NovelToon NovelToon

SI CUPU YANG TERTINDAS

Bab 1. INI TAK ADIL BAGIKU.

Pagi itu di sebuah rumah yang terbilang cukup mewah, seorang gadis muda berkacamata dengan rambut di kepang dua sudah bersiap-siap keluar dari dalam kamar. Nadia, itulah nama gadis belia itu. Walau penampilanya terlihat sedikit cupu, tapi gadis itu sangatlah cantik. Entah kenapa dia menyembunyikan wajah cantiknya di balik penampilanya yang jauh dari kata cantik.

Nadia terus melangkah hingga langkah kakinya harus terhenti setelah melewati ruang makan keluarga. Seseorang mamanggil namanya dari arah ruangan tersebut.

"Nadia, jangan pergi dulu sebelum kamu membereskan kamar adikmu. Adikmu agak sibuk soalnya ada pemotretan di studio pagi ini," teriak Yunita ibu dari Nadia.

Sebelum menjawab Nadia melangkah mendekat keruang makan yang saat itu sedang ada Rudy ayah Nadia, mawar adik Nadia dan Yunita Ibunya

"Maafkan Nadia bu, bukanya Nadia tidak mau tapi hari ini Nadia juga sibuk sekali. Banyak pesanan kue pelanggan yang harus Nadia buat. Para pelanggan kue Nadia sudah pada komplain karena waktu yang Nadia janjikan sudah melewati batas seharusnya," Nadia memegang punggung kursi kosong yang ada di depanya.

"Lihatlah bu, mana mungkin si cupu itu mau mendengarkan kata-kata ibu. Dia sudah berani membantah semua perintah ibu. Sejak dia berjualan kue di toko kecinya itu, dia sudah seperti ratu yang sudah tidak mau lagi mengerjakan pekerjaan di rumah," Mawar menambahkan lalu memasukkan sesuap nasi ke dalam mulutnya.

"Mawar jangan asal bicara!. Apa selama ini Kamu tidak sadar kalau Akulah yang selalu melakukan pekerjaan rumah bersama dengan Bibi Ona. Semua keinginanmu Aku turuti karena hormatku pada Ayah dan ibu. Tapi kenapa tidak sedikit pun kamu menghargai pengorbananku sebagai kakakmu," kini Nadia di penuhi dengan rasa amarah.

"Ibu!, Ayah!," ucap Mawar yang tidak terima dengan perkataan Nadia. Yunita yang mendengar keluhan Mawar segera berdiri.

"Nadia, sekarang kamu benar-benar sudah melawan perkataan ibu. Ingat Nadia, jika kamu keluar dari rumah sebelum kamu membersihkan kamar adikmu maka kamu tidak usah kembali lagi kerumah ini, paham!," bentak Yulita.

"Kenapa ibu tegah sekali pada.Nadia, seolah-olah menomor satukan Mawar dan menganggap Nadia hanya seorang pembantu di rumah ini. Kenapa ibu tidak pernah adil padaku.?," Nadia kini bercucuran air mata.

Rudy yang sedari hanya terdiam sambil menikmati makanan diatas meja ikut angkat bicara.

"Nadia diamlah. Kamu benar-benar sudah tidak mau mendengar kata orang tua. Cepat bersihkan kamar Mawar atau Ayah benar-benar marah padamu dan mengusirmu dari sini!," Rudy berdiri dan menunjuk kearah Nadia. Tubuh pria parubaya itu bergetar menahan amarah.

Mau tidak mau Nadia terpaksa mengikuti perintah ketiga orang itu. Dengan langkah gontai dan air mata yang tidak berhenti menetes, Nadia menuju ke kamar Mawar.

Sepeninggalan Nadia, Mawar tersenyum. Dia begitu bahagia melihat apa yang baru saja di alami oleh Nadia.

"Nona yang sabar ya!," Bi Ona yang mengikuti langkah Nadia dari arah belakang menuju kamar Mawar.

"Bi, mengapa mereka sekejam ini padaku?, mengapa mereka lebih mengutamakan mawar di bandingkan Aku?. Nadia ini juga kan anak mereka, darah daging mereka, tapi kenapa mereka selalu menomorduakan Nadia. Bi kenapa?," Nadia memeluk erat tubuh Bi Ona.

"Tabahkan hatimu Nona, semua pasti ada hikmanya. Yakinlah, suatu saat mereka pasti akan menyadari kesalahan mereka dan menerima Nona sebagai bagian dari keluarga ini," Bi Ona membelai lembut kepala Nadia.

"Hanya Bibi satu-satunya seorang yang bisa menerimaku apa adanya. Bila Nadia harus memilih. Nadia lebih baik punya ikatan darah dengan Bibi di bandingkan mereka itu. Bibi masih bisa menghargaiku layaknya anak kandung walau kita tidak sedarah. Terima kasih banyak Bi, Nadia sayang bibi," Nadia mempererat pelukanya pada Bi Ona.

"Sama-sama, Bibi juga sangat menyayangi Nona Nadia. Tapi Nona Nadia tidak boleh berkata seperti itu, bagaimana pun bencinya Nona Nadia pada Tuan dan Nyonya mereka itu adalah orang tua Nona Nadia yang harus Nona Nadia hormati dan juga sayangi. Sudah nangisnya nanti cantiknya hilang loh. yuch mari Bibi bantu bersihin kamar Nona mawar sebelum Nona Nadia berangkat ke toko kue," Bi Ona menghapus air mata yang menetes di pipi Nadia.

Nadia hanya mengangguk dan mengikuti langkah Bi Ona masuk kedalam kamar milik Mawar.

Setelah selesai membersihkan kamar Mawar, Nadia keluar dari dalam sana. Wajahnya masih di rundung kesedihan. kata-kata Ayah, Ibunya dan juga Mawar masih sangat membekas dalam hatinya.

Dia benar-benar tidak mengerti dengan sifat kedua orang tuanya yang selalu pilih kasih terhadapnya.

"Ya Tuhan, apa karena penampilanku seperti ini sehingga mereka tidak menyukaiku. Aku mengerti, bila di bandingkan dengan penampilan Mawar, kami bagai lagit dan bumi. Tapi apa tidak ada sedikit pun rasa kasih sayang mereka untukku,"

Kira-kira begitulah luapan hati Nadia yang terus berjalan menuju kearah toko kue miliknya yang tidak begitu jauh jaraknya dari rumah.

Setibanya di depan toko kue miliknya, Nadia membuka pintu toko tersebut dan tak lupa menutupnya kembali. Rita yang selama ini menjadi karyawanya segera mendekat setelah melihat kedatangan Nadia.

"Selamat siang Nona Nadia," sapa Rita.

Sebelum menjawab Nadia melihat jam kecil yang ada di pergelangan tanganya.

"Astaga ternyata sudah siang, Maaf Rit, Aku terlambat lagi soalnya sebelum kesini Nadia harus beres-beres rumah dulu," balas Nadia sedikit tidak enak hati.

"Kalau begini terus semua pelanggan kita pasti akan kabur Nona. Tadi saja ibu Sarah dan ibu Melinda membatalkan pesanan mereka karena kita terlambat beberapa jam untuk mengantar pesanan kue mereka,"

"Iya Rita, semua ini salahku, sekali lagi maafkan Aku. Ayo kita kemas pesanan kue pelanggan yang lain agar mereka tidak komplain lagi pada toko ini,"

"Baik Nona," balas Rita sambil mengikuti Nadia masuk kedalam sebuah Ruangan.

Nadia dan Rita segera mengemas semua pesanan kue pelanggan dan menyuru seorang kurir untuk mengantar pemesan para pelanggan.

"Capek juga," ujar Rita sembari membunyikan jari-jarinya.

"Iya, Soal sudah beberapa hari ini kita hanya membuat kue tapi belum mengemasnya. Saat menumpuk seperti itu barulah kita kewalahan. Ini bukan salahmu tapi salahku,"

"Sudalah Nona semua sudah terjadi. Yang harus kita lakukan sekarang yaitu kembali fokus seperti dulu agar para pelanggan kita bertambah dan tidak kabur lagi seperti ibu Sara dan ibu Melinda,"

"Betul katamu. Baiklah, mulai sekarang Aku akan fokus seperti dulu dan tidak akan membiarkan para pelangganku kecewa, semangat!,".

Nadia menyodorkan jari-jarinya kearah Rita dan disambut Rita dengan melakukan hal yang sama.

Keduanya pun tertawa dan menghabiskan waktu mereka bersama hingga tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul tujuh belas sore.

"Nona Saya pulang dulu ya, soalnya langganan ojek Saya sudah sedari tadi menungguiku di luar," Rita mengambil tas kecilnya yang sejak tadi dia letakkan diatas meja.

"Iya hati-hati. Ini ada sedikit rezeky untukmu, gunakanlah untuk kebutuhan sehari-harimu," Nadia menyodorkan sebuah amplop putih kepada Rita.

"Tapi Nona, inikan belum saatnya gajian. Kenapa Nona Nadia begitu cepat memberikan gaji bulanan padaku?," Rita sedikit heran dan tidak berani untuk mengambil amplop tersebut.

"Ini bukan gaji Rita, tapi tanda terima kasihku padamu karena selamai ini kamu terus membantu Aku dan menyelesailan semua pekerjaan di toko ini yang seharusnya menjadi tugasku," Nadia membuka telapak tangan Rita dan meletakkan amplop putih tersebut di atasnya.

"Terima kasih banyak Nona. Tapi Saya tidak bisa menerimanya soalnya belakangan ini toko kue kita sedikit mengalami kerugian. Rita iklas kok membantu Nona Nadia," Rita mengembalikan amplop tersebut ke pada Nadia.

"Ambillah Aku iklas, sekarang pulanglah. Suami setiamu sudah menunggumu di luar," Nadia membalik tubuh Rita menghadap kearah pintu keluar.

"Apaan sih!, Itu langganan ojek Saya Nona," protes Rita dan melangkah menuju pintu keluar.

Sepeninggalan Rita, Nadia membersihkan semua peralatan yang sempat mereka gunakan tadi dan meletakkanya di tempatnya semua.

Setelah dirasa cukup, Nadia melangkah menuju kearah sofa dan mendudukkan tubuhnya disana. Rasa penat karena seharian bekerja membuat matanya mengantuk dan terbawa kealam mimpi.

BAB 2. AKU TIDAK BOLEH CENGENG.

BAB 2.

Pelan-pelan sekali Nadia menidurkan tubuhnya di Sofa, hingga tidak terasa dia terbawa kealam alam mimpi.

Hampir dua jam Nadia tertidur disana hingga dia harus terbangun karena dia merasa lapar.

"Kenapa sampai ketiduran disini. Ini sudah pukul berapa?," Nadia kembali melihat jam kecil yang ada di pergelangan tanganya.

Seketika itu juga matanya melotot setelah melihat jam kecil tersebut.

"Astaga ini sudah jam tujuh malam. Kenapa Aku selalai ini, jika Aku pulang, ibu pasti memarahiku habis-habisan. Baiknya Aku tinggal saja disini, dari pada harus mendapat caci maki dari beliau. Besok siang saja baru Aku pulang," ucap Nadia bangun dari atas sofa dan melangkah menuju kamar mandi.

Ada sekitar lima belas menit Nadia di dalam bilik kecil itu hingga dia keluar berbalut handuk lalu menuju kesebuah kamar yang biasa dia gunakan untuk beristirahat.

Belum juga dia menutup mata, sebuah pesan notifikanya berbunyi. Nadia menyalakan handphonenya dan mendapati sebuah pesanan kue dari ibu Melati salah satu langganan kuenya selama ini.

Nadia kemudian membalas lalu mengirimnya. Nadia meletakkan handphonenya begitu saja diatas pembaringan.

Matanya memandang keatas plapon dan kembali bayangan Ibu, mawar Ayahnya menari-nari diatas sana.

"Apa mereka benar-benar tidak ada rasa peduli padaku! Apa Aku ini memang tidak ada artinya di keluarga itu. Kenapa tak satu pun diantara mereka ada yang menghubungiku dan Menanyakan kabarku. Di mana Aku sekarang?, Setidaknya menanyakan apa Aku sudah makan apa belum?," air mata Nadia kembali menetes. Keluarga yang selama ini dia miliki benar-benar tidak ada yang peduli dengan dirinya, dia bak orang asing di keluarga itu.

Terkadang Nadia bertanya dalam hatinya, apa dia benar anak dari Rudy dan Yunita?. Kalau iya, kenapa perhatian mereka benar-benar beda dari perhatian Rudy dan Yunita pada mawar.

Sedapat mungkin Nadia mencoba untuk menghilangkan pertanyaan itu dari pikiranya tapi tetap saja pertanyaan yang sama terus muncul dari dalam pikiranya.

Lama Nadia menatap keatas plapon hingga dia tak sanggup menahan air matanya.

"Aku tidak boleh cengeng seperti ini, Aku harus kuat,".

Nadia bangun lalu menuju kearah sebuah lemari kecil dan membukanya. Ada beberapa lembar pakaian yang sengaja dia simpan sebagai pakaian ganti saat dia berada di toko itu.

Setelah berpakaian, Nadia Menuju ke dapur dan merebus beberapa mie instant dan tak lupa mengocok telur dan memasukkan dalam rebusan mie instan tadi.

Setalah dirasa sudah masak, Nadia mematikan kompor dan menuang mie instant yang sudah masak kesebuah mangkok kecil.

Nadia membawa mangkok yang berisi mie instan itu ke sebuah meja kecil yang ada di ruangan dapur.

Ada beberapa menit Nadia menikmati makan mie instant itu, hingga dia kembali berdiri dan menuju ke westafel untuk membersikah semua piring dan wajan yang telah dia gunakan.

Setelah semua sudah bersih, Nadia melangkah menuju ke kamar dan membaringkan tubuhnya diatas pembaringan.

Tidak terasa matanya kembali terpejam dan terbawa kealam mimpi.

Kicauan burung-burung pagi dan kokok ayam jantan menandakan pagi sudah tiba. Mata hari pagi yang muncul di ufuk timur menyapu semua embun yang menempel di daunan.

Nadia pelan-pelan membuka kedua kelopak matanya dan merenggangkan otot-ototnya. Sebelum bangun dari tempat tidur Nadia mengambil hendphonenya diatas kasur untuk memeriksa jangan sampai ada telepon atau setidaknya pesan singkat dari keluarganya.

Lagi dan lagi kekecewaan harus dia terima.

"Baiklah, mulai sekarang, Aku harus kuat. Sampai kapanpun mereka tidak akan pernah peduli padaku. Dan Aku tidak akan membuang air mataku lagi untuk mendapat belas kasihan dari mereka," Nadia meletakkan hanphonya kembali diatas kasur dan melangkah menuju ke kamar mandi.

Setelah melakukan ritual mandinya, Nadi bergegas menuju dapur untuk membuat pesanan kue ibu melati semalam. Wajah sudah tidak semuram kemari. Nadia sudah menetapkan hatinya untuk tidak mau bersedih lagi karena tidak dianggap.

"Ini hari baru bagiku, hari bahagia bagi seorang gadis cupu sepertiku. Ah...bukan cupu, tapi unik itu beda bukan ha ..ha .ha," Nadia tertawa senang sambari mengaduk adonan dalam loyang.

Sejak kecil Nadia membantu Bi Oda di dapur. Mulai dari memasak makanan sehari-hari sampai membuat berbagai jenis kue, baik kue kering maupun kue basah.

Inilah yang menjadi modal besar untuknya untuk bisa bertahan hidup dan membiayai karyawanya.

Tidak lama kemudian terdengar pintu terbuka. Rita membuka pintu toko dengan kunci yang selama ini dia bawa.

Alangkah terkejutnya Rita saat mencium aroma kue dari arah dapur.

"Siapa yang membuat kue sepagi ini?, Apa Nona Nadia yang melakukanya?. tetapi kok pintunya terkunci atau semalam Nona Nadia bermalam karena tidak mau terlambat seperti kemarin?," pertanyaan demi pertanyaan muncul di benak Rita sebelum melangkah masuk.

Tidak lama kemudian Rita pun melangkah menuju dapur dan mendapati Nadia sedang memasukkan kue buatanya kedalam oven.

"Apa Nona Nadia semalam menginap di sini ya?," tanya Rita sambil meletakkan tas dan kunci toko diatas meja.

"Kamu sudah datang Rit!. Iya semalam Aku menginap disini karena takut terlambat seperti kemarin-kemarin," balas Nadia sambil menutup oven kue.

"Terus kue-kue itu pesanan dari siapa?," tanya Rita lagi.

"Pesanan ibu Melati, semalam beliau mengirim pesan singkat padaku. Untuk di bikinkan kue dan harus diantar siang hari ini juga," balas Nadia.

"Oh seperti itu!, baiklah, Apa ada yang bisa Saya bantu?,"

"Tolong kamu buatlah adonan yang sama yang Aku buat tadi. Takaranya seperti sebelum-sebelumnya. Tidak kurang dan tidak lebih," balas Nadia mengeluarkan tepung terigu dan beberapa bahan kue dari dalam lemari.

"Beres Nona, biar shef Rita yang membuatnya," Rita sembari tertawa diikuti oleh Nadia.

Hampir tiga jam mereka berdua bergelut dengan adonan-adonan yang ada di dapur hingga akhirnya keduanya pun mengumpulkan beberapa loyang, piring dan alat mengaduk kue yang sempat mereka gunakan.

"Baiknya Nona Nadia yang mengemas kuenya, biar Saya yang membersihkan semua ini," ucap Rita sambil membawa loyang, piring dan alat pembuat kue menuju kearah westafel.

"Tidak apa-apa nich!, Kamu nyuci sendiri semua itu?,"

"Nona kayak tidak tahu Saya saja. Apa Nona Nadia lupa kalau sebelum Saya bekerja di sini, Saya dulunya bekerja sebagai pencuci mobil dan sepeda motor,".

"Iya juga sih!, kalau begitu terima kasih ya Rit. Kamu memang karyawan teladan. Entah apa jadinya usahaku ini tanpa dirimu," Nadia mulai memasukkan beberapa kue kedalam topleks.

"Sama-sama Nona, Nona Nadia juga begitu baik pada Saya dan wajarlah kiranya bila Saya membantu Nona. Lagian gaji Saya disini cupuk tinggi jadi Saya tidak mau Nona menganggapku makan gaji buta," balas Rita mulai membersihkan perabotan tadi.

"Hii ...kamu ini. Aku tu memberi gaji sesuai dengan kerja kerasmu. Kalau untung kita banyak ya pendapatan kamu juga banyak,".

"Saya tahu Nona makanya Saya sangat betah bekarja dengan Anda,"

Nadia sudah tak menjawab lagi, dia hanya tersenyum mendengar penuturan iklas dari Rita sembari menutup topleks yang isinya sudah di penuhi oleh kue buatan mereka.

"Rit, Aku pergi dulu mengantar kue ini, mungkin sore baru Aku balik kemari karena Aku ingin membeli bahan-bahan kue yang mulai menipis," Nadia yang saat itu menenteng kantong plastik berisi beberapa topleks.

"Baiklah Nona, hati-hati di jalan. Urusan di toko biar Saya yang urus. Bila ada pesanan kue tolong kabari biar Saya membuat segera agar pelanggan tidak menunggu lama," balas Rita.

"Oke," Nadia membulatkan jarinya membentuk hurup 0 dan bergegas meninggalkan Rita disana.

Bab 3. DAVE YANG MENAKUTKAN.

Setelah tiba diluar, Nadia segera masuk kedalam taxi yang sengaja dia pesan lewat media on line.

Tidak bebarapa lama kemudian kini taxi yang di tumpangi Nadia melaju meninggalkan toko kue dan menuju ke rumah ibu Melati, sang pemesan kue semalam.

Ada sekitar 10 menit Nadia berada dalam taxi hingga sang supir berhenti di sebuah rumah yang cukup mewah dengan halaman di tumbuhi beberapa tanaman bunga.

Setelah membayar ongkos taxinya, Nadia berjalan menuju ke arah pintu pagar, mengetuknya dan tidak lupa mengucap salam karena saat itu pintu pagar sedang terkunci.

"Assalamu alaikum, selamat siang bu Melati, Saya membawa pesanan kue Anda," Nadia sedikit mengeraskan suaranya.

Tidak lama kemudian pintu rumah itu pun terbuka. Tampak seorang perempuan parubaya berkaca mata seperti dirinya keluar dari dalam sana dan melangkah mendekati Nadia.

"Eee ..Nak Nadia, Ayo masuk," ajak perempuan parubaya itu sambil membuka pintu pagar yang terbuat dari besi di cat warna hitam.

"Terima kasih bu," balas Nadia mengikuti langkah ibu Melati masuk kedalam rumah.

Keduanya pun masuk dan menuju ruang tamu.

"Silahkan duduk Nak Nadia," ibu Melati menjulurkan tanganya kearah Sofa

"Terima kasih," balas Nadia lagi lalu mendudukkan tubuhnya di atas kursi empuk itu.

"Bi tolong buatkan segelas minuman untuk Nak Nadia," ibu Melati sedikit berteriak kearah dapur.

"Baik Nyonya," balas seseorang dari arah dapur.

"Bu, ini pesanan kue Anda. Silahkan di lihat dan dicicipi dulu. Jika ada yang kurang berkenang dengan bentuk dan rasanya, Nadia akan membuat balik untuk Anda," Nadia sedikit mendorong toples ke hadapan ibu Melati.

"Ah kamu ini!, ibu sudah beberapa kali memesan kue padamu dan ibu selalu merasa puas dengan hasil buatanmu jadi ibu pasti suka dan tak mungkin mengembalikanya,".

"Terima kasih atas kepercayaan ibu pada toko kami," balas Nadia sembari tersenyum manis.

"Ini bayaranya, hitung dulu siapa tahu kurang" Ibu Melati memberi beberapa uang merah pada Nadia.

Nadia menghitung beberapa kali uang yang ada di tanganya hingga dia menyodorkan kembali dua uang kertas pada Ibu Melati.

"Uang ibu lebih,".

"Itu sebagai bonus untuk Nak Nadia karena sudah tepat waktu membuat kue kesukaan ibu dan keluarga,"

"Sekali lagi terima kasih banyak bu. Nadia benar-benar merasa tidak enak. Sudah di buatkan minuman di kasih bonus pula,". kembali sekali lagi Melati tersenyum.

"Sama-sama Nak?," balas ibu Melati.

Setelah berbasa-basi dengan Ibu Melati dan minuman dalam gelasnya sudah habis, Nadia kemudian mohon pamit dan melangkah keluar diantar oleh Melati.

Kembali Nadia menaiki kendaraan tapi kali ini dia naik ojek menuju kearah rumahnya.

Setelah tiba di depan Rumah, Nadia langsung masuk. Tampak mobil mewah Rudy sudah terparkir di dalam garasi.

Nadia sedikit heran dibuatnya karena tidak biasanya mobil mewah itu sesiang ini sudah ada di dalam garasi tersebut.

Nadia terus melangkah masuk kedalam melalui pintu dapur bukanya pintu utama karena takut di lihat Ibu atau Ayahnya. Bukanya apa, pasti kedua orang tuanya sangat marah besar bila melihatnya apa lagi semalam dia tidak pulang ke rumah.

Ya untuk mencari aman dia harus menghindari kedua orang.

Belum juga melangkah lebih dalam Nadia harus terhenti setelah mendengar percakapan Ayah dan Ibunya di ruang tamu dan bersembunyi di dinding tembok rumah itu.

"Perusahaan kita mengalami kerugian besar. Semua bahan baku yang kita pinjam dari perusahaan Tuan Dave tenggelam di tengah laut. Kita memiliki hutang sekitar 5 M. Dari mana kita bisa mendapatkan uang sebanyak itu untuk menggantinya," Rudy menjatuhkan tubuhnya begitu saja diatas sofa sembari menunduk dan menyanggah kepalanya menggunakan kedua buah tanganya.

"Apa?, hutang 5 M, dari Tuan Dave?. Astaga kenapa Mas meminjam bahan baku dari Tuan dingin dan di takuti oleh semua perusahaan di negara ini. Kenapa Mas tidak berpikir panjang terlebih dulu sebelum Mas berurusan dengan manusia menakutkan itu," Yunita bangkit dari tempat duduknya dengan suara yang lumayang nyaring.

"Mas tidak punya pilihan lagi, hanya perusahaan Tuan Dave lah yang mau memberi pinjaman pada kita," suara Rudy mulai parau.

"Jadi perusahaan Ayah sebentar lagi bangkrut!, pokoknya Mawar tidak mau. Apa kata teman-teman Mawar nanti jika mendengar kalau kita akan melarat, seorang model terkenal tiba-tiba jatuh miskin?. pokoknya Mawar tidak mau!," mawar yang sedari tadi hanya memainkan handphonenya seketika mengangkat bicara.

"Astafirullah, perusahan Ayah akan bangkrut?, Dan memiliki hutang yang begitu besar dari penguasa kota ini," Nadia seketika menutup mulutnya dengan mata melotot.

Tidak lama kemudian dari arah pintu, tampak tiga orang bodyguar berjas hitam-hitam masuk kedalam tanpa mengetuk pintu terlebih dulu.

Rudy dan Yunita segera berdiri karena mereka berdua tahu kalau itu pasti suruhan dari Tuan Dave.

"Tuan Dave, menitip ini pada kalian berdua. Nanti malam anak kalian itu harus menemui Beliau di cafe Alexander," ucap seorang bodyguard melempar sebuah amplop putih pada Rudy lalu menunjuk kearah Mawar.

"Kenapa harus Aku, Ayahku yang berutang kenapa Aku yang harus menenui Tuanmu," protes mawar.

"Mawar......, Bersikap sopanlah pada ajudan Tuan Dave," Rudy sedikit mengeraskan suaranya dan mengambil Amplop yang ada duatas lantai. Rudi kemudian membuka amplop itu dan membaca isinya.

"Apa?, Tuan Dave ingin menikahi anak kami sebagai jaminan!, dan selama hutang kami belum lunas kami tidak di izin bertemu denganya?," mata Rudy seketika melotot melihat surat perjanjian itu.

"Hah...pokoknya Mawar tidak mau!. Siapa sih yang mau menikah dengan Tuan Dave, orang yang paling menakutkan yang ada di kota ini. Pokonya Mawar tidak mau titik,". Mawar berdiri dari tempat duduknya dan berlari menuju kearah kamar.

"Terserah Anda. kalau Anda tidak mau segera lunasi hutang Anda. Kalau tidak kalian akan tahu sendiri akibatnya," ketiga bodyguard itu berbalik dan melangkah keluar.

Sepeninggalan ke tiga bodyguard itu Rudy dan Yunita menjatuhkan tubuh mereka diatas sofa. Dunia mereka terasa hampa dan hancur. Mereka harus merelahkan anak kesayangan mereka kepada Tuan Dave yang dikenal sangat berbahaya, lebih dari sosok moster yang menakutkan.

BERI DUKUNGAN DENGAN CARA COMENT, LIKE ,SHERE DAN VOTE.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!