Geisha terbangun dengan kepala masih pusing. Gadis itu limbung seketika ketika berusaha bangkit dari kasurnya yang mendadak empuk.
"Yang mulia, anda sudah sadar?!" sebuah suara mengagetkan gadis itu.
'Si-apa yang mulia?' tanyanya dalam hati.
"Yang mulia!" Panggil suara itu penuh kecemasan.
Geisha mengerjapkan matanya. Yang ia ingat, ia pulang dengan perasaan kesal karena mendapati kekasihnya selingkuh dengan saudara sepupunya nya sendiri.
Perlahan gadis itu mengedarkan pandangannya. Ia benar-benar bingung di mana ia berada.
'Tempat apa ini?' tanyanya dalam hati.
Ruangan dengan dekorasi mewah dengan tempat tidur berkelambu hijau. Bantal-bantal berisi bulu angsa yang empuk.
Geisha melihat wanita yang sedang bersimpuh. Balutan pakaian ala pelayan istana bangsa Eropa jaman dulu.
Geisha buru-buru berdiri. Hingga membuat pelayannya terpekik kaget. Geisha menatap cermin besar di depannya.
Seraut wajah cantik dengan kulit bersih tanpa cela. Alis melengkung indah dan tebal, mata lebar berwarna amber, dihiasi bulu mata lentik dan tebal. Hidung kecil tapi mancung. Dagu dan pipi tirus.
'Ini aku?' tanya Geisha bingung.
Kembali menelisik tubuhnya yang kurus. Ia mengangkat buah dadanya yang kecil dan sedikit lepes.
"Aish ... mana puas lelaki jika dadaku seperti ini!" Gerutunya pelan.
"Kurus sekali!" sungutnya.
"Yang mulia Raisya Deborah, apa yang mulia tidak apa-apa?" tanya gadis yang memperhatikan junjungannya bersikap aneh.
"Raisa Deborah?" tanyanya bingung. Nama belakangnya sama dengannya.
"Apa yang terjadi? Apa nyawaku nyasar ke tubuh wanita kurus ini?" tanyanya bermonolog dalam hati.
"Yang Mulia!" kali ini pelayan meninggalkan suaranya.
"Berisik sekali kau, keluar!' bentak Geisha mengusir pelayan.
Semua terkejut mendengar bentakan ratu mereka. Untuk pertama kalinya, sang ratu bersikap kasar. Geisha merasa tidak ada yang bergerak, memutar badannya lalu berkacak pinggang.
"Apa kalian tidak dengar apa kataku?" tanyanya dengan sorot mata tajam.
"A-ampun Yang Mulia!" sahut semua, lalu perlahan mundur dan meninggalkan ruangan mewah itu.
Geisha kembali menatap cermin besar dan berdecak kesal melihat tubuhnya sendiri.
"Lapar," keluhnya.
Ia malas berpikir dengan apa yang terjadi pada dirinya. Melihat ruangan hanya ada satu teko dari perak berikut dengan cangkirnya.
"Apa tidak ada makanan di sini?" lagi-lagi ia bertanya.
Geisha menghela napas panjang. Sekelebat ingatan masuk dalam dirinya. Gadis itu melihat masa lalu dari pemilik tubuh.
Raisya Deborah, tujuh belas tahun adalah seorang anak bangsawan bergelar Duchess. Lahir dari pasangan Duke Albert dan Duchess Helena. Pernikahan untuk sebuah kedudukan seorang raja dan jatuh pada Raisa yang lugu.
Gadis itu menikah dengan pesta begitu sederhana, sang raja yang tidak mencintainya dan hanya menginginkan seorang istri untuk melanggengkan dirinya naik tahta.
Geisha mendapat perlakuan buruk di istana bahkan dari semua staf hingga pelayan istana. Raisa sangat rendah hati dan terkesan bodoh karena terlalu lugu.
"Yang Mulia harus menjaga tubuh agar dapat menarik perhatian semua orang," ujar salah satu pelayan.
"Yang Mulia harus menundukkan kepala jika berada dekat dengan Yang Mulia Raja,"
"Yang Mulia harus bersikap tertutup agar tak semua orang tau rahasia kerajaan ini!"
Raisa yang lugu menurut, seorang istri yang tak pernah disentuh oleh suaminya. Karena Raja lebih suka berperang menaklukan banyak wilayah.
Raja yang ternyata memiliki seorang selir kesayangan yang begitu cantik dan molek. Pria bermahkota itu lebih sering menghabiskan waktunya di kamar sang selir dari pada bersama istri sahnya.
"Malang sekali kau!" ujar Geisha pada sosok tubuh yang ia tempati ini.
"Tidak punya keahlian apapun. Pantas kau dibodohi semua orang!" gerutunya.
"Ah ... sudah lah, lebih baik aku cari makan. Jika mereka melarangku akan kuhajar mereka!" monolognya.
Raisa atau Geisha memakai gaun warna biru laut dengan potongan dada sabrina. Sebenarnya tubuhnya bagus jika tak kurus seperti ini. Kulitnya juga putih mulus dan harum vanila.
Ia membuka pintu kamar. Tak ada pengawalan atau pelayan di depan kamarnya, seperti yang ia tau di novel-novel kerajaan yang pernah ia baca.
"Uh ... ternyata kau hanya seorang ratu boneka!" keluhnya.
Ia berjalan menuju dapur. Seingat pemilik tubuhnya dapur ada di area belakang. Para pengawal dan staf yang berjalan hilir mudik terkejut melihat keberadaan ratu mereka yang berjalan menuju dapur.
"Yang Mulia, anda mau kemana?" tanya salah seorang staf.
"Dapur!" jawab Geisha singkat.
"Yang Mulia, saya harap anda kembali, ini belum waktunya makan siang anda harus tau waktu!"
Geisha berhenti dan menghadap pria yang sepertinya seorang yang memiliki kedudukan di istana. Pria itu terkejut melihat sang ratu yang menatapnya tajam.
Mata amber Raisa sangat mengerikan jika memandang seseorang. Netra milik gadis itu laksana serigala yang ganas.
"Apa pangkatmu hingga melarang seorang ratu?" desisnya.
Pria itu menelan saliva kasar. Belum pernah ia mendapat perlawanan kuat dari ratunya. Biasa wanita yang ia panggil ratu itu akan menurut semua apa yang dikatakannya.
"Yang Mulia," cicitnya.
"Mulai sekarang dan seterusnya. Jangan pernah meninggikan suaramu di depanku. Mengerti?" ujar Raisa sangat tajam dan penuh intimidasi.
"Ba-baik Yang Mulia," sahut pria itu dengan muka tertunduk.
Raisa atau Geisha kembali melangkahkan kakinya menuju dapur. Di sana para pelayan sebagian sibuk dan sebagian lagi tertawa-tawa menggosipi ratunya.
"Aku sedikit kaget ketika mendengar wanita itu berteriak mengusir?!" ujar salah satu pelayan.
"Iya, selama ini dia tidak pernah berkelakuan aneh seperti tadi. Bahkan ia akan menurut apapun yang kita katakan!" sahut lainnya sambil mengunyah apel.
Bahkan salah satu di antaranya menaikan kaki di meja seakan dia pemilik tempat ini.
"Pantas Yang Mulia Raja lebih memilih selirnya yang cantik dan molek daripada Ratu yang kurus," ujarnya mengejek.
"Ya, aku suka dengan Selir Sonya. Walau ia selir dan keberadaannya tak diakui oleh istana. Bahkan wanita malang itu ditempatkan jauh di belakang istana. Tapi, aku dengar dari para pelayan yang sering ditugaskan Raja mengurusnya, ia adalah seorang terpelajar," ujar salah satunya panjang lebar.
Raisa atau Geisha hanya mendengar dan menyandarkan dirinya di pintu masuk sambil melipat tangan di dada. Para pelayan yang mau masuk jadi terhenti.
"Yang mu ...."
Geisha atau Raisa melekatkan jari telunjuknya agar pelayan yang datang diam. Gadis itu masih ingin mendengar lebih jauh lagi.
"Tentu, Yang Mulia Raja pasti lebih condong kepada wanita yang cerdas, walau ia hanya selir," sahut lainnya lagi.
"Eh ... aku dengar jika pihak istana akan melengserkan Raja jika terlalu sering berada bersama selirnya," ujar salah satu setengah berbisik.
"Aku dengar begitu. Itu akibat plakat raja dan perjanjian semua raja jika tak boleh beristri lebih dari satu dan memiliki selir," ujar salah satunya.
"Kasihan Selir Sonya, wanita itu begitu mencintai Raja," ujar salah satu pelayan iba.
"Aku jadi benci perempuan itu!" lanjutnya.
"Siapa yang kau benci itu?"
Sebuah suara yang membuat semua muka pelayan pucat pasi.
"Apa itu aku?" tanya Raisa dengan tatapan yang menusuk.
bersambung.
hai ... ini karya baru othor ... beda dari lainnya ... semoga suka ...
next?
"Apa kau membenciku?" tanya Raisa lagi.
"Yang—yang Mulia!"
Semua menunduk takut. Raisa atau Geisha begitu kesal bukan main. Ia pun berteriak memanggil menteri atau ajudan istana.
"Siapapun ajudan istana, kemari!"
Tak lama pria yang tadi menegur sang ratu datang dengan langkah tergopoh. Biasanya, pria itu abai jika Raisa atau ratunya memanggil, ia hanya menjawab asal jika ditanya oleh Raisa.
"Apa hukuman bagi pelayan yang mengatai Ratunya terlebih bergosip di belakangnya?" tanya Raisa begitu kuat.
Para pelayan langsung menjatuhkan dirinya ke lantai dan bersimpuh. Sedang ajudan istana menelan saliva kasar.
"Cepat katakan!" bentak Raisa.
"Hukumannya ... hukumannya adalah ...."
"Kau tau jika berbohong, ajudan?" sahut Raisa begitu penuh penekanan.
"Aku bisa saja ke departemen istana dan mencari tau sendiri hukuman apa yang bisa kuambil bagi para pelayan yang berani pada Ratu terlebih pada seorang pembohong?" lanjutnya begitu tegas.
"Hukumannya mati Yang Mulia," cicit pria itu.
"Yang kuat bicaramu. Kau tadi bisa bersuara keras ketika menghalangiku menuju dapur," sahut Geisha santai.
"Hukuman mati Yang Mulia!" sahut pria itu jelas.
Semua pelayan menangis. Mereka meminta ampun pada ratunya.
"Yang Mulia ... hiks ... hiks ... ampuni kami Yang Mulia!"
"Cis ... tadi kau begitu sombong mengatakan tak menyukaiku. Kau memilih selir yang tak memiliki kedudukan apapun di istana," ujar Geisha.
Gadis itu menatap kukunya yang runcing. Dalam pikirannya, ia bisa mencakar seseorang dengan kukunya ini.
"Pergi kalian ke halaman istana, berdiri kalian selama aku memberhentikan hukuman ini!" titahnya.
"Yang Mulia, kasihani kami!' pinta semua pelayan bersujud.
"Lakukan atau kepala kalian lepas dari tubuh!" ancam Geisha membentak.
Semua bangkit dan berjalan dengan terisak. Dua puluh pelayan menuju taman depan dapur yang luas. Cuaca lumayan dingin karena masuk musim dingin.
"Jangan ada yang duduk!" teriak Geisha memperingati.
Tak ada yang berani bergerak. Mereka semua berdiri dan memeluk tubuh diri sendiri karena cuaca yang memang dingin. Ajudan istana ingin pergi meninggalkan dapur.
"Eh ... kau mau kemana?" tanya Geisha.
"Saya ... saya ...."
"Ikut berdiri di sana!" tunjuk Geisha pada ajudan itu.
Pria itu menelan saliva kasar, dengan langkah gontai ia berjalan dan berdiri di sana selama ratunya belum memerintahkan untuk berhenti.
Geisha menatap dapur. Jaman yang sangat bertolak belakang dengan jaman yang pernah ia hidup. Semua serba listrik dan bahkan tinggal pesan saja jika menginginkan sesuatu.
"Tungku kayu bakar dan kuali tanah liat," keluhnya.
Gadis itu memeriksa apa yang tadi sempat di masak oleh beberapa pelayan. Ia pun mencicipinya.
"Lumayan, hanya tinggal menambah beberapa bumbu," ujarnya.
Geisha memang bisa memasak ketika ada di jamannya. Walau ia terlahir dari keluarga kaya raya. Ayahnya seorang pengusaha ternama dan ibunya seorang dokter.
Geisha sangat mandiri akibat didikan sang ayah, ia juga dilatih bela diri dan banyak keahlian lainnya.
Sedang sang ibu melatihnya memasak dan juga akupuntur. Geisha sangat cerdas bahkan cenderung genius.
Memiliki banyak sahabat karena ia adalah sosok yang ramah dan mau berteman dengan siapa saja. Gadis itu juga memiliki kekasih yang sangat tampan.
Dua jam berlalu, masakan sudah selesai. Bau harum tercium hingga membuat perut siapapun berbunyi termasuk para pengawal dan pelayan yang dihukum tadi.
Geisha mengambil piring dan mengambil makanan, setelah itu ia duduk dan memakannya dengan lahap.
Usai makan, gadis itu membersihkan alat makannya. Kebiasaannya setelah menyantap makanan jika lewat jam makan.
Sang ibu mengajarinya untuk tidak bergantung pada pembantu rumah tangga. Kecuali ketika makan bersama, barulah para maid yang membereskannya.
Gadis itu keluar dari dapur. Ia nyaris melupakan semua pelayan dan salah satu ajudan istana dihukum di taman belakang, jika salah satu pelayan tidak jatuh pingsan.
"Eh?" ia kaget sendiri.
Tak ada yang berani bergerak. Semuanya menggigil kedinginan. Geisha tersadar, ia pun bergegas ke arah para pelayan yang dihukum.
"Semuanya, ayo bantu aku mengangkatnya!" titahnya..
Akhirnya semua bergerak, membantu rekan mereka.. Geisha mengikuti mereka ke kamar para pelayan.
Pelayan yang tak sadarkan diri itu diletakkan di ranjangnya. Geisha langsung memeriksa denyut nadi di pergelangan tangan gadis berpakaian pelayan itu.
"Hmmm ... salah satu dari kalian, cepat buatkan air manis!" titahnya.
"A-air manis?"
"Air gula!" sentak Geisha. "Bodoh!"
Tak mau dimarahi. Salah satunya berlari dan mengerjakan apa yang diperintahkan oleh ratunya. Lima menit air manis itu tersedia.
"Minumkan dia perlahan dengan air itu!" titah Geisha lagi.
Salah satu pelayan langsung mengerjakan perintah ratunya. Perlahan, pelayan itu bergerak dan langsung dibantu oleh rekannya. Air manis itu habis.
Tabib istana datang hendak memeriksa. Geisha sedikit heran, kenapa begitu cepat tabib datang hanya memeriksa seorang pelayan.
"Siapa yang menyuruhmu ke sini?" tanyanya.
"Saya ... datang atas perintah dari Yang Mulia Raja!" jawab tabib istana dengan menunduk takut.
Pria paru baya ini terkejut dengan perubahan sang ratu. Geisha baru tau jika kelakuannya menghukum para pelayan sampai di bagian istana paling depan.
"Pasti heboh dan tak seusai fakta," gumamnya sangat jelas terdengar.
"Aku ingin tau, berita apa yang tersebar di istana karena kejadian ini!" ujarnya dengan tatapan tajam.
Geisha, melangkah keluar dari kamar pelayan. Semua menyingkir dan membungkuk hormat. Semua takut dengan ratu mereka yang baru.
Geisha menarik pedang salah satu penjaga istana. Ia bersumpah akan memancung siapa saja yang menggosipinya.
Berita tentang Ratu yang menarik pedang sampai ke telinga Raja.
Raja Henry begitu terkejut mendengar hal itu. Setelah sang ratu menghukum semua pelayan yang tak memiliki salah. Kini ia mendapati ratunya berjalan memegang pedang dan siap memenggal siapa saja yang melawannya. Pria itu berdiri dan mencari tau kebenarannya.
"Yang Mulia!" panggil Marques Albert panglima yang menjadi ajudan pribadinya.
Raja Henry tak menggubris pria yang mengabdi bersamanya ketika masih menjadi seorang pangeran.
Pria itu terus berjalan, ia begitu terkejut mendapati ratunya menendang keras salah satu pengawal yang mencoba menghentikannya.
"Apa kau ingin kupenggal!" teriak Geisha marah.
Wanita itu mengacungkan pedang ke muka sang pengawal yang ketakutan. Henry seperti berlari menuju istri yang tak pernah ia temui itu.
"Ratu apa yang kau lakukan?"
Sebuah suara membuat Geisha menoleh. Sungguh pahatan sempurna tersuguh di depan mata gadis itu.
Raja Henry sangat tampan, hidung mancung, mata gelap dan tajam, bibir tipis kemerahan, rahang yang keras dan tegas. Sungguh Tuhan tengah berbahagia ketika menciptakan sosok yang berdiri menjulang.
Albert hendak menarik pedang yang dipegang Geisha. Tetapi dengan gerakan kilat, pedang itu mengarah wajah Albert.
"Berani kau menurunkan pedang yang diusung ratu, maka kepalamu yang menggantikan semua kepala yang merendahkan Ratu!" tekan Geisha dengan suara mendesis.
Semua bungkam, Raja Henry begitu terkejut melihat perubahan total dari sang ratu.
'Apa yang terjadi pada gadis ini? Apa dia sudah merasa tak sanggup lagi ditekan oleh para pelayan yang merundungnya?' gumam sang raja.
bersambung.
next?
"Kepalamu yang akan menggantikan kepala mereka!" ancam Geisha.
Albert dua puluh dua tahun, adalah seorang Marques, perang adalah hidupnya, pedang adalah mainannya. Melihat pedang tajam diarahkan padanya, bukan hal yang membuatnya takut, terlebih ratunya sangat lemah dalam pertahanan.
Dengan mudah pria itu mengambil pedang dari tangan ratunya—Raisa. Geisha terkejut pedang itu sudah berpindah tangan. Ia kesal bukan main. Ia mendorong tubuh besar Albert hingga nyaris membuat tubuh pria itu terhuyung.
"Kalian memang jahat!" teriak Raisa.
Gadis itu berlari menuju kediamannya. Dua pria di sana masih berada dalam keterkejutannya, terlebih sang raja—Henry.
"Yang Mulia?" Albert memanggil.
"Apa yang terjadi dengan Ratu?" tanyanya.
Henry menatap malas pada panglima sekaligus ajudan pribadinya itu. Jika saja seorang Marques tak tau apa yang terjadi pada ratu, apa lagi dia.
"Cari tau kenapa Ratu seperti ini! Bungkam semua mulut agar apa yang terjadi hari ini tak menyebar kemana-mana!" titah pria itu.
"Baik Yang Mulia!" sahut Albert lalu mengerjakan tugasnya.
Henry pun melangkah menuju ruang istirahatnya. Ruang yang selalu menjadi tempat favoritnya setelah bekerja memimpin negara ini sebagai seorang raja.
Ketika di ruangannya, ia melepas jubahnya dan merebahkan diri di ranjang empuk. Pikirannya kalut, perebutan di wilayah pesisir kerajaan Namont sangat menguras tenaga dan juga otak. Walau bisa ditaklukkan, tetapi banyak masyarakat yang setia pada rajanya. Padahal Raja Namont sangat otoriter dan arogan. Raja Namont sangat suka mengumpulkan harta juga wanita-wanita cantik. Sang raja hidup mewah sedang rakyatnya menderita.
"Baru kali ini aku mendapatkan rakyat yang menyanjung raja yang lalim," monolognya.
"Aku merindukan Sonya," lanjutnya lirih.
Pria itu tersenyum mengingat wanita yang mencuri hatinya. Sayang, Sonya bukan bangsawan yang bisa mengangkatnya menjadi raja, bahkan wanita itu dibenci oleh seluruh bangsawan. Kehadiran Sonya memang tersembunyi sebagai selir.
"Aku akan memperjuangkanmu sayang," ujarnya lagi.
Hingga ketika ia ingin berkhayal tentang wanita pujaannya, sosok wajah cantik yang tak pernah ia temui muncul. Netranya kembali terbuka.
"Duchess Raisa Deborah," gumamnya.
"Apa dia memang secantik itu?" tanyanya lagi.
Henry mengingat siapa itu Raisa Deborah. Raja Horton sudah lanjut usia, ia akan lengser di usianya yang ke enam puluh tahun. Henry adalah putra mahkota satu-satunya. Sang istri lebih dulu berpulang semenjak Henry masih berusia belasan tahun.
Raja Horton tak menikah lagi, padahal banyak bangsawan menginginkan rajanya memiliki ratu. Tetapi, Horton menolak, baginya ia menikah hanya sekali. Sesuai dengan plakat yang diusung secara turun temurun. Hanya ada satu ratu tanpa selir.
Duke Albert, adalah seorang bangsawan yang memiliki pengaruh kuat. Pria itu memimpin sebuah kawasan yang dulu tandus menjadi rimbun dan memiliki pertanian yang luas. Belum lagi, pria itu menemukan tambang mineral. Kecerdasan Duke Albert memimpin dan mengelola kekayaan alam, membuat rakyat makmur. Duke Albert memiliki istri bernama Duchess Helena. Dari pernikahannya mereka memiliki putri bernama Raisa Deborah.
Raja Horton menikahkan putranya yang saat itu masih bergelar putra mahkota di usia delapan belas, sedang Raisa berusia lima belas tahun.
Hanya pernikahan sederhana yang diikuti oleh beberapa keluarga dan juga para bangsawan yang berpengaruh.
Setelah pernikahan, keduanya tak tinggal bersama, karena dianggap masih terlalu kecil. Hingga beranjak usia Raisa tujuh belas tahun dan Henry dua puluh tahun. Barulah Raisa tinggal di istana.
Menurut laporan yang ada ditangannya, Raisa adalah gadis biasa tanpa memiliki kelebihan apapun. Bahkan selama ini gadis itu ditekan seluruh pelayan dan staf.
Bukan Henry tidak tau. Tetapi, pria itu tak menggubris bahkan membiarkan ratunya dipermalukan oleh semua pegawai istana.
"Apa iya. dia tak memiliki ke bisaan apa-apa?" tanyanya bermonolog.
"Jika melihat ia mengacung pedang walau terlihat lemah. Sepertinya ia sangat mahir dengan benda itu?"
"Lalu tenaga itu? Siapa pun tak ada yang mampu menggeser Marquez Albert dari posisinya!" ujarnya sedikit takjub.
Tapi tadi, dengan mata kepalanya sendiri. Albert nyaris terhuyung akibat dorongan Raisa.
"Dari mana kekuatan itu berasal?" tanyanya.
Henry menggeleng, ia memilih memejamkan matanya lagi. Ia masih menyelipkan nama wanita yang ia cintai. Berharap bertemu dan bercinta dalam mimpi.
Sedang di tempat lain. Geisha merasakan tubuhnya sakit semua. Setelah menendang salah satu pengawal dan mendorong kuat pria besar yang baru ia ketahui bernama sama dengan ayahnya.
"Sakit!" rengeknya.
"Kau lemah sekali. Pantas tidak ada yang menyanjungmu!" dumalnya kesal.
Sekelebat memori melintas di pikirannya. Gadis itu mengingat perlakuan kedua orang tuanya. Hampir seluruh pekerjaan dikerjakan oleh para maid.
Raisa hidup seperti boneka kaca. Ibunya begitu menyayanginya, apa pun yang ia mau. Sang ibu akan memenuhi keinginan putrinya.
Ayahnya, Duke Albert juga sama. Pria itu akan menghukum siapapun yang membuat putrinya jatuh atau menangis tanpa sebab.
Kekayaan Duke Albert menjadi incaran para penjahat dan beberapa bangsawan yang iri. Hingga pernah ada yang hendak menculik putrinya.
Karena takut disakiti dan dibunuh oleh penjahat. Duke dan Duchess menyekolahkan putrinya di rumah dengan memanggilkan guru.
Dengan penjagaan ketat, Raisa belajar. Karena begitu ketat penjagaan, guru membenarkan semua jawaban Raisa dengan tujuan agar cepat selesai.
Raisa yang penurut, begitu lugu. Gadis itu jauh dari pengetahuan dan segala macamnya. Yang ia tau jika menurut maka semua akan sayang padanya.
Makanya ketika ia pindah ke istana dan menjadi ratu. Ia tak pernah melawan sekalipun perkataan orang. Bahkan para pelayan bisa menyuruhnya untuk diam dan memakan apapun yang disajikan untuknya.
Raisa tak pernah bertemu dengan wajah suaminya. Padahal dulu ketika pertama kali bertemu. Raisa telah menaruh hati. Gadis itu selalu menanti sang suami di kamarnya.
"Ah ... malang sekali kau!" keluh Geisha pada tubuh yang ia tempati.
Lalu ingatan itu kembali padanya. Ingatan ketika Raisa mengetahui adanya wanita lain yang dicintai suaminya.
"Eh ... eh ... kenapa aku menangis?" tanya Geisha ketika tiba-tiba air matanya mengalir.
Dadanya bergemuruh, ia merasakan betapa sakitnya hati pemilik tubuh mengingat kejadian itu.
"Tenanglah ... jangan seperti ini!" gumamnya lirih.
Geisha mengelus dadanya. Ia menenangkan hatinya yang berkecamuk. Ingatan itu kembali melintas. Sebuah pemandangan yang membuat Raisa hancur.
Gadis itu melihat suaminya berciuman dengan mesra bersama wanita lain. Sebagai seorang istri, hatinya hancur.
Lalu ia menangkap lirikan wanita yang berciuman dengan suaminya sinis padanya. Rupanya wanita itu sengaja, ia menyuruh beberapa pelayan yang diminta raja untuk melayaninya membawa sang ratu ke tempat di mana ia selalu bertemu sang raja.
Wanita itu juga menyuruh pelayan itu menyebar rumor di kediaman sang ratu jika raja lebih sering menghabiskan waktu di kediamannya.
"Ah ... kau ingin melawan ratu rupanya!" seringai Geisha.
"Baiklah Raja. Jika kedudukanmu adalah karena kekuatan dan juga pengaruh dariku ...," Geisha menghentikan ucapannya.
"Jangan salahkan aku jika kerajaan ini jatuh di tanganku!" lanjutnya lirih.
Seribu rencana terbesit di otak Geisha.
bersambung.
ah ...
next?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!