisik Bik Rima, pemilik dagangan yang dijual oleh Viola.

"Cih, lagaknya masukkan adiknya ke rumah sakit, menghabiskan uang saja!" tambah Bik Pipin lagi, entah dendam seperti apa yang menyebabkannya jadi manusia bermulut racun seperti itu.

"uang-uangku, kenapa anda yang repot!" sengit Viola sembari melayani pembeli lain yang membeli barang dagangannya.

"uangmu apa! kalau bukan karna peninggalan kakakku, udah pasti kau tinggal dijalanan sana," balas Bik Pipin sembari berdiri dan menghentakkan kakinya dengan kesal.

"mau apa lagi Buk?" Viola mengabaikan wanita itu dan memilih untuk melayani pelanggannya, sementara Bik Pipin masih saja menggerutu ditempatnya tanpa ada niat untuk pergi.

"loh, Buk Pipin!" seru seorang wanita dengan menenteng tas belanjaan yang berisi ikan asin, dia dan Bik Pipin saling cepika-cepiki melepas segala kerinduan.

"lengkap sudah penderitaan," Viola melirik ke arah Bibinya yang saling berbincang dengan teman seperjuangannya.

"lihat itu, keponakanmu!" seru wanita itu sembari menunjuk ke arah Viola untuk memulai genderang perang.

"cuwih, najis punya keponakan kayak dia. Kerjaannya cuma bikin susah!" ucap Bik Pipin.

Kedua wanita itu terus bergosip ria membuat beberapa orang memperhatikan mereka, tetapi mereka tidak peduli dan terus saja menghina serta menjelekkan Viola tanpa dibalas oleh Viola sedikitpun.

"seharusnya dulu Kakakku tidak menikah dengan Ayahnya yang melarat itu, bikin sial keluarga kami saja!"

Bagai percikan minyak yang menyambar api, membuat api kemarahan berkobar dengan begitu membara dihati Viola. Dia meremmas bayam sampai hancur karna sudah merasa panas mendengar ocehan dua racun itu.

"betul itu, apalagi anaknya yang penyakitan itu. Maunya cepat aja mati biar tidak menyusahkan orang-"

"cukup!" teriak Viola. Suaranya menggelegar di tengah keramaian pasar membuat semua orang memusatkan perhatian mereka padanya.

"sudah cukup! terima kasih atas segala kepedulian dan ocehan kalian padaku, aku sangat bersyukur karna dibalik kesusahanku ini masih ada saja orang-orang yang iri padaku," ucap Viola dengan maksud menyendir mereka.

"oh ya, dan satu lagi. Ibuku sangat bahagia bisa menikah dengan seorang lelaki yang sangat baik seperti Ayahku, bahkan sampai akhir hayatnya, Ibuku sangat-sangat mencintainya. Kalian juga tidak pernah dengarkan, kalau orangtuaku bertengkar?" ucap Viola sarkastik, membuat dua wanita racun itu terdiam.

"Oh ya Bik, umur manusia itu Tuhan yang tau. Kita sebagai manusia jangan sok hebat dan sok tau, silap-silap malah nyawa kita dulu yang diambil Tuhan ketimbang nyawa Adikku yang sedang sakit," tambah Viola yang berhasil menohok hati semua orang yang mendengarnya.

TBC.

Terima kasih buat yang udah baca 😘

Bab. 2. Wanita Pengantar Makanan

Setelah berhasil membungkam mulut dua wanita ular itu, Viola kembali duduk dan melayani para pembeli. Terlihat beberapa orang mulai bisik-bisik tetangga, tetapi Viola merasa tidak peduli dan terus melanjutkan pekerjaannya.

"emang gitu anak zaman sekarang, gak tau sopan santun!" ketus Bik Pipin sembari pergi meninggalkan Viola dengan menenteng belanjaannya, dia mengibaskan rambutnya yang berwarna coklat berpadu dengan warna putih alami.

Viola hanya berdecak kesal saat melihat wanita itu, wanita yang bagaikan duri dalam kehidupannya. Sejak kedua orangtuanya masih hidup, Bibinya itu tidak pernah bertingkah baik pada mereka.

Apalagi ketika orangtuanya sudah meninggal, wanita itu selalu saja menghina dan merendahkan Viola dan juga adiknya yang saat ini sedang dirawat dirumah sakit.

"Bik, aku pergi dulu ya," pamit Viola, dia harus pergi ke tempat pengantar makanan saat ini.

"iya Vio, kamu hati-hati ya. Jangan ngebut!" seru Bik Rima, dia memasukkan beberapa lembar uang ke dalam saku jaket Viola.

"terima kasih ya Bik," ucap Viola, dia kemudian pergi dari tempat itu menuju ke pekerjaan selanjutnya.

Matahari sudah mulai beranjak naik, Viola melirik ke arah jam yang melingkar dipergelangan tangannya untuk melihat pukul berapa saat ini.

"15 menit lagi," gumam Viola sambil terus menekan gas motornya.

Tidak berselang lama, Viola sudah sampai ditempat pengantar makanan. Dia segera mengganti pakaian dan bersiap untuk mengantarkan pesanan untuk orang-orang.

"Vio, nanti kamu antar makanan ini ke jalan goyang ya!" perintah bosnya, Viola hanya menganggukkan kepala untuk mengiyakan perintah sang bos.

Kemudian Viola memakai peralatan lengkap berkendara dan segera pergi untuk mengantar pesanan dari para pelanggan.

"permisi! pengantar makanan sudah tiba!" teriak Viola yang sudah sampai dirumah salah satu pembeli.

"permisi!" teriaknya lagi.

"siapa sih, pagi-pagi gini teriak-teriak!" ketus seorang wanita sembari membuka pintu rumahnya.

"selamat pagi Bu, saya mau mengantarkan pesanan anda," ucap Viola sembari memberikan makanan yang dia bawa pada wanita itu.

"lain kali jangan teriak-teriak dong Mbak, emangnya ini dihutan!" ketus wanita itu sambil menarik kuat pesanannya, kemudian dia kembali masuk ke dalam rumah dan menutup pintu dengan kasar.

"huh, apa-apaaan sih. Masih pagi lagi udah marah-marah," gumam Viola, dia kembali naik ke atas tunggangannya dan melaju ke tempat selanjutnya.

Setelah mengantar semua pesanan, Viola kembali ke tempatnya bekerja untuk mengantar pesanan yang selanjutnya. Namun, tiba-tiba seorang wanita cantik sedang berjalan menghampiri Viola yang sibuk memasang helm dikepalanya.

"Viola!" seru seorang wanita dari arah samping membuat Viola yang akan menghidupkan motornya menjadi tidak jadi, wanita berlari kecil untuk mendekati Viola.

"loh, Alea? kau ada di sini juga?" tanya Viola, dia kembali melepas segala atribut yang terpasang lengkap di tubuhnya, lalu turun dari atas motor menghadap ke arah wanita itu.

"iya, aku habis dari rumah teman. Kau belum selesai kerja?" tanya Alea kemudian, dia memperhatikan penampilan Viola yang sedang membawa tas besar.

"belum Al, aku kan kerjanya sampai sore," jawab Viola dengan cepat, dia meletakkan helmnya di atas tempat duduk motornya. Lalu mengusap kening saat keringat mengalir dikepalanya.

"Aku mau ajak kamu minum di kafe sana." tunjuk Alea, dia ingin menghabiskan waktu bersama temannya itu.

"emm, gimana ya?" Viola terlihat memikirkan apa yang Alea inginkan, dia sebenarnya sangat mau tapi pekerjaannya belum selesai.

"bisa ya, udah lama loh kita enggak ngobrol-ngobrol," rayu Alea, dia menggoyang-goyangkan tangan Viola agar temannya itu mau mengikutinya. Dia sudah sangat rindu ingin menghabiskan waktu bersama Viola.

"ya sudah deh, tapi jangan terlalu lama ya!" akhirnya Viola menuruti keinginan Alea, dia mengikuti langkah gadis itu untuk masuk ke dalam kafe yang ada disebrang jalan.

Sesampainya dikafe itu, mereka segera memesan minuman dan makanan ringan untuk menemani waktu mengobrol mereka.

"bagaimana kabarmu, Vio?" tanya Alea dengan lembut, dia sudah lama tidak bertemu dengan sahabatnya itu dikarenakan kesibukan masing-masing.

"masih waras Al, belum gila," jawab Viola yang keluar dari jalur kebenaran membuat Alea terkekeh pelan karna jawaban absurd dari temannya itu sedangkan Viola menyeruput minuman yang ada dihadapannya.

"kamu ini Al, selalu saja bisa bikin aku tertawa," seru Alea yang masih tergelak karna ucapan wanita itu.

"aku serius loh Al, dunia jaman sekarang becandanya gak main-main," desis Viola sembari meletakkan kedua tangannya untuk menyanggah dagu, mulutnya sibuk menggigiti sedotan yang ada digelas minumannya.

"yah, namanya juga hidup. Kadang senang, kadang susah. Ada yang di atas, dan ada yang dibawah,"

"enggak-enggak! itu enggak benar!" bantah Viola, dia mengibas-ngibaskan tangannya dihadapan Alea membuat wanita itu bingung.

"yang bener itu, ada yang di atas gak turun-turun, dan ada yang di bawah gak naik-naik. Ngesot-ngesot terakhirnya!" lanjut Viola sembari memperagakan apa yang dia ucapkan.

"Hahahaha." Tawa Alea pecah di tempat itu saat melihat apa yang dilakukan Viola, begitu juga dengan beberapa orang yang memperhatikan mereka terlihat menahan tawa saat melihat apa yang Viola lakukan.

"haduuuh, sampai sakit perutku," keluh Alea yang merasa perutnya sakit akibat terlalu banyak tertawa, sementara Viola merasa tidak ada yang lucu dan dengan santainya menyeruput jus dengan bongkahan es yang banyak.

"oh ya Vi, bagaimana keadaan Vedri?" tanya Alea setelah berhasil menghentikan tawanya, dia melihat ke arah Viola yang tampak sendu saat membahas masalah adiknya.

"yah gitulah Al, masih sama seperti biasa," jawab Viola, dia memakan camilan yang ada dihadapannya untuk mengalihkan kesedihan yang saat ini menusuk relung hatinya.

"sabar Vi, aku yakin kalau suatu saat nanti Vedri bisa sembuh dan bisa hidup bahagia bersamamu," ucapan tulus keluar dari mulut Alea, dia selalu mendo'akan Vedri agar bisa sembuh dari penyakit yang dia derita.

"aamiin," ucap Viola, dia juga sangat berharap agar penyakit yang dirasakan sang adik segera pergi dari tubuhnya.

"Oh iya, tunggu sebentar ya!" Alea keluar dari kafe itu menuju tempat di mana mobilnya berada, sementara Viola hanya menatap wanita itu dengan bingung.

Tidak berselang lama, Alea sudah kembali masuk dan duduk si samping Viola. Kemudian Alea memberikan amplop berwarna coklat pada wanita itu.

"apa ini Al?" tanya Viola sembari membolak-balikkan amplop itu, lalu dia menyodorkannya ke hadapan Alea dengan wajah penuh tanda tanya.

"buka saja!" seru Alea sembari menyeruput minuman dinginnya.

Viola segera membuka amplop yang diberi oleh Alea dengan perlahan-lahan, dia takut kalau isi dari amplop itu akan rusak.

Untuk beberapa saat, Viola terdiam ketika melihat isi dari amplop itu. "I-ini-" Viola melihat ke arah Alea dengan mata berkaca-kaca, dia sangat terharu dengan bantuan yang selalu diberi oleh temannya itu.

"aku cuma bisa kasi segitu Vi, semoga cukup untuk pengobatan Vedri," ucap Alea, dia juga ikut berkaca-kaca saat melihat kesedihan dimata Viola.

"semua ini sangat berarti untukku Al, terima kasih. Terima kasih banyak," lirih Viola, dia memeluk erat tubuh Alea dengan rasa syukur yang teramat dalam.

"jangan seperti itu Al, kita ini saudara. Anggap aku sebagai kakakmu," balas Alea, dia sangat menyayangi Viola seperti adiknya sendiri.

"terima kasih Al, kau adalah wanita yang sangat baik yang pernah ku kenal. Aku janji, jika aku bisa melakukan sesuatu untukmu, maka aku pasti akan melakukannya walaupun nyawaku yang menjadi taruhan!"

TBC.

Terima kasih buat yang udah baca 😘

Bab. 3. Kritis

Setelah mengobrol panjang lebar dengan sahabatnya, Viola bergegas untuk kembali bekerja. Dia memakai helm dan jaket, lalu naik ke atas kuda besinya dan melaju dijalan raya.

Tanpa Viola sadari, ponsel yang berada disaku jasnya terus bergetar. Namun, karna suara berisik dari kendaraan yang banyak melintas, dia tidak mendengar atau merasakan getaran ponselnya.

"Vio! kamu dari mana saja?" teriak Buk Mina, pemilik tempat pengantar makanan.

Viola yang masih berada di atas sepeda motor langsung loncat tanpa melepas helmnya terlebih dahulu, dia takut kalau bosnya akan marah.

"maaf Buk, aku tadi ketemu sama teman sebentar," ucap Viola dengan napas terputus-putus, dadanya naik turun karna deru napas yang terdengar saling berkejaran.

"bukan masalah itu! coba lihat ponsel kamu sekarang! tadi Ibuk dapat telpon dari rumah sakit,"

"apa?" teriak Viola saat mendengar kata rumah sakit membuat Buk Mina terjingkat kaget, sementara Viola langsung merogoh saku jaketnya untuk mengambil benda pipih itu.

"Dokter Rangga?" Viola melihat ada banyak panggilan tidak terjawab dari Dokter yang merawat sang adik, dia langsung menekan tombol hijau untuk menghubungi Dokter tersebut.

"maaf, pulsa anda tidak mencukupi-"

"sial! Buk, pinjam ponselnya sebentar!" ucap Viola sembari meminta ponsel Buk Mina untuk menelpon Dokter Rangga, Buk Mina yang sedang memperhatikan Viola langsung kalang kabut untuk mencari ponsel miliknya.

Setelah membongkar seluruh tempat, akhirnya ponsel Buk Mina ditemukan. Viola bergegas untuk menelpon Dokter Rangga dengan perasaan gelisah tidak menentu.

"ya Tuhan, aku harap semua baik-baik saja!" Viola sudah merasa sangat cemas saat menunggu Dokter Rangga mengangkat telponnya.

"halo,"

"Dokter, ini aku Viola. Apa yang terjadi Dok? semua baik-baik sajakan?" Viola langsung memberondong Dokter Rangga dengan berbagai pertanyaan membuat Dokter itu terdiam disebrang telpon.

"Dokter! anda sudah jadi bisukah?" tanya Viola saat tidak mendengar jawaban dari lelaki itu.

"Viola, aku sangat merindukanmu,"

"apa?" teriak Viola saat mendengar jawaban dari Dokter Rangga, dia melihat ke layar ponsel untuk memastikan bahwa nomor yang dia telpon ada nomor Dokter itu.

"Viola, datang ke rumah sakit ya. Aku tunggu," ucap Dokter Rangga itu lagi membuat Viola langsung menempelkan benda pipih itu ketelinganya.

"ada apa Dok? adikku baik-baik sajakan?" tanya Viola, dia merasa kalau telah terjadi sesuatu pada Vedri.

"Kan udah dibilang kalau aku kangen! udah, pokoknya kau ke sini sekarang!" Tut, Dokter Rangga langsung mematikan panggilan telpon itu membuat Viola mematung ditempatnya.

"Vio, apa semua baik-baik saja?" tanya Buk Mina sembari menyenggol lengan Viola membuat wanita itu tersadar dari lamunannya.

"Buk, aku mau ke rumah sakit sebentar ya!" pamit Viola yang langsung berlari ke arah motornya, dia segera menghidupkan motor itu dan berlalu dari sana tanpa mendengar teriakan dari Buk Mina.

"Vio, hati-hati!" teriak Buk Mina sembari mengejar Viola sampai ke pinggir jalan.

Viola melajukan motornya dengan kencang dan menyalip semua kendaraan yang melintas di depannya, dia terus menekan klakson motor itu agar yang lain menyingkir dari jalannya.

Tidak berselang lama, motor Viola sudah masuk keparkiran rumah sakit. Dia segera melepas helm yang sejak tadi membungkus kepalanya dan berlalu masuk untuk melihat keadaan sang adik.

Dokter Rangga yang sedang menunggu kedatangan Viola berdiri di dekat tangga darurat, dia sengaja menunggu Viola ditempat itu karna memang Viola sering melewati tangga darurat.

"Dokter!" seru Viola dengan napas terengah-engah akibat berlari dari parkiran, dia mendudukkan pantatnya ditangga untuk mengatur napas yang hampir habis.

"Minum dulu." Dokter Rangga menyerahkan sebotol minuman dingin untuk Viola yang langsung diterima oleh gadis itu dengan penuh suka cita.

Viola meminum minuman itu hingga tandas, dia lalu mengembalikan botol yang sudah kosong pada Dokter Rangga membuat Dokter muda itu terkekeh pelan di tempatnya.

"kau pasti tadi lagi kerja kan?" tebak Dokter Rangga, dia ikut mendudukkan tubuhnya di samping Viola.

"iyalah Dokter, kayak biasa," jawab Viola, dia melirik ke arah tangan Dokter Rangga yang sedang memegang selembar kertas.

"tapi, kenapa Dokter meminta saya untuk ke rumah sakit?" tanya Viola kembali, matanya sibuk memperhatikan wajah Dokter tampan itu yang berubah menjadi serius.

"Viola, aku ingin memberikan hasil pemeriksaan Vedri." Dokter Rangga menyerahkan selembar kertas yang sejak tadi dia pegang pada Viola yang langsung diterima oleh gadis itu.

Viola memperhatikan semua laporan medis sang adik walau sebenarnya dia tidak paham sama sekali. Namun, ada beberapa aspek yang sering dijelaskan oleh Dokter Rangga hingga membuatnya sedikit mengerti.

"jadi, kanker yang ada diotak kecil Vedri sudah menjalar keotak besarnya?" lirih Viola, matanya mulai basah dan menetes kekertas yang sedang dia pegang.

"Vio, kita harus segera membawa Vedri ke Singapura. Kita akan merawatnya di sana, dan setelah kanker itu stabil, kita akan segera melakukan operasi," ucap Dokter Rangga, dia melihat ke arah kertas yang bergetar karna terkena getaran tangan gadis itu.

"tapi kenapa Dok, kenapa tidak langsung dioperasi di sini saja?" tanya Viola, dia mendongakkan kepalanya untuk menatap lelaki itu.

"kita tidak bisa melakukannya Vio, kankernya sangat ganas. Dan jika kita melakukan operasi tanpa perawat yang tepat, itu sama saja dengan kita membunuh Vedri,"

Viola terlonjak kaget dengan mata melotot saat mendengar kata-kata terakhir Dokter itu, tubuhnya semakin bergetar dengan keringat dingin yang menjalar dipermukaan kulitnya.

"Aku mohon Dok, lakukan yang terbaik untuk adikku. Aku mohon." Viola menggenggam tangan Dokter Rangga dengan erat, dia bahkan ingin bersimpuh dikaki Dokter itu agar dia bisa menyembuhkan Vedri.

"kita harus segera membawanya," ucap Dokter itu, dia juga menggenggam tangan Viola yang terasa sangat dingin.

Kemudian mereka berdua berjalan keruangan Vedri, terlihat Vedri sedang tertidur di atas ranjang dengan berbagai selang yang menancap ditubuhnya.

Viola memegang dinding kaca seakan-akan sedang memegang sang adik, dia merasa sangat sedih dan kembali teringat dengan almarhum Ibunya yang juga memiliki penyakit yang sama dengan sang adik.

"Dek, kau harus bertahan. Kakak mohon jangan tinggalkan kakak sendiri!" Viola sudah tidak punya siapa pun lagi didunia itu kecuali Vedri.

"maaf Ibu Viola, pihak administrasi ingin agar Anda segera menghadap mereka," ucap seorang perawat yang baru sampai ditempat itu.

"kenapa?" tanya Dokter Rangga.

"maaf Dokter, saya tidak tau," jawab perawat tersebut.

Kemudian Viola pergi keruangan administrasi dengan langkah gontai karna memikirkan kondisi sang adik.

"ada apa ya Buk, kenapa saya dipanggil?" tanya Viola yang sudah sampai di depan kasir.

"maaf Ibu Viola, pihak rumah sakit sudah meminta Ibu untuk melunasi semua biaya perawatan adik anda," ucap pihak administrasi sembari menunjukkan tagihan rumah sakit yang harus dia bayar.

"saya akan mencicilnya Mbak," seru Viola, dia kemudian mengeluarkan uang yang diberi oleh Alea padanya.

"maaf Buk, pihak rumah sakit tidak bisa memberi toleransi lagi pada anda," ucap wanita itu, pihak rumah sakit sudah tidak bisa lagi berdiam diri.

"tapi Mbak, saya pasti akan melunasi semuanya jika saya sudah mendapat uang," seru Viola.

"maaf Buk, kami tidak bisa membantu Ibu. Jika hari ini Ibu tidak melunasinya, maka kami terpaksa mengeluarkan adik anda dari rumah sakit," tegas wanita itu membuat emosi Viola mulai naik.

"Mbak, saya pasti akan membayarnya. Tapi biarkan adik saya dirawat Mbak, apa kalian tidak punya rasa kasihan sama sekali?"

TBC.

Terima kasih buat yang udah baca 🥰

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!